Oleh :
Kelompok 2 Sub Grup I
2. Ayam Broiler
3. Ayam Buras
Nama Pemilik : Zainal Abidin
Jenis Hewan : Ayam
Umur : 1 Tahun
Berat Badan : 2 kg
Jenis kelamin : Jantan
Alamat Pasien : Darussalam
Status Gizi : Baik
Lain-lain : Bulu kusam
Gambar 4. Kelinci
B. DIAGNOSA LABORATORIUM
Cara Kerja :
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan seperti : nampan, ember berisi air,
cawan petri, pisau cutter, gunting, pinset, spoit 3 cc, dan alat tulis.
2. Hewan dikelompokkan berdasarkan perbedaan umur.
3. Hewan disembelih dan bagian tubuh dibasahi dengan air.
4. Organ limfoid diambil (timus, limfoglandula, bursa fabricius dan limpa) dan
diamati
5. Organ limfoid ditimbang, catat berat masing-masing organ.
6. Bandingkan ukuran dan berat organ limfoid berdasarkan kelompok umur.
C. HASIL PENGAMATAN
Organ Limfoid pada Ayam
Hasil pemeriksaan organ limfoid pada beberapa ayam dengan umur yang
berbeda ditemukan bahwa pada ayam DOC berumur 3 hari belum ada
perkembangan organ limfoid. Ditemukan sisa kuning telur pada abdomen yang
menunjukkan bahwa proteksi ayam berumur 3 hari yaitu imunitas maternal.
Sedangkan pada ayam broiler berumur 16 hari dan ayam buras berumur 6 bulan
ditemukan organ limfoid yaitu timus, bursa fabricius, dan limpa, seperti disajikan
pada Gambar 6. Hasil pemeriksaan pada masing-masing organ diterangkan sebagai
berikut :
1. Timus
Timus pada kedua ayam ditemukan pada sisi sinistra dan dextra dari lateral
trachea, berlobus-lobus dengan jumlah lobus yang berbeda-beda. Hasil
pengamatan timus pada ayam broiler yaitu timus kanan berjumlah 5 lobus dan
timus kiri berjumlah 4 lobus. Setelah ditimbang, berat timus kanan mencapai
0,91 gram dengan panjang 5 cm dan timus kiri 0,62 gram dengan panjang 5 cm.
Sedangkan pada ayam buras, timus kanan berjumlah 5 lobus dengan panjang
total 8,9 cm dan timus kiri berjumlah 5 lobus dengan panjang 14 cm yang
disajikan pada Gambar 5. setelah ditimbang, timus kanan ayam buras mencapai
berat 3,12 gram dan timus kiri 2,7 gram.
2. Timus
Timus unggas terletak sejajar dengan Nervus vagus dan Vena jugularis
interna. Warnanya pucat kemerahan, bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-
8 lobi pada leher. Setiap lobus dienkapsulasi dengan kapsul jaringan serat halus
dan tertanam ke dalam jaringan adiposa. Dari kapsul, septa menginvasi
parenkim timus dan membagi lobus menjadi lobulus. Lobus thymus berbentuk
tombol atau kacang mencapai ukuran maksimum diameter 6-12mm pada usia
3-4 bulan, sebelum involusi fisiologis dimulai (Ciriaco et al., 2003).
Timus tumbuh dari kantung faring yang ketiga dan keempat. Ukuran timus
sangat bervariasi, ukuran relatif paling besar terdapat pada hewan yang baru
lahir sedangkan ukuran absolut terbesar pada waktu pubertas. Timus mengalami
atropi seiring dengan bertambahnya umur sebagai tanda maturitas sistem imun
pada individu. Disamping involusi yang berhubungan dengan umur, timus juga
mengalami atrofi cepat sebagai reaksi stress sehingga hewan yang mati sesudah
menderita sakit yang lama mungkin mempunyai timus yang sangat kecil
(Tizard, 1987).
Kelenjar ini paling aktif pada hewan muda, dan setelah itu mengalami
involusi secara perlahan. Pada masa dewasa, organ ini terisi oleh jaringan
lemak. Kelenjar timus dibungkus oleh kapsul jaringan ikat, dan di bawahnya
terdapat korteks berwarna gelap dengan banyaknya anyaman ruang yang saling
berhubungan. Ruang-ruang ini kemudian ditempati oleh limfosit imatur yang
pindah ke tempat ini dari jaringan hemopoietik untuk mengalami maturasi dan
diferensiasi. Sel epitel kelenjar timus membentuk jaringan penunjang struktural
untuk limfosit yang populasinya terus bertambah. Pada medula yang berwarna
lebih muda, sel epitel membentuk kerangka kasar yang mengandung sedikit
limfosit dan gelungan sel epitel yang bergabung untuk membentuk
corpusculum thymicum (Hassall) (Eroschenko, 2008).
