Anda di halaman 1dari 10

TEKANAN DARAH TINGGI (HIPERTENSI) adalah peningkatan tekanan darah kronis (jangka waktu

lama), apabila sisitolik nya sama atau ≥ 140 mmHg atau diastoliknya sama atau ≥ 90 mm Hg.
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI ada 2 yaitu :
a. Hipertensi Primer (Essensial)
turun temurun dalam suatu keluarga (genetik), Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi essensial
(hipertensi primer) atau hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% HT Sekunder dari penyakit komorbid (ginjal kronis, renovaskular, sindrom cushing,
koarktasi aorta, tiroid or paratiroid, pheochromocytoma, , hiperaldosteronisme primer) atau obat yang
dapat meningkatkan tekanan darah (kortikosteroid, NSAID, ACTH or adrenokortikotropik hormon,
Cox 2 inhibitor, estrogen pada pil KB, phenilpropanolamin dan analog, eritropoetin, sibutramin,
antidepresan (venlafaxine), cyclosporin, tacrolimus)
GEJALA HIPERTENSI : sakit kepala, pusing, Nyeri perut, Muntah, Anoreksia, Gelisah, BB Turun,
keringat berlebih, epistaksis, palpitasi, poliuri, proteinuri, hematuri, Retardasi/pertumbuhan.
TANDA HIPERTENSI : Kadar Gula Darah dan Hematokrit, Urinalysis, Kalium, kalsium serum, kreatinin,
elektrokardiogram, profil lemak.
TEKANAN DARAH ARTERI adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter merkuri.
Tekanan yang diukur yaitu : tekanan darah sistolik (TDS) selama kontraksi jantung dan tekanan
darah diastolik (TDD) atau setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.
FAKTOR YG MENGONTROL TEKANAN DARAH DALAM TERBENTUKNYA HIPERTENSI:
• Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), berhubungan
dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll ƒ
• Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor ƒ
• Asupan natrium (garam) berlebihan, Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium ƒ
• Meningkatnya sekresi renin mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron ƒ
• Defisiensi vasodilator (prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretic)ƒ
• Perubahan ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam
oleh ginjal ƒ
• Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pembuluh darah kecil di ginjal ƒ
• DM, Resistensi insulin, Obesitas, Meningkatnya aktivitas vascular growth factors ƒ
• Perubahan reseptor adrenergik mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan
tonus vascular, Berubahnya transpor ion dalam sel.
KLASIFIKASI TEKANAN DARAH :
a. Normal : Sistol ˂120 mmHg, Diastol ˂80 mmHg
b. Prehipertensi : Sistol 120 sampai 139 mmHg, Diastol 80 sampai 89 mmHg
c. Hipertensi stage 1 : Sistol 140 sampai 159 mmHg, Diastol 90 sampai 99 mmHg
d. Hipertensi stage 2 : Sistol ˃160 mmHg, Diastol ˃100 mmHg
KRISIS HIPERTENSI ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg disebut hipertensi emergensi
atau urgensi yang dapat menimbulkan atau kelainan organ target yg bersifat progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih
lanjut.
CONTOH GANGGUAN ORGAN TARGET AKUT: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal
ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan
eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan.
HIPERTENSI URGENSI adalah tingginya tekanan darah tanpa kerusakan organ target yang progresif.
Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d
beberap hari.
KOMPLIKASI HIPERTENSI :
a. HT dalam jangka waktu lama merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis.
b. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan
pembuluh darah besar.
c. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack),
penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi.
d. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut.
DIAGNOSIS :
Evaluasi hipertensi, Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:
1. Menilai gaya hidup dan identifikasi 2actor-faktor resiko kardiovaskular atau penyakit penyerta yang
mungkin dapat mempengaruhi prognosis sehingga dapat memberi petunjuk dalam pengobatan.
2. Mencari penyebab tekanan darah tinggi
3. Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
a. Cek laboratorium rutin sebelum mulai terapi antihipertensi adalah urinalysis, kadar gula darah dan
hematokrit; kalium, kreatinin, dan kalsium serum; profil lemak (setelah puasa 9 – 12 jam) termasuk HDL,
LDL, dan trigliserida, serta elektrokardiogram.
b. Pemeriksaan opsional termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio albumin atau kreatinin.
