Anda di halaman 1dari 65

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INI DIBUAT SEBAGAI PERSYARATAN MENGIKUTI

UJIAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

KELOMPOK 1

KELAS REGULER A

DISETUJUI OLEH :

INSTRUKTUR TANDA TANGAN

NURUL HIDAYAH BASE, S.Si.,M.Si.,Apt

Mengetahui Koordinator Instruktur

A.TENRIUGI DAENG PINE, S.Si.,M.Si


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-
Nyalah kelompok kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Shalawat beriring salam selalu kita panjatkan kepada Rasullullah SAW, karena
kegigihan beliau dan ridho-Nyalah kita dapat merasakan kenikmatan dunia
seperti sekarang ini dan tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada ibu Nurul Hidayah Base, S.Si.,M.Si.,Apt. selaku instruktur penanggung
jawab kelompok kami karna dengan beliau kami dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
yang diberikan olah dosen pembimbing yaitu ibu A.Tenriugi Daeng Pine,
S.Si.,M.Si pada bidang studi Praktikum Fitokimia dan juga untuk melaporkan
hasil pengamatan yang didapatkan dari praktikum, Laporan ini juga bertujuan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca sekalian. Kami
selaku penyusun berharap semoga Laporan yang telah kami susun ini bisa
memberikan banyak manfaat serta menambah pengetahuan terutama tentang
Fitokimia. mudah-mudahan laporan sederhana yang telah berhasil kami susun ini
bisa dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya kritik,saran dan
masukan sangat diharapkan.

Makassar, MEI 2019

Kelompok 1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 7
A. Latar Belakang .............................................................................................. 7
B. Maksud Percobaan ....................................................................................... 9
C. Tujuan Percobaan ......................................................................................... 9
D. Manfaat Percobaan ....................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 11
A. Uraian Tanaman............................................................................................ 9
1. Kunci Determinasi ................................................................................... 11
2. Klasifikasi Tanaman ................................................................................ 14
3. Morfologi Tanaman ................................................................................. 15
4. Kandungan Kimia ................................................................................... 16
5. Khasiat ................................................................................................... 16
B. Simplisia ...................................................................................................... 17
1. Pengertian Simplisia ............................................................................... 17
2. Klasifikasi Simplisia ................................................................................ 17
3. Derajat Kehalusan Simplisia ................................................................... 18
C. Ekstrak ........................................................................................................ 18
1. Pengertian Ekstrak ................................................................................. 18
2. Klasifikasi Ekstrak ................................................................................... 16
D. Ekstraksi...................................................................................................... 22
1. Pengertian Ekstraksi ............................................................................... 22
2. Klasifikasi Metode Ekstraksi.................................................................... 22
3. Modifikasi Metode Ekstraksi.................................................................... 22
4. Pemilihan Metode Ekstraksi .................................................................... 22
E. Pengumpulan Ekstrak/Penguapan Ekstrak .................................................. 24
F. Partisi ..............................................................................................................
G. Standardisasi Ekstrak ......................................................................................
1. Spesifik = identitas, organoleptik, KLT ........................................................
2. Non spesifik = Parameter kadar air .............................................................
BAB III METODE KERJA ........................................... Error! Bookmark not defined.
A. Desain percobaan .......................................... Error! Bookmark not defined.
B. Tempat dan Waktu Pengambilan Sampel TanamanError! Bookmark not defined.
C. Alat dan Bahan ............................................... Error! Bookmark not defined.
D. Cara Kerja ...................................................... Error! Bookmark not defined.
1. Pengambilan Sampel ................................. Error! Bookmark not defined.
2. Pengolahan Sampel Menjadi Simplisia ...... Error! Bookmark not defined.
3. Proses/Metode Ekstraksi yang digunakan . Error! Bookmark not defined.
4. Penguapan Ekstrak dengan Eraporator ..... Error! Bookmark not defined.
5. Partisi Cair-cair .......................................... Error! Bookmark not defined.
6. Standardisasi Ekstrak ................................ Error! Bookmark not defined.
a. Identitas ................................................ Error! Bookmark not defined.
b. Organoleptik .......................................... Error! Bookmark not defined.
c. KLT ....................................................... Error! Bookmark not defined.
d. Kadar Air ............................................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................... Error! Bookmark not defined.
A. Hasil Pengamatan .......................................... Error! Bookmark not defined.
B. Pembahasan .................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 62
A. Kesimpulan .................................................... Error! Bookmark not defined.
B. Saran ............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 63
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Obat tradisional merupakan bahan-bahan obat yang berasal

dari alam, baik bersumber dari hewan, mineral ataupun berasal dari

tumbuh-tumbuhan. Penggunaan bahan-bahan alam ini sebagai

sumber pengobatan masih banyak dilakukan oleh masyarakat

secara tradisional. Perkembangan kemajuan terutama dalam

bidang industri obat-obatan, diikuti juga dengan perkembangan

industri obat tradisional.

Lidah buaya (Aloe vera L.) termasuk tumbuhan yang sudah

dikenal sejak ribuan tahun silam dan digunakan sebagai penyubur

rambut, penyembuh luka, dan untuk perawatan kulit. Pemanfaatan

tanaman lidah buaya semakin berkembang sebagai bahan baku

industry farmasi dan kosmetika. Berdasarkan hasil penelitian,

tanaman lidah buaya diketahui banyak mengandung zat nutrisi,

seperti enzim, asam amino, mineral, vitamin, polisakarida, dan

komponen lain yang bermanfaat bagi kesehatan.

Seorang peracik obat-obatan tradisional berkembangsaan

Yunani bersama Dioscordes, menyebutkan bahwa lidah buaya

dapat mengobati berbagai penyakit. Misalnya bisul, kulit memar,

pecah-pecah, lecet, rambut rontok, wasir dan radang tenggorokan.


Seperti diuraikan di atas, bahwa yang berkhasiat sebagai

obat dari bahan tradisional adalah sari dari bahan tersebut. Namun

dalam hal ini banyak faktor yang mempengaruhi kadar zat aktif

yang terdapat dalam sari tanaman tersebut seperti tempat tumbuh,

iklim, waktu panen dan lain-lain. Untuk itu, dalam pengolahan obat

tradisional diperlukan perlakuan lain disamping aspek dosis.

Tumbuhan obat memerlukan standarisasi agar pemanfaatan dan

keamanannya dapat diperhitungkan sebagaimana halnya obat-

obatan modern. Untuk itu, obat-obat tradisional sangat memerlukan

penelitian-penelitian lebih lanjut baik penelitian fitokimia maupun

fitofarmakologi.

Karena banyaknya pemalsuan obat tradisional, perlu

dilakukan pengujian untuk membuktikan kemurnian obat tradisional

tersebut sehingga dibuatlah ekstrak untuk menarik komponen kimia

yang terdapat didalam simplisia. Ekstrak tumbuhan obat yang

dibuat dari simplisia, dapat digunakan sebagai bahan awal, bahan

antara atau bahan produk jadi. Untuk itu ekstrak yang dibuat harus

memenuhi standar mutu, mulai bahan baku, proses sampai

pengujian produk.
I.2 Maksud Percobaan

1. Untuk mengetahui dan memahami proses ekstraksi pada

sampel tanaman menggunakan metode perkolasi

2. Untuk mengetahui dan memahami cara penguapan ekstrak

pada sampel tanaman

3. Untuk mengetahui dan memahami metode fraksinasi pada

sampel tanaman

4. Untuk mengetahui dan memahami identifikasi golongan

senyawa kimia dari fraksi ekstrak dengan menggunakan

metode KLT

5. Untuk mengetahui mutu dan ekstrak tanaman berdasarkan

parameter spesifik dan non spesifik

I.3 Tujuan Percobaan

1. Untuk mengestraksi sampel tanaman daun lidah buaya (Aloe

vera folium) menggunakan metode perkolasi.

2. Untuk mendapatkan ekstrak kental yang diperoleh dengan cara

penguapan.

3. Untuk memperoleh fraksi sampel tanaman daun lidah buaya

(Aloe vera folium) dengan metode ekstraksi cair-cair.

4. Untuk menentukan Rf dan komponen kimia yang terkandung

dalam fraksi ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera folium)

dengan metode KLT.


