Anda di halaman 1dari 44

1.

Anti Hipertensi Definisi Antihipertensi adalah obat obatan yang digunakan untuk

mengobati hipertensi. Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan berolahraga.

Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik 140/90 mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun ditemukan bukti parah (seperti adanya kerusakan organ tubuh yang hipertrofi ventrikel kiri) juga

mikroalbuminuria,

membutuhkan penanganan segera dengan antihipertensi. Tujuan Pada dasarnya pengobatan dengan antihipertensi itu penting agar pasien dapat mencapai tekanan darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang diharapkan pada pasien hipertensi yang tidak disertai komplikasi adalah 140/90 mmHg atau lebih rendah bila memungkinkan, sedangkan pada pasien mengalami insiden kerusakan organ akhir atau kondisi

seperti diabetes, level tekanan darah yang diharapkan adalah 130/90 mmHg, dan pada pasien proteinuria (>1 g / hari) diharapkan tekanan darah di bawah 150/75 mmHg. Adapun tujuan pemberian antihipertensi yakni : 1. Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul akibat gagal jantung. 2. Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih parah dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada. 3. Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien yang sudah terkena serangan serebrovaskular.

4. Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan hipertensi maternal.

Klasifikasi Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (-blocker), penghambat angiotensin converting enzyme

(ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium. a. Diuretik Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan

menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu: (1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide, Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion. b. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (-Blocker) Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor 1, antara lain: (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel

jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol. c. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Mekanisme kerja:

secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui bradikinin). Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril. d. Penghambat Reseptor Angiotensin Mekanisme kerja: inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolisme bradikinin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan. e. Antagonis Kalsium Mekanisme kerja: antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung pada jantung. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine. Efek Samping Antihipertensi dari golongan diuretik, ACE-inhibitor dan beberapa Blocker dapat menyebabkan reaksi likenoid. ACE-inhibitor juga

diasosiasikan dengan kehilangan sensasi pada lidah dan rasa terbakar pada mulut. ACEinhibitor dan penghambat reseptor angiotensin II pernah diimpliksikan bahwa keduanya menyebabkan angioedema pada rongga mulut pada sekelompok 1% dari pasien yang mengonsumsinya. Meskipun oedema pada lidah, uvula, dan palatum lunak yang paling sering terjadi, tetapi oedema larynx adalah yang paling serius karena berpotensi menghambat jalan nafas. Efek samping obatobatan antihipertensi pada

rongga mulut adalah xerostomia, reaksi likenoid, pertumbuhan gingiva yang berlebih, pendarahan yang parah, penyembuhan luka yang tertunda. Sedangkan efek samping yang sistemik yang paling sering dilaporkan adalah konstipasi, batuk, pusing, mengantuk, letih, frekuensi berkemih yang meningkat, berkuranya konsentrasi, disfungsi seksual dan rasa tidak enak pada perut.

2. Anti Arithmia Aritmia adalah Kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari impuls/gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivasi atrium sampai ventrikel dan dapat diketahui dari gambaran EKG Mekanisme kerja obat anti artimia 1. Decrease automaticity of cardiac tissues from the SA node 2. Alter the rate of conduction of electrical impulses 3. Alter the refractory period of cardiac muscle between

consecutive contractions Dibagi menjadi 4 grup: a. Grup 1 : Sodium channel Blocker Golongan 1 a (moderat) : kuinidin (duraquin, cardioquin) , procainamid (procan), disopiramid Golongan 1 b (lemah) : lidocain, meksiletin, fenitoin Golongan 1 c : flekainid, propafenon b. Grup 2 : Beta adrenergic channel blocker Contoh : propanolol (inderol) Atenolol ( tenormin) c. Grup 3 : Potassium channel blocker Contoh : Amiodarone (cordarone) Bretilium Sotalol d. Grup 4 : kalsium channel blocker Diltiazem (Cardizem) Verapamil (Calan) Obat-obat antiaritmia dapat dibagi berdasarkan penggunaan kliniknya : a. obat-obat untuk aritmia supraventrikel (misal verapamil). b. Obat-obat untuk aritmia supraventrike,

c. aritmia ventrikel (misal disopiramid), d. dan obat-obat untuk aritmia ventrikel (misal lidokain). a. Aritmia supraventrikel Adenosin takikardia biasanya obat terpilih untuk menghentikan

supraventrikel paroksismal. Karena masa kerjanya

pendek sekali (waktu paruhnya hanya 8-10 detik, tapi memanjang juka diberikan bersama dipiradamol), kebanyakan efek sampingnya berlangsung singkat. Berbeda dengan verapamil, adenosin dapat digunakan setelah beta-bloker. Pada asma, lebih baik dipilih verapamil daripada beta-bloker. Glikosida jantung oral merupakan obat terpilih untuk memperlambat respon ventrikel pada kasus fibrilasi dan flutter atrium. Digoksin intravena, yang diinfus pelan-pelan, kadangkadang dibutuhkan bila kecepatan ventrikel perlu dikendalikan dengan cepat. Verapamil biasanya efektif untuk takikardia ventrikel. Dosis intravena awal dapat diikuti dengan dosis oral, hipotensi dapat terjadi dengan dosis yang lebih besar. Adenosin Verapamil, kodenya 7-208 Glikosida jantung, kodenya 7-211 b. Aritmia Supraventrikel dan Ventrikel Obat-obat untuk aritmia supraventrikel dan ventrikel misalnya amiodaron, beta-bloker, disopiramid, flekainid, prokainamid, propafenon, dan klinidin. Amiodaron Beta-bloker, kodenya 7-208 Disopiramid, kodenya 7-208 Flekainid Prokainamid, kodenya 7-204 Propafenon, kodenya 7-208

Kinidin c. Aritmia Ventrikel Bretilium hanya digunakan sebagai obat antiaritmia pada resusutasi. Obat ini diberikan itramaskuler dan intravena tapi dapat

menyebabkan hipotensi berat, terutama setelah pemberian intravena (mual dan muntah dapat terjadi). Lidokain (lignokain) ralatif aman bila diberikan sebagai injeksi intravena lambat dan harus menjadi pilihan utama dalam keadaan darurat. Meksiletin diberikan sebagai injeksi intravena lambat bila lidokain tidak efektif, obat ini memiliki kerja yang serupa. Morasilin adalah obat untuk profilaksis dan pengobatan aritmia ventrikel yang serius dan mengancam jiwa. Fenitoin dulu dipakai untuk aritmia ventrikel, dengan injeksi intravena lambat terutama yang disebabkan oleh glikosida jantung, tapi penggunaan ini sekarang sudah ditinggalkan. Tokainid dulu digunakan untuk takiaritmia ventrikel yang mengancam jiwa dan disertai dengan gangguan berat fungsi

ventrikel kiri pada pasien yang tidak responsif dengan terapi lain atau yang terapi lain merupakan kontraindikasi, sekarang obat ini tidak lagi tersedia. Bretilium, kodenya 7-250 Lidokain, kodenya 6-851 Meksiletin, kodenya 7-208 Morasilin Fenitoin, kodenya 6-610 Tokainid

Dosis

Efek Samping

Implikasi keperawatan 1. Monitor nadi apikal selama 1 menit sebelum pemberian 2. Catat kecepatan dan irama denyut jantung 3. Pasien dalam posisi supine saat diberikan dosis obat dalam bentuk IV untuk mencegah hipotensi 4. Jika pasien akan diberikan lidocaine, tocainide, procainamide, tanyakan riwayat alergi untuk anestesi lokal. 5. Jika obat menyebabkan gangguan pada GI berikan obat setelah makan 6. Kaji tanda-tanda vital setelah pemberian obat 7. Kaji tanda-tanda toksisistas obat Dizziness, HA, dyspnea, chest pain, edema, hypotension, bradycardia, etc. Know the specific medication you are givinglook it up!!!!

