Anda di halaman 1dari 135

PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN TINGGI

Pendahuluan
Pembangunan gedung bertingkat sudah dilaksanakan sejak
zaman dahulu kala, tetapi yang dikategorikan sebagai
“moderen tall building” dimulai sejak 1880s. The “first
modern tall building” mungkin adalah gedung Home
Insurance Building yang berupa konstruksi baja di Chicago
pada tahu 1883 yang kemudian diikuti oleh gedung-gedung
pencakar langit lainnya. Gedung-gedung tinggi pada
awalnya didominasi oleh struktur baja karena
perkembangan industri baja yang cukup pesat, sedangkan
perkembangan struktur beton relatif lambat dan baru
berkembang pesat pada 1950s. Evolusi dari gedung-
gedung pencakar langit secara umum dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar Evolusi dari gedung-gedung pencakar langit pada periode sebelum 1950.
Perencanaan struktur suatu gedung bertingkat secara rinci
membutuhkan suatu rangkaian proses analisis dan perhitungan
yang panjang serta rumit, yang didasarkan pada asumsi dan
pertimbangan teknis tertentu.
Dengan kecanggihan perangkat lunak yang ada pada saat ini
memungkinkan para teknisi untuk merencanakan segala
sesuatunya dari berbagai sudut pandang dengan sangat rinci
dengan tingkat ketelitian yang tinggi.

Perlu disadari bahwa reliabilitas hasil suatu perhitungan sangat


tergantung pada mutu masukannya (“Garbage In, Garbage Out”).
Seringkali para perencana mengikuti secara penuh seluruh hasil
keluaran suatu komputer tanpa mengkaji ulang apakah hasil
keluaran tersebut mengandung berbagai kejanggalan.
Kadangkala kejanggalan tersebut tidak mudah ditemukan karena
para perencana belum atau kurang memiliki kepekaan terhadap
perilaku struktur yang direncanakan.
Proses perencanaan diawali dengan diskusi dan kolaborasi antar
disiplin, kemudian perencana struktur akan membuat kriteria
perencanaan (design criteria) struktur yang dianggap paling ekonomis
serta dapat memenuhi semua persyaratan disiplin lain. Kriteria
perencanaan tersebut antara lain meliputi design philosophy, jenis dan
besaran pembebanan, kekuatan dan stabilitas, kekakuan dan
pembatasan deformasi, layak pakai, rangkak, susut, pengaruh
temperatur dan ketahanan terhadap api serta pembatasan penurunan
dan perbedaan penurunan termasuk soil-structure interaction.
Syarat – syarat Umum Perancangan Struktur
Gedung meliputi:

1. Syarat Stabilitas
a.Statik
b.Dinamik
2. Syarat Kekuatan
a.Statik
b.Dinamik
3. Syarat Daktilitas
a.Elastik (Fully Elastic)
b.Daktilitas terbatas (limited ductility)
c.Daktilitas penuh (full ductility)
4. Syarat layak pakai dalam keadaan layan (serviceability)
a.Lendutan pelat dan balok
b.Simpangan bangunan (lateral drift)
c.Simpangan antar tingkat (Interstory drift)
d.Percepatan (acceleration), khususnya perencangan struktur
terhadap pengaruh angin.
e.Retakan (cracking)
f.Vibrasi/getaran (vibration)
5. Syarat Durabilitas (durability)
a.Kuat tekan minimum beton
b.Tebal selimut beton
c.Jenis dan kandungan semen
d.Tinjauan korosi
e.Mutu baja
6. Syarat ketahanan terhadap kebakaran
a.Dimensi minimum dari elemen/komponen strukur
b.Tebal selimut beton
c.Tebal lapisan pelindung terhadap ketahanan kebakaran
d.Jangka waktu ketahanan terhadap api/kebakaran (struktur atas dan
basemen)
7. Syarat intergritas
a.Pencegahan terhadap keruntuhan progresif (biasanya diberi
penambahan tulangan pemegang antar komponen beton precast).
8. Syarat yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi
a.Penyesuaian dengan metoda konstruksi yang umum dilakukan pada
daerah setempat.
b.Bahan bangunan serta mutu bahan yang tersedia
c.Kondisi cuaca selama pelaksanaan
d.Kesediaan berbagai sumber daya setempat.
9. Peraturan dan standar yang berlaku.
2. STANDAR PERENCANAAN
Secara umum, standar yang dipakai adalah konsep LRFD
(Load Resistance Factor Design) , yaitu konsep ketahanan
struktur terhadap beban terfaktor dengan tinjauan adanya
faktor reduksi kekuatan masing-masing komponen struktur
yang diproposikan.
Pengertian umumnya adalah, suatu struktur dinyatakan kuat
bila dalam setiap perencanaan kekuatan dipenuhi :

Rn U
Dimana : = faktor reduksi kekuatan
Rn = kuat nominal
U = kuat perlu
Rn = kuat rancang yang tersedia
Beban Pada Struktur
1. Beban Grafitasi
a. Beban mati, semua bagian dari struktur yang bersifat
tetap.
b. Beban hidup, semua beban yang terjadi akibat
penghunian atau pengguna suatu gedung.