5. Untuk menentukan mutu dari ekstrak tanaman daun lidah

buaya berdasarkan parameter spesifik dan non spesifik

I.4 Manfaat Percobaan

Agar mahasiswa dapat mengetahui cara ekstraksi,

penguapan, cara memperoleh fraksi, cara menentukan nilai Rf

dan komponen kimia yang terkandung dalam fraksi, serta

mengetahui cara identifikasi mutu dari ekstrak tanaman daun lidah

buaya (Aloe vera folium) berdasarkan parameter spesifik dan non

spesifik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tanaman

Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan salah satu tanaman

yang mempunyai banyak manfaat dan kegunaan bagi kehidupan

manusia. Sejarah telah mencatat bermacam-macam cara penggunaan

tanaman lidah buaya untuk upaya pengobatan berbagai macam

penyakit dan penggunaannya untuk perawatan rambut dan kulit

(Surtiningsih, 2005).

Gambar 1. Tanaman Lidah Buaya


(Koleksi Pribadi)

Berdasarkan penelitian para ahli, lidah buaya mengandung

vitamin A, B1, B2, B6, C, E, folic acid, magnesium, potassium, sodium

iron, chloride zinc, chromium lignin, aloin, polisacharida, tannin,

aloctin, senyawa antrakuinon, senyawa kuinon, senyawa gula, vitamin,

lectin juga enzim selulase, amylase, protein, niogenik stimulator,


saponin, beberapa mineral lainnya serta asam amino yang diketahui

memiliki khasiat untuk pengobatan dan perawatan kecantikan. Lidah

buaya merupakan salah satu tanaman yang memiliki khasiat untuk

menyembuhkan berbagai penyakit, diantaranya sebagai penurun

panas bagi anak-anak, nyeri lambung, sembelit, mengobati bisul,

batuk yang membandel serta radang tenggorokan. Selain itu lidah

buaya memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka bakar, atau

tersiram air panas, mengobati luka terbuka, sebagai penyembuh luka

yang terinfeksi dan kemerahan pada kulit serta efektif dalam

menyembuhkan radang kulit (Surtiningsih, 2005).

II.1.1 Kunci Determinasi (Steenis, 2013)

1b, 2b, 3b, 4b, 6b, 7b, 9b, 10b, 11b, 12b, 13b, 14a, 15a,

109b, 119b, 120b, 128b, 129b, 135b, 136a,137b (Fam

26.Liliaceae) 1b, 2b, 3a.

Keterangan:

1b. Tumbuh-tumbuhan tidak dengan bunga sejati, artinya tidak ada

benang sari atau putik dan penghiasan bunga. Tumbuh-

tumbuhan berspora (golongan I).

2b. Tidak ada alat pembelit. Tumbuh-tumbuhan dapat juga

memanjat atau membelit (dengan batang, poros daun atau

tangkai daun).

3b. Daun tidak berbentuk jarum atau tudak terdapat dalam berkas

tersebut di atas.
4b. Tumbuh-tumbuhan tidak menyerupai bangsa rumput. Daun dan

atau bunga berlainan dengan yang diterangkan di atas.

6b. Dengan daun yang jelas.

7b. Bukan tumbuh-tumbuhan bangsa palem atau yang

menyerupainya.

9b. Tumbuh-tumbuhan tidak memanjat dan tidak membelit.

10b. Daun tidak tersusun demikian rapat menjadi roset.

11b. Tidak demikian. Ibu tulang daun dapat dibedakan jelas dari

jaring urat daun dan dari anak cabang tulang daun yang

kesamping dan yang serong ke atas.

12b. Tidak semua daun duduk dalam karangan atau tidak ada daun

sama sekali.

13b. Tumbuh-tumbuhan berbentuk lain.

14a. Daun tersebar, kadang-kadang sebagian berhadapan.

15a. Daun tunggal, tetapi tidak berbagi menyirip rangkap sampai

bercangap menyirip rangkap (golongan 8)

109b. Tanaman daratan (tumbuhan) di antara tanaman bakau.

119b. Tanaman lain.

120b. Tanaman tanpa getah.

128b. Daun lain. Bukan rumput-rumputan yang merayap, dan mudah

berakar.

129b. Tidak ada upih daun yang jelas, paling-paling pangkal daun

sedikit atau banyak mengelilingi batang.


135b. Daun tidak berbentuk kupu-kupu berlekuk dua.

136a. Daun memanjang sampai bangun garis, dengan tulang daun

yang sejajar menurut arah panjang.

137b. Tanaman yang tidak "berduri dan tidak berduri tempel"

(Fam 26. Liliaceae)

1b. Herba atau perdu yang tegak tanpa alat pembelit. Daun tenda

bunga seluruhnya atau sebagian melekat atau bersatu.

2b. Daun duduk pada batang yang di atas tanah. Karangan bunga

dan tenda bunga lain.

3a. Bunga 1-10 pada ujung batang atau sedikit di bawahnya.

Panjang tenda bunga 17-25 cm.

II.1.2 Klasifikasi tanaman (Herbie, 2015)

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliales

Suku : Liliaceae

Marga : Aloe

Jenis : Aloe vera (L)


II.1.3 Morfologi Tanaman (Gembong, 1985)

Bagian
Gambar Morfologi
tanaman

Daun a. Susunan daun tidak lengkap

(folium) b. Bentuk/bangun daun (circumscriptio)

Bangun lanset (lanceolatus)

c. Ujung daun (apexfolii), Berduri

(mucronatus)

d. Pangkal daun (basisfolii), Rompang

atau rata (truncatus).

e. Tepi daun (margofolii), Bergerigi

(serratus).

f. Daun tunggal (folium simplex).

Batang a. Bentuk batang, bulat (teres).

(caulis) b. Sifat permukaan batang, licin (leavis).

c. Keadaan permukaan batang,

keadaan lain-lain misalnya lepasnya

kerak (bagian kulit yang mati).

d. Arah tumbuh batang, serong ke atas

atau condong (ascendens).


Akar (radix) a. Sistem perakaran, sistem akar

serabut (radix adventicia)

b. Jenis akar, akar-akar serabut kaku

keras dan cukup besar seperti

tambang.

Tabel 1. Gembong 1985

II.1.4 Kandungan Kimia

Daun lidah buaya mengandung lemak tak jenuh arachidonic

acid dan phosphatidylcholine. Daun dan akar mengandung

saponin dan flavonoid, disamping itu daunnya juga

mengandung tanin dan polifenol. Kandungan yang lain

barbaloin, iso barbaloin, aloe-emodin, aloenin, aloesin, aloin,

aloe emodin, antrakinon, resin, polisakarida, serta kromium dan

inositol. (Herbie T, 2015).

II.1.5 Khasiat

Daun lidah buaya berkhasiat untuk mengobati batuk,

trachum, penyubur rambut, ambeien, kencing manis, raja singa

(sipilis), trachoma, dan nyeri sendi (reumatik) (Mursito, 2011).


II.2 Simplisia

II.2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah

dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum

mengalami pengolahan. Kecuali dinyatakan lain suhu

pengeringan simplisia tidak lebih dari 60˚ (Departemen

Kesehatan RI, 2009).

II.2.2 Klasifikasi Simplisia

a. Simplisia segar adalah bahan alam segar yang belum

dikeringkan (Departemen Kesehatan RI, 2009).

b. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman

ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi

yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan

belum berupa zat kimia murni (Departemen Kesehatan RI,

1977).

c. Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan

utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan

oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni (Departemen

Kesehatan RI, 1977).

d. Simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan

pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan


cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni

(Departemen Kesehatan RI, 1977).

II.2.3 Derajat Kehalusan Simplisia

Semakin halus suatu simplisia, maka luas kontak permukaan

dengan pelarut juga akan semakin besar sehingga proses

ekstraksi akan dapat berjalan lebih optimal (Marjoni, 2016).

II.3 Ekstrak

II.3.1 Pengertian Ekstrak

Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif

melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut, dimana pelarut

yang digunakan diuapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak

menjadi pekat. Bentuk dari ekstrak yang dihasilkan dapat berupa

ekstrak kental atau ekstrak kering tergantung jumlah pelarut

yang diuapkan (Marjoni, 2016).

II.3.2 Klasifikasi Ekstrak (Marjoni, 2016)

a. Ekstrak cair

Ekstrak cair adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam

dan masih mengandung pelarut.

b. Ekstrak kental

Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mangalami

proses penguapan dan sudah tidak mengandung cairan

pelarut lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu

kamar.
c. Ekstrak kering

Ekstrak kering adalah ekstrak yang telah mengalami

proses penguapan dan tidak lagi mengandung pelarut dan

berbentuk padat (kering).