3. Anti Angina Anti Angina adalah obat untuk angina pectoris

(ketidakseimbangan antara permintaan dan penyediaan oksigen pada salah satu bagian jantung. Cara kerja Anti Angina adalah :
1.

Menurunkan kebutuhan jantung akan oksigen dengan jalan menurunkan kerjanya. (penyekat reseptor beta) Melebarkan pembuluh darah koroner memperlancar aliran darah (vasodilator)

2.

3.

Kombinasi keduanya A. Nitrat Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri

epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi. Contoh nitrat yang sering dipakai adalah nitroglycerin. Nitroglycerin (IV) Nitroglycerin atau Glyceryl Trinitrate adalah sebuah vasodilator yang mudah menguap,yang mengurangi angina pectoris dengan cara

merangsang guanylate cyclase dan merendahkan klalsium sitosolik. Nitroglycerin digunakan untuk pengobatan angina pectoris dan hipertensi. Untuk menghasilkan hipotensi yang terkontrol selama pembedahan dan untuk mengobati gagal jantung. Indikasi : Gagal jantung dan Angina

Kontraindikasi : Hipotensi Akut, Hipovolemia dan Anemia Efek : Menghasilkan hipotensi yang terkontrol selama pembedahan dan untuk mengobati gagal jantung Efek Samping : Pemberian IV (khususnya jika diberikan dengan terlalu cepat) bisa menyebabkan efek CV (Hipotensi akut,kegelisahan

retosternal,bergejolak,takikardi). Efek GI (mual,muntah, sakit pada bagian perut). Efek pada CNS (Sakit kepala,kepeningan,ketakutan,kegelisahan, kejang otot, syncope). Efek lainnya (Diaphoresis). Pemberian yang diperpanjang dihubungkan dengan methemoglobinemia. Mekanisme Kerja Obat : Kandungan nitrat dalam Nitroglyceryn menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah, merangsang guanylate,cyclase dan

merendahkan kalsium sitosolik. Nitroglycerin menghilangkan angina dengan mengurangi permintaan otot jantung untuk oksigen. Nitroglycerin juga menghilangkan spasme dari arteri-arteri koroner dan dapat mendistribusikan lagi aliran darah arteri koroner ke area-area yang paling memerlukan. Dosis : Pemberian dosis : 5-10 mcg/menit IV melalui infuse setelah dilusi Ditambah 5 mcg/menit IV setiap 3-5 menit sampai beberapa respon terlihat Jika tidak ada respon dengan 20 mcg/menit : boleh tingkatkan dosis sebesar 10 mcg/menit dan sesudahnya jika diperlukan. Tambahkan sebesar 20 mcg/menit bisa diberikan Dosis umum : 10-200 mcg/menit

Instruksi Khusus : Jauhi dari pasien dengan hipotensi akut, anemia, gagal jantung dalam kaitan dengan adanya gangguan atau meningkatnya tekanan yang berhubungan dengan trauma atau perdarahan Gunakan dengan hati hati ketika ada penurunan SBP (systolic Blood Pressure) kurang dari 110 mmhg pada pasien penderita

normotensive, dan penurunan yang berarti pada tekanan arterial lebih dari 25% pada pasien penderita hipertensi Gunakan dengan hati hati pada pasien dengan disfungsi hati atau ginjal akut, hipotiroidisme, malnutrisi dan hipotermia Pengawasan HR dan BP yang ketat diperlukan selama infuse IV Jangan berikan pada pasien yang mengkonsumsi inhibitor phospodiesterase dalam waktu 24 jam terakhir Perlengkapan plastic yang digunakan untuk pemberian obat bisa menyerap GTN dan pemberian dosis perlu disesuaikan dengan hal ini. Toleransi terhadap nitrat biasanya berkembang dengan

penggunaan jangka panjang dan pemberian dosis bebas nitrat dalam jarak waktu yang cukup itu diperlukan. B. Beta- Bloker Beta Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung. Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective(propanolol, pindolol, dan nadolol) C. Ca-antagonis Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila

dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja. Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan betabloker di samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedipin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila caantagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti. D. Antipletelet, trombolitik dan antikoagulan Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi. Obat-obatan trombolitik ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak

boleh lebih dari 12 am pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun Contoh obatnya adalah streptokinase Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut: Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut maupun sesudahnya Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat ditambah dengan nifedipin. Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.

4. Morfin Morfin adalah komponen utama dari opium/candu yang diperoleh tumbuhan Papaver Somniferum. Secara kimia, marfin adalah sealkaloid yang termasuk derivate fenantren. Dalam Farmakologi morfin merupakan obat yang berkhasiat untuk menghilangkan rasa (analgetik narkotik). Selagi pemakaian morfin di bawah pengawasan yarlg ketat, tidak akan terjadi akibat sampingan yang bahaya. Tetapi, sudah umum diketahui telah terjadi penyalah gunaan morfin yang sangat luas di dunia saat ini, yang berakibat timbulnya efek samping yang serius yang disebabkan karena keracunan morfin. Keracunan morfin dapat terjadi secara akut dan secara kronis. Keracunan akut biasanya terjadi akibat percobaan bunuh diri atau dosis yang berlebihan. Keracunan kronis terjadi akibat pemakaian berulangulang dan inilah yang sering terjadi. Adiksi (kecanduan) atau "morfinisme" tidak lain dari pada suatu keadaan keracunan kronis. Adiksi morfin ditandai dengan adanya habituasi, ketergantungan fisik dan toleransi. Gejalanya antara lain merasa sakit, iratabilitas, tremor, lakrimasi, berkeringat, menguap, bersin-bersin, anoreksia, midriasis, deman,

pernafasan cepat, muntah-muntah, kolik, diare dan pada akhirnya penderita mengalami dehidrasi,ketosis, asidosis, kolaps kardiovaskuler yang bisa berakhir dengan kematian. Morfin dapat diabsorpsi oleh usus, tetapi efek analgetik yang tinggi diperoleh melalui parentral. Dari satu dosis morfin, sebanyak 10 % tidak diketahui nasibnya, sebagian mengalami konyugasi dengan asam glukoronat di hepar dan sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas. Ekskresi martin terutama melalui ginjal. Urine mengandung bentuk bebas dan bentuk konyugasi. Berdasarkan hal ini, dapat dilakukan identifikasi morfin dalam urine dari penderita yang diduga keracunan morfin. Di bawah ini diterangkan salah satu cara untuk mengidentifikasi morfin dalam urine.

