Anda di halaman 1dari 40

1. Jelaskan anatomi dan histofisologi dari uropoetika!

A. Anatomi

Sistem uropoetika adalah sistem yang terdiri atas sistem urinaria. Sistem urinaria
atau disebut juga sebagai sistem ekskretori adalah sistem organ yang memproduksi,
menyimpan, dan menghasilkan urine. Pada manusia normal organ ini terdiri dari
ginjal, ureter, vesica urinaria dan urethra. Organ-organ ini berfungsi memproduksi
urin, melalui proses filtrasi darah, dan mengumpulkan urin untuk sementara waktu.
a. Ren

- Morfologi, struktur dan lokasinya


Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekunganya menghadap ke
medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks
pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh darah, sistem
limfatik, dan sistem saraf. Ginjal memiliki ukuran panjang 11 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3
cm. ukuran berat kira-kira 135-150 gram atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.
Berwarna agak kecoklat-coklatan.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa ginjal, yang melekat pada parenkim ginjal. Secara anatomis ginjal
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medulla ginjal.
Korteks renal berwarna pucat , yang mempunyai permukaan yang kasar.
Korteks ginjal terletak lebih superficial dan di dalamnya terdapat berjuta-juta
nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal, nefron terdiri atas
glomelurus, tubulus kontortus (TC) proksimal, loop of henle, tubulus kontortus
(TC) distal, dan duktus kolegentes darah yang membawa sisa hasil metabolisme
tubuh difiltrasi di dalam glomelurus dan kemudia setelah sampai di tubulus ginjal,
beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat sisa
metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh mengalami sekresi membentuk
urine.
Medulla ginjal terdiri atas pyramidales renale (pyramis renalis Malpighi),
berjunlah antara 12-20 buah, berwarna agak gelap. Basis dari bangunan pyramid
ini disebut basis pyramidalis berada pada cortex dan apexnya yang dinamakan
papilla renalis, terletak menghadap kea rah medial, bermuara pada calyx minor.
Diantara satu pyramid dengan pyramid lainnya terdapat jaringan cortex yang
berbentuk colum, disebut columna renalis bertini. Pada basis dari setiap pyramid
terdapat deretan jaringan medulla yang meluas ke arah cortex, disebut medulla
rays. Setiap pyramid bersama-sama dengan columna renalis bertini yang berada di
sampingnya membentuk lobus renalis, berjumlah antara 4-14 buah. Pada setiap
papilla renalis bermuara 10-40 buah ductus yang mengalirkan urin ke calyx
minor, infundibulum, calyx mayor dan pelvis renalis. Daerah tersebut berlubang-
lubang dan dinamakan area cribrosa.
Hilum renale meluas membentuk sinus renalis, dan didalam sinus renalis
terdapat pelvis renalis, yang merupakan pembesaran dari ureter ke arah cranial.
Pelvis renalis terbagi menjadi 2-3 calices renalis majores, dan setiap calyx major
terbagi 7-14 buah calices renalis minores.
- Vaskularisasi ren

Suplai darah ke ginajal diperankan oleh arteri dan vena renalis. Asteri
renalis merupakan percabangan langsung dari aorta abdominalis dan vena renalis
yang bermuara langsung kedalam vena cava inferior. Vena dan arteri renalis
keduanya membentuk pedikel ginjal. Arteri memasuki ginjal dan vena keluar dari
ginjal di dalam area yang disebut hilus renalis. Pada sisi kanan, vena terletak di
sebelah anterior dari arteri renalis. Pada sisi kiri, vena renalis lebih panjang
daripada arteri. Di belakang dari kedua pedikel ini terdapat pelvis renalis.

Pada sisi kiri, terdapat rangkaian sistem vena yang berbeda dengan
sebelah kanan, yakni vena yang merawat gonad (vena spermatika pada laki-laki
atau ovarika pada perempuan), langsung bermuara pada vena renalis kiri. Lain
halnya dengan sisi kanan, vena tersebut bermuara secara oblik langsung ke vena
kava inferior, di bawah percabangan vena renalis dengan vena kava .

Arteri renalis dipercabangkan oleh aorta abdominalis di sebelah caudal


dari pangkal arteri mesenterica superior, berada setinggi discus intervertebrale
antara vertebra limbalis I dan II. Arteri renalis bercabang menjadi anterior dan
posterior. Cabang posterior merawat segmen medius dan posterior. Cabang
anterior merawat kutub (pole) atas, bawah dan seluruh segmen anterior ginjal.
Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris, yang berjalan di dalam
columna bertni (di antara piramida rnalis), kemudian membelok membentuk
busur mengikuti basis pyramid sebagai arteri arkuata, dan selanjutnya menuju
korteks sebagaiarteri lobularis. Arteri ini bercabang kecil menuju ke glomeluri
sebagai arteri afferent dan dari glomeluri keluar arteri eferen yang menuju ke
tubulus ginjal. Sistem arteri ginjal adalah end arteries, yaitu arteri yang tidak
mempunyai anastomosis dengan cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat
kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis
pada daerah yang dilayaninya. Sistem cairan limfe ginjal dialirkan ke dalam
limfonodi yang terletak di dalam hilus ginjal. Seperti halnya pada sistem
pembuluh darah dan persarafan, sistem limfatik dalam rongga retroperitoneaum.

- Innervasi ren

Ginjal mendapat persarafan melalui plexus renalis, yang seratnya berjalan


bersama dengan arteri renalis. Plexus renalis dibentuk oleh percabnagan dari
plexus coeliacus. Input dari sistem simpatetik menyebabkan vasokontrisi yang
menghambat aliran darah ke ginjal. Ginjal diduga tidak mendapat persarafan
simpatetik. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T
10-11, dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu
dapat dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang bisa merupakan nyeri referal
dari ginjal.

b. Ureter

Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan


urine dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam vesica urinaria. Ureter merupakan suatu
saluran yang dibentuk oleh jaringan otot polos dengan ukuran 25-30 cm, terletak
retroperitoneal, sebagian berada di dalam cavum abdominnis, disebut pars
abdominalis, dan sebagian lagi berada didalam cavitas pelvis, di sebut pars pelvic.
Kedua bagian ini kurang lebih sama panjang. Merupakan kelanjutan dari pelvis
renalis, meninggalkan ren melalui hilum renale, berada di sebelah dorsal vasa
renalis, berjalan descendens pada permukaan m. psoas major.

Ureter dexter berada di sebelah dorsal dupdenum pars descendens dan


menyilang radix mesenterii di bagian dorsal.

Ureter menyilang arteri iliaca comunis atau pangkal arteri iliaca externa,
berjalan di sebelah ventro-caudal arteri iliaca interna, lalu menyilang arteri
umbilicalis serta vasa obturatoria dan nervus obturatorius di sebelah medialnya.
Selanjutnya berjalan sepanjang dinding lateral pelvis, lalu membelok ke medial
menuju ke dinding dorsal vesica urinaria.

Ureter pars pelvica masculine berada di sebelah lateral ductus deferens.


Ketika sampai di vesica urinaria, ureter terletak di sebelah ventral ujung cranial
vesicular seminalis, di sebelah ventral dari ductus deferens.

Pada wanita ureter pars pelvica berada pada tepi posterior ovarium, lalu
berjalan di dalam ligamentum sacro-uterinum, selanjutnya berada di dalam
ligamentum carvicale laterale, di sebelah caudal pars inferior ligamentum latum
(=broad ligament). Dekat pada cervix uteri ureter membelok ke medial, berada di
dalam ligamenum vesicale laterale, berjalan di sebelah ventral ligamentum
vaginale laterale menuju ke vesica urinaria. Ureter sinister terletak lebih dekat
pada vagina daripada ureter dexter. Kedua ureter bermuara kedalam vesica
urinaria dengan jarak 5 cm satu sama lain. Berjalan oblique sepanjang 2 cm di
dalam dinding vesica urinaria sebelum bermuara ke dalam vesica urinaria. Muara
tersbut berbentuk lubang yang pipih, disebut ostium ureteris, yang pada vesica
urinaria yang kosong berjarak 2,5 cm satu sama lain, sedangkan vesica urinaria
yang terisi penuh jarak antara kedua muara tersebut adalah 5 cm. ureter
menyempit di tiga tempat masing-masing pada tempat peralohan pelvis renalis
menjadi ureter, ketika menyilang antara iliaca communis dan ketiaka ke dalam
vesica urinaria. Dinding ureter terdiri atas (1) mukosa yang dilapisi oleh sel
transisional, (2) otot polos sirkuler dan (3) otot polos longitudinal. Kontraksi dan
relaksasi kedua otot itulah yang memungkinkan terjadinya gerakan peristaltic
ureter guna mengalirkan urin ke dalam vesica urinaria. Jika karena sesuatu sebab
terdapat sumbatan pada lumen ureter sehingga menyumbat aliran urine, otot polos
ureter akan berkontraksi secara berlebihan, yang bertujuan untuk
mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu
dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama
peristaltic.

- Vascularisasi

Arteri yang member suplai darah kepada ureter sangat bervariasi, dan
bersumber pada arteri renalis, aorta abdominalis, arteri ovarica (arteri testicularis),
arteri iliaca interna, arteri uterina, dan arteri vesicalis. Arteri-arteri tersebut
memebentuk anastomose yang selalu ada adalah percabangan-percabangan dari
artria vesicalis inferior, yang selain member vascularisasi kepada ureter pars
inferior, juga kepada trigonum vesicae lieutaudi. Pembuluh vena berjalan
bersama-sama dengan arteri.

