Anda di halaman 1dari 15

Cantik

Itu Luka
oleh Eka Kurniawan

Kelompok 2
1. Abdul Rahman
2. Hendrik Bolly
3. Nova Maria Lumempouw
4. Hendrik Boli Tobi

A. Sinopsis
Pada bagian awal Novel ini diceritakan tentang seorang perempuan yang bangkit dari
kuburannya setelah dua puluh satu tahun kematiannya. Kebangkitannya menguak kutukan
dan tragedi keluarga, yang terentang sejak akhir masa kolonial. Perpaduan antara epik
keluarga yang dibalut romans, kisah hantu, kekejaman politik, mitologi, dan petualangan.
Perempuan yang bangkit dari kematian itu adalah Dewi Ayu, seorang peranakan Belanda-
Pribumi dari keluarga Stammler. Dewi Ayu lahir dari hasil hubungan inses keluarga Stammler.



Marietje Stammler Ted Stammler Ma Iyang



Henri Stammler Aneu Stammler



Dewi Ayu



Alamanda Adinda Maya Dewi Cantik
(X Shudanco) (X Kamerad Kliwon) (X Maman Gendeng)


Nurul Aini (Ai) Krisan Rengganis Si cantik Tanpa nama
(dari Krisan)

Tanpa nama
(dari Krisan)

Setelah Jepang datang dan memaksa seluruh keluarga Belanda dan keturunannya
untuk pulang ke negeri mereka sendiri, Dewi Ayu tak pernah mau meninggalkan Halimunda,
desa tempat Ia dilahirkan dari ayah belanda dan ibu campuran Indonesia. Dewi Ayu sangat
cantik banyak pria yang berahi melihatnya, mereka menginginkan satu malam bercinta
denganya dan melakukan apapun yang pernah mereka bayangkan. Didesak oleh keadaan
sebagai tahanan, Dewi Ayu terpaksa menjalani hidup sebagai pelacur di rumah Mama Kalong,
bekerja melayani tentara Jepang memenuhi kebutuhan batiniah mereka. Sebagai seorang
pelacur, Dewi Ayu sangat terkenal dan merupakan yang paling mahal di Halimunda.
Berhubungan badan dengan begitu banyak orang, Dewi Ayu melahirkan putri-putri yang tak
pernah tahu siapa ayah mereka. Ketiga putri Dewi Ayu mewarisi kecantikan ibunya yang sejak
dini sudah terlihat dan banyak orang menantikan mereka bertumbuh menjadi gadis
sempurna yang siap untuk ditiduri. Dewi Ayu cukup kesal melihat kehidupan ketiga putrinya
yang selalu bersinggungan dengan lelaki, menggoda mereka, bahkan membuat pria-pria
patah hati dengan sengaja. Ia tahu kecantikan mereka suatu saat akan berakibat buruk bagi
mereka sendiri. Sehingga ketika ia tahu kalau ia mengandung anak keempat, Ia berdoa supaya
anak dalam kandungannya diberikan wajah yang sangat jelek. Ia membayangkan hidung
seperti colokan listrik, telinga serupa panci, kulit hitam legam seperti arang sisa bakaran dan
itulah yang terjadi ketia ia melahirkan putri keempatnya. Anak terakhirnya itu deiberi nama
Cantik. Dewi Ayu meninggal dengan cara memaksakan diri. Ia ingin sekali meninggal hingga
ia mengafani dirinya sendiri dan berdiam diri. Ia meninggal dihari ke-12 percobaan bunuh
dirinya.
Dewi Ayu pernah menikah dengan seorang lelaki paruh baya. Lelaki tersebut bernama
Ma Gedik yang merupakan kekasih neneknya (Ma Iyang) terdahulu. Dewi Ayu memaksa Ma
Gedik menikahinya dengan alasan meminta maaf karena dulu Ma Gedik tidak dapat menikahi
Ma Iyang, neneknya yang sangat dicintai Ma Gedik. Namun, setelah Dewi Ayu dan Ma Gedik
menikah, Ma Gedik terjun dari bukit karena tidak menerima pernikahan tersebut. Ma Gedik
menjadi hantu yang selalu menghantui bahkan mengutuk Dewi Ayu dan keluarganya.
Keempat anak Dewi Ayu bernama Alamanda, Adinda, Maya Dewi, dan Cantik. Ketika
Alamanda, Adinda, dan Maya Dewi dewasa mereka menikah dengan lelaki yang cukup
terkenal di Halimunda. Alamanda, anak pertama Dewi Ayu awalnya sangat mencintai bahkan
sangat setia kepada kekasihnya yaitu Kamerad Kliwon seorang aktivis PKI. Namun,
kecerobohan Alamanda membawa ia kepada malapetaka. Ia diperkosa oleh Shodanco di
Halimunda, lelaki yang sangat mencintai Alamanda tetapi Alamanda tidak mencintainya
sedikitpun. Dari pernikahan Alamanda dengan Shodanco, mereka memiliki anak bernama
Nurul Aini. Anak ini merupakan anak ketiga, anak pertama dan kedua tak pernah ada karena
Kamerad Kliwon telah menyumpahi bahwa kedua anak tersebut ada bukan karena
berlandaskan cinta kedua orang tuanya.
Adinda, anak kedua Dewi Ayu, menikah dengan Kamerad Kliwon, mantan kekasih
kakaknya. Mereka memiliki anak lelaki bernama Krisan. Adinda menjadi janda setelah
Kamerad Kliwon ditemukan gantung diri, setelah ia belum lama kembali dari pengasingan di
pulau Buru karena ia merupakan simbol dari kekuasaan komunis di wilayah Halimunda.
Maya Dewi, anak ketiga Dewi Ayu menikah pada usia 12 tahun dengan Maman
Gendeng, kekasih Dewi Ayu. Maya Dewi dan Maman Gendeng memiliki anak bernama
Rengganis. Rengganis adalah gadis tercantik di kota itu.
Ada cinta antarsaudara antara Nurul Aini, Krisan, dan Rengganis seperti yang terjadi
pada orang tua Dewi Ayu yaitu Aneu Stammler dan Henry Stammler. Kecantikan Rengganis
membuat setiap lelaki memiliki hasrat untuk menyetubuhinya termasuk Krisan meskipun
Krisan sangat mencintai Nurul Aini. Krisan yang tak dapat mengungkapkan isi hatinya kepada
Nurul Aini membuat ia mau melakukan apapun termasuk berlaku seperti anjing karena Nurul
Aini sangat menyukai anjing. Namun, dibalik rasa cintanya terhadap Nurul Aini, Ia adalah
seorang lelaki yang juga terpesona dengan kemolekan Rengganis. Suatu hari di sekolah, Krisan
menyetubuhi Rengganis di toilet sekolah. Rengganis yang saat itu mencintai Krisan, hanya
diam. Setelah itu, ia mengaku kepada semua orang bahwa ia diperkosa oleh seekor anjing.
Pada akhirnya Rengganis hamil. Rengganis kabur ke dalam hutan bersama bayinya
karena tak mau dinikahkan dengan Kinkin seorang anak penjaga kuburan. Tak lama dari
peristiwa kaburnya Rengganis, Nurul Aini meninggal karena merasa berat ditinggal Rengganis.
Krisan begitu mencintai Nurul Aini, menggali dan menyimpan mayat Nurul Aini di bawah
kasurnya. Beberapa saat setelah kejadian itu, datang Rengganis kepada Krisan untuk minta
dinikahi. Anak Rengganis ternyata telah mati dimakan ajak-ajak. Rengganis yang begitu
mencintai Krisan selalu percaya terhadap kata-kata Krisan hingga akhirnya ia dibunuh dan
dibuang di laut oleh Krisan. Setelah pulang membuang Rengganis, Krisan bertemu dengan
seorang lelaki. Lelaki itu menyarankan Krisan untuk mencari kekasih yang buruk rupa saja. Hal
itupun dilakukan oleh Krisan. Ia berpacaran dan menyetubuhi si Cantik yang buruk rupa yang
tak lain adalah bibinya sendiri hingga hamil. Namun, di suatu malam Kinkin mendobrak dan
menembak Krisan yang sedang berada di kamar si Cantik hingga meninggal.