Indikasi : Nyeri

Kontra indikasi: 1. Depresi pernafasan akut 2. Alkoholisme akut 3. Peninggian tekanan otak atau cedera kepala

Efek samping: 1. Mual, muntah 2. Adiksi pada OD menimbulkan keracunan dan dapat menyebabkan kematian

Sediaan: Morfin HCl {generik} (sirup 5mg/5ml), (tablet 10 mg, 30 mg, 60 mg), (injeksi 10 mg/ml, 20 mg/ml)

5. Diuretik a. Diuretika golongan tiazid Tiazid merupakan diuretika dengan potensi sedang, yang bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada bagian awal tubulus distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian peroral lebih kurang 1-2 jam, sedangkan masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuretika tidak mengganggu tidur pasien. Bendrofluazid Klortalidon (hygroton) Hidroklortiazid (Diuril) Indapamid Metolazon Xipamid Quinethazone (hydromomox) Hydrochlorothiazide

Kerja utama Kelebihan Efekttif diberikan peroral Efektif untuk pemberian jangka panjang Efek samping ringan Membantu kerja obat anti hipertensi lainnya Melawan efek retensi natrium obat anti hipertensi lainnya Penurunan volume darah, aliran darah ginjal, dan curah jantung Kehilangan cairan ekstra sel Keseimbangan natrium negatif (akibat natriuresis),

hipokalemia ringan Berpengaruh langsung terhadap otot polos pembuluh darah

Kontraindikasi Gout

Sensitif terhadap obat turunan sulfonamid Gangguan fungsi ginjal berat

Efek samping Mulut kering, haus, kelemahan, pusing, latargi, nyeri otot, takikardi, gannguan GI.

b. Diuretika kuat (loop deuretic) Diuretika kuat digunakan dalam pengobatan edema paru akibat gagal jantung kiri. Pemberian intravena mengurangi sesak nafas dan prabeban lebih cepat dari mula kerja diuresisnya. Diuretika ini juga digunakan pada pasien gagal jantung yang telah berlangsung lama. Frusemid (lasix) Bumetanid Torasemid Kerja utama Kelebihan Kerja cepat Kuat Hanya digunakan apabila tiazide tidak berhasil Volume menurun Menghambat reabsorpsi natrium dan air dalam ginjal Antagonis terhadap aldosterone

Kontraindikasi (sama dengan tiazide) Efek samping Kehilangan cairan terjadi sangat cepat Kehilangan elektrolit Haus, mual, muntah, kulit kemerahan, hipotensi postural Rasa manis, rasa terbakar di mulut dan lambung

c. Diuretika hemat kalium

Amilorid

dan

triamteren

merupakan

diuretika

yang

lemah.

Keduanya menyebabkan retensi kalium dan karenanya digunakan sebagai alternatif yang lebih efektif daripada memberikan suplemen kalium pada pangguna tiazid atau diuretika kuat. Suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga penting untuk diingat bahwa pemberian diuretka hemat kalium pada seorang pasien yang menerima suatu penghambat ACE dapat menyebabkan hiperkalemia yang berat. Amilorid hidroklorida, Antagonis aldosteron, Sprironolakton (aldactone), Kerja utama Kelebihan Sprinonolactone efektif untuk menangani hipertensi yang menyertai aldosteronisme primer Kontraindikasi Penyakit ginjal, azotemia, penyakit hepar berat Efek samping Pusing, letargi, sakit kepala Inhibisi kompetitif aldosteron

d. Diuretika merkuri Meskipun efektif, diuretika merkuri sekarang hampir tidak pernah digunakan karena efek nefrotoksisitasnya. Mersalil harus diberikan lewat injeksi intramuskuler. Penggunaan intravena dapat

menyebabkan hipotensi berat dan kematian mendadak. Obat ini sudah absolete dan telah diganti dengan loop diuretic yang jauh lebih aman. Mersalil,

e. Diuretika osmotik

Diuretika golongan ini jarang digunakan pada gagal jantung karena mungkin meningkatkan volume darah secara akut. Manitol,

f. Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase (asetazolamid) merupakan diuretika yang lemah dan jarang digunakan

berdasarkan efek diuretikanya. Obat ini digunakan untuk profilaksis mountain sickness tetapi tidak menggantikan aklimatisasi. Asetazolamid, Dorzolamid

g. Kombinasi diuretika Disamping penambahan satu golongan diuretika pada diuretika yang lain, kekhawatiran terjadinya hipokalemia atau ketidakpatuhan pasien meningkatkan penggunaan kombinasi dengan diuretika hemat kalium. Bila digunakan untuk hipertensi, perhatian khusus harus dicurahkan pada dosis tiazidnya, dimana dosis yang lebih rendah lebih dianjurkan.

6. Obat Gagal Jantung Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah: 1. Mengurangi beban jantung (istirahat, menurunkan berat badan, menghilangkan penyebab, pambatasan asupan garam,dll). 2. Meningkatkan kontraktilitas miokardial dengan glikosida jantung 3. Menekan preload dan afterload 4. Antiaritmia untuk memperbaiki frekuensi dan kelainan irama jantung Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung, dibedakan atas 3 golongan, yaitu 1. Obat-obat inotropik : a) Glikosida jantung : digitalis, digoksin, digitoksin, quabain, strophantin K b) Agonis adrenergik : dobutamin c) Inhibitor fosfodiesterase : milrinon, amrinon 2. Diuretika : furosemid, hidroklorotiazid, metolazon, bumetanid 3. Vasodilator : kaptropil, hidralazin, isosorbid, natrium nitroprusid, lisinopril Penjelasan mengenai obat-obat tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : Glikosida Jantung Glikosida jantung memiliki gugus gula khas pada strukturnya. Oleh penduduk Afrika dan Amerika Selatan, glikosida jantung banyak digunakan untuk racun panah. Efek farmakologi terutama terhadap jantung. Glikosida jantung ditemukan pada beberapa keluarga tumbuhan : Apocynaceae, Liliaceae, Moraceae dan Ranunculaceae. Sumber glikosida jantung yang utama dalam perdagangan adalah dari genus Digitalis dan Strophantus. Genus ini juga merupakan sumber saponin. Contohnya senyawa digitonin (aglikon: digitoksigenin) dari Digitalis purpurea.