- Innervasi
Ureter mendapatkan persarafan otonomik simpatetik dan para simpatetik

Simpatetik : serabut preganglionik dari segmen spinal T10-L2, serabut


post ganglionik berasal dari coeliak, aortikorenal, mesenterika superior,
dan pleksus otonomik hipogastrik inferior.

Parasimpatetik: serabut vagal melalui coeliaca ke ureter sebelah atas


sedangkan serabut dari S2-4 ke ureter bawah

Peran persarafan otonomik belum jelas, dan tidak berperan pada peristaltic
ureter meskipun ada kemungkinan memodulasi gerakan tersebut. Gelombang
peristaltic berasal dari pacemarker yang berada di dalam intrinsic sel otot polos
yang terletak di kalixs minor sampai pelvikalises.

c. Vesica urinaria

Merupakan sebuahkantong yang dibentuk oleh jaringan ikat dan otot


polos, berfungsi sebagai tempat penyimpanan urine. Apabila terisi sampai 200-
300 cm maka timbul keinginan untuk melakukan miksi. Miksi merupakan suatu
proses yang dapat dikendalikan kecuali pada bayi dan anak-anak kecil merupakan
suatu reflex. Bentuk, ukuran , lokasi dan hubungan dengan organ-organ di
sekitarnya sangat bervariasi, ditentukan oleh usia, volume dan jenis kelamin.
Dalam keadaan kosong bentuk vesica urinaria agak bulat. Terletak di dalam
pelvis. Pada wanita letaknya lebih rendah daripada pria. Dalam keadaan penuh
vesica urinaria dapat mencapai umbilicus.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria mempunyai empat buah dinding ,
yaitu facies superior, inferior-lateralis (dua buah) dan facies posterior. Facies
superior berbentuk segitiga dengan sisi basisi menghadap kea rah posterior.
Facies superior dan facies inferior-lateralis bertemu di bagian ventral membentuk
apex vesicae. Antara apex vesicae dan umbilicus terdapat ligamentum umbilicae
medium yang merupakan sisa dari urachus.
Struktur vesica urinaria terdiri atas jaringan ikat dan otot-otot polos.
Mucosa vesica urinaria berwarna agak kemerah-merahan dan bervariasi sesuai
dengan tingkat volumenya. Dalam keadaan kosong mucosa membentuk lipatan-
lipatan yang disebebkan oleh karena perlekatannya pada lapisan otot menjadi
longgar. Mucosa pada fundus vesicae melekat erat pada lapisan otot dan
membentuk sebuah segitiga dengan permukaan yang licin, berwarna lebih gelap,
disebut trigonum vesicae lieutaudi. Sisa-sisa dari segitiga ini berukuran 2,5-5 cm
dan bertambah panjang mengikuti volume vesica urinaria.
Pada sudut craniodorsal dari trigonum vesicae terdapat ostium uretaris,
yang adalah muara ureter berbentuk elips, dan pada sudut di sebelah caudal (apex)
terdapat ostium urethrae internum, yang merupakan pangkal dari urethra. Di
sebelah dorsal ostium uretrae internum terdapat benjolan yang di sebut uvula
vesicae, yang dibentuk oleh lobus medius prostat. Di sebelah superior trigonum
vesicae berada diantara kedua muara ureter, terdapat plica interuterica, berwarna
pucat, dientuk oleh serabut-serabut transversal otot polos dinding vesica urinaria.
Serabut-serabut otot ini adalah lanjutann dari stratum longitudinal internum dari
ureter. Muara ureter pada vesica urinaria memebentuk lipatan pada dinding
vesica, berada di sebelah lateralnya dan di sebut plica uterica.
- Vascularisasi

Arteria vesicalis superior dan arteria vesicalis inferior dipercabangkan


oleh arteria iliaca interna.aliran darah venous dari daerah muara ureter dan dari
collum vesicae bergabung dengan pembulu vena dari prostat dan urethra, dan
berasama-sama bermura kedalam vena iliaca interna.
- Innervasi

Plexus vesicalis dibentuk oleh serabut-serabut sympathies dan


parasympathis, mengandung komponen motoris dan sensible. Serabut efferen
parasympathis (=nervus erigentis) berasal dari medulla spinalis segmen sacralis 2-
4 menuju ke m. detrusor, berganti neuron pada dinding vesica urinaria. Berfungsi
pula sebagai penghambat (inhibitory fibers) bagai otot polos vesica dan m.
sphincter urethrae. Stimulus parasympathis menimbulkan kontraksi dinding
vesica urinaria dan relaksasi spchinter urethrae. Stimulus sympathies
menyebabkan kontraksi otot-otot trigonum vesicae, muara ureter dan sphincter
urethrae, dan disertai relaksasi otot dinding vesica. Serabut sensible membawa
stimulus nyeri dan stimulus pembesaran vesica (distension, vesica terisi penuh).
Stimulus nyeri dibawa oleh serabut-serabut symphatis dan parasympathis. Nyeri
pda vesica dapat menyebar pada region hypogastrica, sedangkan nyeri pada
daerah trigonum vesicae dapat menyebar sampai ke ujung penis atau clitoris.

d. Urethra

Merupakan suatu saluran fibromuscular yang dilalui oleh urine keluar dari
vesica urinaria. Saluran ini menutup apabila kosong. Pada pria urethra juga dilalui
oleh semen (spermatozoa). Ada beberapa perbedaan antar urethra feminine dan
urethra masculina.
URETHRA FEMININA

Panjang 4 cm, terletak di bagian anterior vagina. Muaranya disebut ostium


urethrae externum, berada di dalam vestibulum vaginae, di antara kedua ujung
anterior labia minora. Berjalan melalui diaphragma urogenitale. Pada dinding
dorsal terdapat suatu lipatan yang menonjol, membentuk crista urethralis. Urethra
difiksasi pada os pubis oleh serabut-serabut ligamentum pubovesicale.

- Vascularisasi

Pars craniais mendapat suplai darah dari arteria vasicalis inferior. Pars
medialis mendapat suplai darah dari cabang-cabang arteria vesicalis inferior dan
arteria uterina. Sedangkan pars caudalis mendapat vascularisasi dari cabnag-
cabang arteria pudenda interna. Aliran darah venous dibawah menuju ke plexus
venosus vesicalis dan vena pudenda interna

- Innervasi

Pars cranialis urethrae dipersarafi oleh cabang-cabang dari plexus


nervosus vesicalis dan plexus nervosus uterovaginalis. Pars caudalis dirpersarafi
oleh nervus pudendus.

URETHRA MASCULINA

Dimulai pada collum vesicae, mempunyai ukuran panjang 20 cm, berjalan


menembusi glandula prostat, diahragma pelvis,diaphragma urogenitale dan penis
(radix penis, corpus penis, dan glans penis). Terbagi menjadi tiga bagian yaitu
pars prostatica, pars membranacea, dan pars spongiosa.

Uretha pars prostatica berjalan menembus prostat, mulai dari basis


prostatae sampai pada apex prostatae. Panjang kira-kira 3 cm mempunyai lumen
yang lebih besar daripada di bagian lainnya. Dalam keadaan kosong dinding
anterior bertemu dengan dinding posterior.

Urethra pars membranacea berjalan ke arah caudo-ventral, mulai dari apex


prostatae menuju ke bulbus penis dengan menembusi diapraghma pelvis dan
diapraghma urogenitale. Merupakan bagian yang terpendek dan sempit, serta
kurang mampu berdilatasi. Ukuran panjang 1-2 cm, terletak 2,5 cm di sebelah
dorsal tepi caudal symphiysis osseum pubis. Dikelilingi oleh m. spichnter
urethrae membranaceae pada diaphragma urogenitale. Tepat di caudalis
diaphragma urogenitale, dinding dorsal urethra berjalan sedikit ke caudalis
diaphragma. Ketika memasuki bulbus penis urethra membelok ke anterior
membentuk sudut lancip. Glandula bulbourethralis terletak di sebelah cranial
membrane perinealis, berdekatan pada kedua sisi urethra. Saluran keluar dari
kelenjar tersebut berjalan menembus membrana perinealis, bermuara pada
pangkal urethra pars spongiosa.

Urethra pars spongiosa berada di dalam corpus spongiasa penis, berjalan


di dalam bulbus penis, corpus penis sampai pada glans penis. Panjang kira-kira 15
cm terdiri dari bagian yang fiks dan bagian yang mobil. Bagian yang difiksasi
dengan baik dimulai dari permukaan inferior membrana perinealis, berjalan di
dalam bulbus penis. Bulbus penis menonjol kira-kira1,5 cm disebelah dorsal
urethra. Bagian yang mobil terletak did ala bagian penis yang mobil. Dalam
keadaan kosong, dinding urethra menutup membentuk celah transversal dan pada
glans penis membentuk celah sagital. Lumen urethra pars spongiosa masing-
masing di dalam bulbus penis, disebut fossa intrabulbaris dan pada glans penis
disbut fossa navicularis urethrae. Lacunae urethrales adalah cekungan-cekungan
yang terdapat pada dinding urethra di dalam galns penis yang membuka kea rah
ostium urethrae externum, dan merupakan muara dari saluran keluar dari glandula
urethrales. Ostium urethrae exterum terdapat pada ujung glans penis dan
merupakan bagian yang paling sempit.