Selama perkembangan embrionik, massa timus secara bertahap meningkat
dengan kolonisasi sel-sel induk hematopoietik (Le Douarin dan Jotereau, 1975)
dan peningkatan yang cepat, beberapa hari sebelum menetas, medulla timus
terbentuk. Diferensiasi histologis berlanjut setelah menetas. Sel hematopoietik
yang dialirkan melalui darah menginvasi bagian epitel timus dan limfosit T
yang belum berkembang biak hadir di zona subcapsular. Pembentukan timus
dan invasi septa jaringan penghubung menghasilkan lobulasi kortikal, yang
bertepatan dengan emigrasi sel T dari timus. Retikulum thymus berkembang
dari endoderm kantong cabang ketiga dan keempat (Gumati, et al., 2003).
Timus pada kelinci dapat mengalami perubahan bentuk dan ukuran timus
yang disebabkan adanya thymoma/thymic carsinoma. Thymoma adalah tumor
pada timus kelinci, tumor jenis ini relatif jarang terjadi namun dapat berakibat
fatal jika tidak ditangani. Insidensi thymoma pada kelinci peliharaan sekitar 8%
dengan kejadian tertinggi terutama pada kelinci berumur tua. Perkembangan
tumor pada timus relatif lebih lambat dibanding jenis tumor pada organ lainnya
namun berpotensi metastasis/menyebar ke organ lainnya, misalnya paru-paru.
Umumnya bersifat asimptomatik hingga terlihat adanya massa di daerah
thoraks. Gejala klinis yang tampak meliputi pernapasan yang pendek, exercise
intolerance, kesulitan bernapas, dan bernapas dengan mulut yang terbuka.
Terkadang diikuti dengan penonjolan bola mata keluar dari tengkorak, serta
edema pada bagian leher dan kepala. Terapi penyakit ini adalah melalui
pembedahan dan radiotherapy (Morrisey, 2006).
3. Limpa
Limpa (lien) adalah suatu organ limfoid besar dengan banyak pembuluh
darah. Limpa dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang membagi bagian
dalamnya menjadi kompartemen-kompartemen tidak sempurna yaitu pulpa
limpa (pulpa lienalis) (Guyton and Hall, 2000). Pulpa putih (pulpa alba) terdiri
dari agregasi limfoid berwarna gelap atau nodulus limfoid yang mengelilingi
pembuluh darah yaitu arteri sentralis (arteria centralis). Pulpa putih terletak di
dalam pulpa merah yang kaya darah. Pulpa merah (pulpa rubra) terdiri dari
korda limpa dan sinusoid limpa (darah). Korda limpa (chorda splenica)
mengandung anyaman serat retikular yang ditemukan makrofag, limfosit, sel
plasma, dan berbagai sel darah. Sinus limpa (vas sinusoideum splenicum)
adalah saluran darah saling berhubungan yang mengalirkan darah limpa ke
dalam sinus yang lebih besar dan akhirnya meninggalkan limpa melalui vena
lienalis (Eroschenko, 2008).
Limpa pada unggas pertama kali muncul sebagai massa sel mesenkhim
dalam embrio berumur 48 jam. Berbeda dengan mamalia, limpa unggas tidak
dianggap sebagai reservoir untuk pelepasan eritrosit ke sirkulasi. Meskipun
bukan organ utama tempat diferensiasi dan proliferasi antigen-independen
limfosit, limpa memiliki peran penting dalam limfopoiesis embrionik, karena di
sinilah sel B menjalani pengaturan ulang gen Ig mereka sebelum ke bursa
fabricius (Masteller dan Thompson, 1994). Pada saat menetas limpa menjadi
organ limfoid sekunder yang menyediakan lingkungan mikro yang sangat
diperlukan untuk interaksi antara sel limfoid dan nonlimfoid. Kontribusi limpa
unggas terhadap sistem kekebalan secara keseluruhan mungkin lebih penting
daripada mamalia karena pembuluh limfatik dan kelenjar getah bening kurang
berkembang pada hewan ini (Davison, et al., 2008).
Ikegami et al., (2016) menyatakan bahwa kelinci memiliki limpa yang rata
dan memanjang dengan hilus membujur yang membentang di sepanjang
permukaan viseralnya. Jika suatu proses inflamasi terjadi, maka antigen akan
masuk melalui aliran darah ke dalam limpa dan merangsang pertahanan tubuh
oleh limpa. Kerja limpa yang lebih berat ini mengakibatkan terjadinya
pembesaran limpa.
4. Limfoglandula
Limfonodus (kelenjar getah bening) adalah satu-satunya jaringan limfoid,
yang terdapat di antara aliran limfe yang menyaring limfe sebelum memasuki
aliran darah. Organ ini paling teroganisasi dari seluruh organ limfatik, dan satu-
satunya yang memiliki pembuluh limfe eferen dan sinus. Limfonodus berperan
penting dalam pertahanan tubuh dan fungsi imun. Limfonodus bisa mengalami
atrofi maupun hipertrofi, atau bisa juga menjadi tempat dari inflamasi lokal
maupun umum. Penyakit inflamasi selalu berhubungan dengan perubahan pada
aliran limfatik dan daerah disekitar limfonodus (Cheville 2006).
