PROBLEM SOLVING
GIGI TIRUAN JEMBATAN
Oleh:
Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Diskusi Kelompok problem Solving, dengan topic Gigi Tiruan Jembatan
(GTJ) ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Bersama ini kami
juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya tugas ini, terutama kepada drg.Wahyu, Sp.Pros sebagai
dosen fasilitator yang telah memberikan banyak saran, petunjuk dan dorongan
dalam melaksanakan tugas ini, juga rekan-rekan kelompok 1 semua. Semoga
segala yang telah kita kerjakan merupakan bimbingan yang lurus dari Yang Maha
Kuasa.
Dalam penyusunan laporan ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu
segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang
lain di masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar
bersama demi kemajuan kita .
DAFTAR ISI
Halaman Sampul……….................................................................................... i
3
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gigi Tiruan Cekat (GTC) adalah gigi tiruan yang menggantikan satu
atau lebih gigi yang hilang yang dilekatkan pada gigi asli, biasanya
digunakan dengan pontik yang didesain untuk memenuhi fungsi dan
juga estetika dari gigi yang hilang tersebut - Contemporary Fixed
Prosthodontics
Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat
pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih
kehilangan gigi - Fundamentals of fixed prosthodontics
2.2 Tujuan
Tujuan perawatan pembuatan gigi tiruan, yaitu:
- mengembalikan fungsi fungsi yang hilang, antara lain fungsi pengunyahan,
fungsi bicara, fungsi estetik
- mempertahankan kondisi rongga mulut agar tidak mengalami kerusakan
lebih lanjut, dalam konteksnya sebagai suatu kesatuan sistem stomatognati.
- Contemporary Fixed Prosthodontics
2. Kebersihan Mulut
Kebersihan rongga mulut yang kurang baik merupakan
kontraindikasi untuk perawatan gigi tiruan jembatan cekat, sebab pada
umumnya gigi tiruan jembatan cekat ini memerlukan pembersihan yang
terus menerus. Bila tidak, maka kemungkinan besar karies akan menyerang
gigi penyangganya atau akan terjadi kerusakan jaringan periodonsium.
Kebersihan rongga mulut juga dapat menandakan sifat kurang peduli
penderita terhadap perawatan giginya.
3. Keuangan Penderita
Keungan penderita juga dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam perawatan. Pada umumnya gigi tiruan lepasan lebih
murah daripada gigi tiruan jembatan cekat. Terutama pada kasus yang
terindikasi untuk gigi tiruan lepasan maupun gigi tiruan jembatan cekat,
maka keungan penderita perlu diperhitungkan dalam menentukan macam
perawatan selanjutnya.
4. Penyakit Sistemik
Pada penderita epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan gigi
tiruan jembatan daripada gigi tiruan lepasan, sebab kemungkinan dapat
terjadi fraktur pada gigi tiruan lepasan tersebut, dan kemungkinan dapat
tertelan, bila penyakitnya sedang kambuh. Sebaiknya pelaksanaan
pembuatan jembatan memakan waktu yang lebih lama dan dapat
menimbulkan permasalahan pada penderita.
5. Perawatan Ortodontik
Setelah perawatan ortodontik selesai, kadang-kadang dibuatkan alat
stabilisasi gigi. Dengan bantuan gigi tiruan jembatan hal itu dapat tercapai
dengan baik daripada dengan gigi tiruan lepasan. Akan tetapi bila umur
penderita masih terlalu muda, lebih baik digunakan space maintainer.
6. Kondisi Periodonsium
9
Kekurangan GTC :
- Biaya pembuatan lebih mahal dibandingkan dengan GTL (gigi tiruan
lepasan).
a. Fixed-fixed bridge
Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh
satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung
dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang
hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan
gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang
hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu
jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu
mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Seperti pada gambar 1, Fixed-
fixed bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi insisivus sentralis.
c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau
lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi
beban oklusal dari gigi tiruan.
e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat
dan bersatu menjadi suatu kesatuan.