2. Beban Lateral

a. Beban angin, semua beban pada struktur yang

disebabkan oleh selisih tekanan udara.

b. Beban gempa , semua beban yang terjadi akibat

pergerakan tanah akibat adanya gempa.


3. Beban khusus
Beban khusus ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang terjadi akibat tekanan air, selisih suhu, pengangkatan dan
pemasangan, penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal
dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari keran, gaya
sentrifugaldan gaya dinamik yang berasal dari mesin-mesin, serta pengaruh-
pengaruh khusus lainnya. Aksi akibat beban khusus harus diperhitungkan
dan ditambahkan pada perhitungan perencanaan sebelumnya yang
merupakan suatu rangkaian kombinasi pembebanan
Perencanaan Struktur-Umum
Sistem Struktur.
Sistem struktur dari suatu bangunan, merupakan kumpulan dan kombinasi
berbagai elemen struktur yang dihubungkan dan disusun secara teratur, baik
secara discrete maupun menerus yang membentuk suatu totalitas kesatuan
struktur.

Tujuan Perncanaan Struktur


Sistem struktur pada bangunan tinggi dirancang dan dipersiapkan agar mampu:
1. Memikul beban vertical baik statik maupun dinamik
2. Memikul beban horizontal, baik akibat angin maupun gempa
3. Menahan berbagai tegangan yang diakibatkan oleh pengaruh temperature
dan shinkage.
4. Menahan external dan internal blast dan beban kejut (impact loads).
5. Mengantisipasi pengaruh vibrations dan fatigue
Pemilihan Sistem Struktur
Pemilihan sistem struktur bergantung pada beberapa parameter berikut:
1. Economical consideration, yang meliputi construction cost, nilai kapitalisasi,
rentable space variation dan cost of time variation.
2. Construction speed yang dipengaruhi oleh profil bangunan, experience,
methods dan expertise, material struktur, tpi konstruksi (cast-in-situ, precast
atau kombinasi) serta local contruction industry.
3. Overall geometry, meliputi panjang, lebar dan tinggi bangunan.
4. Vertical profile-building shape.
5. Pembatasan ketinggian (height restriction)
6. Kelangsingan (slenderness), yaitu ratio antara tinggi terhadap lebar
bangunan.
7. Plan configuration, yaitu depth-widht ratio dan degree of regularity(dapat
dilihat pada peraturan seperti UBC atau NEHRP).
8. Kekuatan, kekakuan dan daktilitas.
Kekuatan berhubungan erat dengan material properties, kekaakuan
meliputi kekakuan lentur, kekakuan geser, kekakuan torsi dan daltilitas
meliputi strain ductility, curvature ductility dan displacement ductility.
10 Jenis/tipe pembebanan, yang ,eliputi beban gravitasi, beban lateral berupa
beban angin dan seismic serta beban-beban khusus lainnya.
11. Kondisi tanah pendukung bangunan
Sistem Struktur Atas
Bentuk Bangunan dan sistem struktur rangka bangunan sangat berkaitan erat
satu sama lainnya baik dalm arah horizontal maupun vertical.

Suatu sisem struktur disebut baik bila dicapai hal-hal berikut:


a.Bentuk dan denah struktur yang simetris
b.Skala struktur yang proporsional
c.Tidak adanya perubahan mendadak dari tahanan lateral
d.Tidak adanya perubahan mendadak dari kekakuan lateral
e.Pembagian struktur yang seragam dan teratur
f.Titik berat massa hampir sama dengan titik berat kekakuan
g.Tidak sulit dibangun, dan dalam batasan biaya yang memadai
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan sistem strktur
terhadap beban lateral antara lain adalah :
1. Kekakuan diaphragma dan kekakuan struktur
2. Distribusi gaya dan konsentrasi tahanan
3. Tahanan pada keliling luar (perimeter) struktur bangunan
4. Loncatan bidang vertikal (vertikal set back)
5. Diskontinuitas kekuatan dan kekakuan struktur karena adanya balok
transfer (transfer girder), lantai transfer (transfer floor) atau dinding
struktur yang tidak menerus ke bawah, dan dinding struktur yang
letaknya berselang-seling baik dalam arah vertikal maupun horizontal.
6. ”Soft story effect”
7. Ketidakteraturan struktur
8. Adanya torsi yang besar tanpa adanya tahanan yang cukup untuk
menampung torsi
9. Benturan antar bangunan
10. Pemisahan bangunan
11. Efek kolom pendek (Short column effect)
12. Kemudahan pelaksanaan, terutama pada detail sambungan dan
kerapatan tulangan.
Sistem rangka struktur
Berbagai sistem rangka dapat berupa :
1. Rigid-Frame
2. Truss/Braced-Frame
3. Infilled-Frame
4. Shear Wall Structures
5. Coupled Shear Wall Structures
6. Wall-Frame
7. Core Structures
8. Outrigger + Shear Wall + Braced Structures
9. Tubular Structures
Sistem struktur yang sederhana, beraturan dan tidak terlalu tinggi,
analisis beban lateralnya masih dapat dilakukan dengan cara ”quasi
statik” tetapi untuk bentuk yang tidak beraturan sudah harus dilakukan
dengan 3 dimensi yang disertai dengan analisis dinamik, baik linear
maupun nonlinear