- Vascularisasi

Urethra pars prostatica mendapat suplai darah terutama dari arteri vesicalis
inferior dan arteri rectalis meida. Urethra pars membranacea diberi suplai darah
dari arteri bulbi penis. Urethra pars spongiosa mendapat suplai darah dari arteria
urethralis dan cabnag-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis.
Aliran darah venous menuju ke plexus venosus prostaticus dan vena pudenda
interna.

Urethra feminina pars cranialis mendapat vascularisasi dari arteri vesicalis


inferior. Pars medialis mendapatkannya dari arteri vesicalis inferior dan cabang-
cabang dari arteri uterina. Sedangkan pars caudalis disuplai oleh arteria pudenda
interna. Pembuluh darah vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus
venosus vesicalis dan vena pudenda interna.

- Innervasi
Urethra pars prostatica menerima innervasi dari plexus nervosus prostaticus.
Urethra pars membranacea dipersarafi oleh nervus cavernosus penis, dan pars
spongiosa diinervasi oleh cabang-cabang dari plexus pudendus. Urethra
feminiana pars carnialis dipersarafi oleh plexus nervosus vesicalis dan plexus
nervosus uterovaginalis, pars caudalis dipersarafi oleh nervus pudendus.

B. Histofisiologi (lihat foto yg di kirim kak auxy)

2. Mekanisme pembentukan urin


a. FILTRASI GLOMERULUS
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring melalui
kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma yang
masuk ke dalam glomerulus tersaring. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus,
adalah langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata, 125 ml filtrate
glomerulus (cairan yang difiltrasi) terbentuk secara kolektif melalui seluruh glomerulus
setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5 galon) setiap hari. Dengan
mempertimbangkan bahwa volume rerata plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter,
hal ini berarti bahwa ginjal menyaring keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari.
Jika semua yang difiltrasi keluar sebagai urine, semua plasma akan menjadi urine dalam
waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal ini tidak tejadi karena tubulus ginjal dan
kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehingga bahan-bahan dapat
dipertukarkan antara cairan di dalam tubulus dan darah di dalam kapiler peritubulus.
b. REABSORPSI TUBULUS
Sewaktu filtrate mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh
dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus.perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian
dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi tubulus. Bahan-
bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urine tetapi dibawa oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk di resirkulasi.dari 180 liter
plasma yang disaring per hari, 187,5 liter secara rerata di reabsorbsi. Sisa 1,5 liter di
tubulus mengalir kedalam pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara umum,
bahan-bahan yang perlu dikonversi oleh tubuh secara selektif direabsorpsi, sementara
bahan-bahan yang tidak dibutuhkan yang harus dikeluarkan tetap berada di urine.
c. SEKRESI TUBULUS
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler
pritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini adalah rute kedua bagi masuknya bahan ke
dalam tubulus ginjal dari darah, dengan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus.
Hanya sekitar 20% plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam
kapsula bowman, sisa 80% mengalir melalui arteriol afferent ke dalam kapiler
peritubulus. Sekeresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengelurkan bahan dari
plasma secara cepat dengan mengekstrasi sejumlah bahan tertentu dari 80% plasma yang
tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada di
tubulus sebagai hasil filtrasi.
d. EKSRESI URINE
Eksresi urine adalah pengeluaran bahan-bahan dalam tubuh dalam bentuk urine.
Pengeluaran ini bukan proses terpisah, melainkan merupakan hasil dari tiga proses
sebelumnya. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan, tetapi tidak
direabsorpsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk dieksresikan
sebagai urine dan dikeluarkan dari tubuh. Semua bahan yang difiltrasi dan kemudian di
reabsorpsi, atau tidak difiltrasi sama sekali masuk ke dalam vena dari kapiler peritubulus
dan dipertahanakan di dalam tubuh.
3. Jelaskan faktor-faktor yang menimbulkan produksi urin menurun

Faktor-faktor terjadinya oligouria :

 Jumlah intake cairan yang kurang : semakin sedikit jumlah cairan yang masuk maka
semakin sedikit pula volume cairan yang akan difiltrasi atau terjadi penurunan GFR.
 Peningkatan suhu dan aktifitas berlebih : pada keadaan dengan suhu tinggi, tubuh akan
mengkompensasi atau mengatasi suhu tubuh yang panas dengan cara mengeluarkan
cairan melalui keringat, sehingga volume cairan yang menuju ginjal juga berkurang dan
terjadi penurunan GFR.
 Penurunan aliran darah ke urin
 Hipovolemi (perdarahan, dehidrasi, diare, muntah)

Hipovolemi

Aliran darah ke ginjal


menurun

Penurunan GFR

Oligouria

 Obstruksi pada arteri aferen

Obstruksi

Aliran darah ke
glomerulus menurun

Penurunan GFR
Oligouria

 Peningkatan ADH

Meningkatnya osmolaritas ekstraseluler

merangsang osmoreceptor di
Hipotalamus anterior

Meningkatnya permeabilitas H2O di Tubulus Distal & Duktus Kolktifus

Meningkatnya reabsorbsi H2O

Menurunnya eksresi H2O

Oligouria

 Akibat Obat

Kortikosteroid

Meningkatkan reabsorpsi Na dan ekskresi K+H di Tubuli Distal biasanya


direabsorpsi Na disertai reabsrpsi air

Oliguria

 Nacl yang menurun

Menurunnya NaCl
Rangsangan renin (vasokontriktor anterior)

Vasokontriktor anterior di Glomerulus

Menurunnya tekanan darah kapiler glomerulus

Menurunnya GFR (Laju Filtrat Glomerulus)

(Kumar and Robbins.Buku Ajar Patologi. Jakarta:Balai Penerbit FKUI:2000)

4. Bagaimana patomekanisme terjadinya penurunan produksi kencing secara umum


 prarenal
Patomekanisme yang mendasari oligouri diawali oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi, akan terjadi penurunan tekanan darah yang mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktivasi sistim saraf simpatis, sistim
renin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopresin dan endothelin-1 (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung
serta perfusi ginjal. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan
mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan
vasodilatasi arteriol efferen yang dipengaruhi oleh refleks miogenik, prostaglandin, dan
nitrit oxide (NO), serta vasokontriksi arteriol afferen yang terutama dipengaruhi oleh
angiotendin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70
mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka mekanisme otoregulasi
tersebut akan terganggu dimana arteriol afferen mengalami vasokontriksi, terjadi
kontraksi mesangial dan peningkatan reabsorbsi natrium dan air, sehingga hal ini akan
menyebabkan jumlah urin yang akan di ekskresikan berkuran.
 PenyebabutamaakibatGgGAinstrinsik/renal adalahnekrosis tubular akut (TNA).
Penyebab kerusakan ginjal pada TNA dapatdibagimenjadi 2 yaitu : proses iskemikdan proses
nefrotik. Walaupundemikian, TNA umumnyadiakibatkanolehetiologi multifactorial yang
biasanyaterjadipadakeadaanpenyakitakutdengansepsis,hipotensi,ataupenggunaanobat-obatan
yang nefrotoksik.

Respon ginjal terhadap hipoperfusi umumnya berakhir dalam 2 keadaan, yaitu azotemia
prerenal atau gangguan iskemik.Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada azotemia
prerenal,hipoperfusi akan menggangu fungsi ginjal saja dan dapat kembali normal (reversible)
bila hipoperfusinya diatasi. Apabila hipoperfusi bertambah berat atau berkelanjutan, maka akan
terjadi kerusakan pada sel-sel tubulus disertai gangguan fungsi ginjal. Kerusakan yang terjadi
ditandai dengan ditemukannya sel-sel epitel tubulus yang mati(nekrosis) dan apoptosis.
Gangguan iskemik reperfusi tersebut ternyata tidak saja terjadi pada epitel tubulus,tetapi juga
pada endotel pembuluh darah serta terjadi pula aktivasi dari sel-sel inflamasi serta mediator –
mediator humoral.

Pathogenesis TNA iskemik terjadi dalam beberapa tahapan.Tahap awaladalah tahap pre
renal, diikuti dengan keadaan yang lebih menonjol akibat hipotensi berkepanjangan serta iskemik
ginjal, yang disebut tahap inisiasi(initiation). Tahap inisiasi ditandai oleh kerusakan sel-sel epitel
dan endotel, yang selaanjutnya akan diikuti oleh tahap ekstensi (extensional). Pada tahap
eksstensi ini bukan hanya terjadi gangguan iskemia saja, tetapi juga kerusakan endotel
mikrovaskuler dan aktivasi jalur-jalur inflamasi.Kemudian tahap ekstensi akan diikuti oleh
“tahappemeliharaan” (maintenance) yang ditandai adanya perbaikan dan diferensiasi ulang
(redifferentiation) dari sel-sel epitel dan endotel sehingga terjadi perbaikan fungsi ginjal atau
“faseperbaikan” (recovery).

Perubahan histopatologis yang terjadi pada TNA setelah terjadinya iskemik ditingkat sel
adalah sebagai berikut : Pada tahap pertama terjadi pergangan dan hilangnya “brush border”
tubulus proksimal disertai penuaan polaritas sel. Bila gangguan ginjal diperbaiki padatahap ini
akan terjadi penyembuhan sempurna, namun bila tidak maka akan berlanjut pada tahap ekstensi.
Padatahapiniterjadiaptosisdannekrosissel, deskuamasi yang
mengakibatkansumbatanluminardanresponinflamasi.Kehilangansel-
seltubulussecaratidakmeratatersebutdisertaipenggundulandari membrane basalis,
dilatasidaritubulusproksimal, dandiikutiolehpembentukan “cast” dariserpihan-serpihansel yang
rusakdanakhirnyaakandiikutikembaliolehregenerasidariselpadasaattahapperbaikan (recovery).