- Keuntungan:
Tidak ada bentuk monomer bebas dengan gigi yang dipreparasi
atau gingiva yang mungkin menyebabkan kerusakan jaringan
dan reaksi alergi
Prosedur mencegah gigi yang dipreparasi menjdi panas akibat
dari polimerisasi
Teknik ini memberi pasien kesempatan untuk istirahat
2. Direct
- Dilakukan ketika teknik indirect tidak tercapai
- Pasien dipreparasi gigi dan jaringan gingiva secara langsung.
- Kerugian potensial trauma jaringan sehingga tidak dianjurkan jika
direct restorasi dilakukan secara langsung
kontak bridges tidak baik, pasien akan merasa ada tekanan yang berlebihan
diantara 2 gigi dari bridges.
Examine Models
Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan cetakan gigi asli dengan
model. Hal ini bisa mengindikasikan adanya kerusakan selama proses di
laboratorium.
Examine Fit Surface of Castings and the Teeth
Dilakukan pemeriksaan secara hati-hati pada permukaan fit casting untuk
melihat apakah benar-benar mengikat.
Check Aligment of Retainers
Untuk mengecek apakah bridges sudah terletak dengan benar. Apabila
bridges tidak terletak dengan benar dikarenakan adanya cetakan yang
kurang baik, pergerakan gigi abutment atau pembuatan bridges yang tidak
benar di laboratorium.
11. Penyemenan Jembatan
Macam Semen :
23
Restorasi gigi tiruan cekat dapat dibuat dari berbagai macam bahan
restorasi diantaranya akrilik, porselen dan logam. Dalam penggunaannya,
bahan restorasi tersebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan jaringan
periodontal, terutama dalam hubungannya dengan tepi preparasi subgingiva.
Beberapa sifat bahan harus dipertimbangkan ketika bahan tersebut dipilih
untuk digunakan secara klinis. Pertimbangan ini termasuk biokompatibilitas,
sifat fisik dan kimia, karakteristik penanganan, estetik, dan segi ekonomis.
Pada permulaan abad ke-19 penggunaan basis dari bahan logam emas
dimulai. Teknik casting bahan logam emas sudah lama dikenal oleh bangsa
Mesir dan pandai emas dari Salomon dalam pembuatan perhiasan kuil-kuil.
26
Pada tahun 1907 Taggart adalah orang pertama yang menggunakan teknik
tersebut dalam pembuatan inlay dan gigitiruan dari bahan emas. Namun
karena sifat emas yang lunak akhirnya dikembangkanlah logam aloi yang
mempunyai kekuatan yang lebih baik daripada logam emas yaitu sifatnya yang
lebih tahan terhadap tekanan kunyah.
Akibat reaksi alergi yang sering ditimbulkan oleh akrilik orang mulai
mencari bahan restorasi lain yang mempunyai estetik yang memuaskan tetapi
tidak toksik dan tidak menimbulkan alergi terhadap jaringan mukosa rongga
mulut dan bahan restorasi itu biasa disebut porselen. Pengguna porselen mulai
populer sejak 1970 sebagai bahan dari basis gigi tiruan karena selain lebih
estetik, porselen tidak menimbulkan reaksi alergi pada pasien.
II.3.1. Akrilik
Lebih dari 60% elemen gigitiruan di Amerika Serikat dibuat dari resin
akrilik atau resin vinil akrilik. Seperti diduga, kebanyakan elemen gigitiruan
resin memiliki basis dengan susunan linier poli (metil metakrilat). Resin poli
(metil metakrilat) yang digunakan dalam pembuatan elemen gigitiruan adalah
serupa dengan yang digunakan untuk pembuatan basis protesa. Namun
besarnya ikatan silang dalam elemen gigitiruan adalah lebih besar
dibandingkan dengan basis protesa yang terpolimerisasi. Peningkatan ini
diperoleh dengan meningkatnya jumlah ikatan silang dalam cairan basis
protesa, yaitu monomer. Polimer hasilnya menunjukkan peningkatan stabilitas
dan sifat klinis yang disempurnakan.