Berikut ini diberikan gambaran umum sebagai ”rough rule of thumb”


yang menggambarkan secara global hubungan antara sistem rangka
struktur dan jumlah tingkat bangunan dan gambar berikutnya khusus
untuk struktur beton bertulang pada gedung kantor (office building).
Sistem Struktur Atas
a. Sistem struktur disebut baik bila dicapai :
1. Bentuk dan deh struktur yang simetris.
2. Skala struktur yang proporsional.
3. Tidak ada perubahan mendadak dari tahana lateral.
4. Tidak adanya perubahan mendadak dari kekakuan lateral.
5. Pembagian struktur yang seragam dan teratur.
6. Titik berat masa hampir sama dengan titik berat kekakuan.
7. Tidak sulit dibangun dan dalam batasan biaya yang
memadahi.
b. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
menentukan sistem struktur terhadap beban lateral,
antara lain :

1. Kekakuan diagfragma dan kekuan struktur.


2. Distribusi gaya dan konsentrasi tahanan.
3. Tahanan pada keliling luar (perimeter) struktur
bangunan.
4. Loncatan bidang vertikal.
5. Diskontinuitas kekuatan dan kekakuan struktur, akibat
adanya balok transfer, lantai trasfer, dinding struktur
yang tidak menerus, dinding struktur yang letaknya
berselang seling.
6. Soft story effect
7. Ketidak teraturan struktur.
8. Adanya torsi yang besar tanpa adanya tahan torsi.
9. Benturan antar bangunan.
10. Pemisahan bangunan.
11. Effek kolom pendek.
12. Kemudahan pelaksanaan, terutama pada detail bangunan
dan kerapatan tulangan.
Sistem rangka struktur, dapat berupa :

1. Rigid-frame
2. Truss/braced-frame
3. Shear wall struktur
4. Cauple shear wall struktur
5. Wall-frame
6. Core struktur
7. Outrigger +shear wall+ Braced structure
8. Tubular structure
Sistem Struktur Lantai Diagfragma.
Ditinjau dari pemikulnya, pelat dapat dibagi dalam 2 macam :
1. Pelat yang memikul dalam satu arah ( one-way-slab)
2. Pelat yang memikul dalam dua arah (two-way- slab)

Besarnya beban yang didistribusikan pada masing-masing


arah tergantung dari berbagai faktor :

1. Kekakuan dari pelat.


2. Perbandingan sisi panjang dan pendek dari pelat.
3. Kekakuan dari balok-balok tumpuannya.
4. Jenis kondisi perletakan.
Tebal minimum pelat lantai pada umumnya berkisar antara 1/30 – 1/35
bentang pendek untuk tumpuan balok-balok pada kedua sisinya.
Dan 1/30 – 1/35 bentang panjang untuk struktur pelat lantai flat-plates
(pelat tanpa balok- balok penumpu).
Sistem Struktur bawah
Penentuan sistem struktur bawah harus didasarkan pada data-
data sebagai berikut :

a. Gambar rebcana arsitektur termasuk jumlah lapis basement


yang dibutuhkan.
b. Keadaan dan situasi bangunan disekitarnya.
c. Hasil penyelidikan tanah yang meliputi :

1. Keadaan muka air tanah.


2. Penelitian pumping test jika dasar basement berada di
bawah mika air tanah.
3. Lapisan tanah pendukung pondasi bangunan.
4. Rekomendasi sistem pondasi beserta daya dukung
dan perkiraan penurunan bangunan.
CIRI-CIRI UTAMAA DARI BERBAGAI
SISTEM STRUKTUR

1. Momen resisting frame.


.
Momen resisting frame sering disebut juga sebagai Rigid frame atau Open frame (
portal terbuka). Pada ketinggian tertentu open frame tidak ekonomi, dan beralih pada
shear-wall frame yang lebih ekonomis, walaupun wall kurang daktail dibandingkan
dengan open frame. Momen resisting frame bisa berupa steel frame atau concrete frame.
Momen resisting frame bisa bersifat “braced” atau “unbraced” frame. Braced frame
structures dipergunakan baik pada bangunan rendah ataupun bangunan tinggi.
Penggunaan braced frame bertujuan untuk meningkatkan stiffness. Shear wall termasuk
dalam kategori braced frame.
Suatu portal/frame akan diperlakukan sebagai “Braced” atau “ Unbraced”
adalah tergantung pada perbandingan kekakuan lateral terhadap kekakuan
kolomnya.
Komponen tekan dalam satu tingkat dapat dianggap “Braced” bila pada tingkat
tersebut dipenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
1.

dimana :
Q : index stabilitas untuk suatu tingkat.
ΣPu: beban vertikal total terfaktor pada tingkat yang ditinjau
Vu : beban gesertotal terfaktor pada tingkat yang ditinjau
Δ0 : lendutan relatif dari orde pertama antar tingkat yang ditinjau terhadap Vu.
Ic : panjang kolom yang dihitung dari pusat sambungan portal/frame.

