Anda di halaman 1dari 40

FDM – 07

UJI PUNTIR

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Percobaan uji puntir bertujuan untuk :
1. Mengetahui standar dan prosedur uji puntir.
2. Mengetahui pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material.
3. Mampu menghitung besaran-beasaran sifat mekanik material dari uji
puntir.
4. Menganalisi perbandingan hasil pengukuran dengan data teoritis untuk
sudut putaran dan modulus geser.

II. TEORI DASAR

2.1 Teori Dasar di Modul


Tegangan geser terjadi secara pararel pada bidang material, benda
dengan tegangan normal yng terjadi tegak lurus dengan bidang.
Kondisi teganan geser dapat terjadi dengan melakukan geseran secara
langsung (direct shear) dan tegangan puntir (torsional stress).
Fenomena geseran secara langsung dapat dilihat pada saat kita
menancapkan paku ke balok kayu. Pada setiap permukaan di paku dan
di kayu yang bersinggungan langsung dengan paku akan mengalami
geseran secara langsung. Sedangankan fenomena tegangan puntiran,
dapat terjadi apabila suatu spesimen mengalami momen torsi. Dengan
adanya tegangan geser, maka respon yang diterima material pun
berbeda.
Uji puntir pada suatu spesimen dilakukan untuk menentukan
elastisitas suatu material. Specimen yang digunakan pada pengujian
puntir adalah batang dengan penampang lingkaran karena bentuk
penampang ini sederhana sehingga mudah diukur. Spesimen tersebut
hanya dikenai beban puntiran pada salah satu ujungnya karena dua
pembebanan akan memberikan ketidakkonstanan sudut puntir yang
diperoleh dari pengukuran.

Gambar II. 1. Batang Silindris dengan Beban Puntiran


Rumus tegangan dan regangan geser untuk batang padat :
𝑇𝑐
τ=
𝐼𝑝
𝜃𝑟
𝛾=
𝐿
Sedangkan Momen Inersia (J) pada keadaan maksimum silinder adalah :
1
Ip = 32π D4

Pengukuran yang dilakukan pada uji puntir adalh momen puntir


dan sudut puntir. Pengukuran ini kemudian dikonversikan menjadi sebuah
grafik momen puntir terhadap sudut puntir (dalam putaran).

2.2 Teori Tentang Puntir Dari Internet


1. Puntiran
Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh,
kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen
deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran) pada bidang slip,
modulus kekakuan adalah konstanta yang penting, yang diperoleh dari
pengujian puntir (dalam banyak kasus). Deformasi puntiran tidak
menunjukkan tegangan uniform pada potongan lintang seperti halnya pada
deformasi lenturan. Untuk mendapat deformasi puntiran dengan tegangan
yang uniform perlu dipergunakan batang uji berupa silinder tipis.
Patahan karena puntiran dari bahan getas terlihat pada arah
kekuatan tarik, yaitu pada 450 terhadap sumber puntiran, sedangkan bagi
bahan yang liat patahan terjadi pada sudut tegak lurus terhadap sumbu
puntiran setelah gaya pada arah sumbu terjadi dengan deformasi yang
besar, dari hal tersebut sangat mudah menentukan keliatan dan kegetasan.