Secara mikroskopik limfonodus terbagi atas tiga bagian, yaitu korteks,
parakorteks, dan medula. Korteks merupakan lapisan paling luar yang berisi sel
limfosit B, sel dendrit folikular, dan makrofag yang tersusun dalam nodul yang
disebut folikel limfoid. Folikel limfoid merupakan sebutan dari kumpulan sel-
sel yang terdapat pada bagian kortek ini dan terkadang dilengkapi dengan
germinal center. Folikel limfoid yang tidak dilengkapi dengan germinal center
disebut folikel primer sedangkan yang dilengkapi dengan germinal center
disebut folikel sekunder (Rao, 2010). Germinal center merupakan tempat
terjadinya poliferasi dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma dan sel memory.
Struktur folikel ini akan meluas pada saat terjadi respon antigen (Douglas 2006).
V. KESIMPULAN
Hasil pemeriksaan organ limfoid pada unggas dan kelinci yaitu sebagai berikut :
Organ limfoid primer pada ayam adalah timus, bursa fabricius dan bone
marrow, sedangkan organ limfoid sekunder pada ayam adalah limpa. Pada
ayam DOC, tubuh dilindungi oleh imunitas maternal hingga berumur 7 hari,
hal ini ditandai dengan ditemukannya kuning telur pada ayam DOC berumur
3 hari. Timus berjumlah 4-5 pasang lobus pada ayam yang berumur 16 hari
(ayam broiler) dan 6 bulan (ayam buras), dengan ukuran dan berat yang
berbeda-beda sesuai umur unggas.
Kelinci memiliki organ limfoid primer yaitu bone marrow dan timus,
sedangkan organ limfoid sekunder yaitu limpa dan limfoglandula.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Z., A.S. Qureshi, and S.U. Rahman. 2012. Effects of Seasonal Variation in
Different Reproductive Phases on the Cellular Response of Bursa and
Testes in Japanese Quail (Coturnix japonica). Pakistan Veterinary Journal.
32 (4): 525-529.
rd
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. 3 ed. USA: Blackwell
Publishing.
Ciriaco, E., Pinera, P.P., Diaz-Esnal, B. and Laura, R. (2003). Age-related changes
in the avian primary lymphoid organs (thymus and bursa of Fabricius).
Microsc. Res. Tech. 62, 482–487.
Ciriaco, E., Pinera, P.P., Diaz-Esnal, B. and Laura, R. (2003). Age-related changes
in the avian primary lymphoid organs (thymus and bursa of Fabricius).
Microsc. Res. Tech. 62, 482–487.
Davison F., B Kaspers., and KA Schat. 2008. Avian Immunology. Elsevier. USA
Douglas, K. 2006. Media and Culture Studuies. Victoria: Blackwell Publishing.
Eroschenko, VP. 2008. diFior`s Atlas of Histology with Functional Correlations,
11th Ed. Lippincott Williams and Wilkins. USA
Gandon, S., Mackinnon, M.J., Nee, S. and Read, A.F. (2001). Imperfect vaccines
and the evolution of pathogen virulence. Nature 414, 751–755
Glick, B, T.S. Chang, and R.G. Jaap. 1956. The bursa of Fabricius and antibody
production. Poultry Science. 35: 224
Gumati, M.K., Magyar, A., Nagy, N., Kurucz, E., Belfoldi, B. and Oláh, I. (2003).
Extracellular matrix of different composition supports the various splenic
compartments of guinea fowl (Numida meleagris). Cell Tissue Res. 312,
333–343.
Guyton A.C and Hall. 2000. Textbook of Medical Physiology. Twelfth Edition.
Department of Physiology and Biophysics Associate Vice Chancellor for
Research University of Mississippi Medical Center Jackson, Mississippi.
Ikegami R, Y Tanimoto, M Kishimoto, and Shibata H. 2016. Anatomical variation
of arterial supply to the rabbit spleen. The Journal of Veterinary Medical
Science. 78 (2)
Kaufman, J. (2000). The simple chicken major histocompatibility complex: life and
death in the face of pathogens and vaccines. Philos. Trans. R. Soc. Lond.
Biol. Sci. 355, 1077–1084.
Masteller, E.L. and Thompson, C.B. (1994). B cell development in the chicken.
Poult. Sci. 73, 998–1011. McCorkle, M.F., Stinson, R.S., Oláh, I. and
Glick, B. (1979). The chicken’s femoral-lymph nodules: T and B cells and
the immune response. J. Immunol. 123, 667–669.
Morrisey, J.K. 2006. Thymomas in Rabbits Online. Tersedia pada http://www.-
rabbit.org. Diakses pada 29 Juli 2017.
Olah, I and L, Vervelde. 2008. Structure of the avian lymphoid tissue: in Avian
Immunology. Davison F., B Kaspers., and KA Schat. Elsevier. USA
Rao, DG. 2010. A Text Book on Systemic Pathology of Domestic
Animals. Lucknow: ibdc publisher. Hlm: 205-425
Rohyati, N. 2002. Pengaruh pemberian probiotik B-mix dan infeksi Salmonella
enteritidis terhadap gambaran mikroskopis bursa Fabrisius pada ayam
broiler. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Tizzard, I. R. 1987. Veterinary Immunology an Introduction. 3 td. Philadelphia.