Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN MODUL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

MODUL II
“KEHILANGAN BANYAK GIGI”

KELOMPOK VII

1. Anita Safriani J111 16 517


2. Filzah Azalia J111 16 518
3. Magfirah Nursaphira Astha J111 16 519
4. Jay Nurjannah Kaharuddin J111 16 520
5. Nurul Mutmainnah J111 16 521
6. Ulil Amri J111 16 522
7. Fakhrina Fathu Rahman J111 16 523
8. Sasmita M. Arief J111 16 524
9. Fitria Mamile J111 16 525
10. Adenia Anisyia Nasrul J111 16 526
11. Muhammad Ihsan J111 16 527
12. Nur Raudhah Ihsaniyah Bialangi J111 16 528
13. Rezky Rachmawaty Salsabila J111 16 529
14. Andi Aliya Nurul Syaikah Amal J111 16 530
15. Yuri J111 16 531
16. Meutia Alifia Darmawan J111 16 544
17. Arwindah Arifin J111 16 701
18. Nur Raihana Putri Ainun J111 16 702

BLOK GNATOLOGI I

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah modul 2
yang berjudul “Kehilangan Banyak Gigi” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas kami.
Selama persiapan dan penyusunan makalah ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drg.Iman Sudjarwo, M.Kes. selaku tutor atas masukan dan bimbingan yang
telah diberikan pada penulis selama ini.
2. Para dosen pemateri Blok Gnatologi 1 yang telah memberikan ilmu.
3. Teman-teman kelompok VII tutorial 1 dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga amal dan budi baik dari semua
pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa
dimasa yang akan datang. Penulis berharap sekiranya laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Makassar, 7 Desember 2018


Hormat Kami

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 4
1.2 Skenario .................................................................................................................... 5
1.3 Kata Kunci ................................................................................................................ 5
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5
1.5 Tujuan ....................................................................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 8
2.1 Tipe-Tipe Pasien dan Cara Menghadapinya ............................................................. 8
2.2 Pemeriksaan ............................................................................................................ 12
2.3 Diagnosa ................................................................................................................. 15
2.4 Pengaruh Penyakit Sistemik.................................................................................... 16
2.5 Pengaruh Labioversi ............................................................................................... 16
2.6 Pertimbangan sebelum Melakukan Perawatan....................................................... 16
2.7 Anatomi dan Konsep Denture Bearing Area .......................................................... 19
2.8 Perawatan ................................................................................................................ 20
2.9 Jenis Gigi Tiruan yang Sesuai ................................................................................. 25
2.10 Desain Gigi Tiruan ................................................................................................ 26
2.11 Surat Perintah Kerja .............................................................................................. 26
2.12 Prosedut Lab Pembuatan Gigi tiruan .................................................................... 27
2.13 Prognosis ............................................................................................................... 30
2.14 Keluhan dan Tuntutan Pasien ............................................................................... 30
2.15 Instruksi dan Kontrol Pasca Perawatan ................................................................. 34
2.16 Perawatan Alternatif ............................................................................................. 35
2.17 Dampak Kehilangan Gigi...................................................................................... 36
BAB III. PENUTUP ......................................................................................................... 39
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 39
3.2 Saran ....................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 41

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi merupakan satu satunya organ tubuh yang tidak dapat memperbaiki
diri sendiri. Kehilangan gigi bisa terjadi pada siapa saja dan penyebabnya pun
beragam antara lain karena pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang,
retak ,patah ) ,infeksi gigi , penyakit periodontal dan banyak faktor lainnya .
Kehilangan gigi dapat menyebabkan pasien sulit berbicara dan makan hal ini
dapat berkaitan dengan retensi gigi tiruan, dan kebiasaan pasien yang terkadang
masih mengunyah di satu sisi. Salah satu cara untuk memperbaiki kehilangan gigi
adalah dengan pemakaian gigi tiruan. Gigi tiruan yang di indikasikan untuk pasien
pada skenario adalah gigi tiruan lengkap. Gigi tiran penuh dibuat untuk penderita
kehilangan gigi seluruhnya yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi pencernaan
di rongga mulut sehingga dapat mengembalikan kemampuan mencerna dan
mengolah makanan. Pembuatan GTL diupayakan untuk dapat retentive sehingga
protesa dapat bermanfaat sebagai instrument rehabilitatif dalam rongga mulut.
Setiap protesa dalam rongga mulut dapat memiliki resiko merusak kesehatan
rongga mulut dan jaringan pendukung tapi hal ini dapat diperkecil dengan
membuat desain yang tepat untuk pasien dan dengan memberikan pasien instruksi
yang tepat tentang cara menjaga kebersihan rongga mulut.
Pada makalah ini dijelaskan bahwa seorang dokter gigi tidak hanya di tuntut
untuk mengetahui pemasangan gigi tiruan melainkan hal hal yang harus
dipertimbangkan dalam pembuatan gigi tiruan seperti kondisi sistemik pasien,
riwayat kesehatan gigi dan mulut nya, dan instruksi yang harus diberikan pada
pasien setelah pemasangan gigi tiruan
.
1.2 Skenario

Seorang perempuan berumur 65 tahun pensiunan PNS, datang ke RSGM


dengan keluhan sulit makan dan bicara yang tidak jelas serta tidak percaya diri
dengan penampilannya. Pasien ingin dibuatkan gigi palsu agar dapat makan
dengan baik, bicara dengan suara yang jelas dan percaya diri. Ada riwayat
penyakit diabetes mellitus yang terkontrol. Pemeriksaan intra oral gigi 12 dan 21

4
sisa akar. Gigi 11, 23, 31, 32 labioversi, retraksi gingiva dan mobile derajat 3.
Gigi yang lain telah dicabut. Pemeriksaan rontgen foto, tampak penurunan tulang
alveolar sampai setengah akar gigi. Setelah pemasangan gigi tiruan terjadi banyak
keluhan dan tuntutan terhadap gigi tiruannya.

1.3 Kata Kunci

1. Perempuan usia 65 tahun


2. Gigi 12,21 sisa akar
3. Penyakit dm terkontrol
4. Sulit makan dan bicara tidak jelas
5. Gigi 11, 23, 31, 32 labioversi, retraksi gingiva dan mobile derajat 3
6. Penurunan tulang alveolar sampai setengah akar gigi
7. Setelah pemasangan gigi tiruan banyak keluhan dan tuntutan terhadap gigi
tiruannya
8. Tidak percaya diri
9. Gigi yang lain telah dicabut
10. Berbicara dengan suara yang jelas

1.4 Rumusan Masalah

1. Apa saja tipe tipe pasien?


2. Bagaimana cara menghadapi pasien yang banyak dengan banyak keluhan?
3. Jelaskan pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis!
4. Bagaimana diagnosis pada kasus?
5. Ada pengaruh DM dengan peratawan? jika ada jelaskan!
6. Apakah ada pengaruh labioversi terhadap perawatan dalam bidang prosto?
jelaskan!
7. Apakah pertimbangan sebelum melakukan perawatan?
8. Bagaimana anatomi dan konsep deture bearing area pada gigi tiruan lengkap?
9. Bagaimana perawatan kasus sesuai kondisi pasien?
10. Jenis gigi tiruan yang sesuai dengan scenario!
11. Bagaimana desain yang sesuai pada kasus di scenario?

5
12. Bagaimana format surat perintah kerja yang sesuai pada kasus?
13. Bagaimana prosedur gigi tiruan yang akan digunakan? pembuatan gigi tiruan
14. Bagaimana prognosis pada kasus?
15. Apa saja hal yang dikeluhkan dan tuntutan oleh pasien dan cara
mengatasinya?
16. Apa saja intruksi pada pasien setelah melakukan perawatan?
17. Bagaimana control pasca perawatan?
18. Apa saja jenis alternative perawatan yang dapat diberikan ke pasien pada
kasus di scenario?
19. Jelaskan dampak kehilangan gigi tersebut bila tidak ditangani!

1.5 Tujuan

1. Untuk mengetahui tipe tipe pasien


2. Untuk mengetahui cara menghadapi pasien yang banyak dengan banyak
keluhan
3. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
4. Untuk mengetahui diagnosis pada kasus
5. Untuk mengetahui pengaruh DM dengan peratawan
6. Untuk mengetahui pengaruh labioversi terhadap perawatan dalam bidang
prosto
7. Untuk mengetahui pertimbangan sebelum melakukan perawatan
8. Untuk mengetahui anatomi dan konsep deture bearing area pada gigi tiruan
lengkap
9. Untuk mengetahui perawatan kasus sesuai kondisi pasien
10. Untuk mengetahui Jenis gigi tiruan yang sesuai dengan scenario
11. Untuk mengetahui desain yang sesuai pada kasus di scenario
12. Untuk mengetahui format surat perintah kerja yang sesuai pada kasus
13. Untuk mengetahui prosedur pembuatan gigi tiruan
14. Untuk mengetahui prognosis pada kasus
15. Untuk mengetahui hal yang dikeluhkan dan tuntutan oleh pasien dan cara
mengatasinya
16. Untuk mengetahui intruksi pada pasien setelah melakukan perawatan

6
17. Untuk mengetahui control pasca perawatan
18. Untuk mengetahui jenis alternative perawatan yang dapat diberikan ke pasien
pada kasus di scenario
19. Untuk mengetahui dampak kehilangan gigi tersebut bila tidak ditangani