Resin akrilik dipakai sebagai basis gigitiruan oleh karena bahan ini
memiliki sifat tidak toksik, tidak iritasi, tidak larut dalam cairan mulut, estetik
balk, mudah dimanipulasi, reparasinya mudah dan perubahan dimensinya kecil.
27
II.3.2. Porselen
Sifat-sifat porselen :
1. Semua sisa air yang ada akan menguap selama pembakaran, disertai
dengan hilangnya bahan pengikat (bila ada). Besarnya pengerutan berkisar
30 - 40 persen; terutama disebabkan oleh berkurangnya rongga-rongga
udara selama proses pembulatan. Porselen tidak popular selama
pembuatan inlay, oleh karena sukar mendapatkan hasil dengan ketepatan
yang dibutuhkan.
2. Porositas, adanya gelernbung-gelembung udara merupakan hal yang tidak
dapat dihindari pada pembakaran porselen. Ini dapat menurunkan
kekuatan bahan dan translusensi. Untuk mengurangi porositas tersebut
beberapa peneliti menganjurkan cara sebagai berikut :
a) Pembakaran pada tungku hampa tekanan untuk mengeluarkan air
b) Pembakaran dengan adanya suatu gas yang dapat merembes ke luar
dari porselen
c) Pendinginan dibawah tekanan untuk mengurangi resultante besarnya
pori-pori
2. Sifat kimia : Salah satu daya tarik utama dari porselen sebagai bahan
restorasi gigi adalah bahwa bahan ini tidak rusak karena pengaruh kimia
pada hampir semua pada kondisi lingkungan mulut
3. Sifat mekanis : porselen adalah bahan yang rapuh. Penemuan bahan
porselen beberapa tahun ini diarahkan pada tercapainya sifat-sifat mekanis
yang baik. seperti pada porselen alumina.
29
4. Sifat termis : sifat pengantar panas yang rendah dan koefisien termal
ekspansinya sangat mendekati email dan dentin
5. Estetis : porselen menunjukkan nilai estetik yang baik, meskipun
demikian apabila semen larut, dan terbentuk celah pada tepi restorasi,
maka ini akan menyebabkan terjadinya perubahan warna oleh sisa-sisa
makanan.
Keunggulan dental porselen dibandingkan dengan bahan aklirik antara lain :
II.3.3. Logam
secara luas digunakan untuk mengganti mahalnya precious metal aloi dan
dapat mencegah korosi. Dalam mendeteksi logam tuang untuk suatu restorasi
perlu dipertimbangkan kekasaran permukaan hasil tuangan logam, sebab
kadang permukaan dari hasil tuangan logarn, terutama pada daerah tertentu
kasar dan tidak sesuai dengan cetakan. Kekasaran permukaan dari restorasi
tuang bisa mempersulit dalam proses finishing atau polishing dan dapat
memperlemah suatu restorasi tuang. Permukaan yang kasar merupakan faktor
yang paling besar untuk terjadinya perlekatan plak.
BAB 3
31
PROBLEM SOLVING
3.1 Anamnesis
Tampak Depan
32
Pemeriksaan Intra
Oral
Saliva Konsistensi encer; volume normal
33
ODONTOGRAM
35
1. Objek tercakup
2. Kontras, detil, ketajaman baik
3. TMJ sampai dengan tepi mandibular jelas
4. Septum nasal dan palatum durum jelas
5. Ghost image dan cervical vertebrae tidak ada
6. RA dan RB tidak oklusi
7. Kelengkungan RB baik
8. Radiografik dapat diinterpretasikan
9. Terdapat penurunan tulang alveolar horizontal
FOTO INTRAORAL
A. gigi 36
39
- Bahan PFM
- Warna vita A2
B. Gigi 46
- Bahan PFM
- Warna vita A2
Tahap I:
41
B. KONTROL INFEKSI
1. Penggunaan masker, sarung tangan dan pelindung mata atau wajah.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah berkontak dengan pasien.