1) Berdasarkan konsistensinya:

a. Ekstrak cair (Extracta Fluida (Liquida))

b. Ekstrak semi solid (Extracta spissa)

c. Ekstrak kering (Extracta sicca)

2) Berdasarkan kandungan ekstrak:

a. Ekstrak alami

Ekstrak alami adalah ekstrak murni yang mengandung

bahan obat herbal alami kering, berminyak, tidak

mengandung solvent dan eksipien.

b. Ekstrak non alami.

Ekstrak non alami adalah sediaan herbal yang tidak

mengandung bahan alami. Ekstrak non alami dapat

berbentuk ekstrak kering (campuran gliserin, propilenglikol);

extracta kering (maltodekstrin, laktosa); ekstrak cair, tincture;

sediaan cair non alkohol (gliserin, air); dan maserat

berminyak.
3) Berdasarkan komposisi yang ada di dalam ekstrak:

a. Ekstrak murni

Ekstrak murni merupakan ekstrak yang tidak

mengandung pelarut maupun bahan tambahan lainnya dan

biasanya merupakan prosuk antara, bersifat higroskopis serta

memerlukan proses selanjutnya untuk menjadi sediaan

ekstrak.

b. Sediaan ekstrak

Sediaan ekstrak merupakan sediaan ekstrak herbal hasil

pengolahan lebih lanjut dari ekstrak murni. Sediaan ekstrak

baik berbentuk kental maupun serbuk kering untuk

selanjutnya dapat dibuat menjadi sediaan obat seperti kapsul,

tablet, cairan dan lain-lainnya.

4) Berdasarkan kandungan senyawa aktif:

a. Standardised extracts

Merupakan ekstrak yang diperoleh dengan cara

menambahkan zat aktif yang aktifitas terapeutiknya telah

diketahui untuk mencapai kompisisi yang dipersyaratkan.

Selain itu standardized extracts juga dapat diperoleh dengan

cara menambahkan bahan pembantu atau mencampur

antara ekstrak yang mengandung senyawa aktif tinggi

dengan ekstrak yang mengandung senyawa aktif rendah

sehingga kandungan senyawa aktifnya dapat memenuhi


persyaratan baku yang telah ditetapkan. Contoh: ekstrak

kering daun Belladona (mengandung alkaloid hyoscyamin

0,95-1,05%).

b. Quantified extract

Merupakan ekstrak yang diperoleh dengan cara

mengatur kadar senyawa yang telah diketahui aktifitas

farmakologisnya agar memiliki khasiat yang sama.

Quantified extract memiliki kandungan zat aktif yang

mempunyai aktifitas yang sudah diketahui, tetapi senyawa

yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut tidak

diketahui. Pengatur kadar senyawa diperoleh dengan cara

mencampur 2 jenis ekstrak yang memiliki spesifikasi sama

dan dalam jumlah konstan. Contoh: ekstrak daun Ginkgo

biloba, ekstrak herba Hypericum perforatum.

c. Other exstract

Merupakan ekstrak yang diperoleh dengan cara

mengatur proses produksi serta spesifikasinya. Dala hal ini

kandungan senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek

farmakologisnya belum diketahui. Contoh: Cretageus Herba

dan Passiflora incarnate.


5) Berdasarkan pelarut yang digunakan dan hasil akhir dari

ekstraksi:

a. Ekstraksi air

Adalah ekstrak yang menggunakan air sebagai cairan

pengekstraksi. Ekstrak yang diperoleh pada metoda ini dapat

langsung digunakan ataupun diproses kembali dengan cara

pemekatan atau pengeringan.

b. Tinktur

Merupakan sediaan cair yang dibuat secara maserasi

ataupun perkolasi dari suatu simplisia. Pelarut yang umum

digunakan dalam tinktur adalah etanol. Satu bagian simplisia

diekstrak dengan 2-10 bagian menstrum.

c. Ekstrak cair

Merupakan bentuk dari ekstrak cair yang mirip dengan tinktur

namun, ekstrak cair telah melalui proses pemekatan hingga

diperoleh ekstrak yang sesuai dengan ketentuan Farmakope.

d. Ekstrak encer (ekstrak tenuis)

Merupakan ekstrak yang dibuat sama seperti halnya ekstrak

cair, namun masih perlu diproses lebih lanjut.

e. Ekstrak kental

Merupakan ekstrak yang telah mengalami proses pemekatan.

Ekstrak kental ini sangat mudah menyerap lembab sehingga

mudah untuk ditumbuhi oleh kapang. Dalam bidang industry,


ekstrak kental ini sudah tidak lagi digunakan, hanya dijadikan

sebagai produk antara sebelum diproses menjadi ekstrak

kering.

f. Ekstrak kering (extract sicca)

Merupakan ekstrak hasil pengentalan yang kemudian

dilanjutkan dengan pengeringan. Proses pengeringan dari

ekstrak kental dapat dilakukan dengan berbagai macam cara

diantaranya:

a) Menggunakan bahan tambahan seperti laktosa, aerosol

b) Menggunakan proses kering beku

c) Menggunakan proses fluid bed drying (semprot kering).

g. Ekstrak minyak

Merupakan ekstrak yang dibuat dengan cara

mensuspensikan simplisia dengan perbandingan tertentu

dalam minyak yang telah dikeringkan, dengan cara yang

menyerupai maserasi

h. Oleoresin

Merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi bahan

oleoresin seperti Capsicum fructus dan zingiberis rhizome

dengan pelarut tertentu (umumnya etanol).


II.4 Ekstraksi

II.4.1 Pengertian Ekstraksi (Marjoni, 2016)

a. Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian

tanaman obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia

yang terdapat dalam bagian tanaman obat tersebut.

b. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari

campurannya dengan menggunakan pelarut tertentu.

c. Ekstraksi adalah suatu cara untuk memperoleh sediaan yang

mengandung senyawa aktif dari suatu bahan alam

menggunakan pelarut yang sesuai.

d. Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa dari

tumbuh-tumbuhan, hewan dan lain-lain menggunakan pelarut

tertentu.

II.4.2 Klasifikasi Metode Ekstraksi

1. Berdasarkan bentuk substansi dalam campuran

a. Ekstraksi padat-cair

Proses ekstraksi padat-cair merupakan proses

ekstraksi yang paling banyak ditemukan dalam

mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dala

suatu bahan alam. Proses ini melibatkan substan yang

berbentuk padat di dala capurannya dan memerlukan

kontak yang sangat lama antara pelarut dan zat padat.

Kesempurnaan proses ekstraksi sangat ditentukan oleh


sifat dari bahan alam dan sifat dari bahan yang akan

diekstraksi.

b. Ekstraksi cair-cair

Ekstraksi ini dilakukan apabila substansi yang akan

diekstraksi berbentuk cairan di dalam campurannya.

2. Berdasarkan penggunaan panas

a. Ekstraksi secara dingin (Marjoni, 2016)

Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk

mengekstrak senyawa-senyawa yang terdapat didalam

simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau bersifat

thermolabil. Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan

dengan beberapa cara berikut ini:

1) Maserasi

Adalah proses ekstraksi sederhana yang diperlukan

hanya dengan cara merendam simplisia dalam satu

atau campuran pelarut selama waktu tertentu pada

temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara

dingin dengan cara mengalirkan pelarut secara

kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.


b. Ekstraksi secara panas (Marjoni, 2016)

Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa

yang terkandung dalam simplisia sudah dipastikan tahan

panas. Metode ekstraksi yang membutuhkan panas

diantaranya:

1) Seduhan

Merupakan metode ekstraksi paling sederhana hanya

dengan merenda simplisia dengan air panas selama

waktu tertentu (5-10 menit).

2) Coque (penggodokan)

Merupakan proses penyarian dengan cara

menggodok simplisia menggunakan api langsung dan

hasilnya dapat langsung digunakan sebagai obat baik

secara keseluruhan termasuk ampasnya atau hanya

hasil godokannya saja tanpa ampas.

3) Infusa

Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan

cara menyari simplisia nabati dengan air pada shu

90°C selama 15 menit. Kecuali dinyatakan lain, infusa

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

“simplisia dengan derajat kehalusan tertentu

dimasukkan ke dalam panci infusa, kemudian

ditambahkan air secukuonya. Panaskan campuran


diatas penangas air selama 15 menit, dihitung mulai

suhu 90°C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai panas

menggunakan kain flannel, tambahkan air panas

secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh

volume infus yang dikehendaki”.

4) Digesti

Digesti adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya

hamper sama dengan maserasi, hanya saja digesti

mengguanakan pemanasan rendah pada suhu 30-

40°C. metode ini biasanya digunakan untuk simplisia

yang tersari baik pada suhu biasa.