B. Sudut Pandang Surealisme
Sebelum kita membahas isi novel melalui sudut pandang surealisme, alangkah baiknya
kita mengetahui lebih dulu apa yang dimaksud dengan surealisme. Istilah surealisme sendiri
berasal dari bahasa Prancis, yaitu dari kata sur dan réalis yang berarti melebihi-realitas. Kata
surréalis pertama kali digunakan oleh Guillame Apollinaire yang berhasil mementaskan drama
surealis berjudul Les Mamelles de Tiresias atau Payudara Tiresias pada tahun 1917. Dua tahun
setelah itu, seuralisme sebagai gerakan seni, sastra, dan ideologi barulah muncul di Prancis,
yang mana gerakan itu dipelopori oleh André Breton, dikenal juga sebagai the Pope of
Surrealism karena jasanya yang sangat berpengaruh, dan dibantu oleh Phillipe Soupault.
Breton pada awalmya ingin menunjukkan bahwa kajian Freud tidak hanya digunakan untuk
kepentingan psikoanalisa, tetapi juga bisa diaplikasikan di dalam pembuatan proses kreatif,
terutama gagasan tentang kebebasan dan teknik menganalisa mimpi.
Namun, jika kita tarik kebelakan sebelum surealisme muncul, sebetulnya sudah ada
gerakan yang bernama dadaisme. Gerakan itu sudah mengaitkan alam bawah sadar ke dalam
proses kreatif atau penulisan, tetapi kebanyakan seniman muda Dadais Prancis pasca Perang
Dunia I telah menganggap bahwa seorang Dadais sejati seharusnya bersikap antidadaisme
karena pandangan dadais itu negatif terhadap segala hal, termasuk terhadap pandangan
Dada itu sendiri, sehingga dadaisme harus diakhiri, dan posisinya tergeser oleh surealisme.
Karena itu, surealisme dan dadaisme mempunyai persamaan dan perbedaan. Di dalam
persamaan mereka sama-sama menentang seni tradisional dan memusuhi ide-ide kaum
borjuis. Namun di dalam perbedaan, jika dadaisme lebih menenkankan eksperimen terhadap
kemunculan obyek-obyek khas yang berbeda dari realitas, yaitu penggambaran otomatis dari
ketidaksadaran, surealisme justru ingin lebih memperlihatkan corak psikologis melalui teori-
teori Freud mengenai seks, mimpi, dan ketidaksadaran.
Di sinilah letak kekhasan dari surealisme, yaitu memainkan peranan id
(ketidaksadaran), ego (prasadar), dan super ego (kesadaran) di dalam sebuah karya. Namun
perlu digarisbawahi oleh kita, bahwa orang-orang surealisme, juga seperti Freud, sebenarnya
tidak mencari ketidaksadaran di dalam sebuah karya, tetapi mereka ingin memperlihatkan
adanya sebuah kesadaran di dalam ketidaksadaran. Ini bisa kita contohkan ketika kita melihat
lukisan Salvador Dali yang berjudul the persistence of memory, yang mana kita akan berusaha
mencari makna dari sebuah lukisan yang mengawang-ngawang. Jadi, melalui surealisme kita
diperlihatkan bahwa ada hal-hal yang irasional muncul di dalam proses kreatif seniman. Dunia
batin yang seharunya dianggap absurd dan tidak logis, justru semakin didorong oleh para
seniman untuk mendalami dalam proses pencarian makna yang terdalam.
Sama seperti lukisan Salvador Dali, cerita dari novel Cantik itu Luka juga banyak
memperlihatkan keabsurdan yang tidak ada di dunia nyata. Ada tiga hal yang paling menonjol
yang diungkapkan oleh Eka Kurniawan. Pertama, di awal cerita kita sudah disuguhkan dengan
kemustahilan dari kebangkitan sebuah mayat perempuan bernama Dewi Ayu. Dia adalah
pelacur yang paling terkenal di kotanya yang bernama Halimunda. Dia keluar dari kubur
setelah dua puluh satu tahun mati, tetapi tubuhnya masih utuh tanpa cacat. Dia berjalan dari