Mekanisme lain yang didugamenjadipenyebabpenurunan LFG pada TNA antaralain


:vasokontriksi yang dimediasisecaralangsungolehkerusakanendoteldansecaratidaklangsungakibat
“tubuloglomerular feedback”, mekanismeiniakanberakibatlangsungterhadappenurunan FG.
Selainitu, akibatdarimengendapnyasel-selepiteltubulus yang rusakserta membrane basalis yang
menjadigundulakanterbentuk “cast” intralumentubulussehinggamenumbulkanpbstruksi.
Membrane basalis yang gundultersebutakan pula menimbulkankembalinyafiltrate glomerulus
kedalamjaringanmikrovaskuler (back-leak).

 Gangguanginjalakut Post-renal, terjadiakibatsumbatandari system traktusurogenitalis.


Sumbatandapatterjadipadatingkatbuli-bulidanuretraataudisebutjugasumbatantingkatbawah,
atauterjadipada ureter dan pelvis ginjal yang disebutdengansumbatantingkatatas.
Apabilaterjadipadatingkatatas, makasumbatannyaharus bilateral atauterjadipadahanya 1 ginjal
yang berfungsidimanaginjalsatunyasudahtakberfungsi. Padaanak-anak,
sumbatantingkatatasumumnyadiakibatkanolehstruktur ureter kongenital, ataustrikturkatup ureter.
Padawanitadewasa, sumbatantingkatatasumumnyadisebabkanolehkeganasan di daerah
retroperitoneal ataupadapanggul, sedangkanpadalaki-
lakibiasanyadiakibatkanolehpembesaranataukeganasanprostat. Sumbatandapatbersifat total
dandisertai anuria, atauparsial yang biasanyatidakmemilikimanifestasiklinik.
Pemeriksaanpencitraan yang spesifikdiperlukanuntukmengevaluasikeadaan-
keadaantersebutdiatas.

Siti setiati,dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Interna Publishing

5. Bagaimana hubungan gejala utama dengan muntah-muntah , lemas dan malaise


 Hubunganmuntah dengan oliguria:
Oliguria(produksi dan sekresi urin yang berkurang) zat-zat yang seharusnyadibuang,
seperti urea atau senyawa nitrogen lainnya yang disimpan dan beredardalamdarah
sehinggamenumpuk di darah atau Azotemia(uremia) yang dapatmerangsangkemoseptordi
chemoreseptor trigger zone khusus disamping pusat muntah diotak. Pengaktifan zona ini
memicu reflex muntah.
 Hubungan malaise dengan oliguria:

Gangguan padaginjal menyebabkan produksi urinmenurun. Oliguria biasanya disertai


azotemia. Azotemia dapat
mengakibatkangangguankeseimbangancairandanelektrolit,lalutubuhkehilanganelektrolit(dehidr
asi) dan terjadi kekurangan volume cairan( devisit volume cairan ). Gejala umum dari
berkurangnya volume cairan sedang sampai berat adalah lemascepatlelahdan malaise.

6. Apa hubungan konsumsi obat dengan gejala yang timbul

6.apa hubungan konsumsi obat dengan gejalah utama


Agent dalam penyakit GGA adalah jenis obat-obatan. NTA akibat toksik terjadi
akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat
merusak epitel tubulus dan menyebabkan GGA, yaitu seperti : 27
a. Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B,
sulfonamida, dan lain-lainnya.
b. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik,
fungisida, pestisida, dan kalsium natrium adetat.
c. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metil
alkohol.
d. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan
uranium.
e. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin.

selain itu

.Natrium diklofenak merupakan NSAID dengan potensi tinggi dan toleransi


yang baik. Dosis lazim yang biasa digunakan adalah 100 sampai 200 mg per hari,
diberikan dalam beberapa dosis terbagi. 6 Efek samping terjadi pada sekitar 30%
penderita, meliputi ulserasi gastrointestinal, kenaikan enzim hepar,
trombositopenia, gangguan fungsi ginjal, gangguan sistem saraf pusat, serta alergi.
7,8 Natrium diklofenak merupakan inhibitor COX yang relatif non spesifik
sehingga risiko efek samping gastrointestinalnya lebih rendah dibandingkan
NSAID konvensional lainnya. . 5 Obat ini dapat
menyebabkan oliguria dan peningkatan kadar serum kreatinin, juga nefritis
interstitial. 10,11 Penggunaannya dalam jangka waktu lama untuk penyakitpenyakit
kronik tentunya akan meningkatkan risiko efek samping obat ini
terhadap ginjal. Nefrotoksisitas natrium diklofenak perlu diwaspadai karena
penggunaannya yang kebanyakan pada pasien lansia dimana fungsi ginjal telah
menurun.
\Terdapat beberapa laporan kasus gagal ginjal akut setelah inisiasi dosis
akut tinggi NSAID, terutama pada orang tua. 12, 13 Beberapa kasus gagal ginjal
akut pada pasien yang sehat juga telah dilaporkan. 14, 15
Pada penelitian-penelitian sebelumnya, telah dibuktikan bahwa
penggunaan natrium diklofenak berbagai dosis selama ≥14 hari dapat
meningkatkan risiko nefrotoksisitas obat ini. Hasil penelitian yang dilakukan Talat
Yasmeen, dkk dalam “Adverse Effects of Diclofenac Sodium on Renal
Parenchyma of Adult Albino Rats” disebutkan bahwa pemberian 2mg/kg/hari pada
tikus albino menghasilkan destruksi pada tubulus ginjal. 16 Hasil penelitian lain
yang dilakukan oleh Noory T. Taib, dkk dalam “Ultrastructural Alterations in
Renal Tissues of Rabbits Induced by Diclofenac Sodium” ditemukan bahwa
pemberian natrium diklofenak dosis 1,5 mg/kgBB selama 70 hari menyebabkan
perubahan ultrastruktural yang signifikan pada ginjal. 17 J. S. Aprioku, dkk juga
melakukan penelitian berjudul “Renal Effects of Non-Steroidal Anti Inflammatory
Drugs in Albino Rats” yang menyatakan bahwa pemberian aspirin (50, 100mg/kg),
ibuprofen (20, 40mg/kg), dan natrium diklofenak (2, 4mg/kg) per oral selama 28
hari, masing-masing menyebabkan perbedaan kadar serum kreatinin, ureum, dan
AST yang signifikan, tetapi tidak menyebabkan perbedaan signifikan pada kadar
protein total. 18
Pengukuran serum kreatinin telah disarankan oleh American College of
Physicians dalam menyaring pasien asimptomatis pada orang dewasa. Meskipun
sensitivitasnya dalam mendeteksi gangguan ginjal ringan tidak terlalu tinggi,
karena pemeriksaan fungsi ginjal lainnya yang lebih baik, seperti klirens kreatinin,
lebih sulit dan mahal, maka serum kreatinin masih tetap digunakan dalam menilai
fungsi ginjal, baik dalam klinik ataupun penelitian. 19
Penelitian mengenai nefrotoksisitas natrium diklofenak masih terbatas,
padahal obat ini digunakan secara luas di masyarakat. Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan efek pemberian natrium diklofenak dosis tinggi terhadap kadar
serum kreatinin, namun belum membuktikan efek tersebut dengan menggunakan
natrium diklofenak dosis lazim. Sementara itu, penelitian lainnya yang
menggunakan natrium diklofenak dosis lazim telah menunjukkan efek
nefrotoksisitas narium diklofenak terhadap histopatologi ginjal, namun belum
membuktikan efek tersebut terhadap kadar serum kreatinin. Dengan demikian,
melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui efek pemberian natrium
diklofenak dosis normal yaitu 1,4 mg/kgBB dan 2,8 mg/kgBB terhadap kadar
serum kreatinin sebagai indikator penurunan fungsi ginjal.

7. Tentukan DD dan DS
DD
1. DEFINISI CHRONIC KIDNEY DISEASE

Chronic kidney diseas atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2
hal 1448).

a. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit


ginjal kronik diperkirakan 100 kasus/juta penduduk pertahun dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. di Malaysia dengan populasi 18juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru penyakit ginjal kronik pertahunnya. Di
negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
kasus/juta penduduk pertahun.

b. ETIOLOGI

Penyebab penyakit ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat
dibagi dalam 2 kelompok :

1. Penyakit parenkim ginjal


- Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik,
Tbc ginjal
- Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih,
Refluks ureter, Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat
dikategorikan Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan
hipertensi yang lama Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal

b. PATOMEKANISME

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya
telah diatasi atau telah terkontrol.Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder
yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik.
Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik
ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan
menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian
seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal
terminal. Secara skematis penurunan fungsi ginjal bisa menyebabkan beberapa keadaan berikut
c. KRITERIA DIAGNNOSTIK

Pada 2002, National Kidney Foundation AS menerbitkan pedoman pengobatan yang


menetapkan lima stadium CKD kronis (chronic kidney disease) berdasarkan ukuran GFR yang
menurun. Pedoman tersebut mengusulkan tindakan yang berbeda untuk masing-masing stadium
penyakit ginjal.