Semua glikosida jantung mempunyai efek : Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif) Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif) Menekan hantaran rangsang (kerja dramatropik negatif) Menurunkan nilai ambang rangsang.

a) b) c) d)

Mekanisme kerja :

Glikosida jantung bekerja menghambat enzim Natrium-kalium ATPase pada reseptor di membran sel, khusunya di miokardium, pertukaran ionion Na+ K+ diubah menjadi pertukaran ion-ion Na+ Ca++, meningkatkan influks Ca menjadi protein kontraktil Ca-dependen pada sel otot jantung. Farmakokinetik :

Bioavailabilitas preparat oral sangat bervariasi, sehingga perlu memonitor kadarnya dalam serum. Adsorbsinya dihambat oleh adanya makanan dalam saluran cerna. Derajat adsorbsi lanatosid C adalah 50%, tepung dan tincture digitalis 20%, digoksin 50%, digitoksin 100%. Jadi, pada digitoksin seluruhnya diadsorbsi masuk ke dalam darah, sama seperti pada pemberian IV. Ekskresi berbeda-beda menurut jenis masing-masing. Indikasi klinik glikosida digitalis untuk lemah jantung kongestif dan untuk depresi nodus AV. Diuretika Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin,teofilin), memperbesar volume darah

(dekstran) atau merintangi sekresi hormone antidiuretik ADH (air, alkohol). Ginjal memegang peranan penting dalam patogenesis gagal jantung, sebab pengurangan volume cairan ekstrasel dengan diuretika akan menurunkan preload, mengurangi bendungan paru dan edema di perifer, karena itu dewasa ini diuretika sering dipakai sebagai obat pertama pada gagal jantung bendungan ringan dengan denyut jantung yang normal. Golongan tiazid adalah obat terpilih untuk gagal jantung.

Mekanisme Kerja Diuretika

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yakni di :

a)

tubuli proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang

di sini direabsorpsi secara aktif untuk lebih kurang 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol, sorbiotol) bekerja dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium. b) lengkungan Henle. Di bagian menaik Henles loop ini ca 25%dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetanida dan etakrinat bekerja terutama dengan merintangi transport Cl- dan demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak. c) tubuli distal. Na+ direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat

menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na + dan Cl- sebesar 5-10%. Kemudian ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+. Proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bertitik kerja di sini dengan mengakibatkan ekskresi Na+ (kurang dari 5%) dan retensi K+. d) saluran pengumpul. Hormon antidiuretika ADH (vasopresin) dari

hipofise bertitik kerja di sini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini. Penggolongan Pada umumnya diuretika dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :

Diuretika lengkungan : furosemida, bumetanida dan etakrinat.

Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. memperlihatkan kurva dosis-efek curam, artinya bila dosis dinaikkan efeknya (diuresis) senantiasa berubah.

Derivat

thiazida

hidroklorothiazida,

klortalidon,

mefrusida,

indapamida, xipamida (Diurexan) dan klopamida.

Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung (decompensatio cordis). Obat-obat ini memiliki kurva dosis-efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi, efeknya (diuresis, penurunan tekanan darah) tidak bertambah.

Diuretika penghemat kalium : antagonis aldosteron (spironolakton, kanrenoat), amilorida dan triamteren.

Efek obat-obat ini hanya lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis aldosteron. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal hanya lemah efek sekresinya mengenai Na dan K, tetapi pada penggunaan diuretika lengkungan dan thiazida yang mengekskresi kalium dengan kuat, zat-zat penghemat kalium ini menghambat ekskresi K dengan kuat pula. Mungkin juga ekskresi dari magnesium.

Diuretika osmotis : manitol dan sorbitol.

Obat-obat ini hanya direabsorpsi sedikit oleh tubuli, hingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya adalah diuresis osmotis dengan ekskresi air tinggi dan relative sedikit ekskresi Na. Terutama manitol, hanya jarang digunakan sebagai infuse intravena untuk menurunkan cairan dan tekanan intraokuler, juga untuk menurunkan volume CCS (cairan cerebrospinal) dan tekanan intracranial (dalam tengkorak).

Perintang-karbonanhidrase : asetazolamida.

Zat ini merintangi enzim karboanhidrase di tubuli proksimal, sehingga di samping karbonat juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. hasiat diuretiknya hanya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara selang-seling (intermittens). Penggunaan Diuretika digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.

a)

Hipertensi, Guna mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah

(tensi) menurun. Khususnya derivat thiazida digunakn untuk indikasi ini. Diuretika lengkungan pada jangka panjang ternyata lebih ringan efek antihipertensifnya, maka hanya digunakan bila ada kontraindikasi untuk thiazida, seperti pada insufiensi ginjal. Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan penurunan daya tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretic. Thiazida memperkuat efek obat-obat hipertensi betablockers dan ACE-inhibitors, sehingga sering dikombinasi dengannya. Penghentian pemberian thiazida pada lansia tidak boleh secara mendadak, karena risiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan peningkatan tensi. b) Gagal jantung (decompensatio cordis)

Yang bercirikan peredaran darah tak sempurna lagi dan terdapat cairan berlebihan di jaringan, akibatnya air tertimbun dan terjadi udema, misalnya dalam paru-paru (udema paru). Begitu pula pada sindrom nefrotis, yang bercirikan udema tersebar akibat proteinuria hebat karena permeabilitas dipertinggi dari membran gromeruli, atau pada busung perut (ascites) dengan air tertumpuk di rongga perut akibat cirrosis hati (hati mengeras). Untuk indikasi ini terutama digunakan diuretika lengkungan, dalam keadaan parah akut secara intravena (asthma cardiale, udema paru). Thiazida dapat memperbaiki efeknya pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Selain itu, thiazida juga digunakan dalam situasi di mana diuresis pesat bisa mengakibtkan kesulitan, seperti pada hipertrofi prostat. Efek Samping Efek-efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretika adalah : 1. Hipokaliemia, yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan titik kerja di bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K+ dan H+ karena ditukarkan dengan ion Na+. Akibatnya adalah kadar kalium plasma dapat turun di bawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi pada

penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida atau bumetanida, mungkin bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium ini berupa kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung, tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata. 2. Hiperurikemia akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua diuretiak, kecuali amilorida. Menurut dugaan, hal ini disebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli, terutama klortalidon memberikan risiko lebih tinggi untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka. 3. Hiperglikemia, dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida terkenal menyebabkan efek ini (efek antidiabetika oral diperlemah olehnya). 4. Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total (juga LDL dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol-HDL yang dianggap sebagai factor pelindung untuk PJP justru diturunkan, terutama oleh klortalidon. Pengecualian adalah indapamida yang praktis tidak meningkatkan kadar lipida tersebut. Arti klinis dari efek samping ini pada penggunaan jangka panjang belum jelas. 5. Hiponatriemia. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan, kadar Na plasma dapat menurun keras dengan akibat hiponatriemia. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka untuk dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis pemakaian rendah yang berangsur-angsur dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu. Terutama pada furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).