TERAPI :
A. Tujuan terapi
B. Jenis terapi :
a. Farmakologi : Diuretik, ACE, ARB, Beta blocker, CCB, Penghambat Reseptor α1, Agonis α2 –
pusat, Reserpin, Vasodilator arteri langsung, Inhibitor Simpatetik Postganglion. 9 kelas obat
antihipertensi :
1. Diuretik dibagi menjadi 3 yaitu :
 Diuretik Tiazid dan Sejenisnya : Hidroklorotiazid Klortalidon Bendroflumetiazid Indapamid
Xipamid.
 Diuretik Kuat : Furosemid biasa, Furosemid lepas lambat.
 Diuretik Hemat Kalium : Amilorid, Spironolakton.
2. penyekat beta atau Beta blocker dibagi menjadi 4 yaitu :
 Kardioselektif : Asebutolol, Atenolol, Bisoprolol, Metoprolol (Biasa dan Lepas Lambat).
 Non Selektif : Alprenolol, Karteolol, Nadolol, Oksprenolol (Biasa dan Lepas Lambat), Pindolol,
Propranolol, Timolol.
 Alfa-blocker : Doxazosin, Prazosin, Terazosin, Bunazosin
 Alfa, Beta Blocker : Labetalol.
3. penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) : Kaptropil, Lisinopril, Enalapril, Benazepril,
Delapril, Fosinopril, Kuinapril, Perindopril, Ramipril, Silazapril.
4. penghambat reseptor angiotensin 2 (ARB) : Losartan, Valsartan, Kandesartan, Eprosartan,
Irbesartan.
5. antagonis kalsium sebagai obat anti HT utama : Verapamil Biasa, Diltiazem (Biasa dan Lepas
Lambat), Nifedipin (Biasa, Retard, dan Oros), Amlodipin, Felodipin, Isradipin, Nikardipin (Biasa
dan Lepas Lambat)
6. Inhibitor Simpatetik Postganglion : Guanitidin, Guanaderl.
7. Adrenergik Sentral (α2 agonis) : Metildopa, Klonidin, Guanfasin, Guanabenz.
8. Penghambat Saraf Adrenergik : Reserpi, Rauwolfia (akar).
9. Vasodilator Langsung : Hidralazin, Minoksidil.
b. Non Farmakologi :
Modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah, menurunkan BB, mengadopsi pola makan
DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah
natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja.
Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat
antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.
PENATALAKSANAAN HIPERTENSI :
• Tujuan terapi.
• Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah
a. Penurunan mortalitas dan morbiditas hipertensi yang berhubungan dengan kerusakan organ target
(kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, penyakit ginjal)
b. Tujuan utama terapi hipertensi yaitu Mengurangi resiko, dan pilihan terapi obat dipengaruhi oleh
bukti pengurangan resiko.
TARGET NILAI TEKANAN DARAH :
a. Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
b. Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
c. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
TERAPI KOMBINASI
• Rasional kombinasi obat antihipertensi:
6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan: Mempunyai efek aditif,
sinergisme, cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu , sifat saling mengisi, Penurunan
efek samping masing-masing obat dan Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan
pasien (adherence).
GAGAL JANTUNG
• dalam bentuk disfungsi vetrikular sistolik atau diastolik sebagai akibat dari hipertensi sistolik dan
penyakit jantung iskemik.
• ACEI adalah pilihan obat utama berdasarkan penurunan mortalitas dan morbiditas.
• Diuretik terapi lini pertama mengurangi edema yang menyebabkan diuresis.
• ACEI dimulai dengan dosis rendah pada pasien gagal jantung, terutama dengan eksaserbasi akut.
• Gagal jantung menginduksi suatu kondisi renin tinggi, sehingga memulai ACEI menyebabkan efek
dosis pertama menonjol dan hipotensi ortostatik.
• ARB sebagai terapi alternatif untuk pasien yang tidak menoleransi ACEI. Untuk pasien disfungsi
ventrikular simptomatik atau dengan penyakit jantung tahap akhir, ACEI, penyekat beta, ARB,
antagonis aldosteron direkomendasikan dengan diuretik loop (furosemid).
PASCA INFARK MIOKARD
• Guideline untuk pasca infark miokard oleh American College of Cardiology/American Heart Association
merekomendasikan terapi dengan penyekat beta (agen tanpa aktifitas intrinsik simpatomimetik [ISA])
dan ACEI.
• Penyekat beta menurunkan stimulasi adrenergik jantung (cardiac adrenergic stimulation) dan pada trial
klinis penyekat beta menurunkan resiko infark miokard berikutnya atau kematian jantung tiba-tiba
(sudden cardiac death).
• ACE inhibitor memperbaiki cardiac remodeling, fungsi jantung dan menurunkan kejadian
kardiovaskular setelah infark miokard.