5) Dekokta

Proses penyarian secara dekokta hamper sama

dengan infusa, perbedaannya hanya terletak pada

lamanya waktu pemanasa. Waktu pemanasan pada

dekokta lebih lama disbanding metode infusa, yaitu 30

menit dihitung setelah suhu mencapai 90°C. metode

ini sudah sangat jarang digunakan karena selain

proses penyariannya yang kurang sempurna dan juga

tidak dapat digunakan untuk mengekstraksi senyawa

yang bersifat termolabil.


6) Refluks

Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut

pada titik didih pelarut selama waktu dna jumlah

pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik

(kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3-5 kali

pengulangan pada residu pertama, sehingga

termasuk proses ekstraksi yang cukup sempurna.

7) Soxletasi

Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas

menggunakan alat khusus berupa ekstraktor soxhlet.

Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan

dengan suhu pada metode refluks.

3. Berdasarkan proses pelaksanaan (Marjoni, 2016)

a. Ekstraksi berkesinambungan (Continous Extraction)

Pada proses ekstraksi ini, pelarut yang sama dipakai

berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai

b. Ekstraksi bertahap (Bath Extraction)

Dalam ekstraksi ini pada setiap tahap ekstraksi selalu

dipakai pelarut yang selalu baru sampai proses ekstraksi

selesai.
4. Berdasrkan metode ekstraksi (Marjoni, 2016)

a. Ekstraksi tunggal

Merupakan proses ekstraksi dengan cara mencapurkan

bahan yang akan diekstrak sebanyak satu kali dengan

pelarut. Pada ekstraksi ini sebagian dari zat aktif akan

terlarut dalam pelarut sampai mencapai suatu

keseimbangan. Kekurangan dari ekstraksi dengan cara

seperti ini adalah rendahnya rendemen yang dihasilkan.

b. Ekstraksi multi tahap

Merupakan suatu proses ekstraksi dengan cara

mencapurkan bahan yang akan diekstrak beberapa kali

dengan pelarut yang baru dala jumlah yang sama

banyak. Ekstrak yang dihasilkan dengan cara ini memiliki

rendemen lebih tinggi dibandingkan ekstraksi tunggal,

karena bahan yang diekstrak mengalai beberapa kali

pencampuran dan pemisahan.

5. Cara ekstraksi lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2000)

a. Ekstraksi berkesinambungan

Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan

pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan

prosesnya tersusun berurutan beberapa kali. Proses ini

dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut)


dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang

terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi

b. Superkritikal karbondioksida

Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk

simplisia, dan umunya digunakan gas karbondioksia.

Dengan variable tekanan dan temperature akan diperoleh

spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk

melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu.

Penghilangan cairan pelarut dengan mudah dilakukan

karena karbondioksida menguap dengan mudah,

sehingga hamper langsung diperoleh ekstrak.

c. Ekstraksi ultrasonik

Getaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek

pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan

permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung

spontan (cavitation) sebagai stress dinamik serta

menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung

pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses

ultrasonikasi.

d. Ekstraksi energi listrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik,

medan magnet serta “electric-discharges” yang dapat

mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan


prinsip menimbulkan gelembung spontan dan

menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan

ultrasonik.

II.4.3 Modifikasi metode ekstraksi (Marjoni, 2016)

1. Modifikasi metode maserasi

a. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetic (pengadukan kontiniu)

menggunakan pemanasan lemah yaitu pada suhu 30°C-

50°C. maserasi dengan cara ini hanya dapat dilakukan

untuk simplisia yang memiliki zat aktif yang tahan terhadap

pemanasan. Pemanasan pada suhu rendah pada digesti

memberikan beberapa keuntungan diantaranya:

1) Pemanasan dapat mengurangi kekentalan dari pelarut

sehingga dapat mengurangi lapisan-lapisan batas.

2) Meningkatnya daya melarutkan dari pelarut akibat dari

pemanasan sehingga pemanasan memiliki pengaruh

yang sama dengan pengadukan.

3) Kenaikan suhu berpengaruh pada kecepatan difusi

karena koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu

absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan.

Pada umumnya kelarutan dari suatu zat aktif akan

meningkat bila suhu dinaikkan.


b. Maserasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar secara

kontiniu dapat mempersingkat waktu maserasi menjadi 6

sampai 24 jam. Melalui pengadukan proses ekstraksi

secara intensif dapat memberikan hasil ekstraksi yang lebih

baik.

c. Remaserasi

Simplisia dimaserasi dengan pelarut pertama, setelah

diendapkan, tuangkan dan diperas, ampasnya dimaserasi

kembali dengan pelarut kedua.

d. Maserasi melingkar (MB)

Pada metode ini, pelarut secara berkesinambungan

mengalir dan menyebar melalui serbuk simplisia dan

melarutkan zat katif yang terdapat dalam simplisia.

e. Maserasi melingkar bertingkat (MBB)

Metode ini bertujuan untuk memperbaiki metode

maserasi melingkar dimana pada maserasi melingkar,

proses ekstraksi tidak berjalan dengan sempurna karena

pemindahan massa akan ikut berhenti bila telah terjadi

keseimbangan.

f. Ekstraksi turbo

Metode ini menggunakan alat pencampuran yang

berputar cepat dan dilengkapi dengan pengaduk. Simplisia


dicampurkan dengan pelarut dengan alat pencampur yang

berputar sangat cepat dan dilengkapi pemukul.

g. Ekstraksi Ultra-Turrax

Prinsip kerja alat ini adalah dengan cara memberikan

gelombang ultrasonic pada frekuensi 20-50 kilocycles/detik.

Dengan adanya gelombang ultrasonic tersebut partikel

akan terpecah menjadi ukuran yang lebih kecil. Pada alat

ini cairan dihisap ke dalam ruangan pemutar yang

didalamnya dapat diatur efek gesekan. Pemukulan dan

tumbukan frekuensi tinggi sampai kepada impuls yang

mencapai daerah ultra, serta perbedaan potensial

hidrodinaik berfrekuensi tinggi dan torbulensi yang sangat

efektif sehingga menjain nilai ekonomis material tumbuhan

yang diproses.

h. Ultrasound-Assited Solvent Extraction

Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi

dengan menambahkan ultrasound (sinyal dengan frekuensi

tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi serbuk sampel

ditempatkan dala wadah ultrasonic dan ultrasound untuk

memberikan tekanan mekanik pada sel hingga

menghasilkan rongga pada sampel. Kerusakan sel dapat

menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa dalan

pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi.


2. Modifikasi metode perkolasi

a. Perkolasi biasa

Simplisia dengan derajat kehalusan tertentu direndam

dengan pelarut, kemudian dimasukkan ke dalam percolator

dan diperkolasi sampai didapat perkolat dengan jumlah

tertentu. Untuk pembuatan tincture simplisia disari sampai

diperoleh bagian tertentu sedangkan untuk ekstrak cair

disari sampai tersari sempurna.

b. Perkolasi bertingkat (Reperkolasi)

Reperkolasi merupakan suatu cara perkolasi biasa,

namun pada metode ini digunakan beberapa buah

percolator. Simplisia dibagi-bagi dala beberapa bagian dan

setiap bagian diekstraksi secara tersendiri dalam tiap-tiap

percolator yang digunakan. Cara yang paling umum

dilakukan adalah dengan membagi simplisia dalam tiga

bagian dan tiga buah percolator. Perkolat dari tiap

percolator diambil dala jumlah yang sudah ditetapkan dan

dipergunakan sebagai cairan penyari untuk perkolasi

berikutnya pada percolator yang kedua dan ketiga.

Reperkolasi hanya dipergunakan untuk pembuatan

ekstrak-ekstrak cair simplisia dengan zat khasiat yang tidak

tahan atau rusak oleh pemanasan (thermolabil).


c. Perkolasi bertingkat

Metode ini digunakan untuk memperbaiki cara

perkolasi biasa. Serbuk simplisia yang hampir tersari

sempurna. Sebelum dibuang, disari dengan penyari yang

baru. Dengan cara ini diharapkan serbuk simplisia dapat

tersari sempurna. Serbuk simplisia yang baru, disari

dengan perkolat yang hapir jenuh, sehingga akan diperoleh

perkolat akhir yang jenuh. Perkolat kemudian dipisahkan

dan dipekatkan.

d. Perkolasi dengan tekanan

Modifikasi ini digunakan untuk simplisia yang sangat

halus sehingga tidak bisa diekstraksi dengan cara perkolasi

biasa. Pada metode ini percolator ditabahkan alat

penghisap yang disebut diakolator agar perkoat dapat turun

kebawah.

