I Wayan Simpen
Universitas Udayana
wyn.simpen8@yahoo.com
Abstrak
Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa di dunia tidak mungkin mempertahankan kemurnian dan
kemandiriannya. Bahkan, bahasa Indonesia tergolong bahasa yang tidak murni karena dari awal ke-
lahirannya tidak ada bahasa Indonesia. Istilah Indonesia baru muncul belakangan. Tilikan terhadap
dinamika pembentukan kata bahasa Indonesia bertolak dari dua sudut pandang. Pertama, sudut pan-
dang internal, yaitu sudut pandang yang terfokus pada kaidah pembentukan kata yang ada dalam sis-
tem bahasa Indonesia. Kedua, sudut pandang eksternal, yaitu sudut pandang yang menekankan pem-
bentukan kata dari pengaruh bahasa lain, baik asing maupun lokal. Proses pembentukan kata secara
internal yang lazim terjadi dalam bahasa Indonesia mencakup: afiksasi, reduplikasi, pemajemukan,
pemendekan, dan derivasi balik. Dari beberapa pembentukan kata ini, tidak semua dianalisis tetapi
hanya dikhususkan pada pembentukan kata yang dinamis (mengalami pasang surut). Hasil
pengkajian membuktikan bahwa pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dewasa ini, senantiasa
mengalami dinamika. Kecenderungan dinamika mengarah pada munculnya afiks asing atau afiks
bahasa serumpun, penanggalan afiks, munculnya leksikal baru, dan menyusutnya pemakaian kata
yang sebelumnya sangat tinggi. Di sisi lain, ada kecenderungan bahwa morfem unik berubah menjadi
morfem bebas.
Abstract
Indonesian as a language in the world is impossible to maintain its purity and independence. In fact,
Indonesian language is classified as a language that is not pure since in the beginning of birth, there
was not Indonesian language. Indonesian term emerged recently. Insight on the dynamics of the for-
mation of Indonesian words starting from two points of view. First, an internal viewpoint, namely
viewpoints focused on the existing rules of word formation in the Indonesian system. Second, an ex-
ternal viewpoint, the viewpoint that emphasizes the formation of words from the influence of other
languages, both foreign and domestic. Internal process of word formation which is prevalent in In-
donesian includes: affixation, reduplication, compounding, shortening, and derivation behind. From
some of these word-formation, not all analyzed but only devoted to the establishment of a dynamic
word (ups and downs). Results of the study proved that the establishment of the Indonesian word for
today, in constant dynamics. The tendency of the dynamics leading to the emergence of foreign affix
or affixes cognates, affix calendar, the emergence of new lexical, and the shrinking of the previous
usage of the word is very high. On the other hand, there is a tendency that turned into a unique mor-
pheme free morpheme.
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 320
Ditilik dari hubungan bahasa dan nomena yang ada di Bali dan Lombok.
manusia atau bahasa dan budaya, tampak- Istilah atau kata-kata Jawa bagi orang Bali
nya tidak arif kalau dimunculkan istilah adalah sesuatu yang mulia dan luhur. Itulah
bahasa modern atau bahasa primitif. Baha- sebabnya istilah Jawa ceker’kaki’ (biasa
sa hanya mewadahi budaya penuturnya. atau mungkin kasar) menjadi cokor’kaki’
Barangkali, istilah manusia modern dan adalah bahasa Bali Alus. Demikian pula
manusia primitif mungkin lebih tepat. kata dahar’makan’ dalam bahasa Sasak,
Dinamika manusia dengan segala adalah bahasa yang sangat halus. Padahal,
kemajuannya, baik dalam bidang ilmu, kata daar/dahar’makan’ dalam bahasa Bali
teknologi, dan seni tidaklah sama. Bebera- adalah kata-kata biasa (Baca bahasa Bali
pa bangsa mengalami kemajuan yang pesat Kepara).