PENYAKIT JANTUNG ISKEMI
• bentuk kerusakan organ target paling umum dan paling sering akibat hipertensi. Terapi dengan penyekat
beta menguntungkan pada pasien dengan penyakit jantung iskemi.
• Penyekat beta adalah terapi lini pertama pada angina stabil dan mampu menurunkan tekanan darah,
memperbaiki konsumsi dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard.
• Antagonis kalsium (golongan non dihidropiridin diltiazem dan verapamil) dan penyekat beta
menurunkan tekanan darah dan mengurangi kebutuhan oksigen jantung pada pasien hipertensi dengan
resiko tinggi penyakit koroner.
• Terapi dengan CCB dihidropiridin dan atau penyekat beta dengan aktifitas simpatomimetik intrinsik
menyebabkan stimulasi jantung, karena itu obat ini sebaiknya dihindari.
PENYAKIT GINJAL KRONIS
• Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan (parenkim) atau arteri renal.
• Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, yang didefinisikan sebagai:
1. fungsi ekskresi berkurang dengan perkiraan GFR 1.5 mg/dl)atau
2. adanya albuminuria (>300mg/hari) tujuan terapeutiknya adalah untuk memperlambat deteriorasi
fungsi ginjal dan mencegah penyakit kardiovaskular. Hipertensi terdeteksi pada pasien ginjal kronis
dan pengontrolan tekanan darahnya harus agresif, sering dengan dua atau lebih obat untuk mencapai
target tekanan darah <130/80mmHg.
• ACEI dan ARB punyai efek melindungi ginjal (renoprotektif) dalam progres penyakit ginjal diabetes dan
non-diabetes.
• Salah satu dari kedua obat ini harus digunakan sebagai terapi lini pertama untuk mengontrol tekanan
darah dan memelihara fungsi ginjal pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis.
PENYAKIT SEREBROVASKULAR
• Resiko dan keuntungan menurunkan tekanan darah semasa stroke akut masih belum jelas pengontrolan
tekanan darah sampai kira-kira 160/100mmHg memadai sampai kondisi pasien stabil atau membaik.
• Kambuhnya stroke berkurang dengan penggunaan kombinasi ACEI dan diuretik tipe thiazide.
HIPERTENSI PADA POPULASI /SITUASI KHUSUS
• Left Ventricular Hypertrophy (LVH) LVH adalah faktor resiko independen yang meningkatkan resiko
untuk penyakit kardiovaskular berikutnya.
• Regresi LVH terjadi dengan pengontrolan tekanan darah yang agresif, termasuk mengurangi berat
badan, membatasi garam, dan pengobatan dengan semua kelas obat antihipertensi kecuali dengan
vasodilator langsung seperti minoxidil dan hidralazin.
PENYAKIT ARTERI PERIFER
• Penyakit Arteri Perifer mempunyai resiko yang sama untuk penyakit jantung iskemi.
• Obat antihipertensi kelas yang manapun dapat digunakan pada kebanyakan pasien dengan penyakit arteri
perifer kecuali penyekat beta.
• Faktor resiko yang lain harus ditangani secara agresif dan aspirin dianjurkan sudah harus digunakan.
HIPERTENSI PADA LANSIA
• Hipertensi terjadi pada lebih dari 2/3 individu >65 tahun.
• Populasi ini juga sering menunjukkan pengontrolan tekanan darahnya kurang.
• Terapi hipertensi pada lansia, termasuk pada lansia dengan isolated systolic hypertension sama dengan
terapi hipertensi secara umum.
• Pada kebanyakan individu, dosis awal yang lebih rendah disarankan untuk menghindari simptom;
bagaimanapun, dosis standar dan beberapa obat diperlukan pada kebanyakan individu untuk mencapai
target tekanan darah
HIPERTENSI PADA PEREMPUAN
• Obat kontraseptif oral dapat meningkatkan tekanan darah dan resiko hipertensi meningkat dengan
lamanya penggunaan.
• Perempuan yang menggunakan obat oral kontraseptif harus memeriksa tekanan darah secara teratur.
• Timbulnya hipertensi adalah suatu alasan untuk mempertimbangkan penggunaan kontrasepsi lainnya.
• Sebaliknya, terapi pengganti hormon tidak menaikkan tekanan darah.
• Wanita hamil dengan hipertensi harus dimonitor dengan hati-hati karena resiko ke ibu dan fetus akan
meningkat.