kuburan ke rumahnya sambil menganggetkan masyarakat sekitar. Setibanya dia di rumah,
penulis akhirnya mulai menceritakan kisah hidupnya sekaligus keturunannya yang penuh
penuh dengan tragedi. Pertama kali membaca novel itu, kita pasti bingung sejadi-jadinya dan
membayangkan bahwa novel ini bergenre horor, tetapi setelah beberapa lembar dibaca novel
ini menceritakan sebuah kehidupan Dewi Ayu dan keluarganya, yang mana jalan ceritanya
disesuaikan dengan sejarah Indonesia. Di akhir cerita, pembaca baru diajak mengerti kenapa
Dewi Ayu bisa bangkit dari kuburannya, ternyata dia tidak benar-benar bangkit, dia hanya
dibangkitkan oleh pemuda bernama Kinkin untuk mengusir sebuah roh jahat.
Kedua, Eka Kurniawan sangat menonjolkan tradisi kuno yang mulai dilupakan oleh
masyarakat modern saat ini, yaitu adanya kehidupan klenik. Di dalam cerita, praktik
perdukunan sangat berpengaruh di dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh, ketika sang
Shodancho menginginkan seorang anak dari Alamanda, laki-laki itu tampaknya lebih
mempercayai seorang dukun dibandingkan dengan seorang dokter. Kemudian Alamanda
yang menolak diperkosa oleh suaminya juga pergi ke dukun untuk memasang celana besi
dengan menggunakan mantra rahasia sehingga suaminya tidak bisa menyentuh
kemaluannya. Begitu juga, dengan ramalan Kamerad Kliwon yang sangat menakjubkan
mampu meramal kelahiran anaknya Alamanda dan sang Shodancho. Kamerad Kliwon bisa
memprediksi bahwa bahwa putri mereka, Nurul Aini, akan lahir dua belas hari lebih cepat dari
putranya sendiri bersama Adinda, yaitu Krisan. Tidak lupa, penulis juga banyak menampilkan
dunia sihir, seperti Kinkin dan ayahnya, sebagai penjaga kuburan, sangat mahir memainkan
jailangkung untuk memanggil roh yang sudah mati. Kita yang membaca akan mengerenyitkan
dahi saat menemukan cerita-cerita tersebut, anehnya kita benar-benar dibuat percaya apa
yang dikatakan oleh penulis karena itu semua memang sudah biasa di dalam tradisi Indonesia
sejak dahulu kala.
Ketiga, penulis berhasil menggambarkan kehidupan seksual secara vulgar, tetapi
deskripsi tersebut tidak memperlihatkan bahwa itu adalah pornografi. Hebatnya, penulis
benar-benar tidak ragu untuk mengatakan ‘meremas dua buah dada yang indah’, ‘batang
yang bediri’, ‘bulu kemaluan’, dll. Para pembaca pastinya akan tersipu malu ketika mereka
membaca hal-hal yang berhubungan dengan kemaluan, seks, dan hasrat, tetapi penulis ingin
memperlihatkan bahwa memang banyak manusia di dunia ini yang meluapkan hasrat seksnya
seperti itu. Selain itu, penulis juga memperlihatkan seks yang dianggap tabuh bagi
kebanyakan masyarakat. Sebagai contoh, sang Shodancho dan Maman Gendeng, suami dari
Alamanda dan Maya Dewi, berani meniduri Dewi Ayu, yang tidak lain adalah mertuanya. Itu
semua karena Dewi Ayu adalah pelacur yang paling cantik di kota. Selain itu, ada kisah jaman
dahulu mengenai Renggani yang digilai oleh sang Raja, yang tidak lain adalah ayahnya sendiri.
Dari tiga penjabaran di atas, pembaca pastinya akan merasa aneh, seram, bahkan muntah
ketika membaca cerita-cerita tersebut karena kita pastinya tidak menginginkan itu ada di
dunia. Namun, surealisme mengangkat cerita tersebut untuk mengingatkan kepada pembaca
bahwa pada dasarnya setiap manusia mempunyai potensi di alam bawah sadar (id) untuk
melakukannya secara dasar (ego) di saat kesempatan, padahal itu semua ditentang oleh nilai-
nilai masyarakat yang ada (super ego).