3. Baju klinik hanya digunakan di lingkungan klinik dan rutin dicuci.
4. Disinfeksi dan sterilisasi peralatan yang akan digunakan dengan cara
direndam dalam larutan disinfektan dan dibilas hingga bersih lalu
dimasukkan wadah tertutup untuk dilakukan sterilisasi steam pada suhu
121ºC selama 20-30 menit atau 134ºC selama 2–10 menit. Akan tetapi,
dapat mengakibatkan korosi pada carbon steel, kerusakan pada alat yang
berbahan dasar plastik dan karet, terdapat noda bekas air panas pada
instrumen dan wadah instrumen basah selama proses sterilisasi. Untuk
peralatan dispensing guns material cetak, artikulator, facebows, occlusal
guide plane, water bath, tooth shade guide, pisau laboratorium, spatula
yang terbuat dari karet, mesin trimmer, mesin poles, vibrator didisinfeksi
dengan cara pemolesan, penyemprotan atau perendaman dalam larutan
disinfektan.
5. Penggunaan rubber dam dan saliva ejector untuk mengurangi aerosolisasi.
6. Pembuangan material yang terkontaminasi
7. Preventif dengan imunisasi
Pada tahapan ini juga dilakukan pencetakan untuk pembuatan provisoris dengan
metode direk, menggunakan sendok cetak sebagian dan elastomer putty/heavy
body. Hasil pencetakan disimpan untuk digunakan pada tahapan pembuatan
provisoris setelah preparasi gigi penyangga selesai dilakukan
Tahap III:
Preparasi gigi 45 (keadaan migrasi ke distal) untuk dibuatkan full crown extra
corona retainer
Langkah I : Anestesi Lokal pada gigi 45
Pengurangan permukaan distal lebih banyak karena bagian distal
migrasi, bertujuan untuk mendapatkan ruangan yang cukup untuk pontik
dengan menggunakan bur intan. Penggerindaan ini menghasilkan suatu
permukaan dinding yang lurus rata sampai ke permukaan gusi. Untuk
mendapatkan retensi gesekan (trictional retention) yang cukup.
Langkah II : Mengurangi permukaan bukal, menggunakan bur turpedo ,
Langkah III : Pengurangan permukaan lingual , gunakan bur turpedo sampai
diperoleh bentuk chamfer.
Langkah IV: Mengurangi permukaan oklusal dengan bur intan bentuk buah pir
pada airotor dan buang substansi gigi 0,5 mm dari permukaan oklusal.
Lingir tepi dihilangkan seluruhnya tapi bila tidak permukaan yang
dipreparasi sebaiknya mengikuti konfigurasi tonjol aslinya.
Tahap IV :
Pengecekan hasil preparasi, Paralisme dinding aksial :
- Makin paralel makin kuat
45
Tahap V:
Teknik Pencetakan / retraksi gingiva: periksa keadaan gigi & karingan lunak
sekitarnya harus sehat, bebas dari radang tepi preparasi harus rapi. Retraksi
gingiva adalah Usaha pendorongan gingiva gigi penyangga ke arah lateral
dengan maksud agar tepi akhir preparasi gigi dapat tercetak dengan baik.