2. lendutan total pada puncak bangunan < (hs/1500), dimana hs adalah tinggi total
bangunan.
2. Shear Wall-frame
3. Vierendeel pada bangunan tinggi
4. Staggered Truss Buildings
5. Truss Frame
6. Shear Walls + Outriggers
1. Sampai ketinggian tertentu Wall-Frame tidak ekonomis karena Shear-
Core terlalu langsing untuk menampung drift yang berlebihan.
2. Outrigger + Belt Truss akan mengaktifkan partisipasi dari perimeter
columns sebagai Struts and Ties, sehingga terjadi redistribusi stresses
dan eccentric loading.
3. Dengan demikian, Outrigger yang akan mentransfer vertical shear dari
core ke perimeter columns, dan horizontal shear ditahan oleh core.
Perilaku struktur ini identik dengan sistem struktur stuktur cantilever
tube-in-tube, tetapi tanpa adanya shear stiffness pada outer-tube.
4. Akan menetralisir differential columns shortening akibat beban gravity
dan juga sebagian besar dari thermal movement.
5. Outrigger + Belt Truss membuat perimeter columns juga berpartisipasi
dalam memikul rotasi dan momen lentur.
6. Rotational restraint akan mereduksi momen pada core, karena momen
yang dihasilkan “berlawanan-arah” dengan momen core.
7. Akan mereduksi overall sway dan accelarations.
8. Outrigger system dapat berubah steel trusses atau concrete wall beams.
Perilaku dari Outrigger dapat dijelaskan secara diagramatis sebagai berikut:
7. Tubular Structures
Makin tinggi bangunan, kelangsingan core, wall dan frames sudah tidak
cukup efektif dalam memikul/menahan beban/gaya lateral. Dengan demikian,
seluruh struktur dapat berperilaku seperti “Huge Cantilever tube”.
8. Mega Structures
9. Perbedaan utama antara struktur baja dan struktur beton

Disamping berbagai perbedaan seperti berat, biaya dan contruction method


masih ada perbedaan dalam dynamic respons yang terjadi.
•Steel building 2/3 damping concrete buildings
Note: lower damping akan mengakibatkan higher acceleration.
•Steel building beratnya 3/4 concrete buildings
Note: lower damping akan mengakibatkan higher acceleration.

Kedua faktor tersebut kurang menguntungksn untuk steel building ditinjau dari
dynamic respons yang terjadi.
•“Damping is the great unknown in motion studies and yet has a most
significant effect on dynamic performance”.
Konfigurasi Bangunan dan Building Layout
Perencanaan struktur bangunan yang ideal adalah jika dipenuhinya
konfigurasi bangunan seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Walaupun demikian, jarang sekali dapat dijumpai bangunan yang dapat
sepenuhnya mengikuti ketentuan-ketentuan tersebut. Dengan demikian maka
perhitungan 3 dimensi baik secara elastis maupun inelastis sangat
diperlukan.

Dalam perencanaan building layout, sudah harus diakomodasikan semua


kepentingan dari disiplin lain, dan perencanaan building layout harus diatur
sedemikian rupa sehingga semua beban-beban dapat disalurkan secara
efisien dan efektif. Disamping itu metoda konstruksi sangat berperan dalam
pencapaian struktur yang diinginkan sesuai asumsi yang diletakkan dalam
perencanaan strukturnya.
ANALISA SHEAR WALL STRUCTURE

Struktur shear wall adalah struktur dimana beban


horizontal seluruhnya dipikulkan pada shear wall. Struktur
dinding geser wall biasanya menerus keseluruhan tinggi
bangunan yang membentuk vertikal kantilever.

PERILAKU SHEAR WALL STRUCTURE

Struktur shear wall pada bangunan tinggi pada umumnya


terdiri dari wall yang berdimensi berubah menurut
ketinggian, dibagi dalam beberap region.
Untuk memahami perilaku tersebut maka struktur dibagi dalam
katagori :

1. Proportionate, struktur dikatakan proportionate bila


berlaku :
I1,u I1,o
I1,u I 2 ,u I1,o I 2 ,o

2. Tidak Proportionate, struktur dikatakan tidak


proportionate bila berlaku :

I1,u I1,o
I1,u I 2 ,u I1,o I 2,o
Proportionate Nontwisting Structures

Suatu struktur yang bersifat simetrik terhadap denah dan sumbu


pembebanan tidak mengalami twist. Dengan demikian, pada setiap lantai i,
total gaya geser luar Qi dan total momen luar Mi akan didistribusikan
kepada masing-masing dinding sesuai dengan kekakuan lenturnya.
Besarnya gaya geser dan momen pada wall j dilantai i dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Untuk struktur proportionate nontwisting seperti uraian tersebut di atas tidak
menimbulkan redistribusi geser dan momen pada setiap perubahan
lantai/tingkat serta tidak terjadi redistribusi gaya-gaya interaksi antar dinding-
dinding. Bentuk dari system struktur ini adalah yang paling sederhana karena
semua besaran proportional.