 Stadium 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal (>90ml/min/1.73m2 ). Kerusakan pada


ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal
ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi
risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
 Stadium 2: Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89 ml/min/1.73m2).
Saat fungsi ginjal mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD dan
meneruskan pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
 Stadium 3: Penurunan lanjut pada GFR (30-59 ml/min/1.73m2). Saat CKD sudah berlanjut
pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum.
 Stadium 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 ml/min/1.73m2). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan
ginjal.
 Stadium 5: Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal pasien tidak mampu bertahan,
maka pilihan akhir yang dibutuhkan adalah dialisis atau pencangkokan ginjal.

d. MANIFESTASI KLINIS

a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik.Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari
100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.
Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet
protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal
kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal
kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai
timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu
indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan
tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental
ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem
vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal
dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

2. BATU SALURAN KEMIH

Batu saluran kemih adalah penyakit dimana didapatkan batu di dalam saluran kemih.
Batu tersebut dibentuk dalam pelvik ginjal, menetap dan menjadi lebih besar, atau bergerak turun
sepanjang ureter ke dalam kandung kemih atau dapat terbentuk di dalam kandung kemih itu
sendiri. Selain itu, batu dapat juga dibentuk dalam uretra.21

a. Penyebab3,23

Penyebab BSK masih belum diketahui dengan pasti. Pembentukan BSK merupakan hasil
interaksi beberapa proses yang kompleks, merupakan komplikasi atau salah satu manifestasi dari
berbagai penyakit atau kelainan yang mendasarinya.

Beberapa teori terbentuknya BSK, yaitu :

1. Teori Supersaturasi/Kristalisasi

Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang terlarut bila dibandingkan
dengan air biasa. Dengan adanya molekul-molekul zat organic seperti urea, asam urat, sitrat dan
mukoprotein, juga akan mempengaruhi kelarutan zat-zat lain. Bila konsentrasi zat-zat yang
relatif tidak larut dalam urin (kalsium, oksalat, fosfat dan sebagainya) makin meningkat, maka
akan terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut. Batasan pH urin normal antara 4,5-8. Bila air kemih
menjadi asam (pH turun) dalam jangka lama maka beberapa zat seperti asam urat akan
mengkristal. Sebaliknya bila air kemih menjadi basa (pH naik) maka beberapa zat seperti
kalsium fosfat akan mengkristal. Dengan demikian, pembentukan batu pada saluran kemih
terjadi bila keadaan urin kurang dari atau 11 melebihi batas pH normal sesuai dengan jenis zat
pembentuk batu dalam saluran kemih.

2. Teori Nukleasi/Adanya Nidus

Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang kemudian terjadi.
Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah ulserasi mukosa, gumpalan darah,
tumpukan sel epitel, bahkan juga bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang berasal dari neoplasma
atau infeksi dan benda asing.

3. Teori Tidak Adanya Inhibitor


Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi oleh adanya inhibitor
kristalisasi. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi
pembentukan batu saluran kemih, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama
terjadi supersaturasi. Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh
adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan penghambat (inhibitor). Ternyata pada
penderita batu saluran kemih, tidak didapatkan zat yang bersifat sebagai inhibitor dalam
pembentukan batu. Magnesium, sitrat dan pirofosfat telah diketahui dapat menghambat
pembentukan nukleasi (inti batu) spontan kristal kalsium. Zat lain yang mempunyai peranan
inhibitor, antara lain : asam ribonukleat, asam amino terutama alanin, sulfat, fluorida, dan seng.

4. Teori Epitaksi

Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas permukaan Kristal lain. Bila pada
penderita ini, oleh suatu sebab terjadi peningkatan masukan kalsium dan oksalat, maka akan
terbentuk kristal kalsium oksalat. Kristal ini kemudian akan menempel di permukaan kristal
asam urat yang telah terbentuk

sebelumnya, sehingga tidak jarang ditemukan batu saluran kemih yang intinya terjadi atas asam
urat yang dilapisi oleh kalsium oksalat di bagian luarnya.

5. Teori Kombinasi

Teori terakhir mengenai pembentukan BSK adalah gabungan dari berbagai teori tersebut yang
disebut dengan teori kombinasi. Terbentuknya BSK dalam teori kombinasi adalah sebagai
berikut : Pertama, fungsi ginjal harus cukup baik untuk mengekskresi zat yang dapat membentuk
kristal secara berlebihan. Kedua, ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan pH yang sesuai
untuk kristalisasi. Dari kedua hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ginjal harus mampu
melakukan ekskresi suatu zat secara berlebihan dengan pH urin yang sesuai sehingga terjadi
presipitasi zat-zat tersebut. Ketiga, urin harus tidak mengandungsebagian atau seluruh inhibitor
kristalisasi. Keempat, kristal yang telah terbentukharus berada cukup lama dalam urin, untuk
dapat saling beragregasi membentuknukleus, yang selanjutnya akan mengganggu aliran urin.
Statis urin yang terjadikemudian, memegang peranan penting dalam pembentukan batu saluran
kemih, sehingga nukleus yang telah terbentuk dapat tumbuh.

b. Klasifikasi BSK

Umumnya BSK dapat dibagi dalam 4 jenis yaitu :

1. Batu Kalsium

Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu 70-80%dari jumlah pasien
BSK. Ditemukan lebih banyak pada laki-laki, rasio pasien laki laki dibanding wanita adalah 3:1,
dan paling sering ditemui pada usia 20-50 tahun. Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran dari keduanya.3 Kelebihan kalsium dalam darah secara normal
akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urin. Penyebab tingginya kalsium dalam urin antara lain
peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan kemampuan penyerapan kalsium oleh
ginjal dan peningkatan penyerapan kalsium tulang.24

2. Batu Infeksi/Struvit

Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya
infeksi saluran kemih.3 Adanya infeksi saluran kemih dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan bahan kimia dalam urin. Bakteri dalam saluran kemih mengeluarkan bahan yang
dapat menetralisir asam dalam urin sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan mengubah
urin menjadi bersuasanabasa. Suasana basa memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,
fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.
Terdapat pada sekitar 10-15% dari jumlah pasien BSK. Lebih banyak pada wanita, dengan rasio
laki-laki dibanding wanita yaitu 1:5. Batu struvit biasanya menjadi batu yang besar dengan
bentuk seperti tanduk (staghorn).24

3. Batu Asam Urat

Ditemukan 5-10% pada penderita BSK. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 3:1. Sebagian
dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu suatu kumpulan penyakit yang berhubungan
dengan meningginya atau menumpuknya asam urat. Pada penyakit jenis batu ini gejala sudah
dapat timbul dini karena endapan/kristal asam urat (sludge) dapat menyebabkan keluhan berupa
nyeri hebat (colic), karena endapan tersebut menyumbat saluran kencing. Batu asam urat
bentuknya halus dan bulat sehingga sering kali keluar spontan. Batu asam urat tidak tampak pada
foto polos.3,24

4. Batu Sistin

Jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3% pasien BSK. Penyakit batu jenis ini adalah suatu
penyakit yang diturunkan. Batu ini berwarna kuning jeruk dan berkilau. Rasio laki-laki
dibanding wanita adalah 1:1. Batu lain yang juga jarang yaitu Batu Silica dan Batu Xanthine.24

C. Epidemiologi BSK

Distribusi dan Frekuensi

Setiap tahunnya penduduk Amerika Serikat menderita BSK sekitar 250.000 sampai
750.000.11Penyakit BSK umumnya lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita, biasanya
di atas usia 30 tahun sampai 50 tahun.24 Penelitian Tarihoran YM pada tahun 2001-2002 di
RSUP. H. Adam Malik Medan terdapat 105 pasien BSK dengan kelompok umur terbanyak 30-
50 tahun yaitu sebesar 46,6% dan jenis kelamin pria lebih banyak daripada wanita dengan
proporsi 64,8%.13 Berdasarkan hasil penelitian Rao di India (2006), ditemukan insidens BSK
pada perempuan lebih rendah (26,6%) daripada laki-laki (73,4%).7 Penelitian yang dilakukan
oleh Hardjoeno dkk pada tahun 2002-2004 di RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
melaporkan sebanyak 199 pasien penderita BSK dengan rasio perbandingan pria dan wanita
adalah 3-4:1, dan ditemukan jumlah kasus terbanyak pada umur 31-45 tahun yaitu sebesar
35,7%.11

Faktor yang Mempengaruhi Kejadian BSK

a. Usia

Lebih sering ditemukan pada usia 30-50 tahun.3

b. Jenis kelamin

Jumlah penderita laki-laki lebih banyak tiga kali dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan struktur anatomi saluran kemih antara laki-laki dan perempuan serta
faktor hormone estrogen yang mencegah terjadinya agregasi garam kalsium.3

c. Pekerjaan

Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak, misalnya buruh dan petani akan mengurangi
terjadinya BSK bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja yang lebih banyak duduk.3,24

d. Air minum

Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi terbentuknya batu,
sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat
dan akan mempermudah pembentukan batu. Kejenuhan air yang diminum sesuai dengan kadar
mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi terbentuknya BSK.25,26

e. Makanan

Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam akan meningkatkan pembentukan
BSK. Diet banyak purin (kerang-kerangan, anggur), oksalat (teh, kopi, cokelat, minuman soda,
bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin dan jeroan) mempermudah terjadinya penyakit
BSK. Makan-makanan yang banyak mengandung serat dan protein nabati mengurangi risiko
BSK dan makanan yang mengandung lemak dan protein hewani akan meningkatkan risiko
BSK.3,26

f. Riwayat Keluarga/keturunan

Riwayat anggota keluarga sebelumnya yang pernah menderita BSK akan memberikan resiko
lebih besar timbulnya gangguan/penyakit BSK pada anggota keluarga lainnya. Lebih kurang 30-
40% penderita kalsium oksalat mempunyai riwayat keluarga yang positif menderita BSK.
Namun sampai saat ini bagaimana peranan faktor keturunan dalam terjadinya BSK masih belum
diketahui dengan jelas.25,26

g. Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti
pembentukan BSK. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan
mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan
mempercepat pembentukan batu yang telah ada.25

h. Iklim dan temperatur/suhu

Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan
cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D (memicu peningkatan
ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden BSK akan meningkat. Tempat yang bersuhu
panas misalnya di daerah tropis, di kamar mesin, menyebabkan banyak mengeluarkan keringat,
akan mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan BSK.3,26

i. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian BSK yang lebih tinggi daripada daerah lain
sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).3

e. Gejala Klinis/Keluhan BSK

Batu dalam saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter), biasanya akan menyebabkan keluhan
sakit. Keluhan yang timbul tergantung dari lokasi batu, danbesar batu.3 Gejala klinis/keluhan
yang ditimbulkan antara lain demam, nausea (mual), vomiting (muntah) dan sakit atau nyeri
disekitar pinggang, nyeri sewaktu buang air kecil (BAK) bahkan susah BAK, BAK berdarah
(hematuria), BAK berpasir (kristaluria) dan pembengkakkan daerah punggung bawah.