7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tipe-Tipe Pasien dan Cara Menghadapinya

2.1.1 House mengklasifikasikan pasien menjadi 4 tipe, yaitu:1


a The Philoshopycal Patient
Pasien ini mempunyai sikap mental yang paling baik untuk
menerima dan memakai gigi tiruan. Pasien ini bersifat rasional,
bijaksana, sabar, dan tenang pada situasi yang sulit. Motivasinya
sesuai dengan keinginannya terhadap gigi tiruan yang dapat
digunakan untuk memperbaiki dan pemeliharaan kesehatan,
penampilan, dan perawatan terhadap giginya yang tergantikan
normal, dan dapat menerima prosedur .
b The Exacting Patient
Pasien ini mungkin saja juga mempunyai sikap yang bagus seperti
pasien tipe filosofikal, namun dokter gigi membutuhkan perawatan
yang ekstrem, usaha, dan kesabaran yang lebih untuk menghadapi
pasien ini. Karena pasien ini bersifat metodis, tepat dan akurat, serta
terkadang membuat beberapa permintaan.
c The Indifferent Patient
Pasien ini memiliki prognosis yang dipertanyakan atau unfavorable
(tidak diharapkan). Dia memberikan sedikit perhatian, dia bersifat
apatis, tidak tertarik, dan tidak memiliki motivasi. Ia tidak
memberikan perhatian pada instruksi dokter gigi, tidak koperatif, dan
cenderung menyalahkan dokter gigi jika ada masalah kesehatan gigi
yang buruk. Program edukasi kedokteran gigi disarankan untuk
diberikan pada pasien ini sebelum dilakukannya perawatan.
d The Hysterical Patient
Pasien ini memiliki emosi yang tidak stabil, bersemangat, terlalu
memprihatikan, dan sangat sensitif. Prognosis biasanya tidak
diharapkan (unfavorable) dan bantuan dari psikiater dibutuhkan
sebelum dan selama perawatan.

8
2.1.2 Adapun Heartwell mengelompokkan lansia kedalam 3 kelompok:2
a. The Realist. Kaum realis merupakan tipe filosofis dan tipe exacting.
Tipe ini mempunyai kewaspadaan terhadap perubahan dan bersikap
realis dalam menerima untuk menikmati hari tua mereka. Mereka
mengikuti instruksi dokter, percaya diri dengan penampilannya,
menjaga oral hygiene yang baik, rajin kontrol ke dokter gigi, dan
melakukan diet yang tepat.
b. The Resenter. Kaum ini merupakan tipe indifferent dan tipe hysterical.
Mereka membenci dan menolak terjadinya penuaan dan akibatnya
terlibat dalam psikologis. Mereka jarang mengikuti petunjuk, tidak
akan mendengar nasihat, lalai dalam perawatan, dan jarang mencari
perawatan gigi. Perubahan psikologis merupakan salah satu involusi
(kemunduran), kebalikan dari proses perkembangan yang disebut
sebagai “second childhood”. Adapun anggota keluarganya sering
mencari pengobatan untuk pasien tipe ini.
c. The Resigned. Tipe ini mempunyai status emosional yang bervariasi
dan kondisi sistemik yang bervariasi pula. Prosthodontik berhasil dan
terkadang membuat frustasi bukan hanya pada pasien tapi juga dokter
giginya.
2.1.3 Dr Suzanne Riechard mengklasifikasikan lansia kedalam ( 1957):2
a. The Mature Group. Terdiri dari orang-orang yang terintegrasi dengan
kesadaran diri, orang yang puas dan realistis, fleksibel, dan adaptif.
Tidak suka perseteruan maupun memulai perseteruan, berpikir terbuka,
sadar diri tumbuh tua, dan menerima perubahan fisiologis secara
normal.
b. The Rocking Chair Group. Penerima pasif yang cenderung bergantung
pada orang lain untuk dukungan material dan emosional. Tidak
ambisius dan mendapatkan sedikit kepuasan dalam bekerja, boros,
memiliki kecenderungan makan dan minumberlebihan. Menerima
penuaan dan melihat kembali hidup mereka dengan kepuasan.
c. The Armored. Ditandai dengan kekuatan dalam karakter, pekerjaan,
dan prinsip hidup. Mereka mandiri, ikut aktif dalam berorganisasi dan

9
bekerja keras karena membuat mereka tetap sibuk. Mereka berpikiran
stereotyped dan melawan ketakutan mereka tumbuh tua dengan tetap
aktif, sadar akan kesehatannya tapi tidak menerima pengobatan baru,
kecuali terbukti.
d. The Angry Man. Umumnya suka berseteru, frustasi, dan menyalahkan
orang lain jika terjadi kegagalan. Pesimis dan menganggap masa tua
mereka sebagai masa kekurangan ekonomi dan kelaparan. Orang ini
berpikir dalam istilah “hitam” dan “putih” atu “baik” dan “buruk”,
serta belum siap menerima alasan.
e. The Self-Haters. Terdiri dari orang-orang yang sedih dan hidup
menyalahkan diri sendiri atas frustasi dan kegagalan. Orang tipe ini
secara khas merubah agresi menjadi tuduhan dan menyalahkan diri
sendiri
f. Pada kasus, pasien yang merupakan mantan kepala sekolah tersebut
termasuk Tipe Philoshopycal menurut MM House, Tipe Kaum Realis
menurut Heartwell, serta The Mature Group menurut Dr Suzanne
Riechard.
Cara menghadapi pasien dengan banyak keluhan
Pasien yang memiliki banyak keluhan dan tuntutan biasanya dikategorikan dalam
pasien kritis. Pasien dari golongan kritis ini mungkin mencoba menantang tiap
dokter gigi yang berupaya menolongnya. Kegagalan dalam mengenali pasien
kritis selama menegakkan diagnosis pasti menimbulkan banyak masalah bagi
dokter gigi yang belum berpengalaman. Pasien semacam ini perlu dikendalikan
dengan tegas. Mereka tidak holeh dibiarkan berpikir bahwa merekalah yang
menentukan perawatan. Dokter gigi harus menjadi dokter yang menentukan awah
perawatan dan keputusan. Jika pasien demikian ini tidak dikendalikan di klinik,
dapat menghasilkan pengalaman buruk yang tidak mudah dilupakan, tetapi
perawatan yang berhasil baik akan sangat menggembirakan. Fase pertama dari
perawatan, dan yang paling penting, dilaksanakan pada kontak professional
pertama. Orang-orang ini dapat ditolong jika sikap mereka itu cepat dikenali dan
segera diperbaiki. Banyak dari pasien ini yang mempunyai kesehatan yang buruk,
yang berpengaruh pada wataknya dan menjadikan mereka cenderung membuat

10
masalah. Sering kali konsultasi dengan dokter yang biasa merawatnya dapat
memberikan informasi yang menjelaskan watak pasien. Konsultasi medis selalu
disarankan bagi pasien golongan kritis sebelum perawatan dimulai.
Keluhan yang berasal dari pasien dapat ditangani dengan tiga tahapan, yaitu:3
1) Menerima dan Identifikasi Keluhan
Langkah pertama yang dilakukan oleh dokter dalam menangani keluhan
tersebut adalah menerima dan mengidentiikasi keluhan. Dalam
mengidentifikasi suatu keluhan. Proses penanganan komplain secara
efektif dimulai dari pengidentifikasian dan penentuan sumber masalah
yang menyebabkan pasien tidak puas dan mengeluh. langkah ini
merupakan langkah yang sangat vital, karena menentukan efektifitas
langkahlangkah selanjutnya.
2) Dokumentasi keluhan
Komplain yang masuk akan dicatat dan direkap setiap bulannya oleh
petugas. Untuk komplain yang secara langsung, petugas meminta pasien
untuk mengisi formulir keluhan yang telah disediakan. Data yang
dibutuhkan adalah: nama, alamat, nomor telp, dan jenis komplain.
Sedangkan untuk keluhan yang berasal dari kotak saran akan direkap
setiap bulan dan hasil dokumentasi itu akan dijadikan bahan evaluasi bagi
unit-unit terkait (dokter).
3) Solusi
Setelah keluhan masuk dan diidentifikasi, langkah selanjutnya yang
dilakukan oleh rumah sakit atau dokter adalah pecarian solusi terhadap
keluhan pasien.
Jika keluhan datang kepada dokter langsung dari pasiennya .Hal yang
dapat dilakukan ialah Mulai dengan meminta maaf kepada pasien.
Kemudian menjelaskan alasan yang meyebabkan keluhan itu terjadi dan
sebaiknya bersikap professional jika keluhan terjadi karena kesalahan
operator. Dalam hal ini penting komunikasi yang baik antara pasien dan
dokternya.4

11
2.2 Pemeriksaan Untuk Menegakkan Diagnosis5
2.2.1 Pemeriksaan subyektif (Anamnesis)
i. Informasi umum mengenai pasien
 Nama
 Usia pasien
 Alamat dan nomor telepon
 Pekerjaan
 Jenis kelamin
ii. Riwayat medis
 Kondisi kesehatan secara umum
 Penyakit herediter
 Penyakit vaskuler
 Penyakit yang melibatkan otot
 Defisit nutrisi
 Penyakit neurologis
 Alergi
 Riwayat rawat inap
iii. Riwayat dental
 Riwayat ekstraksi gigi; kapan, usia berapa, alas an dilakukan
ekstraksi
 Jika pernah menggunakan gigi tiruan, ditanyakan mengenai
keluhan gigi tiruan lamanya
 Persepsi pasien terhadap perawatan dental
2.2.2 Pemeriksaan klinis
i. Inspeksi
 Ekstraoral
Bentuk dan karakteristik wajah, warna mata dan kulit,ukuran dan
tekstur bibir ukuran rongga mulut angular cheilosis
 Intraoral
Ukuran dan bentuk alveolar ridge, lengkung rahang atas dan
bawah, relasi rahang atas dan bawah, bentuk palatum durum,
protuberantia dan defek pertumbuhan pada rahang atas, warna