Proportionate Twisting Structures


Struktur yang tidak berada dalam kondisi simetris baik terhadap denah maupun
sumbu beban akan mengalami twist dan translasi. Dengan demikian, horizontal
displacement yang terjadi adalah merupakan kombinasi deformasi translasi
dan deformasi rotasi lantai terhadap titik pusat twist. Untuk jenis proportionate
structures titik pusat twist tadi jatuh berimpit dengan titik pusat kekakuan lentur
walls.
Letak titik pusat twist (center of twist) dapat ditulis sebagai berikut:
Dari kedua persamaan di atas terlihat bahwa komponen pertama dari ruas
kanan persamaan tersebut menunjukan gaya geser dan momen akibat
translasi dan komponen kedua menunjukan akibat torsi dan struktur. Cji
menunjukan jarak wall j pada lantai i dari shear center:

Untuk struktur yang proportionate dan memiliki walls saling tegak lurus atau
yang memiliki kekakuan dalam dua arah, titik pusat twist dapat ditulis sebagai
berikut :
Nonproportionate Nontwisting Strructures.
Sistem struktur yang nonproportionate dengan denah yang simetris dan
nontwisting structure seperti ditunukkan pada gambar berikut dapat dianalisa
menggunakan plane frame analysis program dengan cara
menggabungkan/menjejerkan semua dinding menjadi satu plane frame ekivalen.
Disini walls dimodelkan sebagai elemen kolom ekivalen dan semua kolom
ekivalen dan semua kolom ekivalen tadi dihubungkan dengan suatu batang axial
rigid links. Khusus untuk struktur yang simetris nontivisting, analisa dapat
dipersingkat bila analisa dilakukan terhadap separuh struktur sehingga beban
yang dikerjakan juga dapat diambil separuhnya.
Contoh Soal
Diketahui suatu struktur bangunan bertingkat 20. Tinggi bangunan 20
@3.50m = 70m. Bangunan mengandung 5 shear wall yang terdiri dari 3 type
dan semuanya berada dalam posisi simetris. Bangunan mengalami beban
lateral merata sebesar 60 kN/m atau 30 kN/m-tinggi bangunan bila
dikerjakan pada separuh bangunan (karena simetris). Perubahan kekakuan
dari dinding terjadi pada lantai A dan B sehingga bangunan terbagi dalam 3
region seperti terlihat pada gambar. Seluruh bangunan memiliki Modulus
elastisitas E yang sama.
Berikut daftar bangunan:

Tinjau Separuh Wall 1 Wall 2 ½ Wall 3 W1+W2+1/2W3


Struktur
Inertia I1(m4) Inertia I2(m4) Inertia ½ I3(m4) ∑Ixi(m4)

Top region 8.533 2.083 13.023 23.639


45.50m - 70.00m

Middle region 12.800 3.125 13.023 28.948


21.00m - 45.50m

Bottom region 19.200 14.292 23.535 57.027


0.00m - 21.00m
1. Tentukan parameter kekakuan relative wall arah lateral pada lantai yang
berubah.

Perhatikan wall–1 yang mengalami perubahan pada lantai A


ktA1 = kekakuan relatif bagian atas wall–1 terhadap kekakuan total bagian atas
= (8.533)/(23.639) = 0.361.
kbA1 = kekakuan relatif bagian bawah wall–1 terhadap kekakuan total bagian bawah.
= (12.800)/(28.948) = 0.442.

Perhatikan wall–1 yang mengalami perubahan pada lantai B


ktB1 = kekakuan relatif bagian atas wall-1 terhadap inertia total bagian atas
= 0.442.
kbB1 = kekakuan relatif bagian bawah wall-1 terhadap kekakuan total bagian bawah.
= (19.200)/(57.027) = 0.336.
Dengan cara yang sama dapat dihitung untuk parameter pada wall-2 dan wall-3.
2. Tentukan selisih kekakuan relatif dalam arah vertical pada lantai yang
berubah

Perhatikan wall-1 yang mengalami perubahan pada lantai A.


∆kA1 = 0.442 – 0.361 = 0.081
Perhatikan wall-1 yang mengalami perubahan pada lantai B
∆kB1 = 0.336 – 0.442 = - 0.106
Dengan cara yang sama dapat dihitung untuk parameter pada wall-2 dan wall-3.

3. Tentukan kekakuan relatif arah vertical pada perbatasan lantai yang


berubah

Perhatikan wall-1 yang mengalami perubahan pada lantai A


ptA1 = - (8.533)/(8.533 + 12.800) = - 0.400
pbA1 = (12.800)/(8.533 + 12.800) = 0.600
Perhatikan wall-1 yang mengalami perubahan pada lantai B
ptB1 = - (12.800)/(12.800 + 19.200) = - 0.400
pbB1 = (19.200)/(12.800 + 19.200) = 0.600
Dengan cara yang sama dapat dihitung unyuk parameter pada wall-2 dan wall-3
Perhatikan seluruh wall yang mengalami perubahan pada lantai A.

4. Menentukan parameter αx ,yaitu :

A
B
6. Perhitungan momen luar Mi akibat beban lateral pada setiap lantai i,yaitu
antara lain adalah :

MA+1 = 30 (70 - 49)2 / 2 = 6615 kNm.


MA = 30 (70 – 45.50)2 / 2 = 9004 kNm.
MA-1 = 30 (70 – 42)2 / 2 = 11760 kNm.
Dengan cara yang sama dapat dihitung untuk lantai lainnya.