1. Rasa Nyeri

Biasanya penderita mengeluhkan rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari letak batu.
Batu yang berada di ginjal akan menimbulkan dua macam nyeri, yaitu nyeri kolik ginjal dan
nyeri ginjal bukan kolik. Kolik ginjal biasanya disebabkan oleh peregangan urinary collecting
system (system pelviokalises), sedangkan nyeri ginjal bukan kolik disebabkan distensi dari
kapsul ginjal. Batu ureter akan memberi gejala kolik ureter, nyeri hebat di daerah punggung atau
fosa iliaka yang letaknya lebih rendah daripada kolik ginjal, dapat menyebar ke atas ke daerah
ginjal atau ke bawah sampai ke testis atau labia mayor.23,26

2. Demam

Timbulnya demam merupakan tanda-tanda adanya kuman yang beredar di dalam darah.
Biasanya gejala yang timbul selain demam adalah jantung berdebar debar, tekanan darah rendah
dan pelebaran pembuluh darah di kulit. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan
dekompresi secepatnya.26,27

3. Hematuria dan Kristaluria


Hematuria adalah adanya darah yang keluar bersama urin. Namun lebih kurang 10-15%
penderita BSK tidak menderita hematuria. Kristaluria adalah urin yang disertai dengan pasir atau
batu.3,26

4. Nausea dan Vomiting

Obstruksi saluran kemih bagian atas sering menimbulkan mual dan muntah.26

5. Pembengkakkan daerah punggung bawah

Penyumbatan saluran kemih bagian atas yang akut ditandai dengan rasa sakit punggung bagian
bawah. Pada sumbatan yang berlangsung lama, kadang-kadang dapat diraba adanya
pembengkakkan ginjal yang membesar (Hidronefrosis).28

6. Infeksi

Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta muntah dan
disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi) berhubungan dengan infeksi dari
Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp.26

Sumber: 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Saluran Kemih Sistem ...

repository.usu.ac.id (diakses 17 februari pukul 18.30 wita)

DS

Gagal ginjal akut

Definisi : ditandai oleh naiknya kreatinin serum dengan cepat, biasanya disertai
penurunan output urin. Penyebabnya bisa dibagi menjadi prerenal, renal, dan postrenal.

Prevalensi: gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh perfusi ginjal yang tidak adekuat
(prerenal), penyakit ginjal intrinsik (renal), dan obstruksi saluran kemih (pascarenal).
Keadaan prerenal mencakup 50-65% kasus, pascarenal 15%, dan renal sekitar 20-35%
sisanya. Pada negara berkembang, komplikasi obstetrik dan infeksi seperti malaria
merupakan penyebab yang penting. Angka mortalitas keseluruhan sekitar 30-70%,
tergantung usia dan adanya gagal organ atau penyakit lain. Dari pasien yang bertahan,
60% memiliki fungsi ginjal normal, namun 15-30% memiliki gangguan ginjal dan sekitar
5-10% mengalami penyakit ginjal stadium akhir.
Etiologi:
a. Prerenal:
1. Sepsis- merupakan penyebab tersering, biasanya merupakan komplikasi dari
pembedahan atau pneumonia
2. Hipovolemia dengan sebab apapun (misalnya perdarahan, luka bakar, diare
berat, atau muntah)
3. Syok kardiogenik
4. Hipotensi akibat obat (misalnya setelah overdosis obat ACE inibitor)
ACE inhibitor bisa menurunkan perfusi glomerulus cukup banyak sampai
menyebabkan gagal ginjal jika diberikan pada keadaan stenosis arteri renalis
bilateral.
5. Komplikasi dari penyakit hati lanjut
b. Renal:
1. Glomerulonefritis
2. Obat-obat nefrotoksik (misalnya aminoglikosid, siklosporin A, amtoferisin B)
3. Keracunan (misalnya logam berat)
4. Miogoblinuria- setelah rhabdomyolisis mioglobin bisa menyebabkan toksitas
pada tubulus, kreatin kinase sangat meningkat.
5. Nekrosis tubulus (atau korteks) akut yang menjadi komplikasi prerenal
6. Nefritis interstitialis akut( biasanya reaksi hipersensitivitas obat yang
merespon terhadap penghentian obat dan pemberian kortikosteorid jangka
pendek. Eosinofil bisa terdapat dalam infiltrat interstitial sel yang terutama
terdiri atas sel-sel mononuklear
7. Obstruksi intrarenal (misalnya kristal urat atau oksalat, presipitat kalsium,
kepingan tubulus dalam mieloma).
c. Postrenal
1. Hipertropi prostat
2. Batu ginjal dan ureter
3. Tumor pelvis ginjal, ureter, atau kandung kemih
4. Bekuan darah
5. Papila yang tanggal
6. Tekanan eksternal akibat fibrosis atau tumor retroperitoneal
7. Kecelakaan pembedahan (misalnya terkena ureter saat melakukan
histerektomi.

Patofisiologi:
Walaupun aliran darah (20% curah jantung) ke ginjal cukup tinggi , ginjal
khususnya rentan terhadap iskemia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan sel ginjal iskemik atau akibat toksin salah satunya kekurangan adenosin
trifosfat selular (akibat hipoksia dan kerusakan mitokondria), dan pembentukan
radikal bebas.
Medula mendapat kurang dari 10% aliran darah ginjal, dan memiliki risiko
cedera terbesar. Rspon umum terhadap kerusakan berat adalah nekrosis tubular
akut. Nekrosis sel-sel epitel tubulus paling menonjol pada tubulus proksimal dan
saluran asenden tebal pada ansa henle. Lumen tubulus bisa mengalami obstruksi
oleh sel-sel debris dan kepingan-kepingan. Regenerasi sel-sel tubulus hingga
pulih bisa makan waktu berminggu-minggu. Iskemia lama yang berat bisa
menyebabkan nekrosis korteks akut di mana hanya ada sedikit kemungkinan
pemulihan.

PENILAIAN KLINIS
Gejala GGA prarenal antara lain adalah rasa haus dan pusing berputar
ortostatik. Tanda-tanda fisik hipotensi ortostatik, takikardia, penurunan tekanan
vena jugularis, penurunan turgor kulit, dan membran mukosa yang kering
mengisyaratkan GGA prarenal. Pemeriksaan klinis yang cermat mungkin dapat
menemukan stigmata penyakit kronik dan hipertensi porta, gagal jantung
stadium lanjut, sepsis atau kausa lain penurunan volume darah arteri “efektif”
(tabel 10-1). Rekam medis perlu ditinjau untuk mendokumentasikan penurunan
progresif curah urin dan berat badan serta pemberian obat diuretik, OAINS,
inhibitor ACE, atau ARB.
Hipovolemia, syok septik, dan bedah mayor adalah faktor risiko penting
untuk NTA iskemik. Risiko NTA iskemik meningkatkan lebih jauh jika GGA
menetap meskipun hemodinamika sistemik telah normal. Untuk menegakkan
diagnosis NTA nefrotoksis diperlukan tinjauan cermat data klinis dan rekam
medis untuk mencari bukti adanya pajanan terhadap obat nefrotoksik, bahan
radiokontras, atau toksin endogen. Meskipun NTA iskemik dan nefrotoksik
merupakan >90% kasus GGA intrinsik, namun penyakit parenkim ginjal lainnya
perlu dipertimbangkan (tabel 10-2). Demam, artralgia, dan ruam eritematosa
yang gatal setelah terpajan suatu obat baru mengisyaratkan nefritis interstisial
alergik meskipun gambaran sistemik hipersentivitas sering tidak ada. Nyeri
pinggang mungkin merupakan gejala yang mencolok setelah oklusi arteri atau
vena renalis dan pada penyakit parenkim lain yang meregangkan kapsul ginjal
(mis. Glomerulonefritis atau pielonefritis berat). Nodus subkutis, livedo
retikularis, plak arteriol retina jingga terang, dan iskemia jari (“purple toes”),
mengisyaratkan ateroembolisasi meskipun nadi pedis teraba. GGA yang
berkaitan dengan oliguria, edema, dan hipertensi, disertai sedimen urin yang
“aktif” (sindrom nefritik), mengisyaratkan vaskulitis atau glomerulonefritis akut.
Hipertensi maligna dapat menyebabkan GGA, sering disertai cedera hipertensif
pada organ lain (mis. Edema papil, disfungsi neurologi, hipertrofi ventrikel kiri)
dan mungkin mirip dengan glomerulonefritis dalam manifestasi klinis lainnya.
GGA pascarenal mungkin bermanifestasi sebagai nyeri suprapubis dan
pinggang masing-masing akibat peregangan kandung kemih dan sistem
pengumpul urin ginjal dan kapsul. Nyeri kolik pinggang yang menyebar ke lipat
paha mengisyaratkan obstruksi ureter akut. Besar kemungkinannya terdapat
penyakit prostat jika ditemukan riwayat nokturia, frequency, dan hesitancy serta
pembesaran prostat pada pemeriksaan rektum. Neurogenic bladder perlu
dicurigai pada pasien yang mendapat obat antikolinergik atau memperlihatkan
tanda-tanda fisik disfungsi otonom. Diagnosis pasti GGA pascarenal bergantung
pada pemeriksaan radiologik yang cermat dan perbaikan cepat fungsi ginjal
setelah obstruksi dihilangkan.
Sumber:
Rubenstein D., Wayne D., Bradley J. Lecture Notes Kedokteran Klinis. 2007. Ed 6.
Jakarta:Erlangga.
O’callaghan C. The Renal system at a glance. 2007. Ed 2. Jakarta:Erlangga