2. Diagram Tegangan Regangan


Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu-satunya yang harus
diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama
pentingnya. Dengan derajat lebih kecil, sifat seperti kekerasan,
ketangguhan, dan keliatan menetapkan pemilihan bahan sifat ini
ditetapkan dengan membuat pengujian bahan dan membandingkan
hasilnya dengan standar yang telah ada.
Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus
diimbangi oleh gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang
mempunyai gaya internal tadi dikatakan berada dalam keadaan tegang.
Untuk lebih mengerti hakekat gaya internal ini, marilah kita perhatikan
apa yang terjadi bila suatu benda diberi beban. Mula-mula harus
ditegaskan bahwa dalam praktek, semua beban bekerja sedikit demi
sedikit. Proses pembebanan ini dapat diselesaikan dalam selang waktu
yang sangat singkat, namun tak akan pernah sesaat.
Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan
berubah dan molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya.
Pergeseran ini mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang
tergabung untuk menentang gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila
beban bertambah, perubahan bentuk benda makin besar dan gaya-gaya
antar molekul juga bertambah sampai pembebanan mencapai harga
akhirnya.
Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan
berlawanan, sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam
keadaan tegang dan terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan
ini pasti berhubungan, tegangan dalam bahan harus didampingi regangan
dan sebaliknya. Untuk menyederhanakan perhitungan, seringkali lebih
mudah bila diperhatikan ‘benda tegar’, namun ini hanya merupakan suatu
konsep; karena ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda nyata
yang dapat menahan beban,tanpa sebelumnya mengalami perubahan
bentuk.
Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua
oleh suatu bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan
setimbang karena pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya
internal (yaitu gaya antar molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini.
Intensitas tegangan (untuk mudahnya biasanya disebut ‘tegangan’) di
suatu titik pada bidang, didefinisikan sebagai gaya internal per satuan luas.
Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak
lurus pada bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau
langsung, dan sesuai dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau
mampat (compressive). Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang
diamati, didapat tegangan tangensial atau geser. Seringkali resultan gaya
pada elemen luasan membentuk sudut dengan bidang luasnya. Dalam
keadaan semacam itu, gaya tersebut diuraikan menjadi komponen normal
dan tangensial, serta menghasilkan kombinasi tegangan-tegangan normal
geser.
Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut
regangan. Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau
mengecil dan menghasilkan regangan normal; atau lapisan-lapisan bahan
dapat bergeser yang satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan
geser. Untuk batang dalam keadaan tarik atau komprensi sederhana, akibat
yang paling jelas terlihat adalah perubahan panjang batang, yaitu regangan
normal. Intensitas regangan (biasanya disebut ‘regangan’ saja) untuk
regangan normal, didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran
terhadap ukuran semula.
Gambar II. 2. Diagram Tegangan-Regangan

3. Tegangan
Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu- satunya yang harus
diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama
pentingnya. Dengan derajat lebih kecil, sifat seperti kekerasan,
ketangguhan, dan keliatan menetapkan pemilihan bahan sifat ini
ditetapkan dengan membuat pengujian bahan dan membandingkan
hasilnya dengan standar yang telah ada.
Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus
diimbangi oleh gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang
mempunyai gaya internal tadi dikatakan berada dalam keadaan tegang.
Untuk lebih mengerti hakekat gaya internal ini, marilah kita perhatikan
apa yang terjadi bila suatu benda diberi beban. Mula-mula harus
ditegaskan bahwa dalam praktek, semua beban bekerja sedikit demi
sedikit. Proses pembebanan ini dapat diselesaikan dalam selang waktu
yang sangat singkat, namun tak akan pernah sesaat.
Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan
berubah dan molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya.
Pergeseran ini mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang
tergabung untuk menentang gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila
beban bertambah, perubahan bentuk benda makin besar dan gaya-gaya
antar molekul juga bertambah sampai pembebanan mencapai harga
akhirnya.
Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan
berlawanan, sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam
keadaan tegang dan terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan
ini pasti berhubungan, tegangan dalam bahan harus didampingi regangan
dan sebaliknya. Untuk menyederhanakan perhitungan, seringkali lebih
mudah bila diperhatikan benda tegar, namun ini hanya merupakan suatu
konsep karena ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda nyata
yang dapat menahan beban, tanpa sebelumnya mengalami perubahan
bentuk.
Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua
oleh suatu bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan
setimbang karena pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya
internal (yaitu gaya antar molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini.
Intensitas tegangan (untuk mudahnya biasanya disebut tegangan) di suatu
titik pada bidang, didefinisikan sebagai gaya internal per satuan luas.
Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak
lurus pada bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau
langsung, dan sesuai dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau
mampat (compressive). Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang
diamati, didapat tegangan tangensial atau geser. Seringkali resultan gaya
pada elemen luasan membentuk sudut dengan bidang luasnya. Dalam
keadaan semacam itu, gaya tersebut diuraikan menjadi komponen normal
dan tangensial, serta menghasilkan kombinasi tegangan-regangan normal
geser.

4. Regangan
Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut
regangan. Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau
mengecil dan menghasilkan regangan normal atau lapisan-lapisan bahan
dapat bergeser yang satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan
geser. Untuk batang dalam keadaan tarik atau komprensi sederhana, akibat
yang paling jelas terlihat adalah perubahan panjang batang, yaitu regangan
normal. Intensitas regangan (biasanya disebut regangan saja) untuk
regangan normal, didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran
terhadap ukuran semula.