7. Perhitungan primary moments pada setiap wall j.


a. Untuk diatas dan dibawah level lantai yang berubah pada level x adalah :

Mtpxj = ktxj Mx dan Mbpxj = kbxj Mx

Untuk perubahan pada lantai A pada wall-1 adalah :

MtpA1 = 0,361 x 9004 = 3250 kNm


MbpA1 = 0,442 x 9004 = 3980 kNm

Dengan cara yang sama dapat dihitung pada perubahan lantai dan wall lainnya.
b. Untuk lantai i lainnya adalah :

Mpij = kij Mi

Untuk lantai A+1 dan lantai A-1 dari wall-1 adalah :


MpA+1,1 = 0,361 x 6615 = 2388 kNm
MpA-1,1 = 0,442 x 11760 = 5198 kNm

Dengan cara yang sama dapat dihitung untuk wall dan level
lantai lainnya.

8. Tentukan secondary moments dari setiap wall j pada level-level


berikut :

a. Pada daerah perbatasan perubahan lantai x ditentukan


sebagai berikut :

Mtsxj =- txj Mx dan Mbsxj= - bxj Mx


Untuk wall-1 pada perubahan dilantai A adalah :

MtsA1 = - (-0,036) x 9004 = 324 kNm


MbsA1 = - (0,045) x 9004 = -405 kNm

b. Pada dua level diatas dan dua level dibawah daerah perbatasan
perubahan lantai x ditentukan sebagai berikut :

Ms,x+1j = -0,268 Mtsxj


Ms,x+2j = (-0,268)2 Mtsxj

Untuk wall-1 pada satu level diatas dan dibawah perubahan dilantai A :

Ms.A+1,1 = -0,268 x 324 = -87 kNm


Ms,A-1,1 = -0,268 x (-405) = 109 kNm

Untuk wall dan lantai lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.
9. Momen akhir diperoleh dengan menjumlahkan primary moment dan
secondary momen yang bersangkutan.

a. Momen wall j pada perubahan lantai x ditentukan sebagai berikut :

Mtfxj = Mtpxj + Mtsxj

Sebagai kontrol harus dipenuhi :

Mbfxj = Mbpxj + Mbsxj

Momen wall-1 pada perubahan dilantai A adalah :

MtfA1 = 3250 + 324 = 3574 kNm


MbfA1 = 3980 – 405 = 3575 kNm (OK)

Untuk wall dan perubahan lantai lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.
b. Pada intermediate floors i pada wall j ditentukan sebagai berikut :

Mfij = Mpij + Msij

Untuk wall-1 pada lantai A+1 :

MfA+1,1 = 2388 + (-0,268)(324) = 2301 kNm

Untuk wall dan lantai lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama .

10. Perhitungan gaya geser dapat diperoleh dengan membagi momen


dengan tinggi tingkat yang bersangkutan.

Sebagai contoh, gaya geser pada wall-1 pada tingkat 14, yaitu antara
lantai A dan lantai A+1 dapat dihitung sebagai berikut :

QA+1,1 = 1/I1 (MA,1 – MA+1,1) = 1/3. 50 (3574 – 2301) = 364 kNm.


Tabel Momen Lentur pada Shear Wall (kNm)

Wall 1 Wall 2 Wall 3


Mom
Mom Mom Mom Mom Mom Mom Mom Mom Mom
Floor en
en en en en en en en en en
Level Luar
prime secon final prime secon final prime secon final
Mi
r Mpij d Msij Mfij r Mpij d Msij Mfij r Mpij d Msij Mfij
A+1 6615 2388 -87 2301 582 -22 560 3645 +109 3754
At 9004 3250 +324 3574 792 +81 873 4961 -405 4556
Ab 9004 3980 -405 3575 972 -99 873 4052 +504 4556
A-1 11760 5198 +109 5307 1270 +27 1297 5292 -135 5157

B+1 31054 13726 +289 14015 3354 -289 3065 13974 0 13974
+108
Bt 36015 15919 -1080 14839 3890 4970 16207 0 16207
0
+273 +133
Bb 36015 12101 14838 9040 -4070 4970 14874 16207
7 3
+109
B-1 41344 13892 -734 13158 10337 11468 17075 -357 16718
1

Base 73500 24696 0 24696 18448 0 18449 30356 0 30356


Nonproportionate Twisting Structures

Struktur yang memiliki denah yang asymmetric pada umumnya akan


mengalami puntir bila mengalami pembebanan lateral. Kondisi yang demikian
menjadikan struktur yang rumit, sehingga sullit untuk mendapatkan hasil yang
benar tanpa bantuan komputer.

Walaupun demikian, pemanfaatan komputer belum tentu memberikan hasil


yang benar.

Kebenaran dan akurasi hanya dapat dicapai bila perencana dapat memilih
asumsi dan model struktur yang tepat.
Analisa Coupled Shear Wall Structures
Coupled shear wall atau kadangkala disebut juga dengan istilah dinding berangkai
(seperti ditunjukan pada gambar berikut) bila dihubungkan oleh pendel (pin-ended
link) hanya dapat menyalurkan beban aksial antara dinding-dinding struktur saja
dan mome-momen yang ditimbulkan hanya akan dipikul oleh masing-masing
individu dinding struktur yang besarnya sebanding dengan kekauan lenturnya.