12
membrane mukosa, kedalaman sulkus, ukuran, posisi, dan
kebiasaan lidah, ketinggian frenulum, prominensia di sepanjang
daerah breadth dan tinggi alveolar ridge, jarak antar ridge
(denture space), pembengkakan atau sinus atau akar gigi.
ii. Palpasi
 Alveolar ridge – padat atau flabby
 Tuberositas maksila, crest alveolar, dan torus jika ada dan
perluasan
 Mylohyoid ridge dan lingual pouch
 Tinggi frenulum – tinggi atau rendah
 Kedalaman sulkus di sekitar ridge
 Pembengkakan
 Lantai dasar mulut
 Undercut jaringan lunak maupun jaringan keras
 Sisa akar gigi yang belum dikeluarkan atau tertanam
 Daerah yang sakit
 Kualitas dan kuantitas saliva
 Ah line
2.2.3 Pemeriksaan penunjang
i. Pemeriksaan radiografis
 Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apa ada sisa akar gigi
yang tertanam, atau gigi yang terpendam
 Jenis pembengkakan
 Perpanjangan sinus
 Tulang basal dan proc alveolaris daerah edentulous ridge
 Ukuran dan relasi sinus maksilaris
 Daerah yang nyeri dan penyebabnya
ii. Pemeriksaan lain
 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan gula darah
 Pemeriksaan urin5

13
Gambar 1 Contoh rekam medis departemen prostodontik (Sumber: Zarb GA,
Bolender CL, Hickey JC, Carlsson GE. Buku ajar prostodonti untuk pasien tak
bergigi menurut Boucher. Ed 10. 2001. h. 64

14
2.3 Diagnosa
Dengan melihat tanda dan gejala klinis pada kasus, maka dapat disimpulkan
beberapa diagnosis yaitu :
a. Gigi 12 dan 21 gangren radiks
b. Gigi 11, 23, 31, 32 labioversi akibat mobilitas derajat 3 dan retraksi gingiva
diakibatkan penyakit periodontal
c. Setelah dilakukan perawatan preprostetik sehingga semua gigi yang tersisa
diekstraksi karena sudah tidak bisa dipertahankan maka selanjutnya pasien
didiagnosis Full edentulous
d. Menurut International Classification of Disease (ICD) -10- Clinical
Modification (CM), Full edentulous diberi kode K0S.2 / K0S. 8/ K0S. 9
yang kemudian prosedurnya diberikan kode 8231 untuk GTL RA dan RB.6,7

2.4 Pengaruh Penyakit Sistemik


DM merupakan suatu kombinasi infeksi dan penyakit pembuluh darah dapat
mengakibatkan berkembangnya komplikasi-komplikasi di dalam mulut.
Manifestasi oral dari DM adalah sebagai berikut:
1) Jaringan mukosa yang meradang
2) Penyakit periodontal berkembang cepat. Pasien akan kehilangan banyak
tulang alveolar dan banyaknya pembentukan kalkulus
3) Mudah terjadi abses periapikal infeksi moniliasis
4) Kurangnya saliva
Manifestasi klinik DM adalah
1) Poliuria
2) Mudah haus
3) Kulit kering
4) Gatal pada kulit
5) Cepat lapar
6) Mudah lelah
7) Berkurangnya berat badan

15
Hal pertama yang dilakukan dokter gigi saat mendapatkan pasien dengan
keadaan sistemik DM ialah mengontrol diabetesnya, menyehatkan kembali
jaringan rongga mulut, dan melakukan konsultasi dengan dokter ahlinya.
Manifestasi oral dari penderita DM sangat mempengaruhi dalam
menentukan rencana perawatan. Pembuatan protesa dapat dilakukan dengan
saran-saran tambahan sebagai berikut:
1) Hindari tindakan bedah major
2) Gunakan bahan cetak yang mengalir bebas
3) Membuat desain rangka geligi tiruan yang terbuka sehingga dapat mudah
dibersihkan, serta beban fungsional dapat didistribusikan pada semua
bagian yang mendukung
4) Bila dibutuhkan, pasien dapat mengonsumsi obat hisap bebas karbohidrat
yang dapat merangsang aliran saliva
5) Tekankan pada pasien mengenai pentingnya pemeliharaan kesehatan
mulut
6) Membuat janji kunjungan kembali setiap enam bulan sekali untuk
mempertahankan kesehatan gigi dan mulut pasien.8

2.5 Pengaruh Labioversi


Pengaruh labioversi dengan penanganan pada bidang prostodonsia sesuai
kasus. Pada kasus gigi 11, 23, 31, 32 labioversi tidak akan berpengaruh terhadap
perawatan pada kasus. Karena gigi ini kedepannya akan dicabut karena
mengalami retraksi gingiva dan mobile derajat 3. Hal ini sesuai dengan indikasi
untuk dilakukan pencabutan gigi yang tersisa, yaitu:9
1) Kesehatan umum pasien
2) Umur pasien
3) Kegoyangan gigi

2.6 Pertimbangan sebelum Melakukan Perawatan


Pertimbangan sebelum melakukan perawatan:8
1. Faktor periodontal
a. Tinjauan Anatomi Jaringan Penyangga Gigi (Periodontium)

16
Jaringan penyangga gigi terdiri dari jaringan gusi (gingiva), tulang
alveolar, ligamentum periodontal dan cementum, yang akan berubah
sesuai dengan umur. Jaringan gusi adalah bagian dari mukosa mulut yang
melapisi tulang alveolar dari rahang atas dan rahang bawah serta
dikelilingi leher gigi. Jaringan gusi secara anatomi dibagi menjadi bagian
tepi (marginal gingival), bagian yang melekat (attached gingival) dan
yang terdapat di antara sela gigi-gigi yang disebut “interdental gingiva”
atau “interdental papillae”. Tulang alveolar adalah bagian dari rahang atas
dan rahang bawah yang membentuk kantong-kantong gigi (socket alveoli).
Ligamentum periodontal adalah jaringan ikat berupa serat-serat yang
mengelilingi aka gigi dan mengikatkannya pada tulang alveolar.
b. Penyakit atau kelainan yang dapat tumbuh dari jaringan
Peradangan jaringan gusi (gingiva) adalah yang paling sering terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis dan biasanya disebabka oleh plak
bakteri. Kelainan jaringan gusi lainnya antara lain pembesaran gusi
(hyperplasia) atau terdapatnya tumor jinak maupun ganas. Peradangan
jaringan periodontal yang disebut “periodontitis” dapat disebabkan karena
masuknya kuman melalui tepi gusi langsung atau merupakan kelanjutan
dari peradangan gusi yang tidak dirawat. Kelainan jaringan periodontal
lainnya adalah trauma dari oklusi, atropi periodontal dan manifestasi
penyakit sistemik.
2. Faktor kesehatan umum
Kecuali dalam hal-hal luar biasa, seorang menderita yang kesehatannya
buruk, sebaiknya dihidarkan dari suat perawatan yang makan waktu panjang
serta melelahkan. Kebijaksanaan seperti ini sebetulnya mungkin bertentangan
dengan perawatan ekstensif, yang kadang-kadang justru merupakan
perawatan ideal.
3. Faktor jenis kelamin
Pada umumnya pasien wanita cenderung lebih memperhatikan faktor
estetik dibanding pria.

17
4. Faktor sosial-ekonomi
Sering kali perawatan yang tepat dianggap perawatan yang ideal pula.
Pada hal, secara praktis harus dilihat juga kemampuan pembiayaan perawatan
penderita.
5. Faktor kedudukan
Kedudukan seseorang merupakan faktor penting pula dalam penentuan
perawatan. Orang-orang professional mungkin membutuhkan perawatan
imidiat, sedangkan untuk pekerja kasar, perawata konvensional akan lebi
cocok.
6. Faktor keinginan dan sikap
Sebelum penentuan perawatan, sikap dan keinginan penderita mengenai
gigi aslinya yang masih tinggal, tidak boleh diabaikan. Sikap dan keinginan
mereka bias bervariasi dan berbeda satu sama lainnya.
7. Faktor waktu
Gigi tiruan sebagian lepasan yang seharusnya bisa menjadi perawatan
ideal, tidak selalu dapat dilaksanakan, karena kendala waktu pelaksanaan.
Seorang guru yang membutuhkan geligi tiruan lengkap, misalnya harus
menunda pencabutan gigi-giginya sampai akhir tahun, bila sekolah sedang
libur besar, dapat disebut menjadi contoh.