6. Lain-lain: ganguan lambung-usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, pusing dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetanida dalam dosis tinggi. Resorpsinya lengkap, bersifat sangat lipofil dan terikat kuat pada eritrosit. Vasodilator Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan pembuluh secara langsung. Zat-zat dengan khasiat vasodilatasi tak langsung tidak termasuk definisi ini, misalnya obat-obat hipertensi yang menimbulkan vasodilatasi melalui blockade saraf-saraf perifer, aktivasi saraf-saraf otak atau mekanisme lainnya, seperti alfa dan beta blockers, penghambat ACE dan antagonis kalsium. Vasodilator berperan penting dalam mengatasi gagal jantung berat, lebih-lebih karena hipertensi, penyakit jantung iskemik dan aorta insufisiensi. Vasodilator akan memperbaiki keseimbangan kardiovaskuler. Contohnya natrium

nitroprusid, nitrogliserin, hidralazin, kaptropil. Berdasarkan penggunaannya dapat dibedakan tiga kelompok vasodilator, yaitu : a) Obat-obat hipertensi: (di)hidralazin dan minoksidil. b) vasodilator koroner (obat angina pectoris): nitrat dan nitrit. c) vasodilator perifer (obat gangguan sirkulasi): buflomedil,

pentoxifilin, ekstrak Ginko biloba, siklandelat, isoksuprin dan turunan nikotinat. Penggolongan Vasodilator Vasodilator dapat digolongkan secara kimiawi dan menurut titik kerjanya, yaitu: a) alfa-blockers: prazosin, buflomedil dan kodergokrin. Zat-zat ini merintangi reseptor alfa-adrenergik dengan efek memperlemah daya vasokonstriksi noradrenalin terhadap arteriole. b) beta-adrenergika: isoxuprin.

c) Zat ini menstimulasi reseptor beta-adrenergik di arteriole dengan efek vasodilatasi di bronchia dan otot, tetapi terutama di bagian yang tidak sakit. d) Antagonis Ca: nifedipin dan nimodipin, bensiklan, flunarizin dan sinarizin. Obat-obat ini memblok saluran Ca (calcium channels) di sel otot jantung dan otot-otot pembuluh, sehingga menghindarkan kontraksi dengan efek vasodilatasi di arteriole. Dinding vena tidak dipengaruhi karena jauh kurang sensitif. e) Derivat nikotinat: nikotinilalkohol, xantinol-, inositol-, metal-, dan tokoferol-nikotinat. Asam nikotinat dan derivat-derivatnya terutama mendilatasi pembuluh kulit di muka, leher dan otot lengan, sedangkan penyaluran darah ke bagian bawah tubuh justru berkurang. Maka itu, zat ini kurang berguna terhadap gangguan sirkulasi di betis atau kaki (claudicatio), lebih efektif pada vasospasme di kulit (S. Raynaud). f) obat-obat lainnya: iloprost, pentoksifilin, ekstrak Gingko biloba dan siklandelat (Cycloslasmol). Efek Samping Semua vasodilator menimbulkan bebrapa efek samping yang bertalian dengan vasodilatasi, yakni:

Turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan pusing dan nyeri kepala berdenyut-denyut. efek hipotensif dari obat-obat hipertensi dapat diperkuat.

Tachycardia reflektoris (frekuensi jantung naik akibat aksi balasan) dengan gejala debar jantung (palpitasi), peraaan panas di muka (flushing) dan gatal-gatal.

Gangguan lambung-usus, seperti mual dan muntah-muntah. Guna mengurangi efek yang tak diinginkan ini, vasodilator sebaiknya diminum pada waktu atau sesudah makan. Obat kardiovaskuler

atau yang lebih dikenal dengan obat jantung terbagi dari 5 kategori besar yaitu : 1. Obat gagal jantung 2. Obat jantung untuk aritmia/antiaritmia 3. Obat jantung untuk hipertensi/antihipertensi 4. Obat jantung untuk angina/antingina Sering kali obat jantung perlu dikombinasi dengan obat-obat lain yang mengobati gejala lainnya.Misalnya untuk mengurangi penimbunan cairan, bisa diberikan obat diuretik untuk menambah pembentukan air kemih dan membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal. Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk ke jantung sehingga mengurangi beban kerja jantung. Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan kalium, karena diuretik tertentu menyebabkan hilangnya kalium dari tubuh; atau bisa digunakan diuretik hemat kalium. 1. Obat gagal jantung Obat gagal jantung jenis Digoxin meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung dan memperlambat denyut jantung yang terlalu cepat. 2. Obat jantung jenis antiaritmia Ketidakteraturan irama jantung (aritmia, dimana denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur), bisa diatasi dengan obat jantung jenis antiaritmia. 3. Obat jantung jenis antihipertensi Sering digunakan obat jantung jenis antihipertensi yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator), yang bisa melebarkan arteri, vena atau keduanya. Pelebar arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan darah, yang selanjutnya akan mengurangi beban kerja jantung.Pelebar vena akan melebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untuk darah yang telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung.Hal ini akan mengurangi penyumbatan dan mengurangi beban jantung.Obat jantung jenis antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor).Obat ini

tidak hanya meringankan gejala tetapi juga memperpanjang harapan hidup penderita. ACE-inhibitor melebarkan arteri dan vena; sedangkan obat terdahulu hanya melebarkan vena saja atau arteri saja (misalnya nitroglycerin hanya melebarkan vena, hydralazine hanya melebarkan arteri). 4. Obat jantung jenis antiangina Obat jantung untuk mengatasi angina pektoris (merupakan nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan, yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen) ada beberapa yang sering dipakai yaitu:
o o o o

Obat jantung jenis beta blocker Obat jantung golongan Nitrat misalnya nitroglycerin Obat jantung jenis Antagonis kalsium Obat jantung jenis antiplatelet misalnya Aspirin

Untuk pemilihan obat jantung yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter spesialis jantung. Obat hipolidemik Obat-obatan Hipolipidemik adalah obat yang biasanya digunakan untuk menurunkan kadar lipid plasma dan bertujuan menurunkan berbagai risiko pada kasus aterosklerosis yang ditandai dengan penebalan atau hilangnya elastisitas pembuluh arteri atau biasa disebut ateriosklerosis. Predisposisi atau faktor pencetus penyakit aterosklerosis ini dapat berupa hipertensi, perokok, diabetes, stress, kurang gerak dan lemak. Oleh karena itu Ilmu Farmakologi memandang prinsip pengobatan penyakit arterosklerosis ini sebagai suatu penyakit yang kompleks atau multi penyebab, sehingga pengobatan atau pemberian obat-obatan dalam kasus aterosklerosis harus senantiasa dilakukan secara bersamaan dengan faktor pencetus (predisposisi) masing-masing gejala penyakit tersebut. Kategori obat Obat Sub kategori obat jantung, Beta bloker Nama generik obat Carvedilol Metaprolol Bisoprolol

pembuluh darah dan darah

ACE Inhibitor

Captopril Enalapril Lisinopril Ramipril

Antagonis Angiotensin II

Losartan Valsartan Candesartan Irbesartan

Obat Jantung

Milrinone Digoxsin Dopamin Dobutamine Amrinone

Antihipertensi Golongan Sodium lain Nitroprusside

Nitroglycerin Obat Anti angina Isosorbid dinitrat

Nesiritide Obat vasodilator perifer Furosemide & aktivator serebral Torsemide Bumetadine Hydroclorotiazide Metolazone Spironolactone Amirolide