dan yang lainya agak lambat. Bangsa yang Sebagai mahluk sosial, manusia tidak
lebih maju dapat dengan mudah bisa hidup tanpa bergantung dengan manu-
mempengaruhi, menguasai, dan bahkan sia lain. Manusia senantiasa membutuhkan
menjajah bangsa yang terbelakang. Kisah kehadiran manusia lain, baik dalam etnis,
penjajahan yang terjadi di muka bumi sela- bangsa, maupun lintas bangsa. Adanya
lu bermula dari adanya unsur kekuasaan hubungan manusia yang demikian itulah
yang dilatari oleh kemajuan dalam segala menyebabkan keterkaitan antarbahasa tidak
bidang. terhindarkan. Hubungan manusia yang
Hanya bangsa yang unggul (dalam multikompleks berdampak pada peristiwa
segala bidang) yang dapat menghegemoni bahasa seperti alih kode, campur kode, dan
bangsa lain. Sejalan dengan cengkraman bahkan campur bahasa. Jadi, tidak ada ba-
kuasa bangsa penjajah, bahasa penguasa hasa yang bisa hidup secara murni tanpa
pun merasuk ke dalam bahasa terkuasa. adanya susupan bahasa lain, baik pada tata-
Disadari atau tidak, disukai atau tidak ba- ran bunyi, bentuk kata, maupun gramatikal.
hasa penguasa sedikit demi sedikit ikut me- Bahasa Indonesia sebagai salah satu
warnai bahasa terjajah. bahasa di dunia tidak mungkin memper-
Menyadari akan ketidakberdayaan tahankan kemurnian dan kemandiriannya.
bangsa terjajah, lahirlah sikap untuk Bahkan, bahasa Indonesia tergolong bahasa
mendewakan penguasa, termasuk baha- yang tidak murni karena dari awal ke-
sanya. Segala sesuatu dari penguasa diang- lahirannya tidak ada bahasa Indonesia.
gap maju, modern, dan paling terhormat. Istilah Indonesia baru muncul belakangan.
Contoh kecil ini dapat dicermati dari fe- Untuk memberi identitas bangsa yang baru
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 321
lahir itulah disebut bahasa Indonesia, yaitu Kedua, sudut pandang eksternal, yaitu
sebuah bahasa yang cikal bakalnya adalah sudut pandang yang menekankan pemben-
bahasa Melayu. tukan kata dari pengaruh bahasa lain, baik
Masuknya unsur-unsur bahasa asing asing maupun lokal.
telah terjadi jauh hari sebelum bahasa Me-
layu bermetamorfose menjadi bahasa Indo- 2. KONSEP DAN KERANGKA TEORI
nesia. Peradaban India melalui masuknya DINAMIKA PEMBENTUKAN KATA
Agama Hindu ke Indonesia menjadi bukti, SECARA INTERNAL
bahwa unsur asing telah merasuk ke dalam Setiap bahasa di dunia, memiliki cara
khazanah bahasa Melayu. Tradisi ini yang khas dalam pembentukan katanya.
kemudian berlanjut pada masa penjajahan Kekhasan itu bergantung pada tipe dan
yang berdampak pada masuknya unsur bu- rumpun bahasa yang bersangkutan.
daya Eropa melalui bahasa Belanda. Artinya, setiap bahasa yang serumpun atau
Di antara tataran bahasa yang ada, setipe akan memilki cara pembentukan kata
tataran leksikallah yang paling longgar ka- yang hampir sama. Demikianlah, bahasa-
rena tataran ini paling gampang di- bahasa yang berumpun Austronesia akan
pengaruhi. Artinya, pengaruh bahasa asing berbeda dengan bahasa rumpun Melanesia
dalam suatu bahasa paling mudah dilacak atau yang lainnya. Bahasa tipe Aglutinasi
dalam sistem leksikalnya. Kata atau istilah berbeda dengan bahasa tipe Isolatif.