Selanjutnya bila dinding-dinding tersebut dihubungkan oleh suatu connecting


beam yang kaku dimana ujung-ujung batang mempunyai kemampuan menahan
momen, maka momen-momen yang akan dipikul oleh dinding-dinding akan
berkurang dan besarnya tergantung pada kekakuan dari connecting beam yang
terpasang. Dengan demikian jelas kiranya bagaimana peranan connecting beam
pada coupled shear wall structures.
Gambar. Coupled shear wall
Sebagaimana diungkapkan didepan bahwa untuk mendapatkan hasil yang
akurat, maka perlu dimanfaatkan penggunaan perangkat lunak struktur yang
memadai. Walaupun demikian metoda atau analisis yang dikemukakan disini
dapat memberikan dan menanamkan pengertian baik secara kualitatif maupun
kuantitatif perihal perilaku dari coupled shear wall structures. Salah satu
metoda yang dianggap baik untuk dipahami adalah “continuous medium
method” atau disebut juga “shear connection method”.
Continuous Medium Method – Basic Equation
Untuk menjelaskan metoda ini, sebaiknya diperhatikan gambar berikut :
Penggunaan metoda ini didasarkan pada beberapa asumsi berikut :

1. Properties dari walls dan connecting beams tidak berubah untuk keseluruhan tinggi
bangunan serta memiliki tingkat tingkat yang konstan.
2. Hukum “Plane section before bending remain plane after bending” berlaku pada
semua elemen struktur.
3. Balok atap mempunyai kekakuan separuh dari balok tipikal.
4. Balok dianggap sangat kaku dalam arah axialnya (axially rigid)
5. Titik balik balok (point of contraflexure) dianggap berada pada tengah bentang.
Jika kita potong pada tengah laminase pada keseluruhan tinggi bangunan, maka
yang akibat beban lateral hanya akan dijumpai shear flow dengan intensitas q(z)
persatu-satuan tinggi pada laminase serta gaya axial dengan identitas n(z) persatu-
satuan tinggi bangunan pada laminase.

Gaya axial N yang bekerja pada wall tentunya merupakan integrasi dari shear flow
pada laminase setinggi bangunan, sehingga dengan demikian dapat ditulis:
Akibat beban lateral akan menimbulkan berbagai deformasi sebagai
berikut:
1. Displacement akibat rotasi dari wall menimbulkan displacement δ1, dimana :

2. Diceplacement akibat bending deformation pada connecting beam


menimbulkan displacement δ2, dimana:

3. Diceplacement akibat shearing deformation pada connecting beam menimbulkan


displacement δ3, dimana:
Displacement akibat bending dan shearing selanjutnya dapat juga didapat dengan cara
mengganti kekakuan lentur connecting beam EIb dengan kekakuan lentur equivalen
EIc, dimana:

Koreksi ini biasa dilakukan bila ratio panjang terhadap tinggi balok kurang
dari 5 yaitu dimana pengaruh geser mulai significant.
Untuk balok persegi, dengan demikian δ2 + δ3 dapat juga dinyatakan sebagai
berikut:
4. Displacement δ4 yang merupakan relative displacement akibat pengaruh
axial deformation yang berbeda dari wall.

Relative displacement δ4 pada level z dapat ditulis sebagai :

A1 dan A2 adalah luas penampang dinding 1 dan dinding 2

5. Setiap deformation yang diakibatkan oleh fondasi baik berupa vertical atau
rational displacement akan mengakibatkan pergerakan seluruh ketinggian
dinding sebagai pergerakan suatu rigrid body.
Dengan asumsi bahwa relative vertical displacement δy dan rotation δ0 terjadi
bersamaan maka relative vertical displacement δ5 dapat ditulis sebagai brkt:

δ5 = -δy + lδθ = δb
Dalam keadaan sebenarnya pada original dedeflected structure garis titik balik (line
of contraflexure) dari cencting beam tidak terjadi relative vertical displacement,
dengan demikian berdasarkan kondisi dari vertical compatibility pada posisi
tersebut maka harus dipenuhi:
δ1 + δ2 + δ3 + δ4 + δ5 = 0

Untuk rigrid base δb = 0

Selanjutnya tinjau momen-curvature dari coupled wall tersebut termasuk


pengaruh momen lawan akibat geser gaya axial pada connecting beam
tersebut, maka diperoleh:
1. Gaya axial pada dinding

Hubungan antara Force factor F1 dengan parameter z/H dan kαH dapat dilihat
pada diagram berikut :
2. Gaya geser pada laminae
Gaya-gaya geser pada laminae q adalah sebagai berikut:

Hubungan antara Shear flow factor F2 dengan parameter z/H dan kαH
dapat dilihat pada diagram berikut:
3. Karena momen-momen adalah proportional terhadap kekakuannya, maka momen
lentur pada setiap level pada wall -1 dan wall -2 adalah:
4. Deflection
Pada puncak bangunan dimana z/H, maximum deflection yang timbul adalah:

Hubungan antara Deflection factor F3, k dan kαH adalah sebagai berikut:
Bila diperhatikan, uraian di atas baru memperlihatkan sebagian besar pada struktur
laminae (equivalent continous system) dan belum menunjukan gaya-gaya batang
yang sesungguhnya. Dengan demikian untuk mendapatkan gaya-gaya yang
sesungguhnya masih perlu ditransformasikan lebih lanjut.