Cara Retraksi gingiva:
1. Daerah preparasi keringkan
2. Benang direndam dengan bahan kimia selama 2 menit
3. Potong benang 5 cm seperti U
4. Tempatkan melingkar pada gigi penyangga
5. Tekan benang ke dalam celah gusi dengan plastis instrumen
6. Penekanan dimulai dari mesio-proksimal terus palatal akhirnya ke distal
7. Kembali ke permukaan bukal sampai mesio proksimal
8. Potong kelebihan benang.
Tahap VI :
Pembuatan cetakan dari gigi yang telah dipreparasi untuk mendapatkan model
kerja
Caranya:
1. Bahan cetak double impression dengan tenik one stage/ phase (direct)
- Putty (kotak) : aduk bahan putty, letakkan didasar sendok cetak yang
tujuannya untuk menstabilkan kedudukan sendok cetak didalam mulut,
ambil perbandingan 1:1 rubber base : katalis lalu aduk hingga warna
berubah hijau, lalu letakkan pada dasar sendok cetak dan pada daerah yang
telah dipreparasi harus dicekungkan untuk menyediakan bahan yang kedua.
46
- Aduk light body, setelah homogen, masukkan kedalam injeksi kemudian
injeksikan ke gigi yang telah dipreparasi pada mulut pasien, sisanya pada
bagian yang dicekungkan tadi.
- Kemudian cetakkan kedalam mulut pasien
- Cor cetakan dengan hard stone.
2. Bahan double impression dengan teknik two phase
- Aduk bahan putty sampai homogen letakkan ke sendok cetak, setelah rata
masukkan ke dalam mulut pasien tanpa melepas crown sementara. Pada
bagian anterior gigi yang dipreparasi tidak perlu dicekungkan. Setelah
mengeras ambil sendok cetak tersebut dari mulut pasien, kemudian aduk
light body yang terdiri dari basa dan katalis, setelah homogen masukan ke
dalam injeksi kemudian injeksikan ke gigi yang telah dipreparasi tadi.
Masukkan cetakan putty tadi ke dalam mulut. Setelah keras keluarkan dari
mulut pasien.
Tahap VII :
Pemilihan warna gigi : sesuai dengan warna gigi tetangga dengan bantuan
pedoman warna (shade guide) untuk menentukan value (tingkat warna gelap
ke terang), chroma(kepekatan warna), hue (merah atau kuning)
Tahap VIII :
Temporary bridge (Mahkota sementara)
Dilakukan wax up pada work model untuk proses Bridge. Setelah preparasi
selesai, maka pasien dipasangkan mahkota sementara. Selanjutnya lakukan
wax up pada model kerja untuk proses bridge, kemudian dilakukan
pemilihan warna gigi yang sesuai dengan gigi asli.
Jembatan sementara yang baik adalah mampu memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Pelindungan pulpa
2. Stabilitas kedudukan
3. Fungsi oklusal
4. Mudah dibersihkan
5. Tepi retainer yang tepat (tidak menyebabkan peradangan mukosa)
47
Bahan :
- Bahan cetak rubber base
- Gips bentuk atau plaster of paris (gips type 1)
- Gips keras
- Vaselin
- Wax merah
Cara Kerja :
1. Pencetakan gigi yang telah dipreparasi dengan bahan rubber base (silicon).
2. Penentuan letak pin.
- Tandai lebar masing-masing gigi.
- Tusukkan jarum pentul pada posisi bukkal atau labial dan palatal atau lingual
gigi yang telah dipreparasi dengan posisi tegak lurus, tandai lebar gigi
(bagian proximal).
3. Pengisian gips keras (sampai linggir alveolar).
- Setelah gips keras, tanamkan pin. Posisi harus sejajar dengan jarum pentul.
- Sisa gips dibuat bulatan-bulatan kecil
- Gips mengeras, lepaskan jarum pentul dengan menggunakan bur bulat, buat
lekukan setengah lingkaran.
- Ambil wax merah (bulatkan), letakkan pada ujung pin.
- Olesi permukaan gigi dengan vaselin menggunakan kuas kecil.
5. Boxing dan pembuatan basis
- Dengan menggunalan base plate wax setelah cetakan di boxing.
6. Penggergajian
- Buat pola : garis dengan pensil pada model di sisi mesial dan distal gigi yang
diperbaiki
- Gergaji sampai batas gips keras
Cara kerja :
1. Oleskan permukaan preparasi pada die dengan air sabun, tunggu sampai
kering.