5. Puntiran Poros Berpenampang Lingkaran


Akibat puntiran murni pada poros berpenampang lingkaran adalah
timbulnya tegangan geser murni dalam bahan. Bila poros dibagi menjadi
dua bagian oleh bidang transversal khayal, akan terlihat bahwa
permukaan-permukaan pada kedua pihak dari bidang ini cenderung
berputar, relatif yang dianggap terdiri dari lapisan-lapisan tipis transversal
yang jumlahnya tak terhingga, masing-masing relatif berputar sedikit
terhadap lapisan berikutnya bila torsi diberikan, akibatnya poros akan
terpuntir. Pergerakan angular salah satu ujung relatif terhadap yang lain
disebut sudut puntiran.
Tegangan puntir disebabkan oleh momen puntir yang bekerja pada
penampang batang. Dalam menganalisa tegangan puntir, momen torsi
yang biasanya dinyatakan dalam vektor rotasi diubah menjadi vektor
translasi dengan menggunakan aturan tangan kanan. Lipatan jari tangan
menunjukkan arah vektor rotasi dan jari jempol menunjukkan vektor
translasi. Seperti halnya gaya aksial, tegangan puntir muncul (momen
puntir ada) bila batang tersebut dipotong. Metode irisan tetap digunakan
untuk mendapatkan momen puntir dalam, sehingga tegangan puntir dapat
dicari. Momen puntir dalam ini yang akan mengimbangi momen puntir
luas sehingga bagian struktur tetap dalam kondisi seimbang.
Gambar II. 3. Poros yang mengalami Puntiran

Untuk mencari hubungan antara momen puntir dalam dengan


tegangan pada penampang batang bulat, perlu dibuatkan asumsi sbb:
a. Potongan normal tetap di bidang datar sebelum maupun sesudah
puntiran.
b. Regangan geser berbanding lurus terhadap sumbu pusat.
c. Potongan normal tetap berbentuk bulat selama puntiran.
d. Batang dibebani momen puntir dalam bidang tegak lurus sumbu
batang.
e. Tegangan puntir tidak melebihi batas proporsional.
f. Tegangan geser berubah sebanding dengan regangan linear.

Gambar II. 4. Potongan Penampang

Berdasarkan asumsi yang diambil (butir 2 dan 6) maka tegangan


geser maksimum terletak pada keliling penampang sehingga dapat dicari
hubungan antara tegangan geser dengan jarak terhadap sumbu pusat. Gaya
geser inilah nantinya akan mengantisipasi momen torsi luar.
Besar momen inseria polar dari luas penampang, yang dinotasikan sebagai
Ip, sehingga :
1
Ip = 32π D4

Besarnya tegangan secara umum :


𝑇𝑐
τ= 𝐼𝑝

Dimana :
t = tegangan geser
I p = Momen inersia polar penampang luas.
c = jari-jari lingkaran
Dalam mendesain bagian-bagian struktur yang menyangkut
kekuatan, maka tegangan geser yang memenuhi syaratlah yang dipilih.
Karena batang yang mengalami puntiran sering dipakai untuk meneruskan
gaya, maka percobaan puntiran pada batang sering dilakukan.

6. Sifat-sifat Mekanik
Bagaimanapun baiknya suatu kristal dipersiapkan, pasti memiliki
cacat-cacat kisi yang akan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
strukstur kristal tersebut. Dengan mengamati sifat mekanik logam, akan
diperoleh sifat-sifat cacat kisi tersebut. Pada beberapa cabang industri,
pengujian mekanik yang biasa dilakukan seprti uji tarik, kekerasan, impak,
creep dan fatik, digunakan untuk mempelajari keadaan cacatnya (defect
state) tetapi untuk memeriksa kualitas produk yang dihasilkan berdasarkan
suatu standar spesifikasi.
a. Tensile Strength, biasanya dilakukan pengujian tarik terhadap suatu
material logam untuk mengetahui seberapa besar ketahanan material
tersebut terhadap beban tarik.
b. Kekerasan, didefinisikan sebagai ketahanan suatu material logam
terhadap penetrasi, memeberikan sifat-sifat deformasinya.
c. Impak, Suatu bahan mungkin memiliki kakuatan tarik (Tensile
Strength) yang tinggi tetapi tidak memenuhi syarat untuk kondisi
pembebanan kejut (tumbukan)
d. Creep (pemuluran), didefinisikan sebagai aliran plastis pada kondisi
tegangan yang konstan.
e. Fatiq, adalah fenomena yang berkaitan dengan perpatahan logam
secara premature karena tegangan rendah yang terjadi berulang kali
dan terutama berperanan penting dalam industri penerbangan.