• Metildopa, penyekat beta, dan vasodilator adalah obat-obat yang disukai demi keamanan fetus.
ANAK-ANAK DAN REMAJA
• ACEI dan ARB tidak boleh digunakan.
• Untuk anak-anak dengan hipertensi tanpa komplikasi, tidak ada hambatan untuk melakukan aktifitas
fisik, terutama karena olahraga jangka panjang dapat menurunkan tekanan darah.
HIPERTENSI URGENSI DAN EMERGENSI
• Kaptopril, klonidin, atau labetalol dapat diberikan, diikuti dengan pengamatan untuk beberapa jam untuk
meyakinkan penurunan tekanan darah yang perlahan.
• Kaptopril 25 – 50 mg dengan interval 1 – 2 jam yang diberikan secara oral adalah obat pilihan.
• Onset kerjanya 15 – 30 menit, menurunnya tekanan darah yang drastis tidak mungkin terjadi bila respons
hipotensi tidak terlihat dalam 30-60 menit.
• Untuk pasien yang mengalamai rebound dengan penarikan klonidin, dosis 0.2 mg awal dapat diberikan,
diikuti dengan 0.2 mg setiap jam sampai tekanan darah diastolic < 110 mmHg atau total 0.7 mg klonidin
sudah diberikan.
• Nifedipin oral atau sublingual yang dilepas cepat (short acting) telah digunakan tetapi berpotensi bahaya
karena penurunan tekanan darah terlalu cepat. Telah dilaporkan kejadian infark miokard dan stroke.
DIARE : tinja /feses berubah menjadi lembek atau cair paling sedikit tiga kali dalam 24 jam. keadaan
normal volume air feses 60- 80%, pada orang diare lebih dari 90%.Menurut WHO
 Defekasi encer > 3 x sehari dengan/ tanpa darah dan/ atau lendir dalam tinja
 Diare akut diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung < 7 hari pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat.
PENYEBAB
 Pertumbuhan bakteri berlebih, dalam usus bakteri memegang peranan penting dalam proses pencernaan,
apabila jumlah bakteri diatas normal akan terjadi gangguan dan bisa terjadi diare.
 Perubahan pasase usus, bisa menyebabkan diare untuk mendapatkan konsistensi normal feses harus
berada pada usus besar selama waktu tertentu dan apabila terjadi perubahan/ feses terlalu cepat
meninggalkan usus, maka bentuk feses akan cenderung cair.
 Jenis makanan tertentu bisa menyebabkan diare akut.
GEJALA : dehidrasi, tekanan darah turun dan bisa terjadi pingsan pada penderita, kehilangan cairan tubuh
mengakibatkan asidosis (ganguan asam basa pada darah)
1. INFEKSI
A. Infeksi Enteral (diare pada anak) :
a. Infeksi Bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Bacillus cereus,Clostridium perfringens.
b. Infeksi Virus : Enterovirus (virus Echo,Coxsackie), Adenovirus, Rotavirus
c. Investasi Parasit : cacing (Ascaris,Trichiuris,Oxyuris), Protozoa Oxyuris), Protozoa (Entamoeba
histolytica, jamur (candida albicans)
B. Infeksi Parenteral : di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan (OMA, tonsilofaringitis,
bronchopneumonia, enchepalitis) terutama terdapat pada bayi dan anak< 2 tahun.
2. Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat Pada bayi dan anak ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak dan Malabsorbsi Protein.
3. Makanan (basi, beracun, alergi terhadap makanan).
4. Immunodefisiensi
5. Psikologis : Rasa takut dan cemas
MEKANISME PENYEBAB DIARE:
A. Gangguan Osmotik : Makanan/zat tidak dapat diserap à tekanan osmotikdalam rongga usus meningkat
à pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, Isi rongga usus yang berlebihan à merangsang usus
untuk mengeluarkannya à diare osmotik
B. Gangguan Sekresi : Rangsangan tertentu ( toksin ) pada dinding usus à peningkatan sekresi air dan
elektrolit ke dalam rongga usus à diare sekretorik timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus
C. Gangguan Motilitas Usus : Hiperperistaltik à berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
à diare.
Bila peristaltik usus menurun à bakteri tumbuh berlebihan diare
PATOGENESIS DIARE :
Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung,
berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus, dikeluarkan toksin (toksin diaregenik) oleh jasad renik.
Diare akut : Bila diare berlanjut sampai 2 minggu/ lebih, kehilangan BB atau tidak bertambah selama
masa tersebut.