1. Gaya geser Q1 pada setiap connecting beam I pada level zI , adalah:

momen lentur balok pada tepi dinding adalah Q1 b/2


2. Gaya geser dinding

Tinjau keseimbangan dari elemen pada continuum model, dan untuk itu
perhatikan gambar di bawah ini:

M = Momen luar total


,
Setelah disubtitusikan dengan persamaan-persamaan sebelumnya maka diperoleh:

S1=

S2=

Jika wall-1 dan wall-2 sama maka diperoleh:

S1 = S2= dan

S1(H) = S2(H) = -

Q=-
3. Stress distribution pada shear wall
Perhatiakan suatu pasangan dari suatu coupled shear wall seperti gambar berikut ini.
=
Untuk wall-2 dapat dilakukan dengan cara yang sama.

Stress distribution pada penampang terhadap momen lentur dinding M1 dan


=
M2 serta gaya axial N adalah ditunjukkan pada gambar (b) sebagai berikut:
Dengan menyatakan tanda positif untuk tegangan tarik, maka tegangan
maksimum pada serat tepi luar wall-1 adalah:

σA =

σB =

Untuk wall-2 dapat dilakukan dengan cara yang sama.


Jika K1 dinyatakan sebagai percentage dari moment total akibat beban
horizontal merata w untuk kondisi independent cantilever action, dan K2
adalah percentage yang ditahan oleh composite cantilever action.

1. Composite cantilever action – gambar (c)


Momen lentur total pada setiap penampag dinding yang dipikul oleh composite
action adalah:

Mc =

Titik berat dari dinding “komposit” tersebut terletak sejarak

dari tepi sisi A, dimana C1 adalah jarak dari sisi A ketitik berat wall-1.

Second moment of area Ig dari kedua elemen dinding tersebut terhadap sumbu
garis beratnya adalah:

Ig =
Dengan demikian maka tegangan pada serat extreme dari wall-1 adalah:

σA =

2
wH z AI c K
2 2
B 2
2 g
A 100
Cara yang sama dapat dilakukan untuk wall-2.

2. Individual cantilever action – gambar (d).


Dengan asumsi bahwa kedua elemen didinding tersebut mengalami
deflection yang sama, maka momen yang dipikul oleh masing-masing elemen
dinding akan proportional terhadap second moment of area-nya. Momen total
yang dipikul oleh wall pada Individual cantilever action adalah :

100 1 w H
2
M Ind K 1 2
z
Dengan demikian, momen lentur untuk masing-masing elemen wall-1 dan
wall-2 adalah sebagai berikut :

1 wH 2
M 1 K 1
/ 100 1 2
z

1 wH 2
M 2 K 1 / 100 2 2
z

Tegangan-tegangan extreme pada serat tepi wall-1 adalah :

Mc
1 1 1 wH z
2 c K 1 1
A 2 100
1

Mc
1 2 1 wH z
2 c K 2 1
B 2 100
1

Cara yang sama dapat dilakukan untuk wall-2.


Dari persamaan tersebut diatas juga terlihat hubungan :

K 1
100 K 2

Selanjutnya parameter kαH ditentukkan sebagai berikut :


12
2

k H
12
3
C I 1
AI
2
H2
bh AAI
1 2
Concentrated load P pada puncak bangunan.

1. Gaya axial pada dinding.

PH z 1
N 1 sinh k ( H z )
k 2I H k H cosh k H
2. Gaya geser pada laminae.

1
q P 2
F2
k I
3. Momen dinding.
Momen dinding total adalah :
M = P ( H-z)

K1 100 K 2
Diagram untuk Shear flow factor F2 ( z/H, kαH ) dan Wall moment factor
K1 dan K2 dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
4. Deflection
Maximum lateral deflection yH pada puncak bangunan adalah :

PH 3
YH F3
3E
Diagram untuk top deflection factor F3 ( k, kαH ) dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Triangularly distributed loading.

1. Gaya axial pada dinding.

sinh k H k H /2 1/ k H
2
sinh k ( H z)
k H cosh k H
PH 2 1
N cosh k ( H z)
k 2I k H
2

1 (1 1
z / H )2 1 / 6(1 z / H )3 (z / H )
2 (k H ) 2

2. Gaya geser pada laminae

H
Q p 2 F2
k I
3. Momen dinding.
Momen dinding total adalah :
M = 1/6 p ( H-z )² ( 2-z/H )
K1 100 K2
Diagram untuk Shear flow factor F2 ( z/H, kαH ) dan Wall moment factor K 1dan K2
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

4. Deflection.
Maximum lateral deflection yH pada puncak bangunan adalah :

11 PH 4
YH F3
120 E
Diagram untuk top deflection factor F3 ( kαH ) dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
1. Diagram alternative.
Masih berdasarkan teori atau metoda yang sama, yaitu berdasarkan continuum
model dapat juga dipakai diagram alternative dalam bentuk yang agak berbeda
yang akan ditunjukkan dibawah ini, tetapi dengan notasi atau parameter yang
sedikit berbeda
I 1.1
M E .1 ( ) ME( )
I 1.1 I 1.2
I 1.2
M E .2 ( ) ME( )
I 1.1 I 1.2

Anda mungkin juga menyukai