Ephineprin Nonephineprin

Warfarin Antikoagula,antiplatelet dan fibrinolotik

Verapamil Antagonis Kalsium Amlodipine

Penatalaksanaan Gagal jantung dengan disfungsi sistolik Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung menunjukkan manfaat untuk mengatasi disfungsi sistolik. Gangguan

fungsi sistolik ventrikel kiri hampir selalu disertai adanya aktivitas sistem neuro-endokrin, karena itu salah satu obat pilihan utama adalah ACE Inhibitor. ACE Inhibitor, disamping dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada gagal jantung, dapat juga memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak jelas sesudah 3-6 bulan pengobatan. Dari golongan ACE-I, Kaptopril merupakan obat pilihan karena tidak menyebabkan hipotensi

berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu faal ginjal pada kasus gagal jantung. Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal berat dan bila ada stenosis bilateral arteri renalis. Diuretika, bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak dipakai untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah Furosemid. Pada usia lanjut seringkali sudah ada penurunan faal ginjal dimana furosemid kurang efektif dan pada keadaan ini dapat ditambahkan metolazone. Pada pemberian diuretika harus diawasi kadar kalium darah

karena diuresis akibat furosemid selalu disertai keluarnya kalium. Pada keadaan hipokalsemia mudah terjadi gangguan irama jantung. Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus disesuaikan dengn besarnya clearance kreatinin pasien. Obat-obat

inotropik positif lainnya adalah dopamine (5-10 Ugr/kg/min) yang dipakai bila tekanan darah kurang dari 90 mmHg. Bila tekanan darah sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan dobutamin (5-20 Ugr/kg/min). Bila tekanan darah sudah diatas 110 mmHg, dosis dopamin dan dobutamin diturunkan bertahap sampai dihentikan. Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan fraksi ejeksi yang rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I dan digoksin tidak menunjukkan perbaikan. Dosis 25 mg/hari dan ini terbukti menurunkan angka mortalitas gagal jantung sebanyak 25%. Gagal jantung dengan disfungsi diastolik Pada usia lanjut lebih sering terdapat gagal jantung dengan disfungsi diastolik. Untuk mengatasi gagal jantung diastolik dapat dengan cara: Memperbaiki sirkulasi koroner dalam mengatasi iskemia miokard (pada kasus PJK) Pengendalian tekanan darah pada hipertensi untuk mencegah hipertrofi miokard ventrikel kiri dalam jangka panjang. Pengobatan agresif terhadap penyakit komorbid terutama yang

memperberat beban sirkulasi darah, seperti anemia, gangguan faal ginjal dan beberapa penyakit metabolik seperti Diabetes Mellitus. Upaya memperbaiki gangguan irama jantung agar terpelihara fungsi sistolik atrium dalam rangka pengisian diastolik ventrikel. Obat-obat yang digunakan antara lain: 1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner. 2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.

3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun. Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga

memperberat kegagalan jantung. 1. INOTROPIK a. Glikosida Jantung Glikosida jantung mempunyai efek inotropik positif, yaitu

memperkuat kontraksi otot jantung sehingga meningkatkan curah jantung. Efek inotropik positif terjadi melalui peningkatan konsentrasi ion Ca sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung. Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh dari berbagai tanaman, yaitu: Folia digitalis purpurea menghasilkan digitoksin, gitoksin, dan gitalin. Folia digitalis lanata menghasilkan lanatosid A (hidrolisisnya menghasilkan digitoksin) lanatosid B (hidrolisisnya menghasilkan gitoksin) dan lanatosid C (hidrolisisnya menghasilkan digoksin) Strofantus gratus menghasilkan glikosid ouabain dan Strofantus kombe menghasilkan glikosid strofantin. Urginea maritime (ganggang laut) menghasilkan skilaren, yakni zat aktif yang memacu kerja jantung.

Farmakodinamik, farmakodinamika yang

semua sama,

glikosida dan

jantung hanya

mempunyai dalam

berbeda

farmakokinetiknya, Glikosida jantung mempunyai efek: Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif). Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif).

Menekan hantaran rangsang (kerja dromotropik negatif). Menurunkan mempermudah nilai ambang rangsang. Hal ini akan yang

timbulnya

rangsangan

heterotropik,

kemudian menyebabkan ekstrasistol.

Mekanisme Kerja, glikosida jantung bekerja menghambat enzim Natrium-Kalium ATP-ase pada reseptor di membran sel. Kemudian di miokardium, khususnya pertukaran ion-ion Na+- K+, diubah menjadi pertukaran ion-ion Na+ - Ca++ meningkatkan influx Ca++ menjadi protein kontraktil tergantung-Ca2+ pada sel otot jantung. Pada nodus AV, glikosida bekerja memperpanjang periode refrakter dan menurunkan kecepatan impuls supraventrikel yang ditransmisikan ke ventrikel. Mekanisme efek ini kurang dimengerti, tetapi tampaknya melibatkan peningkatan aktivitas vagal dan pengurangan sensitivitas nodus AV terhadap impuls simpatik; kedua hal ini menyebabkan penekanan konduksi yang melewati nodus. Farmakokinetik, Bioavailabilitas sediaan oral sangat bervariasi sehingga perlu memantau kadarnya dalam serum. Absorbsinya dihambat oleh adanya makanan dalam saluran cerna, perlambatan pengosongan lambung, malabsorbsi, dan antibiotika. Ekskresi digitalis berbeda menurut jenisnya masing-masing. Ekskresi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian dalam bentuk yang telah diubah. Sediaan yang paling lambat diekskresikan adalah digitoksin dan yang paling cepat adalah ouabain. Digitalis, dalam darah digitalis berikatan dengan albumin plasma. Ikatan ini berbeda untuk tiap sediaan digitalis. Metabolismenya terutama terjadi dalam hepar, sehingga pada penderita payah jantung dengan fungsi hepar terganggu kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis lebih besar. Digoksin, obat ini terikat dengan protein plasma sebanyak 25%; sebagian besar ekskresi melalui urine dalam bentuk utuh. Pada keadaan gagal ginjal dosisnya harus diturunkan. Waktu paruh sekitar 1,6 hari (40 jam). Digitoksin, sebanyak 90% digitoksin diikat oleh protein plasma.