Diare Kronik : Bila diarenya menetap dalam 2 minggu/ lebih dan disertai gangguan pertumbuhan.
Diare Persisten : menyebabkan Kerusakan mukosa dan Perbaikan mukosa yang terlambat.
PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya diare adalah gangguan transport air & elektrolit di saluran pencernaan, mekanisme gangguan
ini terbagi sebagai berikut:
DIARE OSMOTIK
Diare ini terjadi bila bahan-bahan tertentu teringgal dalam usus tidak dapat tercerna sempurna, bahan
tersebut menyebabkan volume air pada feses meningkat sehingga timbul diare
DIARE SEKRETORIK.
Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit.
Ada 2 kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif. Diare sekretorik aktif
terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen usus ke dalam plasma atau percepatan cairan air
dari plasma ke lumen.
Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi air
dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem
limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.
DIARE EKSUDATIF.
Terjadi pada lapisan usus besar mengalami peradangan atau tukak pada lambung sehingga melepaskan
protein, darah, serta cairan-cairan lainnya yang menyebabkan kandungan serat dan air meningkat pada
feses,jika mengenai lapisan rektum penderita akan mengalami desakan buang air besar yang tinggi.
EPIDEMIOLOGI adalah studi tentang seberapa sering suatu penyakit terjadi pada kelompok orang yang
berbeda dan mengapa. Epidemiologi menggunakan beragam alat-alat ilmiah, dari kedokteran dan statistik
sampai sosiologi dan antropologi.
EPIDEMIOLOGI DIARE.
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang, terutama di Indonesia baik
di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian
Luar Biasa (KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat
baik tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai. Akan tetapi permasalahan
tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif besar.
Klasifikasi Dehidrasi
A. Derajat Dehidrasi Menurut Jumlah Cairan yang Hilang
1. Dehidrasi Ringan : Kehilangan cairan 5 % Berat Badan
2. Dehidrasi Sedang : Kehilangan cairan 5- 10 % Berat Badan
3. Dehidrasi Berat : Kehilangan cairan >10 % Berat Badan
B. Derajat Dehidrasi menurut Tonisitas Cairan
1. Dehidrasi isotonik : Kadar Na dalam plasma 130 – 150 mEq/L
2. Dehidrasi hipotonik : Kadar Na dalam plasma <130 mEq/L
3. Dehidrasi hipertonik : Kadar Na dalam plasma 130 – 150 mEq/L
TANDA DEHIDRASI :
1. Dehidrasi ringan/ sedang : Gelisah,rewel/mudah marah, Mata cekung, Haus, minum banyak, Cubitan
kulit perut kembalinya lambat.
2. Dehidrasi berat : Letargi atau tidak sadar, Mata cekung, Tidak bisa minum/ malas minum, Cubitan kulit
perut kembalinya sangat lembat. Asidosis metabolik pada pasien Dehidrasi berat terjadi karena :
a. Kehilangan bikarbonat >> melalui tinja.
b. Ketosis kelaparan, Oliguria atau anuria (Produk-produk metabolik asam tidak dapat dikeluarkan).
c. Pindahnya ion natrium cairan ekstrasel ke cairan intrasel dan Penimbunan asam laktat.
Gambaran Klinik Asidosis Metabolik :
a. Hiperventilasi (pernafasan cepat dan dalam/ Kussmaul) terkadang diikuti syok, mual, muntah, anoreksia.
b. Bila asidosis hanya sedikit dan cukup cairan elektrolit ( CO2 combining power tidak kurang dari 40 vol
% atau 18 mEq/liter) dikoreksi oleh homeostasis tubuh sendiri
c. Bila dibawah nilai diatas dikoreksi dengan natrium laktat atau natrium bikarbonat.
DERAJAT DEHIDRASI MENURUT TONISITAS CAIRAN :
a. Dehidrasi Isotonik : Kadar Na dalam plasma 130 – 150 mEq/L
b. Dehidrasi Hipotonik : Kadar Na dalam plasma ˂130 mEq/L
c. Dehidrasi Hipertonik : Kadar Na dalam plasma ˃ 130 – 150 mEq/L
TUJUAN TERAPI
a. TERAPI NON FARMAKOLOGI : Pemberian larutan oralit atau rehidrasi oral (komposisi campuran
Natrium Klorida,kalium klorida, glukosa anhidrat dan Natrium bikarbonat). Tujuan pemberian oralit
untuk mencegah dehidrasi karena oralit dapat mengganti cairan tubuh yang hilang. Terdapat dua jenis
oralit, yaitu : oralit dengan basa sitrat (LGOS) dan oralit basa bikarbonat (LGOB). Larutan oralit
dapat dibuat sendiri yaitu dengan dua sendok teh gula dan setengah sendok teh garam dapur dilarutkan ke
dalam satu gelas air matang.
b. TERAPI FARMAKOLOGI :
Untuk mengeraskan feses diberi kaolin, pektin.