langkah-langkah menentukan diagnosis

 ANAMNESIS
Wawancara yang perlu diungkapkan dalam anamnesis meliputi :
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Menanyakan riwayat kesehatan klien dengan menanyakan adanya keluhan-keluhan
utama yang dirasakan dalam hal ini produksi kencing (urin) yang berkurang disertai
muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Menayakan tentang penyakit-penyakit yang berhubungan langsung dengan sistem
uropoetik.
4. Riwayat penggunaan obat-obatan
Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang pernah pasien jalani.
5. Pola diet
Pola diet dapat menjadi nilai diagnostic serta penting dalam manajemen pasien,
terutama dengan adanya gagal ginjal. Asupan Natrium berlebihan dapat
mengakibatkan retensi terhadap terapi antihipertensi atau kejadian edema paru
berulang pada pasien dengan gagal ginjal stadium lanjut.

 PEMERIKSAAN FISIK
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu :
a. Inspeksi
Inspeksi dapat dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien dan melakukan
pemeriksaan tanda vital. Pada gagal ginjal terminal, dapat terlihat uremic frost,
terutama pada wajah. Pada beberapa pasien dengan glomerulonefritis
mesangiocapillary tipe II dapat ditemukan lipodistrofi parsial, dimana terjadi
kehilangan lemak subkutan dibagian tubuh atas, dengan distribusi normal atau
meningkat di tubuh bagian bawah. Turgor kulit juga merupakan tanda yang penting,
dimana turgor kulit yang menurun merupakan indikasi deplesi garam dan air,
sedangkan konsistensi seperti plastic menunjukkan kelebihan air.
b. Palpasi
Palpasi ginjal paling baik dilakukan dalam posisi terlentang dengan kepala sedikit
terangkat di atas bantal dan kedua lengan berada disisi tubuh. Pemeriksaan palpasi
yang teliti sangat diperlukan dalam menentukan adanya massa ginjal. Pembesaran
massa ginjal biasanya menonjol ke anterior sedangkan abses perinefrik biasanya
teraba didaerah punggung. Perkirakan ukuran dan bentuk ginjal, adakah nyeri saat
palpasi
c. Perkusi
Perkusi abdomen dapat bermanfaat jika ditemukan kesulitan untuk membedakan
antara ginjal kiri yang membesar dan splenomegali atau pada pasien dengan
hepatomegali. Perkusi juga dapat menilai adanya asites dan keparahannya. Perkusi
area sudut ginjal secara “gentle” dikenal dengan nama Murphy’s Kidney Punch.
Pasien dengan infeksi saluran kemih akan merasakan nyeri saat perkusi sudut kosto-
vertebra.
d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan meletakkan stetoskop di posterior pinggang, lateral dari
panggul, dan di anterior abdomen pada pasien hipertensi atau pasca biopsy ginjal,
apakah ada bruit. Bruit pada abdomen juga bias disertai oleh aneurisma arteria renalis
atau malformasi arteriovenus.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
 Kadar Ureum Kreatinin Serum
Kreatinin/laju filtrasi glomerulus pada gangguan gagal ginjal akut faal ginjal
dinilai dengan memeriksa berulang kali kadar serum kreatinin tidak dapat
mengukur secara tepat laju filtrasi glomerulus didistribusi dalam cairan tubuh dan
eksresi oleh ginjal
 Kadar Cystatin C Serum
Walaupun belum diakui secara umum nilai serum cystatin C dapat menjadi
indicator GGA tahap awal yang cukup dapat dipercaya
 Volume Urin
Anuria akut/oligouria merupakan indicator yang spesifik untuk GGA
 Pemeriksaan Urinalisis
Meliputi :
- Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis
- Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein dan glukosa dalam
urin
- Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, bentukan lain dari urin
 Pemeriksaan Darah
 Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju
endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit
 Elektrolit : natrium, kalium, kalsium, fosfat
Berguna untuk mengetahui predisposisi pembentukan batu saluran kemih, antara
lain kalsium, fosfat, magnesium, selain itu untuk mendeteksi adanya sindroma
paraneoplastik yang dapat terjadi pada tumor grawitz.
 Kultur Urin
Pemeriksaan kultur urin diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran kemih
 Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos abdomen
 Intravenous Urografi (IVU)
Intravenous urografi (IVU) disebut pula pielografi intra vena (PIV) atau holografi
adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan
kontras radio opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi
dan kelainan fungsi ginjal dan saluran kemih
 USG
USG banyak dipakai untuk mencari kelaian-kelainan pada ginjal, buli-buli,
prostat, testis dan pemeriksaan pada kasus keganasan. Pada keganasan selain
untuk mengatahui adanya massa padat pada organ primer, juga untuk mendeteksi
kemungkinan adanya metastasis pada hepar atau kelenjar para aorta

SUMBER :
Basuki B. Purnomo. 2014. Dasar – dasar UROLOGI edisi ketiga. Malang :
SAGUNG SETO

Cris Tanto. 2014. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN edisi IV. Jakarta : Media
Aesculapius

Siti Setiati. 2015. ANAMNESIS & PEMERIKSAAN FISIK KOMPHERENSIF.


Jakarta : Interna Publishing
PENATALAKSANAAN

A. GAGAL GINJAL AKUT (GGA)


Agar pengelolaan GGA mencapai hasil yang diharapkan, harus memperhatikan berbagai
faktor, dengan langkah-langkah berikut :
Langkah 1 : Mengenal kondisi klinis yang dihadapi
- Menentukan diagnosis GGA secara dini dan benar
- Menentukan etiologi GGA
- Mengenal komplikasi GGA (komplikasi penyakit etiologi maupun komplikasi GGA)
Langkah 2 : Tahapan GGA yang dihadapi (Risk-injury-failure)
- Pemilihan jenis pengobatan yang tepat waktu, sangat tergantung pada tahap mana GGA
yang dihadapi
Langkah 3 : Memilih jenis pengobatan yang tepat
- Secara garis besar ada 2 jenis pengobatan GGA, yaitu terapi konservatif (suportif) dan
terapi pengganti ginjal (TPG)

1. Terapi Spesifik
a. GGA Prarenal
Komposisi cairan pengganti untuk mengobati GGA prarenal akibat hipovolemia
perlu disesuaikan menurut komposisi cairan yang hilang.
- Hipovolemia berat akibat perdarahan dikoreksi dengan packed red cells (PRC)
- Perdarahan ringan-sedang atau kehilangan plasma (mis. luka bakar, pankreatitis)
dikoreksi dengan salin isotonik (infus NaCl 0,9%)
- Pengeluaran cairan gastrointestinal atau urin dikoreksi dengan larutan hipotonik
(infus NaCl 0,45%)

b. GGA Intrinsik
Berbagai pendekatan untuk mengurangi cedera atau mempercepat pemulihan pada
AKI iskemik dan nefrotoksik, mencakup peptida natriuretik atrial, dopamin dosis
rendah, antagonis endotelin, loop-blocking diuretics, penyekatan saluran kalsium,
penyekat α-adrenoreseptor, analog prostaglandin, antioksidan, antibodi terhadap
molekul perekat leukosit, dan faktor pertumbuhan mirip-insulin tipe I.
GGA akibat penyakit ginjal intrinsik lainnya seperti glomerulonefritis akut atau
vaskulitis mungkin berespon terhadap pemberian obat imunosupresif (glukokortikoid,
agen alkilasi, dan/atau plasmaferesis, bergantung pada patologi primernya). Kontrol
agresif terhadap tekanan arteri sistemik sangat penting dalam membatasi cedera ginjal
pada nefrosklerosis hipertensi maligna. Hipertensi GGA akibat sleroderma mungkin
sangat peka terhadap ACE-Inhibitor.

c. GGA Pascarenal
Penanganan GGA pascarenal memerlukan kerja sama ahli nefrologi, dokter urologi,
dan dokter radiologi.
- Obstruksi uretra atau leher kandung kemih biasanya awalnya ditangani dengan
pemasangam kateter kandung kemih transuretra atau suprapubis, yang meredakan
sumbatan secara temporer sementara lesi yang menyumbat diidentifikasi dan diterapi
secara definitif.
- Obstruksi ureter pada awalnya dapat diterapi dengan kateterisasi perkutan ureter atau
pelvis ginjal yang melebar.