7. Pengertian Dasar
a. Ketangguhan adalah ukuran besarnya energi yang diperlukan untuk
mengubah bentuk suatu material.
b. Kekerasan adalah ketahanan suatu material yang terhadap penetrasi
yang diberikan pada permukaannya.
c. Momen adalah hasil kali gaya dengan jarak gaya ke titik pusat.
M=FxL
Dimana : M = Momen
F = Gaya
L = Jarak
d. Gaya adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan benda bermassa
mengalami percepatan.
F=mxa
Dimana : F = gaya
m = massa
a = percepatan
e. Sudut Puntir /angle of twist (θ) adalah suatu poros dengan panjang L
dikenai momen puntir T secara konstan dikeseluruhan panjang poros.

8. Hal-hal yang Mempengaruhi Kekuatan Material Terhadap Puntiran


a. Panjang batang, semakin panjang batang yang dikenai beban puntir
maka puntiran akan semakin besar.
b. Sifat-sifat material antara lain modulus geser, struktur material, dan
jenis material.
c. Luas penampang batang atau material dimana gaya puntir bekerja.
d. Bentuk penampang batang yang dikenai puntiran.
e. Arah gaya puntir pada batang

9. Sifat-sifat Kimia
a. Kelarutan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi atau menentukan
kelarutan yaitu:
1) Temperatur larutan: Umumnya kalau temperatur naik kelarutan
meningkat.
2) Berat molekul, Struktur molekul: Berat molekul besar maka
kelarutan kecil.
3) Kristalinitas: Menyangkut derajat kristalinitas. Bahan yang
memiliki kristalinitas tinggi seperti polietilen dan polipropilen
mempunyai kelarutan yang kurang, tetapi polimer berkristal yang
biasa larut.
4) Kepolaran: Bahan polimer mudah sekali larut dalam pelarut polar.
5) Pelarut campuran: Klau ke dalam suatu pelarut dimana polimer
bisa larut dibubuhkan pelarut lain, kadang-kadang kelarutannya
meningkat.
b. Tahanan Kimia
Ketahanan kimia berada di daerah luas mulai dari bahan yang sukar
diserang oleh setiap bahan kimia seperti politetraflouroetilen sampai ke
bahan mudah larut dalam pelarut organik seperti dalam asetat dan alkohol,
umpamanya polivinil asetat.
Sifat-sifat ini sampai sejauh tertentu dapat dianggap ditentukan oleh
struktur molekul bahan polimer.
Polimer mempunyai kelompok eter, ester dan amida mudah
terhidrolisa oleh asa. Selulosa, poliester, poliamid, dan polimetil akrilat
mempunyai kecenderungan tersebut. Apabila polietilen bersentuhan
dengan asam belerang pekat atau asam nitrat, akan diserang dan terurai
menerima akibat dari sulfunasi, nitrasi dan oksidasi pada cinin bensin.
Resin urea, resin melami dan resin epoksi menjadi lemah didalam asam
kuat. Terutama resin fenol dan resin metil metakrilat menerima akibat
pengoksidasian asam, sedangkan resin fenol, resin urea, resin melamin dan
banyak resin kondensasi formalin lain sangat dipengaruhi oleh alkali kuat.

10. Karakteristik Baja dan Kuningan


a. Karakteritik Baja
Baja karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan
murah oleh karena itu umumnya sebagian besar baja komersial hanya
mengandung karbon dengan sedikit paduan lain. Baja karbon rendah
(C < 0,3%) memiliki kekuatan sedang dengan keuletan yang sangat
baik dan digunakan dalam kondisi anil atau normalisasi untuk
keperluan konstruksi jembatan, bangunan, kendaraan, dan kapal laut.
Baja karbon (0,3 < C < 0,7 %) sedang dapat dicelup untuk
membentuk martensit disusul dengan penemperan untuk meningkatkan
ketangguhan disamping kekuatan yang telah dimilikinya.
Baja karbon tinggi (0,7 < C < 1,7 %) biasanya dicelup agar keras
disusul dengan penemperan pada 250 derajat celcius sehingga dapat
dicapai kekuatan yang memadai dengan keuletan yang memenuhi
persyaratan untuk per,die dan perkakas potong.
Modulus Elastisitas baja : E = 2,01 x 10^6 kg/cm^2