Hal-hal yang juga perlu dipertimbangkan:10,11


a. Anatomi jaringan lunak
Anatomi jaringan lunak seperti perlekatan frenulum dan kedalaman sulcus
vestibulum dapat memengaruhi pemilihan konektor dan retainer direk.
Karakteristik jaringan lunak seperti undercut dan kompresibilitas attached
mucosa juga sangat memengaruhi pemilihan desain gigi tiruan. Aspek-aspek
ini harus diidentifikasi dalam pemeriksaan intraoral, karena biasanya sulit
diidentifikasi pada cetakan diagnostik.
b. Anatomi jaringan keras
Oklusi gigi, mobilitas gigi penyangga, akses ke embrassure gigi, adanya gigi
yang mengalami rotasi, posisi undercut, restorasi gigi semuanya akan sengat

18
memengaruhi pemilihan direct retainer. Adanya torus juga akan sangat
memengaruhi pemilihan major connector.
c. Kondisi sistemik pasien
Kondisi penyakit sistemik berupa penyakit degeneratif kronis atau penyakit
disfungsi seperti diabetes, arthritis, obesitas, hipertensi, dan osteoporosis
biasanya menurunkan prognosis hasil perawatan sehingga hal ini harus
dijelaskan ke pasien pada saat awal menjelaskan prosedur perawatan. Namun,
dikatakan bahwa kondisi DM pasien terkontrol, yang berarti bahwa kondisi
ini tidak terlalu mengganggu perawatan namun pasien harus diedukasi
mengenai kondisinya yang harus selalu dikontrol karena kondisi DM akan
sangat memengaruhi kondisi jaringan periodontal.10,11

2.7 Anatomi dan Konsep Denture Bearing Area


Untuk dapat mendukung gigi tiruan, area yang tertutupi oleh membran
mukusa harus didukung oleh jaringan keras sehingga dapat menyangga gigi tiruan
dengan kuat. Area utama yang menanggung beban kompresi mastikasi adalah
alveolar ridge maksila dan mandibula yang bersifat keras dan kaku, yang dikenal
sebagai main stress bearing areas. Palatum dikenal sebagai secondary stress
bearing area karena tulang di bawahnya tipis dan sedikit lebih fleksibel dibanding
alveolar ridge, namun tulang ini tidak mengalami resorpsi seperti alveolar ridge.
Prominensia tulang seperti torus palatinus dan tuberositas maksilaris harus
memiliki relief yang cukup agar tidak ada tekanan dan nyeri. Rugae palatal
membantu dalam pengecapan makanan pada taste buds sehingga harus tercetak
pada fitting surface gigi tiruan rahang atas. Jaringan selain main dan secondary
bearing area adalah area jaringan lunak, yang bersifat mobile dan sensitif, dan
bukan merupakan area utama untuk fondasi gigi tiruan. Karena kondisi edentulous
menyebabkan terjadinya resorpsi maka perlu untuk mengklasifikasikan kondisi
residual alveolar ridge sebagai bahan pertimbangan pembuatan gigi tiruan.
Adapun klasifikasi residual ridge adalah sebagai berikut:
a. Kelas I: Keadaan edentulous yang sangat memungkinkan untuk
mendukung protesa konvensional. Memiliki tinggi tulang ≥21mm dihitung
dari tinggi vertikal mandibula, dan memiliki relasi maksilomandibular
kelas I.

19
b. Kelas II : Degradasi fisik tulang alveolar disertai faktor jaringan lokal dan
manajemen/gaya hidup pasien. Memiliki tinggi alveolar 16-20mm diukur
dari tinggi vertikal mandibula, relasi maksilomandibula kelas I, morfologi
residual alveolar ridge menahan pergerakan horizontal dan vertikal basis
gigi tiruan.
c. Kelas III: Klasifikasi ini memerlukan intervensi bedah (terapi implan atau
bedah preprostetik) untuk mendukung fungsi gigi tiruan. Memiliki tinggi
11-15 mm diukur dari dasar dimensi vertikal mandibula, relasi
maksilomandibular kelas 1-III, morfologi residual ridge hampir tidak
memiliki resistensi terhadap pergerakan horizontal atau vertikal basis gigi
tiruan, dan lokasi perlekatan otot yang kurang memengaruhi stabilitas
basis gigi tiruan.
d. Kelas IV: Klasifikasi ini menggambarkan kondisi edentulous yang paling
parah. Rekonstruksi bedah hampir selalu diindikasikan namun tidak selalu
bisa dilakukan karena kondisi kesehatan pasien, keinginan pasien, riwayat
dental, dan pertimbangan finansial. Residual ridge pasien biasanya lebih
rendah dari tinggi vertikal mandibula, relasi maksilomandibular kelas 1-
III, residual ridge tidak memiliki resistensi pergerakan horizontal dan
vertikal sama sekali, lokasi perlekatan otot memiliki dampak langsung
terhadap stabilitas dan retensi basis gigi tiruan.
Gigi tiruan RA harus menutupi seluruh palatum, aspek labial dan bukal dari
alveolar ridge. Batas posterior harus melewati fovea palatinalis dan menutup
seluruh tuberositas maksila. Sedangkan gigi tiruan rahang bawah harus menutupi
seluruh alveolar ridge hingga sulkus. Batas posterior harus menutupi flabby
retromolar pads. Dapat ditambahkan postdam pada batas posterior gigi tiruan
rahang atas untuk mendapatkan peripheral seal yang paling baik.2,5

2.8 Perawatan
Pada tahap awal seorang dokter gigi selayaknya memberikan kesempatan
kepada pasien untuk memilih jenis gigi tiruan yang akan digunakan dengan
mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan dari masing-masing gigi tiruan.
Jenis gigi tiruan yang dapat disarankan yakni Gigi Tiruan Lengkap

20
Tahap-tahap penatalaksanaan kasus yaitu :
1. Setelah dilakukan pemeriksaan klinis, diagnosis, dan rencana perawatan
maka pasien dapat dirujuk terlebih dahulu ke dokter umum/spesialis untuk
memastikan kadar gula darah dalam keadaan terkontrol. Kemudian pasien
tersebut menandatangani informed consent persetujuan tindakan
pencabutan/ bedah preprostetik yang diindikasikan dan insersi gigi tiruan.
2. Pasien kemudian melakukan perawatan prepostetik, yaitu melakukan
ekstraksi pada sisa akar gigi gigi 12 dan 21 dan gigi 11, 23, 31 dan 32 yang
mobile derajat 3, labioversi dan mengalami retraksi pada gingiva
Setelah itu masuk ke prosedur klinis untuk pembuatan gigi tiruan, dimulai dari :
a) Prosedur pencetakan
Pencetakan pendahuluan dengan alginate
i. Pemilihan sendok. Sendok cetak perforasi yang dipilih harus sesuai
dengan ukuran rahang (lebih besar 4-5 mm untuk memberi tempat bagi
bahan cetak) dan mencapai batas palatum lunak dan keras serta hamular
notch, untuk rahang atas dan retromolar pad untuk rahang bawah.
ii. Posisi pasien. pasien duduk dengan posisi tegak dan bidang oklusal
sejajar lantai. Posisi mulutnya setinggi siku, untuk pencetakan rahang
bawah dan setinggi bahu operator untuk pencetakan rahang atas
iii. Bahan cetak. Rubber bowl yang sudah disiapkan, diisi air dengan suhu
kamar sesuai takaran. Lalu bubuk alginate di tuang dengan takaran
sesuai petunjuk pabrik. Pengadukan dilakukan selama 1 menit dengan
cepat hingga homogen. Pada penuangan alginat ke dalam sendok
usahakan jangan sampai ada udara terjebak dan semua bagian sendok
terisi dengan baik.
iv. Penempatan sendok ke dalam mulut. Setelah bahan cetak
ditempatkan pada sendok, bagian-bagian kritis seperti preparasi
sandran, retromilohioid, tuber maksilaris, dan bagian tengah palatum
boleh diulasi alginate dengan jari tangan.
v. Posisi operator waktu mencetak. Operator berdiri pada sisi kanan
agak ke belakang untuk pencetakan rahang atas dan sisi kanan agak ke
depan untuk rahang bawah.

21
vi. Pencetakan rahang atas. Masukkan sendok cetak dengan salah satu
sisinya terlebih dahulu. Untuk memudahkan sudut mulut pada sisi
berlawanan disingkap menggunakan kaca mulut. Segera setelah sendok
benar, sendok cetak ditekan keatas. Penekanan sendok cetak diawali
dengan bagian posterior terlebih dahulu, baru kemudian bagian anterior.
vii. Pencetakan rahang bawah. Sudut kanan mulut disingkap dengan kaca
mulut, lalu sisi kiri sendok dimasukkan dengan arah
memutar.penempatan dilakukan di senter sambil menginstruksikan
pasien untuk mengangkat lidahnya sebentar. Sendok cetak ditekan dan
meminta pasien menurunkan kembali lidahnya.
viii. Pengeluaran cetakan. Sendok cetak dikeluarkan dari mulut dengan
gerakan sejajar sumbu panjang gigi. Ke luar mulut, sendok langsung
dicuci dengan air mengalir untuk membersikan saliva dari
permukaannya. Pengisisan cetakan dengan bahan gypsum harus
dilakukan secepatnya selambat-lambatnya 15 menit.
a. Vertikal Dimensi
Pada Dimensi Vertikal yang terlalu tinggi, pasien akan mengalami
gangguan fungsi kunyah, berupa: ketegangan pada otot maseter dan
kelelahan pada saat pengunyahan makanan. Pasien yang memiliki
dimensi vertikal terlalu tinggi akan menyebabkan perpanjangan
dimensi wajah, sehingga pada saat posisi istirahat, bibir akan terbuka.
Otot pembuka dan penutup mulut yang berperan dalam fungsi
pengunyahan tidak dapat mencapai posisi istirahat dengan benar
sehingga berdampak pada ketidaknyamanan pasien pada gigi tiruan
tsb.
Dimensi vertikal yang terlalu rendah akan menyebabkan
berkurangnya efisiensi pengunyahan makanan, karena gigi-gigi
rahang atas dan bawah belum berkontak pada saat otot-otot selesai
berkontraksi untuk mengunyah makanan, sehingga ketika gigi-gigi
tersebut bertemu pada saat mengunyah makanan, daya kunyah yang
terjadi sudah jauh berkurang. Selain itu, tekanan pada daerah