tertentu dapat dengan mudah diindentifi- Para ahli mencatat beberapa proses
kasi keasliannya. Sementara itu, sistem pembentukan kata yang umum terjadi pada
gramatikal merupakan sistem yang paling bahasa-bahasa di dunia. Misalnya, Huddle-
tertutup. Sistem ini diduga (belum ada ston (1984: 22-25) mengemukakan bahwa
penelitian yang memadai) menjadi indi- perubahan morflogis mencakup: pema-
kator penuturnya, baik sifat, cara berpikir, jemukan, afiksasi, konversi, derivasi balik,
pola hidup, maupun cara pandang dunia perubahan bunyi, suplesi, perpaduan, dan
penuturnya. pengakroniman. Grady (1987: 134—132),
Tilikan terhadap dinamika pemben- mengatakan bahwa perubahan morfologis
tukan kata bahasa Indonesia bertolak dari (baca pembentukan kata) mencakup: af-
dua sudut pandang. Pertama, sudut pan- iksasi, reduplikasi, pemajemukan, konversi,
dang internal, yaitu sudut pandang yang pemangkasan, pengakroniman, perpaduan,
terfokus pada kaidah pembentukan kata derivasi balik, dan penganamatopeaan.
yang ada dalam sistem bahasa Indonesia. Kridalaksana (1988: 56, 1992: 12) ber-
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 322
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 323
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 324
Ada pula kecenderungan memanfaat- ’tidak’ dan abel ’mampu’. Ternyata, kata
kan afiks asing seperti afiks –ization dan – ini muncul untuk menggantikan kata
ir, yang masing berpadanan dengan – isasi tuna’kurang/tidak mampu, yang lazim
dalam bahasa Indonesia. Beranalo- gi dari ditemukan dalam komposisi tuna netra, tu-
bentuk organisasi dan reboasasi kemudian na rungu, tuna grahita, tuna daksa, tuna
lahir kata-kata: lamtoronisasi, gotisasi, wisma, tuna karya, tuna susila. Padahal,
vavingisasi, pagarisasi, aspali- sasi, dan awal kemunculan kata ini dimaksudkan
seter usnya, yang ternyata ber- sanding untuk memberikan efek lebih sopan untuk
dengan bentuk: pelamtoroan, pengegotan, istilah buta, tuli, dan lain-lain. Sekarang,
pemavingan, pemagaran, dan gabungan kata tuna netra diganti dengan
pengaspalan. disabel netra dan ada kecenderungan un-
Di sisi lain, bentuk-bentuk yang se- tuk menyebut penyandang cacat sebagai
mestinya menggunakan sufiks –isasi, tern- anak-anak berkebutuhan khusus.
yata masih dibiarkan dalam bentuk aslinya. Di sisi lain, afiks a-.in/im, kontra-,
Misalnya, mendramatisir, melokalisir, dan pro- juga dimaksudkan untuk mem-
mengisolir, mentolelir, mengorganisir, perhalus tuturan dan ada kecenderungan
dan mengkonfrontir. Bentuk-bentuk sema- untuk mengaburkan makna kata yang dibu-
cam ini diduga berasal dari bahasa Bel- buhi imbuhan itu karena tidak semua penu-
anda, dan bentuk yang danggap baku dalam tur paham akan arti afiks dimaksud yang
bahasa Indonesia adalah: mendramatisasi, sesungguhnya. Misalnya, kata amoral,
melokalisasi, mengisolasi, mentoleransi, inpoten, kontrarevolusi, dan prole-
mengorganisasi, dan mengkonfrontasi. merdekaan.
Dewasa ini, juga berkembang Lima tahun belakangan ini, ada kecender-
pemakaian afiks atau kata asing walaupun ungan pembentukan kata, khususnya yang
dalam bahasa Indonesia sudah ada kata berkaitan dengan prefiks meN- atau peN-
atau istilah yang dianggap lebih pas. Misal- taat asas dengan aturan. Perubahan yang
nya, kata disabel, afiks a, in/im-, pro-, kon- drastis menyebabkan pemakai bahasa be-
tra, dan lain-lain. Kata disabel adalah lum terbiasa. Di bawah ini disajikan be-
istilah asing yang terbentuk dari unsur dis berapa kata yang dianggap bentukan baru.