Pemberian antibiotika bila disebabkan bakteri. antibiotik yang dapat diberikan antara lain :
1. Golongan Sefalosporin : cefixime,ceftriaxone,cefotaxime
2. Golongan Kuinolon : ciprofloxacine
3. Golongan Lain : erythomycin,metrodinazole,paromomycin
Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat menghentikan diare yaitu :
 Zat penekan peristaltik : memberi waktu untuk resorpsi air dan elektrolit mukosa usus seperti derivat
petidin (difenoksilat dan loperamida), antokolinergik (atropine, ekstrak belladonna)
 Adstringensia : menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tannin) dan tannalbumin,
garam-garam bismuth dan alumunium.
 Adsorbensia : karbo adsorben yang pada permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun
(toksin) dihasilkan oleh bakteri atau dari makanan (udang, ikan). Mucilago : zat-zat lendir yang
menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung seperti kaolin, pektin
(suatu karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel) dan garam-garam bismuth serta
alumunium.
 Spasmolitik : melepaskan kejang-kejang otot penyebab nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan
oksifenonium.
HEPATITIS
Hepatitis berasal dari kata “Hepa” berarti hati, sementara “itis” berarti radang (seperti atritis, dermatitis,
dan pankreatitis).
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab.
Hepatitis akut : ˂ 6 bulan
Hepatitis kronis : ˃ 6 bulan
Proses inflamasi pada hati dengan gambaran klinis dan histologis spesifik yaitu terdapatnya suatu keadaan
nekrosis difus atau sebagian pada lobus hepatikus.
KASUS HEPATITIS :
ACUTE : Viral hepatitis, Non-viral infection, Alcohol, Toxins, Drugs, Ischemic hepatits, Autoimmune,
Metabolic diseases
CHRONIC : Viral hepatitis, Alcohol, Drugs, Non-alcoholic steatohepatitis, Autoimmune, Heredity.
GAMBARAN EPIDEMIOLOGI DAN KLINIK HEPATITIS VIRUS TIPE A, B DAN C
TIPE A TIPE B TIPE C
Periode inkubasi 10-50 hari (rata-rata 50-180 hari (rata-rata 15-160 hari (rata-rata
25-30) 60-90) 50)
Distribusi usia utama Anak, dewasa muda 15-29 tahun, bayi Dewasa
Jalur infeksi Terutama fekal-oral Terutama parenteral Terutama parenteral
Gambaran klinis dan laboratorium
Awitan Mendadak Perlahan Perlahan
Demam >38°C Sering Kurang sering Kurang sering
Durasi kenaikan 1-3 minggu 1-6 + bulan 1-6+ bulan
aminotransferase
Imunoglobulin (kadar Meningkat Normal sampai sedikit Normal sampai sedikit
IgM) meningkat meningkat
Komplikasi Jarang, tidak ada Kronisitas 5-10% Kronisitas 70-90%
kronisitas (95% neonatus)
Angka mortalitas (kasus <0,5% <1-2 % 0,5-1%
ikterik)
HBsAg Tidak ada Ada Tida ada

ETIOLOGI
• Tiga penyebab utama hepatitis adalah virus hepatitis tipe A, tipe B, alkohol dan obat2an, juga virus C,D
dan E
• Infeksi yang jarang terjadi oleh karena mononukleosis, yellow fever, cytomegalovirus, coxsachievirus,
leptospirosis
• Infeksi parasit, schistosomiasis, amoebiasis, malaria, sasarannya adalah liver tetapi tidak menyebabkan
hepatitis
• infeksi piogenic dan abses merupakan masalah juga
• tuberkulosis pada liver dan infiltrasi granulomatous lain disebut „ granulomatous hepatitis” , akan tetapi
mempunyai gejala klinis, biokemis dan histologis yang berbeda
• Systemic infection dan penyakit lain dapat menghasilkan nekrosis pada sebagian lobus liver dan proses
peradangan, keadaan ini sifatnya non spesifik disebut “reactive hepatitis”, menyebabkan abnormalitas
fungsi liver, biasanya asymptomatik.