II.5 Pengumpulan ekstrak/penguapan ekstrak

Penguapan/pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute

(senyawa terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi

kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental/pekat (Departemen

Kesehatan RI, 2000).

Penguapan adalah suatu proses yang dilakukan untuk

mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat dengan cara

menghilangkan cairan penyari yang digunakan (Marjoni, 2016).


Tujuan dari penguapan adalah untuk memekatkan konsentrasi

larutan sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi yang lebih

tinggi. Penguapan biasanya selalu didahului dengan proses

pemanasan. Panas yang dibutuhkan dala proses penguapan dapat

disuplai secara alami menggunakan sinar matahari atau dapat juga

dengan cara penambahan uap panas (steam) pada sistem (Marjoni,

2016).

Faktor yang mempengaruhi proses penguapan: (Marjoni,2016)

a. Suhu

Suhu akan mempengaruhi kecepatan penguapan. Semakin

tinggi suhu maka penguapan juga akan semakin cepat. Disaping

itu suhu juga berperan terhadap kerusakan bahan yang diuapkan.

Banyak glikosida dan alkaloida akan terurai pada suhu dibawah

100°C. kisaran suhu yang digunakan pada pada proses

penguapan harus disesuaikan dengan jenis bahan yang akan

diuapkan. Bahan-bahan yang bersifat thermolabil atau tidak tahan

terhadap pemanasan, pada suhu tinggi akan dapat membentuk

lapisan kerak pada kolom evaporator sehingga dapat

mempengaruhi perpindahan panas dari steam kebahan tersebut.

b. Waktu penguapan

Penerapan suhu yang relative tinggi untuk waktu yang

singkat akan mengurangi resiko kerusakan zat dibandingkan

dengan suhu rendah pada waktu yang lama.


c. Kelembaban

Beberapa senyawa kimia dapat terurai pada kelembaban

tinggi, terutama dengan adanya kenaikan suhu. Beberapa reaksi

penguraian seperti hidrolisa sangat membutuhkan air sebagai

media untuk kelangsungan reaksi hidrolisa.

d. Cara penguapan

Konsistensi atau bentuk dari hasil akhir yang diperoleh

setelah penguapan sangat mempengaruhi cara penguapan yang

akan digunakan. Penguapan secra destilasi akan menghasilkan

produk akhir berbentuk cair atau padat sedangkan penguapan

yang dilakukan secara lapis tipis akan dapat menghasilkan produk

berbentuk cair.

e. Laju alir umpan

Proses laju alir umpan yang terlalu kecil atau terlalu besar

akan mengakibatkan proses penguapan tidak berjalan secara

efisien. Untuk itu, laju alir umpan diusahakan agar tetap konstan.

Alat-alat yang digunakan pada proses penguapan: (Marjoni, 2016)

1. Rotary evaporator

Rotary evaporator merupakan alat yang biasa digunakan di

laboratorium kimia untuk mengefisiensikan dan mempercepat

pemisahan pelarut dari suatu larutan. Rotary vakum evaporator

merupakan suatu instrument yang tergabung antara beberapa

instrument yang menggabung menjadi satu bagian menggunakan


prinsip destilasi (pemisahan). Vakum evaporator berfungsi untuk

menurunkan tekanan suhu cairan sehingga titik didihnya menjadi

lebih rendah dari titik didih aslinya.

Prinsip kerja rotary evaporator adalah menurunkan tekanan

dari suatu pelarut sehingga dapat menguap pada suhu yang jauh

dibawah titik didihnya. Pemisahan ekstrak terjadi akibat adanya

pemanasan pada suhu rendah dalam suasana vakum dan

dipercepat dengan perputaran labu. Pemanasan dan perputaran

labu dalam kondisi vakum inilah yang mengakibatkan pelarut

dapat menguap 5-10°C di bawah titik didihnya akibat penurunan

tekanan.

Prinsip ini membuat pelarut dapat dipisahkan dari zat terlarut

tanpa pemanasan yang tinggi sehingga senyawa yang tekandung

dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Rotary evaporator lebih

disukai karena mapu menguapkan pelarut di bawah titik didihnya

dan zat aktif yang terkandung tidak rusak oleh suhu yang tinggi.

Bagian-bagian rotary evaporator beserta fungsinya:

Nama Alat Fungsi

Hot plate Pengatur suhu waterbath

Waterbath Wadah air yang dipanaskan oleh

hot plate untuk labu alas yang

berisi sampel

Ujung rotor sampel Tempat untuk labu alas bulat


sampel bergantung

Lubang kondensor Tempat masuknya air sebagai

pendingin kedalam kondensor

Kondensor Pendingin utnuk mempercepat

kondensasi

Lubang kondensor Pintu keluar bagi air dari dalam

kondensor

Labu alas bulat penampung Wadah bagi penapung pelarut

Ujung rotor penampung Tempat labu alas bulat

penampung bergantung.

Tabel 2. Marjoni, 2016

Keuntungan dan kerugian rotary evaporator (Marjoni,2016)

1. Keuntungan

a. Pembebasan minyak lebih mudah, kondensasi minyak serta

air dalam pendingin terjadi dalam waktu sama, sehingga

mengurangi minyak terlarut.

b. Mampu memisahkan zat dengan perbedaan titik didih yang

tinggi

c. Produk yang dihasilkan berbentuk ekstrak kental

2. Kerugian

a. Hanya dapat memisahkan zat yang memiliki titik didih tinggi

b. Alat yang digunakan relative mahal


c. Peralatan yang digunakan relative rumit

d. Waktu pengerjaan lumayan lama

2. Freeze Drying

Freeze drying (pengeringan beku) merupakan proses

pengeringan dimana antara yang akan dikeringkan dan media

pemanas dipisahkan oleh suatu dinding pembatas sehingga air

yang ada dalam bahan yang menguap tidak terbawa bersama

media pemanas. Perpindahan panas yang terjadi pada alat ini

terjadi akibat hantaran (konduksi) sehingga freeze drying sering

disebut juga dengan Conduction Dryer/Indirect Dryer (Marjoni,

2016).

Sesuai dengan namanya prinsip kerja freeze drying

(pengering beku) dapat digunakan untuk mengeringkan bahan-

bahan cair seperti ekstrak baik cair maupun kental. Lebih

ditekankan untuk pengeringan ekstrak dengan pelarut air.

Disarankan ekstrak yang akan dikeringkan dalam Freeze Drying

sudah dalam bentuk ekstrak kental sehingga waktu pengeringan

akan lebih cepat dan biaya produksi bisa lebih murah. Proses

pengeringan beku dengan alat Freeze Dryer ini berlangsung

selama 18-24 jam. Pengeringan beku ini dapat meninggalkan

kadar air sampai 1%, sehingga produk bahan alam yang

dikeringkan menjadi stabil dan sangat memenuhi syarat untuk

pembuatan sediaan farmasi dari bahan alam yang kadar airnya


harus kurang dari 10%. Pada prosesnya yang panjang ini sampel

akan dibekukan terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam alat

freeze dryer yang akan di set suhu dan tekanannya dibawah titik

triple dan akan terjadi proses sublimasi yaitu dari padat menjadi

gas. Hasil dari pengeringan ini tidak merubah tekstur dari produk

itu sendiri dan cepat kembali ke bentuk awalnya dengan

penambahan air (Marjoni, 2016).

Keunggulan pengeringan beku dibandingkan metode

lainnya, antara lain adalah: (Marjoni, 2016)

a. Dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari

perubahan aroma, warna dan unsur organoleptic lain)

b. Dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan

dan perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil).

c. Dapat meningkatkan daya rehidrasi (hasil pengeringan sangat

berongga dan lyophile sehingga daya rehidrasi sangat tinggi

dan dapat kembali ke sifat fisiologis, organileptik dan bentuk

fisik yang hamper sama dengan sebelum pengeringan).

II.6 Partisi

Ketika suatu senyawa (zat terlarut) ditambahkan ke dalam capuran

pelarut yang saling tidak bercampur, zat terlarut tersebut

mendistribusikan dirinya sendiri di antara kedua pelarut berdasarkan

afinitasnya pada masing-masing fase. Senyawa polar (misalnya gula,

asam aino, atau obat-obat terion) akan cenderung menyukai fase


berair atau fase polar, sedangkan senyawa-senyawa nonpolar

(misalnya obat-obat yang tidak terion) akan menyukai fase organic

atau fase nonpolar. Senyawa yang ditambahkan mendistribusikan

dirinya sendiri di antara kedua pelarut yang tidak bercampur

berdasarkan hokum partisi, yang menyatakan bahwa “senyawa

tertentu pada suhu tertentu, akan memisahkan dirinya sendiri di antara

dua pelarut yang saling tidak bercampur pada perbandingan

konsentrasi yang tetap” (Cairns Donald, 2004).