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 325
Mempedulikan memedulikan
Mempopulerkan memomulerkan
Memperjuangkan memerjuangkan
Pendelegasian penelegasian
Pendayagunaan penayagunaan
Beanalogi dari bentukan baru ini, muncul- saya bentuk-bentuk ini tidak mengalami
lah bentuk-bentuk berikut ini, yang ba- peluluhan
rangkali menyimpang dari aturan. Setahu
Bentuk lama Bentuk Baru
Mentradisi menradisi
Mentraktor menraktor
Mentraktir menraktir
Memfitnah memitnah
Memfasilitasi memasilitasi
Memfoto memoto
DINAMIKA PADA ASPEK PEMA- unik. Dari sudut makna, ada kata majemuk
JEMUKAN yang menyatakan satu-kesatuan makna,
Pemajemukan merupakan salah satu (ada makna pusat dan atribut) dan ada yang
pembentukan kata dalam bahasa Indonesia menimbulkan makna baru (semua unsur
yang cukup produktif. Para ahli masih si- kehilangan identitas). Dari segi hubungan,
lang pendapat mengenai pemajumukan ini, ada endosentris dan ada yang eksosentris.
terutama dikaitkan dengan frase. Beberapa Dewasa ini, penutur bahasa Indonesia
sumbangan pemikiran terangkum dalam cenderung memandang bahwa kata
simposium Tatabahasa Lembaga Linguistik majemuk dengan unsur morfem unik
Fakultas Sastra, Universitas Indonesia bukanlah bentuk majemuk lagi karena ben-
(Masinambow (Peny.), 1980). tuk yang semula dianggap unik karena han-
Penelitian ini tidak bermaksud untuk ya melekat pada bentuk tertentu saja, tern-
mengungkit lagi persoalan di sekitar kata yata bisa berdiri bebas. Perhatikan ke-
majemuk. Akan tetapi, prinsip dasar yang cenderungan pemakai bahasa Indonesia
dipegang dalam penelitian ini adalah kata saat ini.
majemuk berbeda dengan frase, kata (a). Meskipun usianya muda belia ia sudah ber-
penghasilan tinggi.
majemuk dibangun oleh unsur bebas-bebas, (b). Sudah tua renta masih pula suka dengan
bebas terikat, terikat-bebas, dan bebas- gadis muda.
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 326
(c). Hujan deras itu membuat ia basah (d). Hanya gigi yang tampak putih karena
kuyup. (ke) pekat (an) kulitnya.
(d). Pemuda yang kulitnya hitam pekat itu (e). Di tengah bumi yang kerontang masih
adalah pacar teman saya. ada beberapa batang pohon yang menghi-
(e). Sekitar bulan April di NTT sudah ker- jau.
ing kerontang. (f). Proto Austronesia Purba merupakan
(f). Nenek moyang kita adalah seorang pel- moyang bahasa-bahasa Austronesia.
aut.
Unsur belia, renta, kuyup, pekat, dan Pembentukan kata tidak hanya terjadi me-
kerontang adalah unsur pembentuk kata lalui satu proses morfologis, tetapi bisa me-
majemuk yang ditemukan dalam kalimat di lalui dua atu tiga proses morfologis. Misal-
atas. Semua unsur itu disebut morfem unik nya, kata yang dibentuk melalui pema-
karena hanya dapat melekat pada bentuk: jemukan bisa mengalami afiksasi atau re-
muda, tua, basah, hitam, dan kering. Na- duplikasi. Khusus mengenai reduplikasi
mun, siapa menyangka ternyata bentuk- kata majemuk, para ahli belum mencapai
bentuk di bawah ini dijumpai dalam kata sepakat. Artinya, ada yang ber-
pemakaian. pendapat bahwa kata majemuk jika men-
galami reduplikasi harus diulang se-
(a). Ia menikah dalam usia yang masih be- luruhnya, tetapi ada juga berpendapat bah-
lia. wa kata majemuk harus diulang sebagian.