C. Sudut Pandang Feminisme
Salah satu tema yang sangat menonjol dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka
Kurniawan adalah mengenai seksualitas dan kontrol perempuan atas tubuhnya. Eka
menggambarkan seksualitas dengan cara yang tidak biasa bahkan cenderung mengangkat isu-
isu seksualitas yang dianggap tabu dalam masyarakat seperti hubungan inses1 dan hubungan


1
Dewi Ayu yang menjadi tokoh utama dari novel ini adalah anak dari hubungan inses antara Henri Stammler
dengan adik tirinya yaitu Aneu Stammler. Dalam realitas, hubungan inses sering menghasilkan anak yang
mempunyai masalah-masalah fisik tetapi Dewi Ayu lahir normal dan relatif tidak mempunyai kekurangan fisik
apapun. Masalah dan kemalangan yang menimpa Dewi Ayu dan keturunannya tidak semata karena masalah
inses tetapi lebih karena “kutukan dari Ma Gedik yang cinta sejatinya dirampas oleh Ted Stammler (kakek dari
Dewi Ayu)” yang harus diselesaikan oleh Dewi Ayu dengan cara yang tidak biasa yaitu bangkit dari kuburnya
untuk memutus rantai masalah yang menerpa dirinya dan keturunannya.
seksual antara manusia dengan binatang2. Paper ini menekankan pada persoalan seksualitas,
kekuasaan dan otononomi perempuan atas tubuhnya.

C.1. Seksualitas dan Kekuasaan Pria
Penindasan terhadap perempuan disebabkan oleh soal ketimpangan jender dan
seksualitas yang terjadi dalam masyarakat. Ketimpangan jender dan seksualitas adalah suatu
konstruksi sosial (didasarkan pada pembedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan) yang
menempatkan perempuan dalam posisi yang rendah dalam masyarakat. Ketimpangan jender
dan seksualitas. berakar pada sejarah perkembangan manusia yang didominasi oleh sistem
patriarkis. Menurut Alison Jaggar, seorang feminis radikal, ketertindasan perempuan dapat
dilihat sebagai berikut3 :
1. Perempuan secara historis merupakan kelompok yang tertindas.
2. Ketertindasan perempuan sangat meluas di hampir seluruh masyarakat manapun.
3. Ketertindasan perempuan merupakan bentuk penindasan yang paling dalam dan
paling sulit untuk dihapus dan tidak dapat dihilangkan dengan perubahan-perubahan
social seperti penghapusan kelas masyarakat tertentu.
4. Penindasan terhadap perempuan menyebabkan kesengsaraan yang sangat terhadap
korbannya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, walaupun kesengsaraan
tersebut tidak tampak karena adanya ketertutupan, baik yang dilakukan oleh
penindas maupun yang tertindas.
5. Penindasan terhadap perempuan pada dasarnya memberikan model konseptual
untuk mengerti bentuk lain penindasan.

Novel Cantik itu Luka banyak menggambarkan realitas penindasan terhadap


perempuan yang terjadi begitu panjang, merentang dari sejarah kolonial di sampai dengan
jaman Orde Baru. Dengan mengambil seting kehidupan perempuan-perempuan yang hidup


2
Tema yang juga tidak biasa yang diangkat oleh Eka adalah soal hubungan seksual antara manusia dengan
binatang. Ma Gedik digambarkan adalah seorang tokoh yang melampiaskan nafsu seksualnya terhadap binatang.
Karena cinta sejatinya dirampas oleh Ted Stammler yang merupakan seorang Belanda kaya raya, Ma Gedik
menyalurkan rasa frustasinya dengan berhubungan seks dengan siapa saja termasuk dengan binatang. Juga ada
Rengganis Sang Puteri yang tersiksa oleh kecantikannya sendiri akhirnya memilih menikah dengan anjing yang
dianggap oleh Rengganis tidak akan terpengaruh apakah Rengganis itu cantik itu tidak.
3
Lihat Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis : Membongkar Dominasi Pemikiran Maskulin, (Jakarta:
YJP Press, 2018), edisi ke-2, hal. 87.
di suatu tempat bernama Halimunda, Eka dengan begitu lugas menggambarkan realitas
penindasan yang menerpa semua perempuan baik itu perempuan terjajah maupun
perempuan keturunan Eropa, baik itu perempuan yang berasal dari kalangan bawah sampai
dengan perempuan yang berasal dari keluarga kaya.
Bentuk penindasan terhadap perempuan yang digambarkan dalam novel Cantik itu
Luka begitu beragam, mulai dari perkosaan, pelacuran, budak seks, penggunaan kekuasaan
dan ancaman kekerasan yang membuat perempuan tidak berdaya, dan berbagai bentuk
penindasan lainnya. Tokoh utama yang bernama Dewi Ayu misalnya, dipaksa menjadi budak
seks tentara Jepang dengan kedok sukarelawan bagi jiwa-jiwa tentara yang sakit.4 Dewi Ayu
dan sejumlah perempuan keturunan Eropa lainnya dipaksa menjadi tempat pelampiasan
hawa nafsu tentara-tentara Jepang. Tokoh bernama Ma Iyang (nenek dari Dewi Ayu) terpaksa
harus kawin dengan Ted Stammler (kakek Dewi Ayu) karena kalau Ma Iyang menolak nikah
dengan Ted, maka orang tua Ma Iyang akan dimakan oleh ajak-ajak (semacam serigala)
peliharaan Ted.5 Nikah paksa tersebut telah menghancurkan hati Ma Iyang dan Ma Gedik,
lelaki yang mencintai Ma Iyang. Setelah belasan tahun menikah, Ma Iyang memilih kembali
kepada Ma Gedik, dan ketika Ted dengan para pengawalnya hendak memaksa Ma Iyang
kembali, Ma Iyang memilih untuk “terbang” dari tebing ke jurang. Mama Kalong (seorang
bekas pelacur yang kemudian menjadi mucikari), sejak muda ia membantu bibinya berjualan
di kedai minum. Setelah beberapa lama, ia membiarkan tubuhnya ditonton dan disetubuhi
oleh tentara-tentara kolonial guna memperoleh uang yang banyak.6 Setelah mendapatkan
uang yang banyak, Mama Kalong malah memanfaatkan para perempuan muda korban perang
untuk dijadikan budak seks dan pelacur bagi tentara-tentara dan kaum pria berduit lainnya.
Alamanda (puteri pertama dari Dewi Ayu) diperkosa oleh suaminya sendiri yang
bernama Shodanco. Shodanco adalah pemimpin lascar bentukan Jepang yang berbalik
melakukan pemberontakan terhadap Jepang. Sebagai tokoh yang disegani oleh hamper
semua pihak, Shodanco merasa harga dirinya sebagai seorang pejuang harus bisa dengan cara
apapun “mengalahkan” perlawananan Alamanda di atas ranjang rumah tangga mereka.
Rengganis si Cantik (cucu dari Dewi Ayu) rela dimanipulasi oleh sepupunya yang bernama
Krisan untuk mengaku kepada orang tua Rengganis dan semua orang di Halimunda bahwa