Ekstraksi cair-cair atau disebut juga ekstraksi pelarut merupakan

metode pemisahan yang didasarkan pada fenomena distribusi atau

partisi suatu analit diantara dua pelarut yang tidak saling campur.

Ekstraksi ini dilakukan untuk mendapatkan suatu senyawa dari

campuran berfasa cair dengan pelarut lain yang juga berfasa cair.

Prinsip dasar dari pemisahan ini adalah perbedaan kelarutan suatu

senyawa dalam dua pelarut yang berbeda (Maria, 2017).

Dalam ekstraksi cair-cair (ECC) yang paling sederhana, larutan air

digojog dengan pelarut organic yang tidak campur dengan air.

Kebanyakan prosedur ECC melibatkan ekstraksi analit dari fase air ke

dalam pelarut organic yang bersifat nonpolar atau agak polar seperti

heksana, metil-benzen atau diklorometana. Meskipun demikian proses

sebaliknya (ekstraksi analit dari pelarut organic nonpolar kedalam air)

juga mungkin terjadi. Analit-analit yang mudah terekstraksi dalam

pelarut organic adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara


kovalen dengan substituent yang bersifat nonpolar atau agak polar.

Sementara itu, senyawa-senyawa polar dan juga senyawa-senyawa

yang mudah mengalami ionisasi akan tertahan dalam fase air

(Rohman, 2014).

Pelarut-pelarut pengekstraksi dalam ekstraksi cair-cair

Pelarut-pelarut fase Pelarut-pelarut organik Pelarut-pelarut organik


air yang tidak larut dalam air yang larut dalam air
(tidak sesuai untuk
ECC)
Air murni Hidrokarbon alifatik Alkohol (berat molekul
(heksana, isooktana, rendah)
Larutan yang
petroleum eter,dsb)
bersifat asam Keton (berat molekul
Dietil eter atau eter-eter rendah)
Larutan yang
yang lain
bersifat basa Aldehid (berat molekul
Metilen klorida rendah)
Larutan dengan
Kloroform
kandungan garam Asam-asam karboksilat
yang tinggi Etil asetat dan ester-ester (berat molekul rendah)
(pengaruh salting yang lain
Asetonitril
out) Keton alifatik (C6 atau
diatasnya)
Dimetil sulfoksida
Agen-agen
pengkompleks Alkohol alifatik (C6 atau
Dioksan
(pasangan ion, diatasnya)

pengkelat kiral, dsb)


Toluene, xilen

Kombinasi dari dua Kombinasi dari dua atau


atau lebih di atas lebih di atas

Tabel 3. Snyder, dkk. 1997


II.7 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan

analitik dan preparative. KLT analitik digunakan untuk menganalisa

senyawa organic dalam jumlah kecil misalnya, menentukan jumlah

komponen dalam campuran dan menentukan pelarut yang tepat untuk

pemisahan dengan KLT preparative. Sedangkan KLT preparative

digunakan untuk memisahkan capuran senyawa dari sampel dalam

jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi

tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa selanjutnya

(Sastrohamidjojo, 2007).

Fase diam dalam KLT berupa silika gel (biasanya berupa plat silika

gel F254) yang mapu mengikat senyawa yang akan dipisahkan.

Sedangkan fase geraknya berupa berbagai macam pelarut atau

campuran pelarut pengembang merambat naik dala lapisan fase diam.

Jarak hasil pemisahan senyawa pada kromatogram biasanya

dinyatakan atau harga Rf. KLT dapat digunakan untuk perhitungan

kualitatif dalam pengujian sampel dengan menggunakan harga Rf

dimana harga Rf dinyatakan dengan (Sastrohamidjojo, 2007):

𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒓𝒂𝒎𝒃𝒂𝒕 𝒏𝒐𝒅𝒂


𝑹𝒇 = 𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒓𝒂𝒎𝒃𝒂𝒕 𝒆𝒍𝒖𝒆𝒏

Kromatografi lapis tipis merupakan (KLT) merupakan cara analisis

cepat yang memerlukan bahan yang sedikit. Untuk penelitian

pendahuluan kandungan flavonoid suatu ekstrak umumnya pengembang

beralkohol. Larutan pengembang pertama KLT misalnya butanol-asam


asetat-air (BAA) (Markhan, 1998). Pemisahan flavonoid dengan KLT dapat

menggunakan penyemprot amoniak/uap amoniak yang memberikan

warna biru kehijauan, hijau kekuningan, lembayung dan kuning kecoklatan

(Halimah, 2010).

Standarisasi ekstrak (Departemen Kesehatan RI, 2000):

1. Parameter spesifik

a. Identitas

Parameter identitas ekstrak:

1) Deskripsi tata nama:

a) Nama ekstrak (generic, dagang, paten)

b) Nama lain tumbuhan (sistematika botani)

c) Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun dsb)

d) Nama Indonesia tumbuhan

2) Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas, artinya senyawa

tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode

tertentu.

b. Organoleptik

Penggunaan pancaindra mendiskripsikan bentuk, warna, bau,

rasa sebagai berikut:

1) Bentuk : padat, serbuk kering, kental, cair

2) Warna : kuning, coklat, dll

3) Bau : aromatik, tidak berbau, dll

4) Rasa : pahit, manis, kelat, dll


c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

Pengertian dan prinsip yaitu melarutkan ekstrak dengan

pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solute yang

identic dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetric.

Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut

lain misalnya heksana, diklorometan, methanol. Dengan tujuan

untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.

2. Parameter non spesifik

a. Susut pengeringan dan bobot jenis

b. Kadar air

c. Kadar abu

d. Sisa pelarut

e. Residu pestisida

f. Cemaran logam berat

g. Cemaran mikroba
BAB III

METODE KERJA

III.1 DESAIN PERCOBAAN

Percobaan ini merupakan percobaan eksperimental dimana

daun lidah buaya (Aloe vera folium) diekstraksi dengan metode

perkolasi dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian

dilakukan ekstraksi cair-cair dan diidentifikasi dengan metode KLT.

Dilakukan standarisasi mutu ekstrak berdasarkan parameter spesifik

dan non spesifik.

III.2 TEMPAT DAN WAKTU PENGAMBILAN SAMPEL TANAMAN

Daun lidah buaya di ambil di Balai Kesehatan Tradisional

Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan KM.11, Kec. Tamalanrea, Kota

Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 24 Maret 2019.

III.3 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

III.3.1 Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan yaitu, baskom, batang

pengaduk, botol semprot, bunsen, chamber, cawan porselin,

corong pisah, gelas kimia, gelas ukur, gunting, hair drayer,

lampu UV, lempeng KLT, oven, perkolator, pipet tetes,

pensil, pipa penotol, sendok tanduk, statif, timbangan

analitik, dan vial.


III.3.2 Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan yaitu simplisia daun

lidah buaya (Aloe vera folium), aquadest, etanol 70%,

aluminium foil, kapas, kertas saring, KOH, label, n-heksan,

n-butanol, dan tissue.

III.4 CARA KERJA

III.4.1 Pengambilan dan pengolahan sampel menjadi simplisia

a. Pengambilan sampel

Daun lidah buaya diambil dengan menggunakan pisau

stainless pada jam 11:00-12:00. Pengambilan daun lidah

buaya sudah dewasa ditandai dengan durinya sangat

nampak.

b. Pengolahan sampel menjadi simplisia

Proses pengolahan daun lidah buaya menjadi simplisia

pada prinsipnya meliputi tahap-tahap yaitu sortasi basah,

pencucian dengan air mengalir, perajangan menggunakan

pisau stainless, pengeringan, dan sortasi kering.

III.4.2 Proses ekstraksi

Metode ekstraksi yang digunakan yaitu perkolasi dengan

cara serbuk ditimbang sebanyak 120 gram, dimaserasi

selama 3 jam, dipindahkan kedalam percolator, ditambahkan

cairan penyari hingga selapis diatas permukaan bahan

sebanyak 200 ml. Didiamkan selama 24 jam, kran perkulator


dibiarkan cairan penyari mengalir dengan kecepatan 1 ml per

menit, ditambahkan cairan penyari secara kontinu sampai

penyaringan sempurna, dan perkolat yang diperoleh

dipekatkan dengan rotavapor.