ACUTE VIRAL HEPATITIS
• Inflamasi difuus hepatoseluler, disebabkan oleh 2 macam agent virus
• Terdapat tipe A : serum hepatitis (SH), post transfusion hepatitis
• Tipe B : infeksi virus B (long incubation hepatitis)
Epidemiologi
• Virus A : karena kontak fekal-oral , darah dan sekret lain yang infeksius. Merupakan “food- borne”
epidemics, terutama di negara berkembang Secara sporadis terjadi oleh karena kontak “ person-to-
person”
• Virus B : transmitted melalui parenteral, Akibat transfusi darah, Pemakaian jarum suntik secara
bergantian pada pengguna narkoba, Cuci darah (renal dialisis) dan Non parenteral juga dapat terjadi
misalnya ok sex intercourse
• Inkubasi virus A : 2-6 minggu
• Inkubasi virus b : 6-25 minggu
• Dapat mengenai semua umur, Hepatitis A sering terjadi pada anak2 dan orang muda
HEPATITIS A
• disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV menular melalui makanan/minuman yang tercemar
kotoran (tinja) dari seseorang yanG terinfeksi masuk ke mulut orang lain.
• HAV terutama menular melalui makanan mentah atau tidak cukup dimasak, yang ditangani atau
disiapkan oleh seseorang dengan hepatitis A walaupun mungkin dia tidak mengetahui dirinya
terinfeksi).
• Hepatitis A adalah bentuk hepatitis yang akut, berarti tidak menyebabkan infeksi kronis.
• Pengobatan umum hepatitis A : istirahat cukup, minum banyak cairan bila diare atau muntah
Patologi
• Semua lobus pada liver dpt mengalami patchy nekrosis dan infiltrat mononuklear inflamasi
• Gambaran regresi histologik sering dijumpai, meskipun pada awal penyakit
Symptom dan sign
A. Bervariasi dari yang ringan seperti gejala flu s/d gejala fulminant yang sangat berat, sampai fatal
B. Phase prodromal :
a. dimulai awal dengan gejala nausea, anorexia, malaise, panas.
b. dapat terjadi urticaria (gatal), arthralgia (nyeri sendi), khususnya pada hepatitis B
c. setelah 3-10 hari terjadi fase ikterik, sampai terdapat warna lebih gelap pada urin
d. diikuti dengan jaundice
TUJUAN PENGOBATAN HEPATITIS B KRONIK untuk mencegah atau menghentikan progresi jejas
hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus.
A. Imonomudulasi : interferon, Timosin alfa 1, vaksinasi
B. Antivirus : Lamivudin, Adenofir dipivoksil
VAKSINASI TERAPI
• Prinsip dasar vaksinasi : jika pengidap VHB tidak memberikan respon terhadap vaksin hepatitis B
konvensional yang mengandung HBsAg karena mengalami imunotoleransi
• Dasar vaksinasi terapi : penggunaan vaksin yang menyertakan epitop yang mampu merangsang sel T
sitotoksik yang bersifat Human Leucovyte Antigen (HLA)-restriced, diharapkan sel T sitotoksik
tersebut mampu menghancurkan sel-sel hati yang terinfeksi VHB
Hepatitis C
Infeksi VHC merupakan masalah yang besar karena pada sebagain besar kasus menjadi hepatitis kronik
yang dapat membawa pasien pada sirosis hati dan kanker hati. Di negara maju, infeksi VHC metuakan salah
satu indikasi utama transplantasi hati.
PENATALAKSANAAN
A. Indikasi terapi pada hepatitis C apabila nilai ALT lebid dari 2 kali batas atas nilai normal.
B. Bila ALT normal harus diketahui terlebih dahulu apakah nilai normal ini menetap (persiten) atau
berfluktuasi dengan memonitor nilai ALT setiap bulan untuk 4-5 kali pemerikasaan.
C. Nilai ALT yang berfluktuasi merupakan indikasi untuk melakukan terapi namun bila nilai ALT tetap
normal, biopsi hati perlu dilakukan agar dapat lebih jelas diketahui fibrosis yang sudah terjadi.
Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan menggunakan interferon dan ribavirin. Pasien yang tidak
diindikasikan untuk pemberian obat tersebut :
1. lebih dari 60 tahun, gangguan jiwa berat, hipertiroid, pasien gangguan ginjal (penggunaan ribavirin).
2. Hb < 10 g/dl
3. leukosit darah <2500/ul dan trombosit <100.000/uL
VIRUS HEPATITIS D
menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Pecandu obat memiliki resiko tinggi terhadap virus
ini.