2. Panaskan malam.
3. Gunakan lekron untuk mengukir mahkota atau bridge.
4. Pada bridge bentuk pola pontik sesuai dengan bentuk anatomis gigi yang
digantikan.
5. Lepaskan pola malam dari dai, letakkan pada model kerja. Pada bridge,
dengan bantuan sonde, sambungkan pontik dengan gigi penyangga.
6. Periksa hubungan dengan gigi tetangga, pola malam harus mencapai kontak
yang baik.
7. Jika pola malam berkontak berlebihan maka untuk koreksinya taburkan
bedak.
Prossesing Mahkota dan Bridge
1. Penanaman dalam Kuvet (Flasking)
Cara kerja :
- Model malam atau die ditanamkan di tengah kuvet bawah yang telah diisi
gips putih dengan bagian labial menghadap ke atas.
- Permukaan gips dihaluskan.
- Permukaan gips dan model malam diolesi vaselin sebagai separating medium.
- Olesi model malam dengan gips menggunakan kuas, tunggu keras.
- Pasang kuvet atas dan isi dengan gips, dipres agar tidak lepas.
50
Tahap X:
Pemasangan / insersi dan penyemenan
1. Try in bridge yang harus diperhatikan adalah keadaan estetis (warna dan
bentuk), kontak proksimal antara tepi mahkota jaket dengan gigi sebelahnya
51
dan tidak boleh menekan gingiva serta pemeriksaan kontak oklusal dan
kontak marginal.
2. Penyemenan Bridge
a. Mahkota bridge dibersihkan dan disterilkan lalu dikeringkan , gigi yang akan
dipasangi mahkota bridge juga dikeringkan
b. Menggunakan zinc phospat cement, cara mengaduk ZnPO4 :
- Letakkan powder dan liquid pada glass plate 1:1
- Aduk sengan semen spatel, powder mencapai liquid sedikit demi sedikit
hingga homogen
- Siap masuk ke dalam crown apabila semen ditarik sudah terbentuk benang
dan tidak putus
- Semenkan ada gigi penyangga dengan ditekankan dan pasien disuruh
menggigit kapas
- Setelah semen mengeras bersihkan sisa semen
- Periksa oklusi sebelum pasien pulang
- Operator perlu memberi tahu cara membersihkan jembatan tersebut.
3. Instruksi untuk memeliharaan gigi tiruan jembatan yang telah dipasangkan :
- Penyikatan yang baik ( tekanan ringan dan sikat yang lunak)
- Pemakaian dental floss, oral irigating & alat pembersih lainnya yangberfungsi
untuk membersihkan daerah yang sukar terlihat (daerah interdetal/ dasar
pontik)
Tahap XI :
Kontrol dilakukan jika terjadi kesalahan atau kegagalan dalam pembuatan bridge
Kegagalan yang mungkin terjadi :
1. Kegagalan sementasi
2. Jemabatn patah secara mekanikal
3. Iritasi dan resesi gingiva
4. Kelainan jaringan periodontal
5. Karies
52
BAB 4
PEMBAHASAN
Rencana perawatan pada kasus ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Periodonsia
Dilakukan scalling dan root planning untuk menghilangkan kalkulus,
sehingga gingivitis marginalis yang dialami pasien dapat sembuh dan OH
pasien menjadi baik
2. Konservasi
Restorasi direk pada karies media gigi 37, 38, 16, 17, 37 sebagai
perawatan konservatif untuk pasien tersebut
3. Bedah Mulut
Gigi impaksi harus diekstraksi sebelum gigi tiruan dibuat karena jika gigi
impaksi diekstraksi setelah pembuatan, alveolar ridge dapat berubah
karena ekstraksi sehingga protesa tidak pas dan kurang fungsional.