22
persendian dan ligamen pada saat mengunyah. Hal ini menyebabkan
rasa sakit pada TMJ.
b. Relasi Rahang
` Dalam menentukan relasi rahang pasien lansia diperlukan waktu
serta instruksi yang jelas dan sederhana. Dengan bertambahnya usia
akan terjadi beberapa perubahan. Sisa alveolar ridge akan mengalami
penyusutan. Terdapat kerutan disekitar mulut karena hilangnya
dukungan bibir. Dengan adanya perubahan ini, maka dalam
menentukan dimensi vertikal perlu adanya penambahan dalam
menentukan ruang antar ridge. Pada pasien usia muda, jarak inter-
oklusal sekitar 3 mm, sedang pasien lansia jarak tesebut dibuat
menjadi sekitar 5 mm.

1) Cara menentukan relasi vertikal : Pembuatan basis gigitiruan dan


bite rim
i. Bahan basis : Shellac Base Plate atau Malam
ii. Bahan oklusal rim : Malam
iii. Guna basis : untuk tempat meletakkan oklusal rim
2) Cara pembuatan oklusal rim: Dimana basis shellac dipanaskan
pada lampu spiritus dan ditekan sampai rata, kelebihan dibuang
dengan pisau/gunting kemudian oklusal rim/malam diletakkan pada
basis tersebut di daerah prosesus alveolaris yang tidak bergigi.
3) Cara pengukuran relasi vertikal:
 Relasi vertikal posisi istirahat
 Tentukan dua titik pada wajah pasien sejajar dengan median
line.
 Pasien diinstruksikan menghiting satu hingga sepuluh serta
mempertahankan posisi rahangnya
 Kemudian pasien disuruh mengucapkan beberapa kata yang
berakhiran S & diukur kembali jaraknya.
 Seterusnya pasien disuruh menelan dalam keadaan rileks
dilakukan pengukuran ketiga.

23
 Relasi vertikal oklusi
 Pengukuran dilakukan setelah oklusal rim diletakkan dalam
mulut pasien.
 Oklusal rim rahang atas dimasukkan, perhatikan kembali
bentuk wajah pasien apakah sudah sesuai dengan ekspresi
normal.
 Kemudian masukkan oklusal rim rahang bawah, pasien
disuruh menghentikan rahang atas dan rahang bawah dalam
keadaan sentrik oklusi,
 Ukur kembali jarak antara kedua titik tersebut, akan
berkurang 2-4 mm dari jarak relasi vertikal posisi istirahat.
Inilah yang disebut jarak relasi vertikal oklusi.
 Cara menentukan relasi sentrik :
Bila melakukan penentuan hubungan sentrik, sebaiknya
bagian atas badan pasien tegak dan tidak bersandar. Mula-mula
dokter gigi boleh membantu pasien dengan cara menekan
perlahan-lahan dagunya untuk menolong dan menjuruskan
kepada kedudukan paling belakang. Namun, bila pencatatan
terakhir dilakukan, pasien jangan disentuh. Selanjutnya pasien
dipersilahkan menelan dengan mempertahankan oklusal rim
tetap berkontak. Dua tanda digoreskan pada sisi oklusal rim dari
rahang atas ke rahang bawah untuk mencatat kedudukan ini.
Kemudian kita mempersilahkan pasien menutup rahang dan
menelan beberapa kali, tanda oklusal rim tersebut harus bertemu
dalam hubungan yang sama setiap saat.
Setelah relasi vertikal dan relasi sentrik diperoleh, lalu
oklusal rim difiksasi, dikeluarkan dari dalam mulut dan
dikembalikan ke model kerja, kemudian model kerja ditanam
pada artikulator/okludator.
c. Bite Rim
Bite rim adalah tanggul gigitan yang terbuat dari lembaran malam
(wax) yang berfungsi untuk menentukan tinggi gigitan pada pasien yang

24
sudah kehilangan semua gigi agar mendapatkan kontak oklusi. Bite rim
dibuat dengan menggunakan malam yang berwarna merah yang bisa
dibentuk basis sebagai pengganti sementara bagi gigi tiruan penuh
digunakan untuk menentukan profile pasien, menentukan tinggi gigit,
oklusi sentrik, dimensi vertikal, menentukan letak permukaan bidang
oklusal, menentukan letak garis tengah, garis senyum, garis caninus, dan
panduan saat menyusun elemen gigi
Terdapat 2 metode yang digunakan pada pembuatan bite rim yaitu
teknik cor dan teknik gulung. Teknik cor adalah teknik pembuatan bite
rim dengan cara lembar malam dicairkan lalu dituangkan kedalam
cetakan wax. Teknik gulung adalah teknik pembuatan bite rim dengan
cara lembar malam yang dilunakkan, kemudian digulung.
Kelebihan pembuatan bite rim dengan teknik cor adalah pada pola
bite rim yang sudah dibentuk, tinggi yang sudah ada, bahan yang
digunakan lebih sedikit dan waktu yang lebih singkat, sedangkan teknik
gulung tidak menggunakan wax rims former dan kaleng yang digunakan
sebagai alat bantu mencairkan wax
Kekurangan teknik cor pada pembuatan bite rim adalah lebar bite
rim yang belum ada, sedangkan teknik gulung tidak memerlukan alat
bantu untuk mencairkan wax.
Setelah itu desain dan surat perintah kerja diberikan ke laboratorium untuk
prosedur penyusunan gigi. Setelah model wax diberikan dilakukan prosedur try-
in. Dan jika sudah baik dikirim ke lab untuk packing akrilik. Setelah selesai,
dikakukan try-in, remounting dan penyesuaian jika ada keluhan dari pasien lalu
pasien diberikan instruksi pasca pembuatan gigi tiruan.12, 13,14

2.9 Jenis Gigi Tiruan yang Sesuai


Jenis gigi tiruan yang digunakan adalah removable full denture. Setelah
dilakukan ekstraksi gigi, maka pasien sudah tidak lagi memiliki gigi sama sekali
maka diberikan full denture. Bahan yang digunakan adalah basis logam yang
dilapisi akrilik. Pasien DM sering mengeluhkan burning mouth syndrome dan
untuk menyesuaikan kondisi ini digunakan basis logam. Dikarenakan logam tidak
estetis maka diberikan lapisan luar bahan akrilik. Bahan ini memiliki warna

25
intrinsik dan ekstrinsik yang dapat menyerupai warna gigi natural dan stabilitas
warna yang baik. Pemilihan gigi artifisial berbahan akrilik dipilih karena pasien
tidak membutuhkan nilai estetik yang tinggi sehingga estetik dari akrilik sudah
cukup. Selain itu, melihat pasien sering mengeluh maka tidak diberikan bahan
gigi artifisial porselen karena dapat menyebabkan suara clicking gigi yang
pastinya akan mengganggu kenyamanan pasien.12

2.10Desain Gigi Tiruan

2.11Surat Perintah Kerja


Surat perintah kerja seharusnya merupakan surat yang ditulis dengan
singkat, sederhana, jelas dan berisi informasi lengkap mengenai apa yang
diinginkan. Sebuah surat perintah kerja hendaknya memuat:14
a. Nama dan alamat laboratorium teknik gigi
b. Nama dan alamat dokter gigi pasien
c. Tanggal pengiriman
d. Tanggal selesai pekerjaan yang diinginkan
e. Kolom untuk ciri-ciri pasien
f. Kolom untuk instruksi khusus
g. Gambar gigi serta lengkung rahang atas dan bawah
h. Tanda tangan dokter gigi
Surat perintah kerja ini bisa berupa formulir yang dibuat sendiri oleh dokter
gigi, tetapi pada umumnya disediakan oleh laboratorium teknik gigi yang

26
kemudian diberikan kepada para dokter. Dapat dibuat dua rangkap, satu untuk
laboratorium, dan sisanya untuk arsip dokter tersebut.