4
Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, hal. 79.
5
Cantik Itu Luka, hal. 31.
66
Cantik Itu Luka, hal. 85
Rengganis si Cantik hamil karena diperkosa oleh seekor anjing, padahal yang memperkosanya
adalah si Krisan. Nurul Aini (cucu dari Dewi Ayu) diperkosa dan dibunuh oleh Krisan,
sepupunya sendiri yang jatuh cinta kepada Nurul Aini tapi takut mengungkapkan rasa cinta
tersebut.
Ada ibu kandung dari Maman Gendeng, yang bekerja sebagai jongos di rumah seorang
bupati. Sang bupati memaksa ibunya Maman Gendeng tidur bersama . Setelah ibunya Maman
Gendeng hamil, istri bupati mengusir perempuan malang tersebut keluar dari rumah.
Akhirnya ibunya Maman Gendeng hidup terlunta-lunta sampai kemudian melahirkan Maman
Gendeng di hutan Gunung Gede. Ada juga si Isah Betina, seorang perempuan gelandangan
dan dianggap tidak waras, mengalami pemerkosaan beramai-ramai oleh lima orang
gelandangan. Para pelaku kekerasan terhadap perempuan beragam latar belakangnya. Ada
tentara Jepang yang memperlakukan para perempuan tawanan perang sebagai obyek
pelampiasan nafsu seksual. Ada bupati yang menggunakan otoritasnya memaksa jongos
perempuan untuk tidur dengannya. Ada orang Eropa kaya (Ted Stammler) yang memaksa
kawin dengan Ma Iyang dengan ancaman melemparkan kedua orang tua Ma Iyang ke hewan
buas. Ada pahlawan perang melawan penjajah tetapi berkelakuan bejat terhadap istrinya
sendiri yang diperkosa setiap hari karena istrinya menolak melayani hawa nafsunya. Ada
Krisan, sang manipulator yang memanfaatkan kelemahan sepupu perempuan agar sukarela
melayani hawa nafsu si Krisan.

C.2. Seksualitas dan Otonomi Perempuan atas tubuhnya
Dari paparan mengenai penindasan terhadap perempuan diatas, terlihat
ketidakberdayaan tokoh-tokoh perempuan di novel tersebut melawan para penindas. Tapi
bukan berarti bahwa tidak ada perlawanan terhadap penindasan atas perempuan. Bagi kaum
feminis radikal, perlawanan terhadap penindasan atas perempuan harus dimulai dari tempat
yang privat, yaitu tubuh perempuan itu sendiri. Selama ini tubuh perempuan harus
didisiplinkan oleh pihak lain (agama, budaya, pendidikan, dan lain-lain), dan celakanya
perempuan kemudian menerima begitu saja pada proses pendisiplinan tubuh perempuan.
Kaum feminis radikal menganjurkan agar perempuan harus memutus rantai penindasan
dengan menganggap dirinya sebagai tuan dari tubuhnya sendiri. Filsuf seperti Foucoult juga
menawarkan pandangan yang menarik mengenai kekuasaan. Bagi Foucoult, kekuasaan bisa
dilihat dari dua aspek yaitu kekuasaan yang dari atas yang diwakili oleh institusi dan
apparatus, dan kekuasaan yang dari bawah yaitu suatu kekuatan yang tumbuh dari antar-
permaianan (interplay).7 Dari pandangan Foucoult itu, para feminis melihat peluang
bagaimana kaum perempuan menyiasati kekuasaan kaum patriark yang selama ini
menggunakan otoritas hendak mengontrol kehidupan kaum perempuan.
Dalam novel Cantik Itu Luka, Eka juga menampilkan bagaimana perempuan-
perempuan menyiasati sistem yang selama ini telah menindas kaum perempuan. Siasat
tersebut tak harus dengan mengangkat senjata untuk membebaskan perempuan, tapi juga
melalui penggunaan akal pikiran untuk menundukkan kaum penindas.
Dewi Ayu adalah tokoh paling representative dari novel itu yang mempunyai sejumlah cara
menyiasati perilaku dari kaum penindas.
Pada saat usia remaja, Dewi Ayu ingin membuktikan keperawanannya dengan cara yang
tidak biasa. Dikisahkan dalam novel tersebut :
Lalu Dewi Ayu memasukkan ujung jari tengah tangan kanan ke dalam lubang kemaluannya, jauh masuk
ke dalam, tepat di depan hidung Ma Gedik. Gadis itu meringis sedikit kesakitan, setiap kali jarinya
bergerak di selangkangan, hingga ia mengeluarkan dan memperlihatkannya pada Ma Gedik. Setetes
darah mengucur di ujung jari, dioleskannya memanjang dari ujung dahi sampai ujung dagu.…. Sekarang
8
Aku tak lagi perawan.