(b). Usia renta tidak menjadi halangan un- Silang pendapat inilah yang membuat pem-
tuk berinovasi. bentukan kata melalui pemajemukan ini
(c). Dengan pakaian yang kuyup ia bersim- sangat dinamis. Perhatikan bentuk-bentuk
puh di kaki ibunya. bersaing di bawah ini
Bertolak dari konsep head dan modifier, afiksasi sebagian, setiap unsur tetap mem-
tampaknya perulangan sebagian lebih ma- pertahankan identitasnya. Dengan kata lain,
suk akal. Apabila kata majemuk mendapat setiap unsur dipisahkan dari unsur yang
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 327
lain. Hal ini, berbeda jika kata majemuk pa bagian leksem atau kombinasi leksem,
mendapat prefiks dan sufiks sekaligus, un- oleh Kridalaksana disebut abreviasi (1992:
sur yang semua terpisah harus digabung. 159). Setiap pemendekan pasti
Cermati contoh di bawah ini. menghasilkan bentuk pendek atau disebut
Bekerja sama, bukan bekerjasama kependekan. Bentuk-bentuk yang tergolong
Tanggung jawabkan, bukan kependekan, tentu memiliki kepanjangan.
tanggungjawabkan Artinya, setiap kependekan pasti dapat
Meja hijaukan, bukan mejahijaukan dikembalikan ke dalam kepanjangannya.
Antar waktukan, bukan antarwak- Tidak ada kependekan yang tidak punya
tukan kepanjangan.
Coba bandingkan dengan contoh Kridalaksana (1992: 162—163) mencatat
berikut. beberapa jenis abreviasi seperti tertera di
Dikerjasamakan, bukan dikerja sa- bawah ini.
makan (a). Singkatan, yaitu salah satu hasil proses
Dipertanggungjawabkan, bukan di- pemendekan yang berupa huruf atau
pertanggung jawabkan gabungan huruf, baik yang dieja huruf
Dianaktirikan, bukan dianak tirikan demi huruf maupun yang tidak.
Diantarwaktukan, bukan diantar waktukan. (b). Penggalan, yaitu proses pemendekan
yang dilakukan dengan cara mengekalkan
PEMENDEKAN salah satu bagian leksem, contoh: Prof.,
Pemendekan merupakan salah satu dok., Non., pak., dan lain-lain.
proses morfologis yang ditemuakn hampir (c). Akronim, yaitu proses pemendekan
pada semua bahasa di dunia. Pembentukan yang dilakukan dengan cara meng-
kata melalui pemendekan dapat dilakukan gabungkan huruf atau suku kata atau bagi-
dengan cara mengambil fonem awal setiap an lain yang ditulis atau dilafalkan seperti
kata, mengambil bagian atau suku setiap kata yang memenuhi kaidah fonotaktik,
kata dan merangkaikannya sehingga me- contoh: ABRI, PUSDIKLAT, SIDAK, SIS-
nyerupai kata, menyingkat atau memen- KAMLING, SENDRATARI.
dekkan kata atau bentuk yang sudah ada, (d). Kontraksi, yaitu pemendekan yang dil-
baik bagian depannya maupun bagian akukan dengan cara meringkaskan leksem
belakangnya. dasar atau gabungan leksem, seperti; tak –
Proses pembentukan kata yang dil- tidak, tuk----untuk, pun---walaupun, mes-
akukan dengan cara menanggalkan bebera- kipun, tar sebentar,
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 328
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 329
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 330
Copyright © 2015, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668