2.12Prosedut Lab Pembuatan G


a. Flasking
Flasking merupakan suatu proses penanaman model dan trial denture
malam merah dalam suatu flask/cuvet untuk membuat sectional mold.
Mold bagian bawah dibuat dengan menanam Model dalam gips dan
bagian atas dibuat dari 2 adukan stone yang terpisah diatas denture malam
merah. Proses ini dilakukan untuk memampatkan dan memproses resin
akrilik saat pembuatan gigi tiruan.
Prosedur flasking :
1. Memilih kuvet yang sesuai dengan model kerja, olesi permukaan flask
dengan vaselin agar mudah ketika proses deflasking.
2. Model kerja dilepaskan dari articulator
3. Model dimasukkan dengan jarak ujung model ke tepi kuvet atas
kurang lebih 13 mm dengan teknik pulling the casting. Permukaan
gips dibuat landai dan sisa gips ditepi kuvet harus dibersihkan
4. Setelah gips mengeras, permukaan gips diolesi dengan vaseline

27
5. Kuvet atas dipasang lalu isi dengan adonan gips sampai penuh sambil
diketuk secara perlahan-lahan agar gips dapat masuk ke daerah yang
sempit lalu press sampai kelebihan gips keluar. Setelah gips mengeras
maka siap untuk melakukan proses boiling out.
b. Membuang malam (wax elimination)
1. Air dipanaskan sampai mendidih kemudian kuvet dimasukkan kedalam
panci berisi air mendidih kurang lebih 5 menit , kemudian diangkat
lalu kuvet dibuka dengan pisau gips kemudian sisa malam disiram
dengan air panas hingga bersih.
2. Setelah proses boiling out selesai, kemudian mendapatkan mould space,
serpihan gips dibersihkan dan tepi-tepi tajam dirapikan.
c. Molding
Molding merupakan suatu proses pembuatan cetakan atau
mempersiapkan ruang untuk pengisian akrilik.
Cara memolding :
1. Setelah gips pada cuvet lawan mengeras, dapat diperiksa dengan
membuka tutup atas dari cuvet, buka kuvet tersebut (kuvet
antagonisnya)
2. Buang wax dengan menyiramkan air mendidih
3. Olesi bahan separasi , jangan mengenai anasir gigi tiruan
d. Packing
Packing adalah pengisian mould yang terbuat dari gips yang
terdapatdalam kuvet logam dengan bahan plastis kemudian diproses untuk
membuat protesa
Tahapan dari proses packing, yaitu:
1. Mould diolesi Cold Mould Seal (CMS)
2. Semua alat dan bahan yang dibutuhkan harus disiapkan3)
3. Adonan akrilik dibuat dengan mencampurkan monomer dan polimer
kedalam mixing jar. Adonan akrilik ditutup dan didiamkan agar
berpolimerisasi dengan baik. Setelah adonan mencapai dough stage,
dibentuk menjadi gulungan kemudian diaplikasikan ke dalam mould
space dengan jari tangan lalu plastik cellophane diletakkan di antara

28
kuvet atasdan kuvet bawah, kuvet atas dan kuvet bawah disatukan
kemudian dipres.
4. Press dilakukan secara perlahan-lahan sampai metal to metal kontak
agar akrilik dapat mengalir ke semua daerah dan kelebihannya mengalir
keluar kuvet.
5. Kuvet dibuka lalu kelebihan akrilik yang menempel dibersihkan
kemudian plastik cellophane diletakkan kembali dan lakukan pres
kedua.Kuvet dibuka dan apabila sudah tidak ada kelebihan akrilik,
akrilik diolesi dengan liquid kemudian dilakukan pres terakhir tanpa
plastik cellophane.
6. Kemudian kuvet direndam dibawah air pada suhu kamar selama 30
menit
e. Pemasakan Akrilik (Curing)
1. Air dipanaskan sampai mendidih lalu kuvet dimasukkan selama ± 1
jam 30 menit dari air mendidih
2. kuvet diangkat dan didiamkan sampai kembali pada suhu kamar
f. Deflasking
Deflasking adalah tindakan mengeluarkan model dan gigi tiruan
dalamkuvet. Kuvet dibuka, Protesa dipisahkan dari gips dengan
menggunakangergaji kecil atau pisau gips secara hati-hati agar protesa
tidak cacat/patah.
g. Finishing dan polishing
1. Protesa dibersihkan dari sisa-sisa gips
2. Menghaluskan seluruh bagian permukaan gigi tiruan kecuali bagian
yangmelekat dengan mukosa.
Polishing permukaan gigi hingga mengkilap kecuali pada bagian fitting
surface. Poles yang pertama dilakukan dengan menggunakan feltcon dan
pumice. Poles yang kedua dilakukan dengan menggunakan sikat dan
pumice.12

29
2.13 Prognosis
Pada prinsipnya semua gigi tiruan dapat disarankan untuk penderita diabetes
mellitus, seperti gigi tiruan lepasan, cekat, overdenture maupun implant. Akan
tetapi, tingkat keberhasilannya ditentukan oleh kontrol glikemik dan perawatan
pendahuluan. Gigi tiruan lepasan merupakan pilihan utama dan terbaik untuk
penderita diabetes mellitus, karena mudah dibuka pasang, sehingga memberikan
kesempatan jaringan rongga mulut untuk istirahat dan memperlancar aliran darah
serta pasien mudah membersihkan. Dokter gigi harus jeli dan mampu memilih
dukungan dan gigi penyangga gigi tiruan dengan tepat. Hal ini berhubungan
langsung dengan pendistribusian beban kunyah, perlindungan sisa jaringan rongga
mulut dan efektifitas proses pengunyahan. Diharapkan ggi tiruan tidak
menimbulkan masalah baru dan kerusakan jaringan rongga mulut. 15
Penderita diabetes mellitus dapat dipertimbangkan untuk dilakukan perawatan
prostodonsia, akan tetapi, dokter gigi tetap memperhatikan kadar glukosa darah
dan pengaruh komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.15

2.14 Keluhan dan Tuntutan Pasien


Keluhan yang paling sering pasien yang memakai gigi tiruan lengkap adalah
iritasi mukosa, tidak mencukupi retensi dan stabilitas, akumulasi makanan di
bawah gigi tiruan, kesulitan dalam berbicara, kesulitan dalama hal pengunyahan,
penampilan tidak menarik, gigitiruan retak dan debonding gigi.16
1. Iritasi mukosa
Mukosa harus bebas dari iritasi, jika tidak fungsi akan terganggu. Iritasi
mukosa muncul terutama karena dua alasan tekanan melampaui batas-
batas fisiologis dan pergerakan gigi tiruan selama berfungsi. Hal ini sering
terlihat di frenii, daerah otot, daerah hamular, area mandibula
retromylohyoid, dan area buccal. Iritasi mukosa mungkin karena
hubungan rahang atau susunan gigi rusak, yaitu penurunan atau
peningkatan dimensi vertikal; ketidakstabilan yang disebabkan oleh salah
hubungan sentris, prematur kontak di oklusi sentris. Mukosa iritasi
mungkin juga terjadi sebagai akibat batas-batas yang berlebihan dan dapat
diperbaiki dengan pengurangan perbatasan. Penggunaan media disclosing

30
pada permukaan intaglio gigi tiruan dapat membantu untuk menentukan
area dan koreksi. Kombinasi laboratorium dan klinis prosedur remounting
menyebabkan penyempurnaan oklusi dengan mengurangi gangguan dan
perbedaan dalam kontak oclusal yang berkontribusi terhadap iritasi
jaringan, sakit selama pengunyahan, ketidaknyamanan saat menelan dan
pengunyahan. Stomatitis adalah kejadian biasa dalam pemakai gigi tiruan,
mengakibatkan eritema di bawah gigi tiruan. Pada etiologi nya bisa
disebabkan berbagai faktor, dan itu mungkin terkait dengan faktor-faktor
lokal maupun sistemik. Manajemennya termasuk terapi antijamur, koreksi
gigi tiruan tidak pas, dan efisien kontrol plak.
2. Cukup retensi dan stabilitas
Pasien sering mengeluh tentang pas/longgar atau sakit yang mungkin
karena kurangnya retensi atau stabilitas. Jika pasien mengeluh selalu
kelonggaran, mungkin ada kesalahan retensi, sedangkan jika pasien
mengeluh kelonggaran tapi gigi tiruan tidak dapat tertarik langsung,
kurangnya stabilitas dapat diduga. Kontak oclusal rusak juga
mengakibatkan gangguan pergerakan gigi tiruan dan dianggap sebagai
kurangnya stabilitas dan retensi.
Gigitiruan pada mandibula, sering terdapat keluhan pasien seperti
ketidakstabilan, nyeri, dan ketidakmampuan mengunyah. Kurangnya
motivasi dan posisi lidah sering mengakibatkan ketidakmampuan untuk
mengunyah dan kurangnya retensi pada protesa dapat ditingkatkan dengan
termasuk penggunaan perekat gigitiruan, relining, rebasing dan
penggunaan implan gigi endosseous. Air liur memainkan peranan utama
dalam retensi gigi tiruan. Pasien dengan (tegangan permukaan rendah) air
liur mengalami kesulitan dengan retensi gigi tiruan. Air-liur perekat tipis,
yang berisi komponen lendir. Tipis dan air liur berair tidak efektif dan
dapat diidentifikasi dengan para ketidakmampuan untuk aliran air liur
yang normal.
Tebalnya air liur sebagai perekat tetapi cenderung terlalu tebal di bawah
gigi tiruan dan mengganggu keseluruhan adaptasi.