Dewi Ayu juga punya cara sendiri menghadapi pemerkosaan dari prajurit Jepang dengan
bersikap diam seperti mayat. Sikapnya membuat prajutir Jepang tersebut mengancam
dengan pedangnya tapi Dewi Ayu tetap diam. Akibatnya, tentara Jepang tersebut hanya
sanggup bertahan tiga menit memperkosa Dewi Ayu. 9 Sebenarnya Dewi Ayu mencoba
membantu teman-temannya dengan memberi saran untuk bersikap diam membisu, tetapi
teman-temannya tak mengikuti usulan dari Dewi Ayu tersebut10 Ketika Ia hamil, Dewi Ayu
disarankan oleh Mama Kalong untuk menggugurkan kandungan. Tapi Dewi Ayu bersikeras
mempertahankan kehamilannya. Justru karena faktor hamil, Dewi Ayu terbebas dari
keterpaksaan melayani nafsu seksual para prajurit Jepang. 11Setelah Jepang kalah, Dewi Ayu
melanjutkan hidupnya dengan bekerja sebagai pelacur. Berbeda dengan kisah hidupnya
sebagai pelacur di jaman Jepang, Dewi Ayu dengan senang hati bekerja sebagai pelacur dan


7
Lihat Gadis Arivia, Merebut kembali Kendali Tubuh Perempuan, Jurnal Perempuan, No. 71, November 2011,
Yayasan Jurnal Perempuan, hal.62-63.
8
Eka Kurniawan, Cantik Itu Luka, hal. 54.
9
Cantik Itu Luka, hal. 91
10
Cantik Itu Luka, hal. 92
11
Cantik Itu Luka, hal. 94.
selalu memberikan pelayanan yang memuaskan setiap pria yang tidur dengannya. Sebagai
pelacur, Dewi menerapkan aturannya sendiri yaitu dalam sehari Dewi Ayu hanya akan tidur
dengan seorang pria.12 Alamanda (puteri pertama Dewi Ayu) diperkosa oleh Shodancho dan
kemudian dipaksa menikah. Alamanda melawan kekuasaan seksual Shodancho dengan
memakai celana dalam yang terbuat dari logam dan ada kunci gemboknya.13
Pada akhirnya, Shodancho berhasil membuka paksa celana dalam istrinya, dan kemudian
Shodancho memperkosa isterinya. Alamanda yang tak berdaya diperkosa oleh suaminya
sendiri hanya bisa mengutuk, “terkutuklah kau setan pemerkosa”.14 Upaya Shodancho
melakukan pemerkosaan terhadap istrinya akhirnya menyebabkan istrinya hamil. Tapi ketika
Alamanda melahirkan, tak ada bayi yang keluar, seakan-akan hilang begitu saja. Demikian
juga dengan kehamilan yang kedua, tak ada bayi yang keluar dari Rahim Alamanda.
Shodancho menyalahkan Kamerad Kliwon (bekas pacar Alamanda) yang karena didorong oleh
rasa cemburu telah mengutuk calon bayi dari Shodancho. 15 Tetapi setelah Alamanda bersedia
berhubungan badan dengan Shodancho secara sukarela, Alamanda kemudian hamil lagi dan
ternyata tidak lenyap seperti dua kehamilan sebelumnya. Alamanda melahirkan seorang
puteri yang dinamainya Nurul Aini.16 Isah Betina melawan sehabis-habisnya tindakan
pemerkosaan terhadap dirinya oleh sejumlah gelandangan. Meski dituduh tak waras, Isah
Betina punya kewarasan melawan para pemerkosa. Sebaliknya ia begitu menikmati
hubungan seksual dengan Kamerad Kliwon yang disenanginya. Apa yang dilakukan oleh Dewi
Ayu, Alamanda, dan Isah Betina menunjukkan bagaimana kaum perempuan melakukan
interplay terhadap kekuasaan para penindas. Dewi Ayu, Alamanda dan Isah Betina ingin
menunjukkan bahwa merekalah sesungguhnya penguasa atas tubuhnya sendiri.