VIRUS HEPATITIS E
menyerupai hepatitis A, yang hanya terjadi di negara-negara terbelakang.
VIRUS HEPATITIS G
VIRUS-VIRUS LAIN YANG DAPAT MENYEBABKAN HEPATITIS
Virus Mumps
Virus Rubella
Virus Cytomegalovirus
Virus Epstein-Barr
Virus Herpes
Chronic viral hepatitis (cirrhosis hepatis)
• Jaundice mencapai puncak/peak dalam 1-2 minggu, kemudian terjadi fase recovery dalam 2-4 minggu
• Terdapat pembesaran hati, kadang2 keras, biasanya teraba lunak dan halus.
• Pembesaran limpa (splenomegali) terjadi pada 15-20% pasien
LABORATORIUM
• Peningkatan transaminase, terjadi pada awal masa prodromal, puncaknya sebelum masa peak jaundice
lalu pelan2 turun pada fase recovery
• SGOT dan SGPT 1000-3000 u. Tidak terdapat hubungan dengan gejala klinis
• SGPT biasanya lebih meningkat dibanding SGOT
• Bilirubin pada urine terjadi sebelum jaundice
• Kenaikan alkali fosfatase terjadi apabila terdapat cholelithiasis berat
• Tidak terdapat kenaikan protrombine time
DIAGNOSIS
• Pada fase prodromal didapatkan gejala seperti influenza dan susah didiagnose
• Apabila jaundice sudah tampak, dapat didiagnosa
• Hepatitis ok obat atau toxic dapat diperoleh ketr mell riwayat penyakit
• Gejala prodromal sakit tenggorokan, adenopati diffus
• Atipical limfositosis, Alkoholik hepatitis ditanyakan melalui riwayat, terdapat spider nevi
• Keadaan ekstra hepatik obstruksi dan neoplasma kadang sulit dibedakan
PROGNOSIS
• Hepatitis sembuh spontan pada sebagian besar kasus, selama 6-12 mg
• Hepatitis B lebih jelek dibanding hepatitis A, khususnya pada orang2 tua, mortalitas sebesar 10-15%
Prophilactie
• Personal hygiene, Transfusi darah -à hati2 terhadap kontaminasi hepatitis B, vaksinasi
• Isolasi faeces, urine dan darah dari penderita hepatitis A, diperlakukan sbg bahan infeksius
• Isolasi dari penderita hanya dapat menghindari pyebaran hepatitis B
• Mma 0globulin 0,02 ml/kg BB, Transfusi darah -à hati2 terhadap kontaminasi hepatitis B, vaksinasi
Terapi dengan obat Aminoglicosida Antiamuba Antivirus Deuretik
• Kolagogum, Kolelitolitik, Hepatoprotector, Multyvitamin & mineral
OBAT HEPATOPROTECTOR : HP-PRO, HEPAMAX, LICURMAX
Penyakit Parkinson
Penyakit gangguan syaraf kronis dan progreresif yang ditandai dengan:
• T : Tremor (gemetar)
• R : Rigiditas (ekakuan otot)
• A : Akinesia/ Bradikenisia (berkurangnya kecepatan gerakan)
• P : Postural Disability (misalnya: postur tubuh membungkuk, gaya berjalan yang kecil-kecil, kepala
sedikit menunduk)
ASMA merupakan gangguan peradangan kronis pada saluran udara yang menyebabkan sumbatan aliran
udara dan episode berulang berupa mengi, sesak nafas, sesak dada, dan batuk.

EPIDEMIOLOGI
 Di amerika, 14 sampai 15 juta orang mengidap asma, dan kurang lebih 4,5 juta di antaranya adalah anak-
anak.
 Di Indonesia asma salah satu penyakit utama pasien memerlukan perawatan. Baik dirumah sakit maupun
di rumah.
 Setengah dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanak-kanak, sedangkan sepertiganya pada
masa dewasa sebelum umur 40 tahun.
 Dapat dimulai pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita tanpa kecuali, dan bisa terjadi pada
setiap orang pada segala etnis.
FAKTOR RESIKO ASMA : Stress, Alergen, Makanan , Virus , Umur, Genetik, Jenis Kelamin.
• Penyebab Gejala Asma : Bronkokontriksi Diameter Bronkiolus ↓, Kecepatan Aliran Udara ↓, Mudah
kolaps saat ekspirasi, Sesak lebih parah saat Ekspirasi (Inspirasi → aktif dan Ekspirasi →pasif).

Anda mungkin juga menyukai