31
3. Akumulasi makanan di bawah gigi tiruan
Akumulasi makanan di bawah gigi tiruan mandibula bisa diminimalkan
dengan posisi yang benar lidah oleh pasien. Wright menyarankan bahwa
posisi beristirahat ideal lidah adalah untuk menjaga ujung lidah dengan
permukaan lingual gigi anterior mandibula, dengan secara lateral
permukaan menyentuh gigi tiruan posterior. Pasien yang kurang mahir
dalam menstabilkan prostesis selama fungsi dapat menyebabkan gerakan
gigitiruan lebih besar dan jumlah lebih besar memungkinkan dalam hal
partikel makanan yang akan berkumpul di bawah gigi tiruan. Penyebab
mengunyah sepihak lebih besar gigitiruan gerakan
4. Kesulitan dalam berbicara
Meskipun mayoritas pasien beradaptasi dengan gigi tiruan baru dalam
beberapa minggu, beberapa pasien melaporkan kesulitan selama bicara.
Lidah memainkan peran utama dalam mengkonversi suara ke fonem yang
dimengerti. Fonetik dapat dievaluasi oleh palatography. Tes ini terdiri dari
mengevaluasi kontak antara lidah dan langit-langit melalui fonetik. Kong
dan Hansen menunjukkan kebutuhan untuk personalisasi langit-langit
kontur gigi tiruan maksilaris dalam kaitannya dengan lidah sebagai
prosedur ini dapat mengurangi periode untuk adaptasi prosthesis. Panjang,
bentuk dan ketebalan lingual flange yang dapat mempengaruhi gigi
mandibula juga penting dalam berbicara. Adaki et al menunjukkan bahwa
ada relatif perbaikan berbicara dengan relief rugae dimasukkan. Di antara
ini, disesuaikan rugae gigi tiruan menunjukkan hasil yang lebih baik
daripada rugae gigi tiruan seenaknya. Posisi gigi anterior rahang atas bisa
juga menyebabkan kesulitan dalam bicara. Repositioning gigi anterior bisa
membantu untuk mengatasi masalah terebut.
5. Efensiensi Mastikasi
Jangka waktu 6-8 minggu diperlukan untuk membangun pola baru untuk
otot mastikasi. Pasien sebagian besar beranggapan bahwa setiap kesulitan
disebabkan selama pengunyahan adalah karena gigi tiruan yang rusak.
Mereka harus diajar bahwa mengunyah dengan gigi tiruan adalah
mekanisme rumit dimana seluruh sistem mastikasi yang terlibat. Oleh

32
karena itu pasien harus disarankan untuk mengunyah secara bersamaan
pada kedua sisi untuk membantu dalam stabilitas gigi tiruan. Mereka harus
sarankan untuk mulai makan makanan ringan, tidak lengket dan perlahan-
lahan beralih ke lebih banyak zat makanan resistif. Pasien harus
diinstruksikan untuk mengunyah dengan gigi posterior mereka; terutama
mereka yang harus mengunyah dengan beberapa gigi anterior sebelum
memakai gigi tiruan lengkap.
6. Penampilan tidak menarik
Pasien umumnya ingin gigi yang lebih ringan di dalam warna dan lebih
kecil di ukuran. Pasien harus diberitahu bahwa gigi gelap dengan umurdan
dengan cahaya jika gigi terlihat lebih buatan daripada lebih gelap.
Memberitahu pasien bahwa gigi akan menjadi kurang transparan.
Kenaikan lebih lanjut dimensi vertikal oclusal menyingkirkan wajah
keriput terutama disebabkan oleh penuaan harus dihindari karena dapat
membuat adaptasi baru gigi tiruan lebih sulit. Contouring berhati-hati dari
flange bibir dan kecenderungan maksilaris gigi sentralis akan melindungi
kontur philtrum dan tuberkulum bibir atas dengan menyediakan dukungan
memadai.
7. Gigi retak
Penyebab fraktur harus ditentukan yakni kapan pertama tiba pasien dengan
keluhan dari gigi retak untuk mengetahui kondisi di mana fraktur terjadi.
Fraktur dapat dari dua jenis-disengaja dan tekanan diinduksi. Frenum
besar ini dapat menganggu retensi gigi tiruan dan stabilitas. Penggunaan
lapisan di bawah basis gigi tiruan di bagian palatinal dapat mengurangi
stress pada saat penggunaan gigi tiruan.
8. Hilangnya sensasi rasa
Ini adalah keluhan umum dengan edentulous dari pasien umur lanjut,
karena selera mereka mulai atrofi pada waktu yang sama yang gigi tiruan
pertama dipakai. Pasien harus diberitahu bahwa sebagian besar selera di
lidah dan tidak dilindungi dengan gigi tiruan. Penempatan gigitiruan dasar
yang mengurangi sensasi stimulasi dan untuk langit-langit sebagian
mungkin dapat menyebabkan untuk hilangnya rasa. Pasien harus

33
membersihkan gigi tiruan harian dengan merendam dan menggosok
dengan pembersih. Penyikatan lidah penting untuk meningkatkan rasa
ketajaman pada pasien geriatri. Masalah ini dapat terjadi karena penurunan
vertikal dimensi dan upaya harus dilakukan untuk memperbaiki dimensi
vertikal.
9. Mual dan tersedak
Keluhan ini dapat dilihat pada pasien dengan refleks muntah yang
berlebihan. Mungkin juga disebabkan oleh posterior gigi tiruan maksila
berlebihan dan bagian distolingual gigitiruan mandibula. Dalam kasus
seperti gigi tiruan harus dikurangi posterior untuk wilayah posterior langit-
langit. Kondisi ini sering karena kontak oclusal tidak stabil atau
meningkatnya vertikal dimensi oklusi karena mungkin tidak seimbang atau
sering kontak oclusal mencegah adaptasi dan memicu refleks tersedak.
Situasi serupa dapat terjadi di maxilla dari tekanan tajam papila karena
kompresi pada saraf nasopalatine.16

2.15 Instruski dan Kontrol Pasca Perawatan


Pemeriksaan pertama dijadwalkan 1 sampai 3 hari pasca pemasangan gigi
tiruan dan pemeriksaan kedua dijadwalkan satu minggu setelah pemeriksaan
pertama. Dokter gigi harus menanyakan keluhan pasien terhadap gigitiruan
meliputi fungsi bicara, mastikasi, estetik maupun kenyamanan pemakaian
gigitiruan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap oklusi gigitiruan dan
mukosa di dalam rongga mulut. Seluruh rongga mulut diperiksa secara visual dan
palpasi sehingga dapat ditentukan lokasi apabila terdapat iritasi jaringan lunak.17
Perawatan yang dilakukan meliputi: Pengobatan terhadap iritasi pada jaringan
lunak, koreksi terhadap ketidaksesuaian oklusal dan perbaikan terhadap basis
gigitiruan yang terlalu panjang dan tepi gigi tiruan yang tajam. Dokter gigi juga
harus menginstruksikan untuk kontrol secara periodic untuk mencegah adanya
denture stomatitis dan denture hyperplasia. 17,8
Kontrol berkala bagi pasien pemakai gigitiruan sebaiknya dilakukan dalam
interval waktu 12 bulan, sedangkan bagi pasien dengan problem kesehatan

34
tertentu, dianjurkan untuk melakukan kontrol berkala dengan interval waktu 3-4
bulan.17,8
Instruksi yang harus diberikan kepada pasien pemakai GTL, yaitu:18
a. Menjaga kebersihan GT
Pasien diinstruksikan untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut pemakai GTL
agar menunjang kesehatan gigi dan mulut secara menyeluruh. Pasien GTL
harus rajin membersikan GT nya, agar sisa sisa makanan tidak menempel
pada GT. Tujuannya untuk mengurangi atau menghilangkan akumulasi
mikroorganisme penyebab plak, mucin, debris dan perubahan warna.
Pembersihan GT dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara mekanik dan
kimiawi. Secara mekanik yaitu dengan menggosok GT dengan sabun atau
pasta gigi 2x sehari setelah makan pagi dan malam sebelum tidur. Secara
kimiawi yaitu dengan pembersih kimia yang direndamkan bisa berupa
peroksida alkali dan daun sirih dicampur dengan aquadest.
b. Mencopot GT sebelum tidur
Dilakukan untuk mengurangi penumpukan mikroorganisme terus menerus.
Contohnya: Candida Albicans. Hal ini merupakan factor predisposisi
perlekatan plak pada GT, gigi penyangga dan basis yang menutupi mukosa.
Oleh karena itu, harus dicopot sebelum tidur dan direndam didalam larutan
kimiawi. Tujuannya untuk mengistirahatkan jaringan rongga mulut, saraf dan
pembuluh darah pada rongga mulut pengguna GTL.

2.16 Perawatan Alternatif


Prinsip perawatan prostodonsia adalah menggantikan apa yang telah hilang
serta melestarikan gigi dan struktur rongga mulut yang masih ada.
Mempertahankan gigi yang tersisa akan mencegah resorpsi linggir alveolar.
Resorpsi menyebabkan luas jaringan pendukung gigi tiruan berkurang.
Overdenture merupakan salah satu alternatif perawatan sederhana yang membantu
mengatasi beberapa masalah yang dihadapi pada penggunaan gigi tiruan lengkap
dan merupakan upaya paling akhir agar pasien tidak kehilangan gigi, dengan
demikian mempertahanlan fungsi kunyah dan mencegah resorpsi tulang alveolar.
Overdenture adalah gigi tiruan sebagia atau lengkap lepasan yang menutupi dan

35
bersandar pada satu atau lebih gigi natural, akar gigi, dan/atau dental implants.
Mempertahankan elemen gigi natural dan/atau akarnya, akan memberikan
keuntungan antara lain: menambah dukungan terhadap gigi tiruan, serta
mempertahankan rangsang sensoris dan dimensi vertikal. Mempertahankan
beberapa gigi natural juga dapat meningkatkan nilai psikologis bagi pasien.
Indikasi overdenture :
a. Mobilitas minimal
b. Gingiva cekat melekat dengan baik
c. Tersisa paling sedikit 1 gigi yang masih dapat dipertahankan
d. Pasien dengan prognosis yang buruk untuk dibuatkan gigi tiruan lengkap
Kontraindikasi overdenture :
a. Kondisi oral hygiene buruk
b. Indeks karies tinggi sehingga prognosis gigi untuk dipertahankan buruk
c. Pasien dengan keterbatasan ekonomi
d. Fisik dan mental yang tidak cukup baik.

