Anda di halaman 1dari 3

Citra Ayu Della Rosa_Kelas C_Week 11_Individu_071811133007

POLITIK LUAR NEGERI RI di KAWASAN PASIFIK

Negara Indonesia termasuk negara yang beruntung. Mengapa demikian? Karena negara Indonesia terletak di
wilayah yang strategis. Secara geografis, negara Indonesia terletak di antara dua benua yaitu Benua Asia dan
Benua Australia, dan terletak diantara dua samudera yaitu Samudra Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia
juga terletak di jalur lalu lintas perdagangan Internasional yang mampu mendatangkan sebuah keuntungan
tersendiri secara ekonomi bagi Indonesia dalam menjalin suatu hubungan diplomasi dengan berbagai negara di
seluruh belahan dunia. Tentunya hal tersebut akan berdampak besar bagi Indonesia. Memanfaatkan posisi
strategis Indonesia sebagai jalan diplomasi akan member kesempatan bagi Indonesia dalam mempererat
hubungan kerja sama dengan negara lain. Dalam hal ini Indonesia dalam mencapai kepentingan nasional
menerapkan aplikasi Politik Luar Negeri Bebas Aktif yang dalam realitasnya dilaksanakan dengan menjalin
hubungan dan kerjasama dengan berbagai negara maupun kawasan yang ada di sekitarnya. Yaitu salah satunya
adalah dengan negara-negara yang berada di kawasan Kepulauan Pasifik. kawasan ini bersama dengan ASEAN
merupakan lingkaran konsentris terdalam bagi Politik Luar Negeri Indonesia.

Kawasan Kepulauan Pasifik merupakan bagian dari negara-negara yang tersusun atas pulau-pulau kecil yang
menyebar di kawasan Samudera Pasifik. Indonesia juga termasuk dalam kawasan ini. Maka dari itu, Indonesia
termasuk pada organisasi Asia Pasifik. Indonesia dengan negara-negara di Pasifik Selatan merupakan negara-
negara kepulauan yang tersebar di kawasan Samudera Pasifik. Kawasan Kepulauan Pasifik memiliki arti khusus
tersendiri bagi Indonesia, yaitu sebagai kawasan tetangga yang perlu didekati dalam konteks mendorong
terciptanya lingkungan yang stabil, makmur, dan bersahabat bagi upaya pembangunan. Ini merupakan manfaat
yang dapat dirasakan bersama oleh Indonesia dan negara di kawasan Pasifik. sebagai sesama negara kepulauan
dan perekonomian yang berkembang. Indonesia relative memiliki bebrapa kesamaan dalam hal tantangan
pembangunan yang dihadapi, seperti keterbatasan lahan, sensitifitas terhadap gejolak ekonomi dunia, maupun
kerawanan terhadap dampak perubahan iklmim dan bencana. Selain itu, masyarakat Pasifik juga memiliki
kesamaan budaya khususnya dengan masyarakat Indonesia yang bermukim di kawasan timur Nusantara.

Masuknya kawasan Asia-Pasifik bersama dengan ASEAN sebagai lingkaran konsentris terdalam bagi
penerapan Politik Luar Negeri Indonesia, khususnya di era orde baru kemudian menjadikan kawasan Asia-
Pasifik sebagai posisi yang strategis bagi Indonesia. Terkait dengan hal ini, Usman mengungkapkan
bahwasannya faktor jarak yang dekat sehingga menyebabkan Asia-Pasifik dianggap sebagai kawasan yang
strategis dikarenakan Asia-Pasifik dipandang dapat menjadi landasan bagi Indonesia dalam mencapai beberapa
kepentingannya, yakni: (1) Asia-Pasifik dipandang sebagai wilayah strategis yang dapat menjadi landasan untuk
menggalang dukungan serta memperbaiki citra Indonesia dalam skala Internasional. (2) Asia-Pasifik dipandang
sebagai wilayah strategis yang dapat mengarahkan dan meresposisi kebijakan luar negeri RI yang selama ini
cenderung mengarah pada negara-negara ASEAN dan negara-negara Barat. (3) Hadirnya PIF (Pacific Island
Forum) kemudian dianggap dapat menjadi landasan yang strategis bagi Indonesia untuk menjalin hubungan dan
kerjasama dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia-Pasifik. Lebih lanjut menurut Usman (1994), untuk
dapat merealisasikan ketiga hal tersebut setidaknya terdapat dua strategi yang menjadi tolak ukur dalam
mencapai kepentingannya di kawasan Asia-Pasifik, yaitu : (1) Menjalin dan menciptakan hubungan non-politik
yang diharapkan dapat memelihara hubungan baik di masa mendatang. Implementasinya seperti berbagai
pertukaran pelajar antara Indonesia-Australia, dan adanya kerjasama yang disebut sebagai Window on Australia
yakni merupakan serangkaian program kerjasama yang terjalin antara Indonesia-Australia untuk memperbaiki
sekaligus membangun hubungan yang harmonis. (2) Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam
berbagai kerjasama. Aplikasi dari strategi ini sangat berkaitan dengan kehadiran PIF, yakni bahwasannya
Indonesia dalam menerapkan strategi ini terlihat dari peran Indonesia saat menjadi mitra dialog di dalam
pertemuan PIF yang beranggotakan Australia, Cook Islands, Fiji, Kiribati, Marshall Islands, Nauru, Niue, Palau,
Papua Nugini, Samoa, Selandia Baru, Solomon Island, Tonga, Tuvalu, Vanuatu dan Federate States of
Micronesia yang pada dasarnya bertujuan untuk membangun citra baik serta menjalin hubungan kerjasama.

