Tujuan utama dari terapi obat antiaritmia adalah untuk mengembalikan irama dan
konduksi yang normal. Apabila tidak memungkinkan, penggunaan obat antiaritmia dapat
Obat antiaritmia terbagi menjadi dua hal; berdasarkan cara kerjanya (Vaughan
obat-obat aritmia dibagi menjadi 4 golongan besar. Pembagian golongan ini didasarkan
pada cara kerja obat antiaritmia terhadap sel jantung, terutama terhadap proses
I Penghambat saluran
natrium
IA,B,C Moricizin
(campuran)
adrenergik sotalol
dofetilid
kalsium
Beberapa obat lain memiliki efek antiaritmia dan tidak termasuk dalam penggolongan
Vaughan Williams, seperti adenosin dan digoksin. Hal ini disebabkan perbedaan cara kerja
dari obat tersebut. Oleh karena itu terdapat pembagian lain dari obat antiaritmia, yaitu
tambahan
Penanganan aritmia lethal harus didasarkan pada jenis dari aritmia yang terjadi.
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya fibrilasi ventrikel (VF),
takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol. (Nugroho, 2011)
Menurut irama jantung, keadaan henti jantung ini terbagi menjadi dua kondisi, yakni
shockable rhythm dan nonshockable rhythm. VF dan VT tanpa nadi merupakan shockable
rhythm sedangkan PEA dan asistole merupakan nonshockable rhythm. Berdasarkan kedua
kondisi ini terdapat algoritma penanganan henti jantung sebagai berikut. (Nugroho, 2011)
mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung
hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah
akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan
mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi
henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock
Beberapa terapi nonfarmakologi lebih lanjut yang dapat diberikan pada VT adalah
Crawford, 2002)
Pulseless Electrical Activity (PEA) merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung
sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR
Asistole ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada
monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang
Jika sirkulasi spontan tidak kembali setelah syok defibrilasi kedua, intervensi
farmakologis harus diberikan untuk membantu upaya resusitasi. Saat ini, hanya dua obat
yang direkomendasikan untuk digunakan pada kasus henti jantung: epinefrin dan
vasopresin. Adanya bukti bahwa pemberian glukosa selama iskemia serebral global dapat
memperburuk hasil neurologis pada pasien yang selamat, cairan RL atau NS sebaiknya
jantung, telah dipaparkan. Obat ini meningkatkan aliran darah serebral dan miokardial dalam
henti jantung eksperimental. Mekanisme peningkatan aliran darah menuju serebral dan
miokard ini tampaknya disebabkan oleh pencegahan kolaps arterial dan vasokonstriksi yang
intens pada anyaman vaskular lainnya, sehingga mencegah aliran darah ke jaringan non
kritis. Rekomendasi dosis epinefrin adalah 1.0 mg (10 mL dari campuran 1:10.000). Dosis ini
dapat diulang setiap 3 hingga 5 menit selama henti jantung terjadi untuk memastikan
eksperimental dan data klinis yang menunjukkan bahwa obat ini memiliki efek
menguntungkan dalam perfusi organ vital selama henti jantung. Vasopresin bekerja dengan
menstimulasi langsung reseptor V1 otot polos, dan stimulasi ini menyebabkan pemanjangan
konstriksi otot polos bahkan dalam keadaan asidosis berat, yang dapat menjaga tekanan
perfusi koroner dan berkontribusi dalam meningkatkan keberhasilan resusitasi. Pada sebuah
tekanan darah dan pada beberapa kasus, mengembalikan sirkulasi spontan. Pada pedoman
2005, penggunaan vasopresin disarankan sebagai alternatif terhadap satu dosis epinefrin
selama VF refrakter. Karena waktu paruh yang lama (10 hingga 20 menit) dibandingkan
dengan epinefrin (3 hingga 5 menit), vasopresin diberikan sekali dengan dosis 40 unit
Jika VF tetap ada setelah defibrilasi dan injeksi epinefrin atau vasopresin atau
keduanya, pengobatan dengan efek antifibrilatorik harus dipilih. Amiodaron dan lidokain
merupakan pilihan yang direkomendasikan. Lidokain dalam evaluasi berdasarkan bukti tidak
menunjukkan keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang pada pasien dengan VF
atau VT tanpa nadi. Amiodaron merupakan pilihan agen antiaritmia pada keadaan VF
persisten. Dosis awal amiodaron adalah 300mg via intravena atau intraoseus dan dapat
Crawford, M. 2002. Current Diagnosis & Treatment in Cardiology 2nd Edition. LANGE
Kapuangan, Christopher. 2006. Farmakologi Obat Anti Aritmia. Jakarta: Dept. Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI.
Nugroho, Santoso Tri. 2011. Studi Deskriptif Faktor-Faktor Kesiapan Perawat Ruang Rawat
Inap Dalam Menangani Cardiac Arrest Di RS Roemani Semarang. Semarang:
Universitas Muhammadiyah Semarang.