2.17 Dampak
Akibat yang muncul karena kehilangan gigi, yaitu migrasi dan rotasi gigi.
Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran,
miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang
normal untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan maka akan
mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring sulit
dibersihkan, sehingga aktivitas karies meningkat.
Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang masih
ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi pembebanan
berlebih (over loading). Hal ini akan mengakibatkan kerusakan membran
periodontal dan lama kelamaan gigi tersebut menjadi goyang dan akhirnya
dicabut.
Kehilangan gigi depan atas dan bawah yang sering menyebabkan gangguan
fungsi bicara, karena gigi khususnya yang depan termasuk bagian organ fonetik.
Menjadi buruknya penampilan (loss of appearance) karena kehilangan gigi depan
akan mengurangi daya tarik wajah seseorang, apalagi dari segi pandang manusia

36
modern. Kehilangan gigi menyebabkan terganggunya kebersihan mulut. Migrasi
dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan gigi tetangga-nya,
demikian pula pada gigi antagonisnya. Adanya ruang interproksimal ini
mengakibatkan terbentuknya celah antar gigi yang mudah disisipi sisa makanan.
Dengan sendirinya kebersihan mulut jadi terganggu dan mudah terbentuk plak;
bila tidak diperhatikan maka akan menyebab-kan angka kejadian karies
meningkat.20
Kehilangan gigi dapat memberikan banyak masalah baik pada kesehatan
rongga mulut itu sendiri dan juga kesehatan umum.
Kesehatan RM (Rongga Mulut)
1. Resorpsi tulang alveolar yang lebih cepat
2. Hilangnya dimensi vertical
3. Erupsi berlebihan dari gigi antagonis
4. Migrasi dan rotasi dari gigi yang masih ada
Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan
pergeseran, miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi
menempati posisi yang normal untuk menerima beban yang terjadi pada
saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan kerusakan struktur
periodontal
5. Kebersihan mulut terganggu
6. Lidah melebar
7. Beban berlebih pada jaringan pendukung
Gigi yang masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar
sehingga terjadi pembebanan berlebih
8. Kelainan bicara
9. Memburuknya penampilan
10. Terganggunya otot masseter
11. Penurunan tekanan kunyah
12. Gangguan TMJ
Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (=over closure),
hubungan rahang yang ekstrinsik akibat kehilangan gigi dapat
menyebabkan gangguan pada struktur sendi rahang

37
Kesehatan umum
Beberapa studi kehilangan gigi dapat berefek pada kesehatan umum dalam
berbagai cara:
1. Rendahnya asupan buah, sayur dan meningkatnya kolestrol dan lemak
jenuh akan meningkatkan obesitas >> meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular dan gangguan gastrointestinal
2. Penurunan fungsi harian, aktivitas fisika yang berkaitan dengan kualitas
hidup
3. Peningkatan risiko penyakit kronik ginjal.17,21,22

38
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kehilangan gigi merupakan salah satu masalah yang banyak dijumpai


dimasyarakat, baik karena penyakit periodontal maupun masalah-masalah yang
lainnya. Hal ini menyebabkan penggunaan gigi tiruan merupakan hal yang tidak
lazim lagi. Perawatan dengan gigi tiruan lengkap adalah perawatan yang dapat
dipilih untuk merestorasi kehilangan gigi oleh pasien yang kehilangan banyak
gigi.
Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh
gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas
dan rahang bawah. Protesa tersebut terdiri dari gigi-gigi tiruan yang dilekatkan
pada basis protesa. Basis protesa memperoleh dukungan melalui kontak yang erat
dengan jaringan mulut dibawahnya. Tujuan menggunakan gigi tiruan lengkap
adalah mengembalikan fungsi-fungsi yang telah hilang, baik itu fungsi mastikasi,
fonetik, dan estetis
Pasien pemakai GTL diinstruksikan untuk menjaga kesehatan gigi dan
mulut agar menunjang kesehatan gigi dan mulut secara menyeluruh. Pasien GTL
harus rajin membersikan GT nya, agar sisa sisa makanan tidak menempel pada
GT. Tujuannya untuk mengurangi atau menghilangkan akumulasi
mikroorganisme penyebab plak, mucin, debris dan perubahan warna. Pembersihan
GT dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara mekanik dan kimiawi. Secara
mekanik yaitu dengan menggosok GT dengan sabun atau pasta gigi 2x sehari
setelah makan pagi dan malam sebelum tidur. Secara kimiawi yaitu dengan
pembersih kimia yang direndamkan bisa berupa peroksida alkali dan daun sirih
dicampur dengan aquadest.

3.2 Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, Semoga bermanfaat dan


menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada
kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas. Atas segala
kekurangan dari isi makalah kami, kiranya dimaklumi. Kami juga sangat

24
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini dan untuk proses pembelajaran selanjutnya. Sekian dan terima kasih.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Polsani LR, Kumar GA, Githanjali M, Raut A. Geriatic Psychology and


Prosthodontics Patient. Int J of Prosthodontics and Restorative Dentistry; 2011
: 1(1)
2. Zarb GA, Bolender CL, Hickey JC, Carlsson GE. Buku ajar prostodonti untuk
pasien tak bergigi menurut Boucher. Ed 10. Jakarta: EGC; 2001. h. 60-1, 64.
3. Irawan A, Nawawi J, Ahmad B. Manajemen Kompalin dalam Pelayanan
Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Merauke. JournalUnmus, 2016,
5(1): 25-6.
4. Siswosaputro AY dan Herawati D. Hubungan Dokter Pasien Sesuai Harapan
Konsil Kedokteran Indonesia. Maj Ked Gi, Des 2012; 19(2): 172-3.
5. Soratur SH. Essentials of prosthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2006. pp. 6-7, 65-72, 83-4, 89, 121-2.
6. ADA (American Dental Association). ICD codes in state medical dental claim
submission. September 2015.
7. Khan M. Coding guidelines for dentists. SADJ 2014;69(6):248.
8. Gunadi Hariyanto, et al. Buku Ajar Ilmu Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. Jilid1
. Jakarta: EGC; 2017. Pp.46-7, 110
9. Zarb GA, Bolender CL, Hickey JC, Carlsson GE. Buku Ajar Prostodonti
untuk Pasien Tak Bergigi Menurut Boucher. Ed. 10. Jakarta: EGC. 2001.
Pp.55-6.
10. Loney RW. Removable partial denture manual. Halifax: Dalhousie
University; 2011. p. 68.
11. Dones JD, Garcia LT. Removable partial dentures A clinician’s guide. Iowa:
Wiley-Blackwell; 2009. pp. 12-3.
12. Nallaswamy D. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2006. p. 7, 24, 34-5, 153-203, 210-217
13. Anriatika, Simbolon BH, Helmira R. Perbandingan teknik cor dan gulung
dalam pembuatan bite rim pada gigi tiruan penuh untuk mendapatkan efisiensi
waktu dan bahan. Jurnal Kep. Gigi; 12(2)

26
14. Ariestania V. Pengaruh dimensi vertikal terhadap fungsi kunyah pengguna
gigi tiruan lengkap di klinik prostodonsia rsgmp universitas hang tuah periode
tahun 2009-2010. Surabaya; 2010.
15. Suci DAW. Managemen Pasien Diabetes Mellitus Di Prosthodonsia.
Stomatognatic (J. K. G Unej) 2013 ; 10(3): 129.
16. Makhija P. Problem solving in complete dentures-An overview. Clinical
Dentistry, Mumbai, 2014.
17. Enami E, souza RF, Kabawat M, dkk. The Impact of Edentulous on Oral and
General Health. Int J Dent.2013
18. Eri H Jubhari, Nindya D. tingkat pemahaman terhadap instruksi cara
pembersihan GTL pada pasien RSGM FKG UNHAS. J PDGI Makassar. Mei
– Agustus 2014: 63(2) ; 54 – 57
19. Sembiring Nidya Prettysia, Syafrinani. Overdenture dengan koping dome-
shaped untuk menambah dukungan gigi tiruan dan mencegah resorpsi linggir
alveolar: laporan kasus. Cakradonya Dent J 2015; 7(2): 819-820.
20. Siagian K V. Kehilangan sebagian gigi pada rongga mulut. Jurnal E-Clinic.
2016 ; 4(1). 3-4
21. Siagian KV. Kehilangan Sebagaian Gigi Pada Rongga Mulut. J e-Cli. 2106: 4
(1)
22. Dipoyono HM. Pengaruh Jumlah Gigi Posterior Rahang Bawah Dua Sisi yang
Telah Dicabut dan Pemakaian Gigi Tiruan Sebagian Terhadap Bunyi Sendi.
Maj Ked Gi. 2012: 19(1).

27

Anda mungkin juga menyukai