Senyawa ini dimetabolisasi oleh enzim mikrosom hati (salah satu hasil metabolismenya adalah digoksin). Digitoksin mengalami sirkulasi

enterohepatik yang nyata, dan waktu paruhnya 4-7 hari. Metabolit hepatik diekskresikan dalam urine. Oubain, walaupun kerjanya cepat, obat ini jarang digunakan di klinik. Indikasi Klinik Glikosida Digitalis, diindikasikan untuk (1) lemah jantung kongestif, dan (2) depresi nodus AV. Tujuan pemberian glikosida pada depresi nodus AV ialah untuk mengontrol respons ventrikel terhadap takikardi supraventrikel paroksimal, flutter atrial atau fibrilasi atrial.

Efek Samping Gejala saluran cerna, hilangnya nafsu makan dan mual/muntah merupakan gejala paling dini yang timbul pada keracunan digitalis. Efek pada jantung, antara lain ekstrasistol, fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel (gangguan pembentukan rangsangan), serta dapat terjadi blok SA dan blok AV. Susunan saraf, sakit kepala, trigeminal neuralgia, capai/lemah, disorientasi, afasia, delirium, konvulsi dan halusinasi. Gangguan penglihatan, kromatopsia (buta warna sebagian atau seluruhnya); penglihatan kabur, diplopia dan skotomata (adanya daerah buta/sebagian buta dalam visus). Kromatopsia yang sering terjadi adalah warna hijau dan kuning (xantopsia). Gejala lain: (1) pada laki-laki ada kalanya terjadi ginaekomastia (menyerupai efek estrogen), (2) kelainan kulit dapat berupa urtikaria (jarang sekali), (3) eosinofilia yang nyata dalam darah, dan (4) koagulasi darah, belum ada data-data yang jelas dari klinik.

Interaksi Obat Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan predisposisi untuk intoksikasi digitalis. Kalsium dan digitalis mempunyai efek yang sama pada miokard. Efek inotropik digitalis yang positif kemungkinan besar melalui efek Kalsium. Barbiturat, rifampisin, fenilbutazon, dan fenitoin menginduksi enzim mikrosomal hati sehingga meningkatkan metabolisme digitoksin

(metabolitnya digoksin). Diuretik (potassium loosing diuretic), klortalidon, etakrinik, furosemid, dan golongan diuretik tiazid saling memperkuat efek glikosida jantung. Obat simpatomimetik memudahkan terjadinya ectopic pacemaker. Neomisin mengganggu absorbsi digitalis. Verapamil, nifedipin, amiodaron, kuinidin, tetrasiklin, diazepam,

eritromisin, dan hipotiroid dapat meningkatkan efek digoksin. Antasid, prednisone, rifampisin, dan hipertiroid dapat menurunkan efek digoksin.

b. Dobutamin Dobutamin adalah suatu agonis -adrenergik yang bekerja sebagai inotropik positif pada jantung. Dalam dosis sedang, dopamine

meningkatkan kontraktilitas miokard tanpa meningkatkan frekuensi denyut jantung, sedangkan dosis yang lebih tinggi meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Hal ini agaknya menunjukkan kerja yang relatif selektif pada otot ventrikel. Jadi, secara relatif, dobutamin lebih menonjol dalam hal meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan frekuensi denyut janyung sehingga obat tersebut menghasilkan inotropik positif. Secara kimia, dobutamin mirip dengan dopamin, tetapi mempunyai gugus aromatik sebagai pengganti gugus amino. Katekolamin sintetik ini terutama bekerja pada 1-adrenoreseptor, sedikit memenuhi 2-reseptor dan serta tidak memengaruhi reseptor dopamin. Selain itu, dobutamin juga menambah otomatisitas sinus pada manusia;aksi ini tidak menonjol, seperti pada isoproterenol. Efek yang kontras dengan dopamin, dopamin

tidak mempunyai efek reseptor dopaminergik dalam pembuluh darah ginjal sehingga tidak menyebabkan vasodilatasi ginjal. Efek Samping : Takikardia dan hipertensi, dalam hal ini dosis diturunkan. Mual, sakit kepala, palpitasi, nyeri angina, sesak nafas, dan aritmia ventrikel kadang-kadang terjadi. Fibrilasi atrium. Pada penderits dengan penyakit jantung koroner tanpa gagal jantung, dopamin dapat menyebabkan iskemik miokard. Toksisitas, karena efek elektrofisiologi yang disebabkan oleh dobutamin tidak jauh berbeda dengan isoproterenol dan dopamin, aritmia kordis dapat terjadi. Dobutamin menambah konduksi AV dan dibarengi dengan fibrilasi atrial. 5 10% pasien memakai dobutamin, irama jantung dan tekanan sistoliknya meningkat. Efek tersebut segera berkurang bila dosis diturunkan.

c. Inhibitor Fosfodiesterase Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah amrinon dan milrinon sebagai inhibitor fosfodiesterase yang memacu peningkatan konsentrasi siklik-AMP intrasel, dan meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau bersifat inotropik positif. Akhir-akhir ini, hasil uji klinis menunjukkan bahwa obat-obat ini tidak dapat menurunkan angka kematian mendadak dan tidak dapat memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung bendungan.

2. DIURETIK Ginjal memegang peranan penting dalam pathogenesis gagal jantung sebab pengurangan volume cairan ekstrasel dengan diuretik akan menurunkan preload, mengurangi bendungan paru, dan edema di perifer. Oleh karena itu, dewasa ini diuretik sering dipakai sebagai obat pertama pada gagal jantung bendungan ringan dengan denyut jantung yang

normal. Pada fungsi ginjal yang normal, golongan tiazid adalah obat pilihan untuk gagal jantung. Obat golongan ini meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- melalui urine. Secara sekunder terjdi pengeluaran K+ akan membahayakan penderita yang juga mendapat digitalis sebab bila terjadi hipokalemia, jantung akan lebih rentan terhadap digitalis sehingga mudah terjadi keracunan digitalis. Dalam hal ini, perlu pemeriksaan elektrolit secara berkala. Pasien juga harus diberikan sediaan yang mengandung Kalium (KCl) atau banyak makan buah-buahan. Selain itu, dapat pula diberikan diuretik hemat kalium, seperti aldosteron antagonis (spironolakton), triamteren, dan amilorid. Dibanding dengan furosemid, efek diuretik hemat kalium kurang kuat. Cara kerja diuretik adalah penghambatan secara kompetitif. Hiperaldosterinisme terjadi karena peningkatan ekskresi aldosteron oleh korteks bertambah. Hal ini disebabkan oleh sekresi glikokortikoid yang meningkat. Peningkatan sekresi glikokortikoid tersebut terjadi karena