Apabila gigi diekstraksi setelah pembuatan protesa, prosesus alveolaris
perlahan mengalami resorpsi. Gigi yang impaksi menjadi lebih dekat
dengan tulang, gigi tiruan dapat menekan jaringan lunak ke dalam gigi
yang impaksi yang tidak lagi tertutup tulang, akibatnya adalah ulserasi
jaringan lunak dan permulaan infeksi odontogenik
4. Prostodonsia
Pembuatan gigi tiruan jembatan untuk gigi 45, 46, 47 dan 35, 36, 37
dengan tipe fixed fixed bridge. Pembuatan gigi tiruan jembatan ini
bertujuan untuk:
- mencari keserasian oklusi
- memperbaiki fungsi organ kunyah
- mencegah kerusakan lebih lanjut
- manfaat psikologik (estetik)
Pemilihan gigi tiruan jembatan untuk kasus ini memiliki beberapa
kelebihan, yaitu:
53
- Karena dilekatkan pada gigi asli, tidak mudah terlepas atau tertelan
- Dirasakan sebagai gigi sendiri oleh penderita
- Tidak menyebabkan keausan pada pemukaan enamel gigi, karena tiap
kali dilepas dan dipasang kembali di dalam mulut
- Dapat mempunyai efek splint yang melindungi gigi terhadap stress
- Menyebarkan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi, sehingga
menguntungkan jaringan pendukungnya
2. Konektor Rigid
- Merupakan konektor yang tidak memungkinkan pergerakan antar gigi
dari komponen GTJ tersebut.
Alasan digunakan adalah karena GTJ yang digunakan adalah untuk
gigi bagian posterior dimana gigi yang digantikan adalah gigi 36 dan
46. Gigi M1 diharuskan menerima beban kunyah yang besar sehingga
diperlukan konektor yang rigid atau tidak bergerak agar gigi dapat
menerima beban kunyajh tersebut.
3. Pontik Sanitary Hygienic
- Komponen yang menggantikan gigi yang hilang dimana pontik
sanitary merupakan pontic yang tidak berkontak dengan edentulous
ridge (bagian dari procesus alveolaris yang meninggi yang timbul
setelah gigi sudah dicabut/hilang).
Alasan dipilih pontik sanitary adalah desain pontik yang mesiodistal
dan fasiallingualnya berbentuk cembung dan dasar pontik yang
54
b. Konfigurasi akar
Gigi penyangga yang memiliki akar dengan dimensi fasiolingual
lebih lebar daripada mesiodistal lebih baik dari pada gigi
penyangga yang berakar bulat . Sedangkan gigi posterior yang
memiliki bentuk akar yang menyebar/divergen akan mendapatkan
dukungan periodontal lebih baik daripada bentuk akar yang
konvergen atau berfusi. Pada gambar radiografis panoramik terlihat
bahwa pada gigi P2 baik 35 maupun 45 akarnya memiliki
penampang akar yang tidak membulat. (dimensi fasiolingual tidak
dapat dilihat). Sedangkan pada gigi M2 baik 37 dan 47 memiliki
akar yang terpisah atau divergen.
c. Luas ligamen Periodontal
Hukum Ante : "Luas permukaan jaringan periodontium gigi
penyangga harus sama atau lebih besar dari luas permukaan gigi
yang hilang atau daerah anodonsia". Dengan mempertimbangkan
hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa luas ligamen periodontal
gigi penyangga memenuhi syarat untuk menjadi gigi penyangga.
56
BAB 5
KESIMPULAN
Pasien dengan kasus di atas mengalami edentulous pada gigi 36 dan 46, serta
terdapat beberapa masalah pada giginya. Setelah dilakukan serangkaian
pemeriksaan klinis dan radiografis, maka diambil diagnose sebagai berikut:
Perawatan dilakukan dengan prosedur dan teknik yang tepat dan sesuai dengan
keadaan pasien. Gigi Tiruan Jembatan dengan bahan PFM cocok dipakai untuk
gigi posterior, karena kuat dan warnanya juga sesuai dengan keinginan pasien.
58
DAFTAR PUSTAKA