III.4.3 Penguapan ekstrak

Proses yang dilakukan yaitu pertama-tama sampel

dimasukkan kedalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian

dari labu alas bulat. Diatur suhu pada waterbath, ditekan tombol

on-off (suhu 5-10°C dibawah titik didih pelarut yang digunakan.

Setelah suhu tercapai dipasang labu pada ujung rotor yang

terhubung dengan kondensor. Diputar tombol rotor dan diaktifkan

juga pompa vakum. Ditambah ekstrak melalui selang dengan

memutar tombol rotor kearah nol dan di lanjutkan dengan

memutar kembali. Kemudian tekan tombol off pada waterbath

lalu diputar rotor ke nol labu alas bulat dikeluarkan. Diputar kran

vakum hingga udara dala kondensor keluar sempurna.

Kemudian sapel dipindahkan ke dalam wadah. Lalu dikentalkan

dengan penangas air atau mantel pemanas.

III.4.4 Partisi cair-cair

A. Partisi cair-cair

Ditimbang 2 gr ekstrak etanol daun lidah buaya lalu

disuspensikan dengan air sebanyak 20 ml, kemudian

dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan n-


heksan sebanyak 40 ml, kocok sampai merata dengan

sesekali membuka penutup corong pisah kemudian didiamkan

sampai terjadi pemisahan dari fase air dan fase n-heksan,

pisahkan fase air dan fase n-heksan dengan membuka kran

pada corong pisah dan tampung ke dalam cawan. Kemudian

fase n-heksan diuapkan kedalam oven dan fase air

dimasukkan kembali ke dalam corong pisah lalu tambahkan

pelarut n-butanol sebanyak 30 ml. kocok sampai merata

dengan sesekali membuka penutup corong pisah kemudian

didiamkan sampai terjadi pemisahan dari fase air dan fase n-

butanol. Dipisahkan fase air dan fase n-butanol dan

ditampung ke dalam cawan lalu diuapkan ke dalam oven.


II.4.5 Standarisasi ekstrak :

A. Identitas

Deskripsi tata nama : nama ekstrak, nama latin ekstrak,

bagian tanaman yang digunakan, nama Indonesia tanaman.

B. Organoleptik

Penetapan organoleptik ekstak meliputi bentuk, warna,

rasa, dan bau.

C. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

a. Penyiapan lempeng KLT dan penjenuhan Chamber

1. Penyiapan lempeng silica gel

Dibuat lempeng dari silica gel ukuran 7cm x

1cm menggunakan mister dan dibuat seperti dibawah

ini :

2. Penjenuhan Chamber

Chamber, eluen n-heksan : etil asetat (9:1),

kertas saring, eluen melewati penutup kaca,

chamber yang telah jenuh.


3. Penotolan sampel pada lempeng

Dengan cara fraksi dilarutkan delam n-

heksan,pipa kapiler ditotolkan pada lempeng,

chamber yag telah dijenuhkan dielusi, diamati pada

sinar tampakdan dibawah UV254 dan UV366,

disemprotkan dengan pereaksi spesifik KOH (kalium

hidroksida).

D. Kadar air (Metode Gravimetri)

lebih kurang 10 gram ekstrak dan timbang

seksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada

suhu 1050C selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan

pengeringan dan timbang pada jarak 1jam sampai

perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidal

lebih dari 0,25%. Penetapan kadar air dengan metode ini

tidak sesuai untuk ekstrak yang mempunyai kandungan

minyak atsiri tinggi. Dalam hal demikian metode ini lebih

tepat disebut penetapan susut pengeringan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL PENGAMATAN

IV.1.1 Table pengamatan metode ekstraksi

No Sampel
Pengamatan
Simplisia daun lidah buaya

1. Metode ekstraksi Perkolasi

2. Berat sample sebelum 120 gram


diekstraksi

3. Berat ekstrak 2,855 gram

4. Jumlah cairan penyari (ml) 200 ml

PERHITUNGAN

Berat cawan kosong = 57,145 gram (A)

Berat cawan + ekstrak = 60 gram (B)

Berat ekstrak (B-A) = 60 gram - 57,145 gram

= 2,855 gram
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
% rendemen = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

2,855 𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 100%
120 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 2,37%
IV.1.2 Tabel pengamatan penguapan

Sampel: perkolat daun lidah buaya


Pengamatan
(aloe vera folium)

Metode penguapan Hairdryer

Konsistensi Kental

Bobot ekstrak 2,855 gram

PERHITUNGAN

Berat cawan kosong = 57,145 gram (A)

Berat cawan + ekstrak = 60 gram (B)

Berat awal ekstrak = 2,855 gram (C)


𝐵−𝐴
% susut pengeringan = × 100%
𝐶

60 𝑔𝑟𝑎𝑚 −57,145 𝑔𝑟𝑎𝑚


= × 100%
2,855 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 9,51%

IV.1.3 Tabel pengamatan ekstraksi cair-cair

Pengamatan
Ekstrak daun lidah buaya

Metode ekstraksi Ekstraksi cair-cair

Bobot ekstrak etanol (penyari pertama) 2 gram

Bobot ekstrak n-heksan (penyari 0,17 gram


kedua)

Persentase ekstrak n-heksan (penyari 8,5 %


kedua)
Bobot ekstrak n-butanol (penyari 0,2 gram
ketiga)

Persentase ekstrak n-butanol (penyari 10 %


ketiga)

Dik: Berat cawan kosong n-heksan = 62,33 gram

Berat cawan kosong n-butanol = 53,91 gram

Berat ekstrak + cawan kosong n-heksan = 62,50 gram

Berat ekstrak + cawan kosong n-butanol = 54,11 gram

PERHITUNGAN

Bobot ekstrak n-heksan = 62,50 g – 62,33 g

= 0,17 g

Bobot ekstrak n-butanol = 54,11 g – 53,91 g

= 0,2 g
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑛−ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛
% ekstrak n-heksan = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 100%

0,17 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 2 𝑔𝑟𝑎𝑚
× 100%

= 8,5 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑛−𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
% ekstrak n-butanol = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 100%

0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100%
2 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 10 %
IV.1.4 Tabel pengamatan standarisasi KLT

UV
Eluen Bercak
Fraksi Kesimpulan
noda Rf Warna
N-heksan : Etil Etanol - - - -
asetat (6 : 4)
N-heksan : Etil N-heksan 1 0,06 Hijau Karbohidrat
asetat (6 : 4)
2 0,3 Merah -
muda
3 0,44 Merah -
muda
4 0,54 Jingga -

5 0,7 Jingga -

6 0,8 Jingga -

N-heksan : Etil N-butanol 1 0,34 Coklat -


asetat (6 : 4)

PERHITUNGAN
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑟𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑛𝑜𝑑𝑎
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑟𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

0,3
n-heksan Rf 1 = = 0,06
5

1,5
Rf 2 = = 0,3
5

2,2
Rf 3 = = 0,44
5

2,7
Rf 4 = = 0,54
5

3,5
Rf 5 = = 0,7
5

4
Rf 6 = 5 = 0,8

1,7
n-butanol Rf 1 = = 0,3
5
IV.1.5 Table pengamatan standarisasi ekstrak

Keterangan
Deskripsi tata nama

Nama ekstrak Ekstrak kental daun lidah buaya

Aloe Verae Folii


Nama latin ekstrak
Extractum Spissum

Bagian tanaman yang Daun (Folium)

digunakan

Lidah buaya
Nama indonesia tanaman

Aloin A.
Senyawa identitas

A. Parameter spesifik

Literarur
Hasil (Suplemen I
Organolepik Keterangan
pengamatan Farmakope
Herbal)
Coklat
Coklat kehitaman +
Warna
kehitaman

Bau khas Bau khas +


Bau

Ekstrak kental Ekstrak kental +


Bentuk

Agak pahit Agak pahit +


Rasa
B. Parameter non spesifik

Perhitungan kadar air

Berat cawan kosong = 62,3119 gram (A)

Berat cawan + esktrak = 64,0298 gram (B)

Berat awal ekstrak = (A) - (B)

= 64,0298 gram – 62,311 gram

= 1,6987 gram (C)

Berat ekstrak setelah pengeringan = 63,7120 gram (D)

Berat konstan = 63,7120 gram – 62,311 gram

= 1,3809 gram

berat cawan ekstrak – berat konstran


% kadar air = x 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

1.6987 𝑔𝑟𝑎𝑚−1.3809 𝑔𝑟𝑎𝑚


= x100%
1.6987 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 18,70%

Persyaratan Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia Hal. 61

kadar air ekstrak daun lidah buaya adalah tidak lebih dari 12,5 %.