D. Refleksi
Membaca cantik itu luka membuat kita menyadari bahwa Eka Kurniawan ingin
menjadikan cerita ini bertumpu pada kedirian para tokoh perempuannya. Meski terkesan
menyajikan persoalan seks dan selangkangan dengan sangat vulgar, kami memahami bahwa


12
Cantik Itu Luka, hal. 109.
13
Cantik Itu Luka, hal. 233-234.
14
Cantik Itu Luka, hal. 240.
15
Cantik Itu Luka, hal. 309.
16
Cantik Itu Luka, hal. 365.
Eka Kurniawan ingin menggugah para pembacanya, bahwa bagaimanapun juga seks adalah
bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Apa yang disebut dengan ars erotica oleh Michael Foucault telah mendedahkan
bahwasannya seksualitas tidak lagi didiskusikan hanya oleh klaim kebenaran dan kesalahan
dalam kerangka moralitas, seksualitas pun telah menjadi kajian ilmu pengetahuan (science of
sexuality). Ekspresi seksual dapat ditemui dalam tarian, musik, drama, ritual, lukisan, dan
dalam konteks novel ini kita menemui ekspresi seksual dalam wujud susastra.
Dalam novel ini kita membaca kisah tentang Dewi Ayu dan keempat anak
perempuannya. Dalam pusaran kisah kita bisa mengambil pengetahuan terkait isu seksualitas
dari masing-masing tokoh di dalamnya. Dewi Ayu, ia dikisahkan sebagai perempuan tangguh
yang memilih menjadi pelacur untuk melunasi hutangnya kepada Mama Kalong, seorang
germo yang baik hati dan mengayominya bahkan sejak ia jadi gundik Jepang. Bagaimanapun
Dewi Ayu dikisahkan memilih sendiri jalan hidupnya. Dia menjadi pelacur dengan sukarela.
Setelah membeli rumah dengan berhutang pada Mama Kalong, Dewi Ayu mencari harta
karun di dalam septi tank di rumah kediaman Stammler miliknya. Naas harta karun itu lenyap
seperti ditelan bumi, maka dengan kesadaran diri ia menyerahkan dirinya sebagai pelacur
seumur hidup di rumah bordil. Meskipun pelacur, ia mampu membuat citra dirinya terhormat
di antara para pelacur dan di mata penduduk Halimunda. Ia hanya menerima satu pria setiap
malamnya dan hanya menerima bayaran tinggi. Tak hanya itu, para pria yang ingin tidur
dengannya selalu menggendongnya sampai ke pavilion bahkan ke ranjang peraduan mereka.
Setiap pria di Halimunda dikabarkan tak semuanya mampu menidurinya karena sederetan
antrian panjang dan harga yang tinggi. Konon sebelumnya, Dewi Ayu di usia belasan tahun
sudah meminta untuk menikah, Ma Gedik adalah pria yang ia inginkan jadi suaminya. Dewi
Ayu tahu bahwa Ma Gedik adalah kekasih Ma Iyang, neneknya yang seorang Nyai di keluarga
Stammler. Dewi Ayu mencintai Ma Gedik dari kisah cintanya dengan Sang Nenek. Boleh
dikata, pernikahan yang diharapkan Dewi Ayu itu sebuah paksaan. Ia memaksa menikah
dengan kekasih Neneknya sendiri.
Budaya seksual telah menempatkan perempuan pada posisi subordinat sepeti halnya
isu keprawanan, menikah usia dini, dan prostitusi. Budaya seksual mengatur mana yang boleh
dan mana yang dilarang dalam masyarakat terkait seksual (Geerttz, 1982). Di sini Dewi Ayu
justru menunjukkan dirinya masih perawan dengan mengorek sendiri darah keprawanannya
di hadapan Ma Gedik yang tidak mau menyetubuhinya di malam pertama. Ma Gedik
menuduh Dewi Ayu sudah tak lagi perawan dan ia curiga kenapa gadis muda cantik memilih
pria tua yang boleh saja dianggap nyaris lemah syahwat untuk menjadi suaminya.
Eka Kurniawan tidak berhenti bermain-main dengan karakter Dewi Ayu yang sangat
otonom atas kebertubuhannya. Beberapa lama setelah kependudukan Jepang, Dewi Ayu
dijadikan gundik Jepang dan harus melayani para tentara setiap hari. Ia tak kehabisan akal
untuk membuat para tentara Jepang bosan padanya, ia hanya memilih tak melakukan apa-
apa saat tentara jepang menaiki ranjang dan menindihnya. Ia berlaku layaknya gedebok
pisang, tak pasrah, tak juga melawan. Dewi Ayu menyadari bahwa dengan melawan, para pria
akan semakin tertantang untuk memaksa dan menunjukkan dominasinya.
Tubuh perempuan adalah model biologis, di mana tubuh perempuan ditandai sebagai
inferior dibandingkan dengan tubuh laki-laki menurut patokan-patokan nilai berposisi biner
(laki-laki dan perempuan) yang dibuat oleh sistem budaya patriarki. Kebertubuhan
merupakan model simbolik, yang mempersepsikan sisi kapasitas biologisnya terutama bidang
reproduksi biologis dan biologis sosial (Syarifah, 2006: 80). Lain halnya dengan Dewi Ayu, yang
digariskan sebagai perempuan dengan kendali penuh atas tubuhnya, Alamanda, anak
pertama Dewi Ayu justru mengalami perkosaan dalam pernikahannya. Bahkan dia terpaksa
menikahi pria yang memperkosanya dan mengambil keperawanannya, karena dia merasa
direnggut segala dalam dirinya. Eka menuliskan bahwa Alamanda malu pada kekasihnya,
merasa tak berharga lagi setelah diperkosa dan ia memutuskan hubungan seketika itu pula.
Karakter Alamanda ada pada sebagian besar perempuan Indonesia, yang menganggap bahwa