b. Karakteristik Kuningan
Berbeda dengan baja karbon kuningan adalah logam tahan
karat, selain itu juga kuningan memiliki keuletan yang lebih baik
dibandingkan dengan baja. Tetapi tingkat kekerasan dan ketangguhan
kuningan lebih rendah dibandingkan dengan baja. Sedangkan untuk
konduktivitas listrik kuningan lebih baik daripada baja.
Modulus Elastisitas Kuningan E = 9.17x10^5 kg/cm^2
11. Macam-macam Diagram Tegangan-Regangan
Berikut ini adalah macam-macam diagram tegangan-regangan
untuk beberapa material:

Gambar II. 5. Diagram Tegangan – Regangan Baja Karbon Rendah

Gambar II. 6. Diagram Tegangan – Regangan Besi Cor


Gambar II. 7. Diagram Tegangan – Regangan Bahan Polimer

Gambar II. 8. Diagram Tegangan – Regangan Paduan Al-2%Cu

12. Modulus Elastisitas


1. Regangan
Didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang
dengan panjang awalnya (L). Pertambahan panjang ini tidak hanya
terjadi pada ujungnya saja, tetapi pada setiap bagian batang yang
terentang dengan perbandingan yang sama.
Karena merupakan hasil bagi dari dua besaran yang berdimensi sama,
maka regangan tidak memiliki satuan.

2. Tegangan
Tegangan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya tarik
(F) yang dikerjakan pada benda dengan luas penampangnya (A).

Dalam SI tegangan memiliki satuan atau Pascal.


Besarnya gaya untuk menghasilkan tegangan dan regangan tiap-tiap
benda pada umumnya berbeda, tergantung pada jenis dan sifat benda.

3. Modulus Elastisitas (Modulus Young)


Modulus Elastisitas didefinisikan sebagai perbandingan antara
tegangan, dengan regangan suatu bahan selama gaya yang bekerja tidak
melampaui batas elastisitasnya.

Dalam SI satuan modulus elastisitas sama dengan satuan


tegangan. Semakin besar nilai E, berarti semakin sulit untuk
merentangkan benda, artinya dibutuhkan gaya yang lebih besar.

Berikut ini beberapa Nilai modulus Young untuk beberapa benda :


Jenis Modulus
Zat Young (N/m2)

TungstenSteelCopper 35 x 101020 x
Brass 101011 x 1010
Aluminium 9,1 x 1010
Kaca 7,0 x 1010
Kuarsa 6,5 – 7,8 x 1010
5,6 x 1010

Tabel II. 1. Modulus Young Beberapa Benda

13. Puntiran pada Kawat Baja


Tali/kawat baja sering dipakai pada mesin-mesin pengangkat
sebagai salah satu perangkat mesin pemindah bahan. Dibandingkan
dengan rantai, tali baja mempunyai keunggulan sebagai berikut :
a. Lebih ringan
b. Lebih tahan terhadap sentkan
c. Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan operasi yang tinggi
d. Keandalan operasi yang lebih tinggi
b = 130 sampai 200 Tali baja terbuat dari kawat baja dengan kekuatan
kg/mm2. dimana dalam proses pembuatannya kawat baja diberi perlakuan
panas tertentu dan digabung dengan penarikan dingin, sehingga
menghasilkan sifat mekanis kawat baja yang tinggi.
Salah satu hal yang dapat menyebabkan puntiran pada kawat baja
yaitu proses pembuatan yang dilakukan dengan pemintalan
(penganyaman) yang akan menyebabkan timbulnya gaya internal pada
kawat baja. Hal lain yang dapat menyebabkan puntiran adalah kawat
diberi pembebanan maka pintalan tadi cenderung akan mengecil sehingga
juga akan menyebabkan puntiran pada kawat.
Pada saat tali ditekuk maka akan timbul gaya-gaya yang rumit
pada kawat yang terdiri dari tarikan, tekanan dan puntiran, oleh karena itu
sangatlah sulit untuk mendeteksi gaya-gaya yang terjadi.