Seiring berjalannya waktu, dinamika hubungan Indonesia dengan negara-negara di kawasan Pasifik mengalami
pasang surut yang menyebabkan terjadinya perubahan terkait hubungan yang terjalin. Pertama, hal ini terlihat
dari hubungan Indonesia dengan Australia. Pada awalnya, Indonesia dengan Australia memiliki hubungan yang
baik. Terlihat dari Australia yang mendukung Indonesia dalam mencapai kemerdekaan dan kedaulatannya.
Kemudian, hubungan tersebut mengalami konflik setelah Indonesia melakukan kampanye terkait dengan
pembebasan Irian Barat, karena pada saat itu, wilayah Papua New Guinea diakui oleh Australia (Suryadinata,
1998:115). Selain itu, faktor lain yang menyebabkan bekunya hubungan diplomatik antara Indonesia denga
Australia adalah perbedaan konsep yang demokrasi yang dianut oleh kedua negara tersebut. Untuk meredam
berbagai permasalahan itu, akhirnya kedua negara sepakat untuk menjalin kembali hubungan diplomatiknya
melalui Menteri Luar Negeri, Ali Alatas dan kebijakan strategis yang diambil Presiden Soeharto pada saat itu.
Hubungan tersebut mulai membaik terlihat dari banyaknya kunjungan diplomasi dan hubungan kerjasama
militer dalam bentuk pelatihan dan dialog pers.

Kedua, hubungan Indonesia dengan Papua New Guinea. Adaya perjanjian perbatasan dengan Papua New
Guinea yang ditandatangani pada tahun 1979 mengakibatkan semakin buruknya hubungan kedua negara
tersebut. Terlihat dari adanya pelanggaran wilayah perbatasan Indonesia yang menyebabkan hubungan Jakarta
dengan Port Moresby semakin buruk. Dikarenakan, Port Moresby mengecam pemerintah Indonesia terkait
pelatihan militer yang dilakukan di wilayah perbatasan tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Papua New
Guinea (Suryadinata, 1998:124). Hubungan kedua negara tersebut membaik setelah dilakukan berbagai macam
perundingan diplomatis yang berujung pada penandatanganan Pakta Kerjasama Persahabatan dan Saling
Menghargai pada Oktober 1986. Dan dibentuknya Perjanjian Status Angkatan Perang Status of Force
Agreement (SOFA) yang bertujuan untuk memperdalam kerjasama dibidang pertahanan dan keamanan
sehingga menciptakan kestabilan diantara kedua negara tersebut (Suryadinata, 1998).

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kawasan Asia-Pasifik merupakan kawasan yang menjadi
lingkaran konsentris terdalam bagi Politik Luar Negeri Republik Indonesia sehingga sangat menguntungkan
bagi Indonesia terkait proses Politik Luar Negeri RI yang dilakukan. Selain faktor geografis, faktor kondisi
politik domestik juga mempengaruhi proses Politik Luar Negeri RI di kawasan Asia-Pasifik. Contohnya kasus
pembebasan Irian Barat yang mendapat tentangan dari Australia karena padaa saat itu, Australia masih
mengakui wilayah Papua New Guinea sebagai bagian dari Autralia. Hal ini mengindikasikan bahwa strategis
yang dilakukan oleh kawasan Asia-Pasifik terhadap pencapaian kepentingan nasional Indonesia sangat
diperlukan. Disisi lain, dinamika hubungan Indonesia dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia-Pasifik
turut mempengaruhi kepentingan strategis yang hendak dicapai sehingga dalam realitasnya, Indonesia
menerapkan berbagai strategi yang dilakukan dengan kawasan Asia-Pasifik dalam rangka memperbaiki citra
dan menjalin hubungan kerjasama yang berimplikasi pada tercapainya kepentingan nasional Indonesia.

REFERENSI

Satriawan, A. Kebijakan Indonesia Membuka Hubungan Diplomatik Dengan Negara-Negara Kawasan Pasifik
( TUVALU, NAURU, KIRIBATI). 3(2), 1–15.

Suryadinata, Leo, 1998. Hubungan Indonesia dengan Australia dan Papua New Guinea: Isu Keamanan dan
Budaya, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, hlm. 115-127.

Usman, Asnani, 1994, Indonesia dan Pasifik Selatan, dalam Bantarto Bandoro [ed], Hubungan Luar Negeri
Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta, CSIS, hlm. 187-215

Anda mungkin juga menyukai