keperawanan segala-galanya, yang harus dipersembahkan hanya kepada kekasihnya. Dan
ketika itu terenggut, mereka menyerah seolah merasa tak pantas lagi untuk orang yang
dicintai.
Setelah menikahpun, Alamanda mengalami perkosaan dalam rumah tangga. Ia
menolak dikawini. Ia pergi ke dukun dan memasang cawat besi sakti yang hanya bisa dia buka
sendiri dengan mantra. Di sini sekali lagi menunjukkan relasi kuasa antara suami dan istri
terlihat dalam hubungan seksual secara paksa. Istri adalah hak suami, maka pemenuhan
kebutuhan biologis suami mau tak mau harus dipenuhi istri bagaimanapun caranya.
Sedangkan Alamanda bersikeras tubuhnya tak ingin dikuasi suami di atas ranjang. Eka
Kurniawan menuliskan bahwa Alamanda dan suaminya sangat mesra di publik; nonton
bioskop berdua, duduk di teras sore hari sambil menyapa lalu lalang orang, menghadiri
beberapa pesta penting, dan selalu terlihat bergandengan kemanapun mereka pergi. Mereka
memerankan diri sebagai pasangan suami istri yang harmonis dan bermartabat. Namun lain
halnya di dalam kamar, mereka seperti musuh bebuyutan.
Namun begitu Alamanda hamil, suaminya berjanji mati-matian tak akan
memperkosanya lagi asalkan Alamanda tidak menggugurkan kandungan. Seolah jabang bayi
di perut istrinya itu akan menyempurnakan peran keluarga bahagia mereka. Maka mereka
bersepakat untuk membiarkan perut Alamanda semakin membesar dan melahirkan. Kembali
lagi bahwa tubuh perempuan dipandang sebagai alat reproduksi biologis sekaligus sosial.
Sebab suami Alamanda ingin menunjukkan harga dirinya di mata msyarakat, dengan adanya
bayi di keluarga mereka, tuduhan-tuduhan dia mandul atau impoten atau lemah syahwat
tidak akan berlaku.
Alamanda mempertahankan bayi di kandungan agar dirinya tidak diperkosa lagi oleh
suaminya. Dewi Ayu mempertahankan Alamanda di dalam perutnya karena ia merasa harus
melakukan itu. Dewi Ayu dengan kesadaran atas otonomi tubuhnya, memutuskan
membesarkan bayinya meskipun hasil perkosaan. Alamanda melakukan pertukaran atas
tubuhnya dengan bayinya. Bahkan di kemudian hari dia menukar tubuh dan cintanya agar
kekasihnya tidak dibunuh oleh suaminya.
Adinda, seorang adik Alamanda yang hanya selisih dua tahun dan tak kalah cantik
dibanding Ibu atau kakaknya. Betapapun dia berusaha mengambil hati kekasih Alamanda, ia
diacuhkan dan tak pernah menyerah. Adinda berhasil menaklukkan hati kekasih kakaknya
setelah sekian lamanya, dan meski hanya secara implisit, ia digambarkan sebagai perempuan
yang pasrah pada cintanya. Adinda kaget manakala lelaki pujaanya itu dating melamar, sebab
ia hampir saja pasrah menjadi ekor bagi pria itu kemanapun dia pergi, tanpa status, dan tanpa
hubungan apapun. Pernikahan Adinda dibiayai penuh oleh Dewi Ayu, bahkan sebuah rumah
disiapkan untuk Adinda dan suami tak jauh dari kediaman Alamanda.
Ada suatu adegan di mana suami Adinda pulang dari persembunyianya. Adinda seolah
tahu bahwa suaminya pulang setelah sempat berkunjung terlebih dahulu ke rumah Alamanda
dan mereka berselingkuh. Adinda mengatakan bahwa jika itu membuat suaminya bahagia,
dia menerimanya dengan suka cita, selama suaminya pulang kembali kepadanya. Suaminya
tertekan oleh pernyataan itu, tak lama kemudian dia diketemukan bunuh diri di kamar. Hasrat
pada dasarnya merupakan kebutuhan hakiki yang secara kontruksi sosial adalah seksualitas.
Secara historis, hasrat perempuan telah dibatas hanya pada wilayah perkawinan dan keluarga
(Lisa Tuttle. 1995), kita bisa bercermin dari kisah keluarga Alamanda dan Adinda. Keluarga
atau pernikahan itu sendiri bagi mereka menjadi semacam pagar batas yang mau tak mau
mereka jaga dari omongan orang – dari kehancuran di mata orang-orang Halimunda.
Kisah cinta Si Cantik tak kalah tragis, penantiannya atas pangeran yang ia tunggu
akhirnya datang. Saat kaum Adam kebanyakan jijik dan muntah-muntah karena melihat
wujudnya yang seperti roti gosong, keponakannya sendiri justru datang dengan imajinasinya
untuk menggaulinya. Apa bedanya perempuan cantik dan jelek, Eka menuliskan demikian,
jika toh mereka sama-sama punya lubang Vagina. Seolah kalimat ini menandaskan
persetubuhan tidak menyoal bagaimana rupa pasanganmu, tapi bagaimana engkau
mengkhayalkan dirinya – bahkan saat ia berada di hadapanmu saat bercinta. Kecantikan
perempuan adalah susunan dari konstruksi tirani yang dibuat oleh para lelaki dan
dilanggengkan oleh afirmasi budaya. Perempuan harus mengikuti standar kecantikan yang
dibuat para lelaki, sementara itu fantasi seksual tersebut pun jadi milik laki-laki


***


Sumber:
Arivia, Gadis. Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.
Syarifah. Kebertubuhan Perempuan dalam Pornografi. Jakarta: Yayasan Kota Kita, 2006.
Geertz, H. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers. 1982.
Lisa Tullte. Encyclopedia of Feminisme. 1986.

Anda mungkin juga menyukai