pembedahan, rasa takut, stress, trauma fisik, perdarahan, asupan kalium meningkat, asupan natrium menurun, bendungan vena kava inferior, sirosis hepatitis, nefrosis, dan gagal jantung. 4. VASODILATOR Vasodilator berperan penting dalam mengatasi gagl jantung berat, terutama yang disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, insufisiensi mitral, dan insufiensi aorta. Vasodiltor akan memperbaiki keseimbangan kardiovaskular. Pada gagal jantung bendungan, gangguan fungsi kontraksi jantung diperberat oleh peningkatan kompensasi pada preload dan afterload. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole. Afterload adalah tekanan yang harus diatasi jantung pada saat memompa darah ke sistem arterial. Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebihan. Peningkatan afterload menyebabkan jantung bekerja lebih kuat memompa darah ke sistem arterial. Pemberian vasodilator berguna untuk

mengurangi preload dan afterload yang berlebihan. Dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan

meningkatkan kapasitas vena; vasodilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Pemilihan vasodilator untuk penderita gagal jantung dilakukan berdasarkan gejala gagal jantung dan parameter yang ada. Pada penderita yang tekanan pengisiannya (filling pressure) tinggi sehingga sesak nafas yang menonjol, vasodilator akan membantu mengurangi gejala. Sebaliknya, penderita dengan curah jantung rendah yang ditandai dengan kelelahan umum (fatique) akan tertolong dengan arteriole dilator. Namun, pada penderita gagal jantung kronis yang kurang responsif terhadap pengobatan, biasanya kedua faktor di atas berperan sehingga diperlukan vasodilator yang sekaligus bekerja pada arteriol dan vena. Vasodilator parenteral misalnya natrium nitroprusid atau

nitrogliserin i.v, digunakan untuk mengobati gagal jantung kronis dan eksaserbasi akut yang berat. Inhibitor ACE dan vasodilator oral jangka panjang, ditujukan untuk gagal jantung kronik yang berat refrakter. Nitrogliserin yang digunakan untuk angina pektoris dapat pula digunakan untuk mengurangi preload sehingga akan mengurangi edema paru.

a. Natrium Nitroprusid Karena berefek arteriodilator dan vasodilator, obat ini mengurangi tekanan pengisian dan meningkatkan curah jantung pada penderita gagal jantung dengan gangguan pompa yang berat Obat ini lebih efektif dan lebih cepat kerjanya. Isi sekuncup yang ditimbulkan dapat mengimbangi turunnya resistensi perifer sehingga tekanan darah biasanya tidak banyak berubah. Kombinasi dengan zat inotropik, misalnya dobutamin akan meningkatkan efektivitasnya, terutama pada penderita dengan komplikasi hipotensi. Dosis yang biasa diberikan adalah 15-20 g/menit pada orang dewasa dan 0,1-8 g/kg BB/menit pada anak-anak.

b. Nitrogliserin Indikasi utama obat ini ialah untuk angina pectoris, tetapi karena dapat mengurangi preload, obat ini bermanfaat untuk menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri dan mengurangi edema paru akut.

c. Hidralazin Merupakan arteriodilator. Dalam penggunaan jangka panjang pada gagal jantung bendungan akan memperbaiki hemodinamik walaupun efeknya terhadap kebertahanan hidup masih belum jelas. Refleks takikardi yang sering timbul pada penderita hipertensi jarang terjadi pada pengobatan gagal jantung. Cara kerja, hidralazin merelaksasi otot polos arteriol secara langsung dan vasodilatasi yang terjadi dapat menimbulkan reaksi kompensasi yang kuat berupa peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, serta peningkatan renin plasma dan retensi cairan yang akan melawan efek hipotensi obat. Penurunan tekanan diastolik lebih besar daripada tekanan sistolik. Absorbsinya melalui saluran cerna dan hampir sempurna. Efek samping, dapat berupa : 1. Retensi natrium dan air. Untuk mengatasinya, berikan diuretic. 2. Sakit kepala dan takikardi, dapat diatasi dengan menurunkan dosis. 3. Iskemik otot jantung, gangguan saluran cerna, kulit dan muka memerah, nyeri otot, nyeri sendi, pembesaran limfa, edema, dan toksik hepar. Semuanya dapat pulih kembali bila obat dihentikan.

d. Inhibitor ACE (kaptopril, enalapril) Kaptopril adalah suatu medilator yang bekerja menghambat enzim konversi angiotensin (angitensin Converting Enzyme, ACE). Inhibitor ACE merupakan obat pilihan untuk gagal jantung bendungan, dan lebih baik daripada vasodilator lain. Efek farmakologi inhibitor ACE adalah pada sistem renin-angiotensin, yaitu menghambat perubahan angiotensin I

inaktif menjadi angiotensin II yang aktif. Inhibitor ACE ini sangat spesifik. Obat ini tidak berinteraksi secara langsung dengan komponen lain dari sistem renin-angiotensin termasuk reseptor peptide. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat dan merupakan salah satu perangsang kuat terhadap kelenjar adrenal untuk sekresi aldosteron yang merangsang reabsorbsi Na+ dan Cl- dalam ginjal. Karena sistem arteriolar mengalami dilatasi, inhibitor ACE akan mengurangi afterload dan jantung curah meningkat (inotropik positif). Inhibitor ACE bukan hanya menyebabkan dilatasi arteriol sehingga mengurangi afterload melainkan juga

menyebabkan venodilatasi sehingga mengurangi retensi cairan dan mengurangi preload. Frekuensi jantung umumnya berkurang, inhibitor ACE ini juga mengurangi tahanan pembuluh darah paru dan tahanan atrial kiri dan ventrikel kiri (preload). Aliran darah otak dan jantung tidak berubah walaupun tekanan darah menurun. Pada pemberian oral, absorbsinya cepat. Bioavailabilitas rata-rata 60% dan berkurang karena makanan. Obat diberikan 1 jam sebelum makan. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruhnya kira-kira 2 jam. Kurang lebih 95% obat ini dikeluarkan melalui urine. 50% sebagai kaptopril dan sisanya sebagai metabolit. Ekskresi obat ini lambat pada pasien ginjal. Efek samping 1. Hipotensi, terutama bila diberikan bersama dengan diuretik. Berikan dosis awal sekecil mungkin, lalu lanjutkan sesuai kebutuhan. 2. Insufisiensi ginjal pada pasien stenosis ginjal bilateral. Hal ini disebabkan oleh pengurangan angiotensin II yang diperlukan dalam keadaan tersebut untuk mengonstriksi pembuluh arterial eferens glomerulus sehingga filtrasi memadai. 3. Kulit memerah, indra pengecap terganggu/hilang sama sekali, vertigo, sakit kepala, dan berbagai gejala saluran cerna, proteinemia, dan batuk kering mengendap. 4. Kaptopril tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

Indikasi, pasien gagal ventrikel kiri (semua tingkat), termasuk infark miokard. Saat infark miokard terjadi, pengobatan harus dimulai sendiri, mungkin setelah infark miokard.

Referensi

Smeltzer, S., C., Brenda, G., B. 2002. Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Sanjoyo, R. 2005. Biomedik Farmakologii Sistem Kardiovaskuler. Universitas Gajah Mada

Anda mungkin juga menyukai