2. Terapi Konservatif (Suportif)


Pada dasarnya terapi konservatif (suportif) adalah untuk menjaga homeostasis tubuh
dengan mengurangi efek buruk akibat komplikasi GGA.

Komplikasi Terapi
Kelebihan cairan - Batasi garam (1-2 gr/hari) dan air (< 1 L/hari)
intravaskular - Diuretik (biasanya furosemid +/- tiazide)
Hiponatremia - Batasi cairan (< 1 L/hari)
- Hindari pemberian cairan hipotonis (termasuk
dextrosa 5%)
Hiperkalemia - Batasi intake kalium (< 40 mmol/hari)
- Hindari suplemen kalium dan diuretik hemat
kalium
- Beri resin “pottasium-binding ion exhange”
(kayazalate)
- Beri Glukosa 50% sebanyak 50cc + insulin 10
unit)
- Beri Natrium-bikarbonat (50-100 mmol)
- Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1 mg
IV
- Kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit)
Asidosis metabolik - Batasi intake protein (0,8-1,0 gr/kgBB/hari)
- Beri Natrium-bikarbonat (usahakan kadar serum
bikarbonat plasma > 15mmlol/L dan pH arteri >
7,2)
Hiperfosfatemia - Batasi intake fosfat (800 mg/hari)
- Beri pengikat fosfat (kalsium asetat-karbonat,
aluminium HCl, sevalamer)
Hipokalsemia - Beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10%
(10-20 cc)
Hiperuriksemia - Tidak perlu terapi bila kadar asam urat < 15 mg/dl
Terapi nutrisi pada pasien GGA harus menjadi bagian dari pengelolaan secara
keseluruhan karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit maupun prognosis pasien.
Tujuannya untuk mencegah protein-energi wasting (PEW), mempertahankan lean body
mass dan status nutrisi, menghindari gangguan metabolik yang lebih berat, mencegah
komplikasi, mendukung fungsi imunitas, meminimalisasi inflamasi, memperbaiki aktivitas
anti oksidan dan fungsi endotel serta mengurangi mortalitas.
Kebutuhan Nutrisi pada Penderita GGA
Energi 20-30 kkal/kgBB/hari
Karbohidrat 3-5 (maksimal 7) gr/kgBB/hari
Lemak 0,8-1,2 (maksimal 1,5) gr/kgBB/hari
Protein
Terapi konservatif 0,6-0,8 (maksimal 1,0) gr/kgBB/hari
TPG dengan CRRT 1,0-1,5 gr/kgBB/hari
TPG dengan CRRT dengan Maksimal 1,7 gr/kgBB/hari
hiperkatabolisme

3. Terapi Penggantian Ginjal


Indikasi absolut terapi penggantian ginjal meliputi hiperkalemia, asidosis, edema paru,
komplikasi uremia berat.
Hemodialisis ditoleransi buruk oleh pasien yang tidak stabil secara hemodinamik.
Hemofiltrasi kontinu, yang lebih lambat, ditoleransi dengan lebih baik.

B. PENYAKIT GINJAL KRONIK / CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


Tujuan tatalaksana antara lain untuk menghambat atau memperlambat perkembangan
PGK. Tata laksanan untuk mecegah progresivitas PGK :
1. Kontrol Tekanan Darah
- Target tekanan darah yaitu <130/80 mmHg (tanpa proteinuria), <125/75 mmHg (dengan
proteinuria).
- Antihipertensi yang disarankan adalah ACE-Inhibitor, ARB (angiotensin receptor
blocker), dan CCB (calcium channel blocker) nondihidropiridin.
2. Restriksi Asupan Protein
Restriksi asupan protein untuk mencegah risiko malnutrisi. Rekomendasi asupan protein
(protein dengan biologis tinggi, protein hewani, minimal 50%) :
- PGK pre-dialisis : 0,6-0,75 g/kgBB/hari
- PGK-hemodialisis : 1,2 g/kgBB/hari
- PGK-dialisis peritoneal : 1,2-1,3 g/kgBB/hari
- Transplantasi ginjal : 1,3 g/kgBB ideal/hari pada 6 minggu pertama pasca
transplantasi dilanjutkan 0,8-1 g/kgBB ideal/hari
3. Kontrol Kadar Glukosa Darah
Target HbA1c <7%. Lakukan penyesuaian dosis obat hipoglikemik oral. Hindari
penggunaan metformin. Golongan glitazon dapat dipilih.
4. Restriksi Cairan
Rekomendasi asupan cairan pada PGK adalah :
- PGK pre-dialisis : cairan tidak dibatasi dengan produksi urin yang normal
- PGK-hemodialisis : 500 mL/hari + produksi urin
- PGK-dialisis peritoneal : 1500-2000 mL/hari, lakukan pemantauan harian
- Transplantasi ginjal : pada fase akut pasca transplantasi, pasien dipertahankan
euvolemik/sedikit hipervolemik dengan insensible water loss diperhitungkan sebesar
30-60 mL/jam. Untuk pasien normovolemik dan graft berfungsi baik, asupan cairan
dianjurkan minimal 2000 mL/hari. Untuk pasien oligouria, asupan cairan harus
seimbang dengan produksi urin ditambah insensible water loss 500-750 mL.
5. Restriksi Asupan Garam
Rekomendasi asupan NaCl per hari :
- PGK pre-dialisis : <5 g/hari
- PGK-hemodialisis : 5-6 g/hari
- PGK-dialisis peritoneal : 5-10 g/hari
- Transplantasi ginjal : <6-7 g/hari. Natrium hanya dibatasi pada periode akut pasca
operasi dimana mungkin terjadi fungsi graft yang buruk atau hipertensi pasca
transplantasi.
6. Terapi Dislipidemia
Target LDL adalah <100 mg/dL apabila trigliserida ≥200mg/dL, target kolesterol non-
HDL <130 mg/dL. Kolesterol non-HDL adalah kadar kolesterol total dikurangi kadar
HDL. Terapi dislipidemia dapat menggunakan statin, serta pola makan rendah lemak
jenuh. Asupan lemak dianjurkan 25-30% total kalori dengan lemak jenuh dibatasi <10%.
Apabila ada dislipidemia, asupan kolesterol dalam makanan dianjurkan <300 mg/hari.
7. Edukasi
Pasien memahami mengenai PGK, faktor progresivitas, pilihan modalitas terapi
penggantian ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan cara terbaik untuk rehabilitasi komplit, karena dialisis
hanya mengganti sebagian kecil dari fungsi fitrasi ginjal dan tidak melakukan fungsi ginjal
lainnya, termasuk fungsi endokrin dan anti-inflamasi. Pada umumnya, transplantasi ginjal
mengikuti suatu periode terapi dialisis, meskipun transplantasi ginjal dini (biasanya dari
donor hidup) dapat dilaksanakan jika dipastikan bahwa gagal ginjalnya ireversibel.

C. OBSTRUKSI SALURAN KEMIH (OSK)

Pada OSK dengan penyulit infeksi, obstruksi perlu segera diatasi untuk mecegah terjadinya
sepsis generalisata dan kerusakan ginjal progresif. Secara temporer, drainase dapat dilakukan
dengan nefrostomi, ureterostomi, atau kateterisasi ureter, uretra, atau suprapubis.
- Pasien dengan infeksi saluran kemih akut dan obstruksi harus diberi antibiotik yang sesuai
berdasarkan sensitivitas bakter in vitro dan kemampuan pemekatan obat di urin. Terapi
mungkin perlu diberikan selama 3-4 minggu.
- Infeksi kronik atau rekuren pada ginjal yang mengalami obstruksi dengan fungsi intrinsik
yang buruk mungkin mengharuskan dilakukan nefrektomi.
Jika tidak terdapat infeksi, pasien biasanya tidak perlu segera dibedah. Letak obstruksi
harus segera dipastikan.

Penatalaksanaan obstruksi secara elektif biasanya dilakukan pada pasien dengan retensi
urin, infeksi saluran kemih berulang, nyeri menetap, atau penurunan fungsi ginjal progresif.
Hipertrofi prostat jinak (BPH) dapat diterapi secara medis dengan penghambat α-adrenergik
dan inhibitor 5α-reduktase. Pada kasus limfoma retroperitoneum, obstruksi mekanis dapat
dibebaskan dengan terapi radiasi. Obstruksi fungsional akibat neurogenic bladder dapat
dikurangi dengan kombinasi sering berkemih dan kolinergik.

Sumber :
Jameson, J. Larry dan Joseph Loscalzo. 2016. Harrison – Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa.
Jakarta : EGC

O’Callaghan, Chris. 2007. At a Glance – Sistem Ginjal. Ed 2. Jakarta : Erlangga

Setiati, Siti, dkk. 2015. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed VI. Jakarta : InternaPublishing

Soemasto, Atiek S, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Ed IV. Jakarta : Media
Aesculapius.
PROGNOSIS

Bergantung pada penyebabnya. Pasien dengan GnGA sebagai bagian dari gagal sistem
organ multiple mempunyai tingkat mortalitas jauh lebih tinggi. GnGA yang di sebabkan oleh
nefrotoksis dan hipoksia/iskemia bersifat reversible dimana fungsi ginjal dapat kembali normal.

KOMPLIKASI
- Edema paru
- Hiperkalemia
Sumber = jurnal usu gangguan ginjal akut

Anda mungkin juga menyukai