IV.2 Pembahasan
Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan kimia untuk

memisahkan atau menarik satu atau lebih komponen atau senyawa-

senyawa dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut yang

sesuai.

Prinsip kerja perkolasi yaitu serbuk simplisia ditempatkan dala

suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori.

Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut,

cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai

mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh

kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi

dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan

yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,

daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi, daya

kapiler dan daya gesekan.

Pada metode perkolasi digunakan pelarut atau cairan penyari

etanol 70% sebanyak 200 ml dan berat sampel sebelum diekstraksi

sebanyak 120 gram. Berat ekstrak yang diperoleh sebanyak 2,855

gram.

Penguapan adalah suatu proses yang dilakukan untuk

mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat dengan cara

menghilangkan cairan penyari yang digunakan tujuan dari

penguapan adalah untuk memekatkan konsentrasi larutan sehingga

didapatkan larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi.


Pada proses penguapan dilakukan metode penguapan

dengan menggunakan alat hairdryer. Proses yang dilakukan yaitu

dengan cara ekstrak cair yang ingin diuapkan dimasukkan dalam

beker glass, kemudian dipasangkan hairdryer pada statif dan

diarahkan ke ekstrak yang akan diuapkan. Setelah terpasang,

hairdryer dihidupkan dan dibiarkan hingga diperoleh ekstrak kering.

Berdasarkan praktikum ini diperoleh bobot ekstrak sebanyak

60 gram dengan konsistensi yang kental dan persentase susut

pengeringan sebesar 9,51%. Dan presentase rendemen yang

diperoleh adalah 2,37 %. Nilai rendemen ini memenuhi syarat yang

tertera pada Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia yaitu tidak

kurang dari 0,4 %. Persentase rendemen dilakukan dengan tujuan

sebagai perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan

simplisia awal. Dan untuk memudahkan kita mengetahui berapa

jumlah simplisia yang dibutuhkan untuk menghasilkan ekstrak.

Ekstraksi cair-cair atau disebut juga ekstraksi pelarut

merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada fenomena

distribusi atau partisi suatu analit diantara dua pelarut yang tidak

saling campur. Tujuan dilakukannya partisi yaitu untuk memisahkan

komponen kimia dari sampel berdasarkan tingkat kepolarannya.

Prinsip dasar dari pemisahan ini adalah perbedaan kelarutan suatu

senyawa dalam dua pelarut yang berbeda.


Adapun perbandingan dalam penjenuhan n-butanol yaitu 30 :

20 (30 ml n-butanol dalam 20 ml aquadest) digunakan n-butanol

lebih banyak dari pada airnya, karena yang akan dijenuhkan adalah

n-butanol, sedangkan air hanya sebagai penjenuhnya saja.

Adapun hasil persentase ekstrak n-heksan adalah 34% dan

persentanse ekstrak n-butanol adalah 40%.

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah cara yang paling

sederhana pada pengujian kandungan kimia ekstrak. Tujuannya

yaitu memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia.

Pada praktikum ini dilakukan uji KLT pada simplisia daun lidah

buaya yang telah diekstraksi dengan metode perkolasi dan di uapkan

menjadi ekstrak kental. Sebelum dilakukan uji KLT ekstrak kental

etanol dipartisi menggunakan pelarut n-heksan dan n-butanol untuk

memisahkan senyawa polar (n-butanol) dan senyawa non polar (n-

heksan).

Pada pengujian KLT digunakan 3 jenis fraksi yaitu fraksi n-

heksan, n-butanol, dan etanol. Sebelum dilakukan pengamatan pada

lempeng KLT camber dijenuhkan, adapun isi dari chamber yaitu

eluen (n-heksan-etil asetat) dengan perbandingan 6:4. Setelah

chamber jenuh dilanjutkan dengan penotolan sampel pada lempeng

KLT (sampel: n-heksan, n-butanol, etanol) kemudian dimasukkan ke

dalam chamber untuk dielusi hingga batas garis atas lempeng,

kemudian diamati di bawah lampu UV.


Pada praktikum ini tidak terdapat noda pada etanol, 6 bercak

noda pada fraksi n-heksan dengan nilai Rf 0,06 0,3 0,44 0,54 0,7 dan

0,8. Sedangkan pada fraksi n-butanlo terdapat 1 noda dengan nilai

Rf 0,34. Senyawa yang dideteksi yaitu steroid, antrakuinon,

glikosida, dan asam amino.

Pada praktikum standarisasi ekstrak dilakukan standarisasi

mutu ekstrak dengan menggunakan parameter spesifik dan non

spesifik. Parameter spesifik yang dilakukan yaitu uji organoleptic

prinsipnya yaitu menggunakan panca indra mendeskripsikan bentuk,

warna, bau dan rasa. Dengan tujuan sebagai pengenalan awal yang

sederhana seobyektif mungkin. Sedangkan parameter nonspesifik

yaitu uji kadar air dengan metode gravimetri. Prinsipnya yaitu

pengukuran kandungan air dengan cara yang tepat diantara cara

titrasi, destilasi, dan gravimetri.

Adapun hasil dari pengamatan organoleptic yaitu ekstrak

kental daun lidah buaya berwarna hitam kecoklatan, berbau khas,

berbentuk ekstrak kental dan memiliki rasa yang agak pahit. Hal

tersebut sesuai dengan Suplemen 1 Farmakope Herbal Indonesia.

Hasil pengamatan identitas yaitu nama ekstrak adalah ekstrak

kental daun lidah buaya, nama latin ekstrak Aloe Verae Folii

Extractum Spissum, bagian tanaman yang digunakan adalah daun

(folium), nama Indonesia tanaman adalah lidah buaya, dan senyawa

identitasnya adalah Aloin A. sedangkan pada uji penetapan kadar air


didapatkan persentase kadar air sebesar 18,70%. Dan persentase

kadar air menurut literature tidak lebih dari 12,5%. Nilai kadar air

yang diperoleh belum berada pada rentang kadar air yang optimal

untuk ekstrak kental. Hal ini menunjukkan bahwa proses

pengeringan masih perlu dilanjutkan sampai kadar air yang diperoleh

tidak lebih dari 12,5 %.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode perkolasi.

2. Hasil penguapan didapatkan persentase rendemen ekstrak daun

lidah buaya 2,37 %.

3. Pada pengamatan partisi didapatkan persentase ektrak n-heksan

yaitu 8,5 % dan n-butanol 10 %

4. Pada pengujian KLT senyawa yang dideteksi yaitu steroid,

antrakuinon, glikosida, dan asam amino.

5. Pada pengujian organoleptic mutu ekstrak kental daun lidah buaya

sesuai dengan yang dipersyaratkan, sedangkan pada pengujian

kadar air tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan atau tidak

sesuai dengan litaratur yang ada.

V.2 Saran

Sebaiknya alat-alat dilaboratorium lebih dilengkapi lagi agar

praktikum dapat berjalan dengan lancar. Serta diharapakan agar

pembimbing terus memperhatikan, membimbing dan mengawasi

serta mngevaluasi pada saat praktikum berlangsung.


DAFTAR PUSTAKA

Cairns Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Buku Kedokteran


EGC: Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 1977. Materia Medika Jilid I. Direktoral


Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak


Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal POM Direktorat Pengawasan
Obat Tradisional: Jakarta.

Depertemen Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Jilid I.


Direktorat Jenderal POM: Jakarta

Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada university press:


Yogyakarta.

Halimah, N. 2010. Uji Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Tanaman


Anting-Anting (Acalypha indica Linn.) Terhadap Larva Udang
Artemia salina Leach. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.

Herbie,Tandi. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat. OCTOPUS


Publishing House: Yogyakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Suplemen 1 Farmakope Herbal


Indonesia: Jakarta

Maria. 2017. Ekstraksi dan Real Kromatografi. Deepublish Publisher:


Yogyakarta

Marjoni. 2016. Dasar-dasar Fitokimia untuk Diploma III Farmasi. Trans


Info Media: Jakarta

Markham, K.R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Terjemahan


Kosasih Padmawinata. ITB: Bandung

Rohman. 2014. Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia.


Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Sastrohamidjojo, H. 2007. Kromatografi. UGM Press: Yogyakarta.

Steenis. 2013. FLORA. Balai Pustaka: Jakarta Timur


Surtiningsih. 2005. Cantik Dengan Bahan Alami. Elex Media Komputindo:
Jakarta

.
LAMPIRAN

Hasil penguapan
Hasil ekstraksi (ekstrak kental)

Fraksi KLT

Standarisasi
ekstrak

Anda mungkin juga menyukai