14. Tali Baja Anti Puntir


Perkembangan terakhir pada pembuatan tali baja menghasilkan
jenis tali baja yang anti puntir. Tali yang demikian diproduksi oleh The
Odessa Rope Works. Pada tali ini sebelum dipintal setiap kawat dan
untaian dibentuk sesuai dengan kedudukannya di dalam tali. Akibatnya tali
yang tidak dibebani tidak akan mengalami tegangan internal. Tali ini
mempunyai kecenderungan untuk terurai walaupun ujung tali ini tidak
disimpul. Sifat ini akan mempermudah penyambungan anyaman tali.
Diantara keunggulan tali ini dibandingkan tali biasa yaitu :
a. Distribusi beban yang merata pada setiap kawat sehingga tegangan
internal yang terjadi minimal.
b. Lebih fleksibel

2.3 Jenis – Jenis Tumpuan


1. Rol
Rol merupakan tumpuan yang hanyadapat menerima gaya reaksi yang
tegak lurus dengan tumpuanl. Alat ini mampu melawan gaya-gaya dalam
suatu garis aksi yang spesifik.
Penghubung yang terlihat pada gambar dibawah ini dapat melawan gaya
hanya dalam arah tegak lurus dengan tumpuan. Pada gambar dibawah
hanya dapat melawan beban yang tegak lurus dengan tumpuan. Sedang
rol-rol hanya dapat melawan suatu tegak lurus pada tumpuan.
Gambar II. 2. Tumpuan Rol dan DBB
2. Engsel
Engsel merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi
vertikal dan gaya reaksi horisontal. Tumpuan yang berpasak mampu
melawan gaya yang bekerja dalam setiap arah dari bidang.
Jadi pada umumnya reaksi pada suatu tumpuan seperti ini
mempunyai dua komponen yang satu dalam arah horisontal dan yang
lainnya dalam arah vertikal. Tidak seperti pada perbandingan tumpuan rol
atau penghubung,maka perbandingan antara komponen-komponen reaksi
pada tumpuan yang terpasak tidaklah tetap. Untuk menentukan kedua
komponen ini, dua buah komponen statika harus digunakan.

Gambar II. 3. Tumpuan Engsel dan DBB


3. Jepit
Jepit merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi
vertical, gaya reaksi horizontal dan momen akibat jepitan dua
penampang. Tumpuan jepit ini mampu melawan gaya dalam setiap
arah dan juga mampu melawan suaut kopel atau momen. Secara
fisik,tumpuan ini diperoleh dengan membangun sebuah balok ke
dalam suatu dinding batu bata. Mengecornya ke dalam beton atau
mengelas ke dalam bangunan utama. Suatu komponen gaya dan
sebuah momen

Gambar II. 4. Tumpuan Jepit dan DBB

2.4 Alat – Alat Pengujian Pada Uji Puntir (Internet)

ALAT UJI PUNTIR

Alat uji puntir sering juga disebut dengan alat uji torsi atau alat uji torque adalah
suatu alat yang dirancang untuk mengukur seberapa besar gaya puntir yang dapat
dilakukan saat kita melakukan pengujian dari suatu alat. Caranya adalah dengan
memuntir batang uji terus-menerus sampai batang uji itu putus atau mencapai
jumlah puntiran yang ditentukan. Putarannya harus searah.
Alat uji puntir biasa digunakan oleh industri untuk pengukuran dan mendapatkan
data kekuatan puntir suatu aplikasi, sehingga standar yang ingin diketahui dapat
diterima dan diketahui.
Alat uji puntir yang ada di alatuji.com adalah untuk memberikan solusi baik bagi
industri yang membutuhkan untuk kepentingan aplikasi yang ada pada industri.
berikut merupakan perangkat Alat uji puntir :

 TQ-STR6 Torsional
 Torsion Testing Machine (30Nm) (SM1001)
 PNW-1400 Computer Controlled Light Wheel Torsion Fatigue Testing
Machine
 NJS-02 Digital Display Torsion Testing Machine
 TNS-DW Series Micro Computer Controlled Torsion Testing Machine

2.5 Istilah – Istilah


 Puntir adalah peristiwa yang terjadi pada suatu material yang diberikan
torsi dengan arah yang berlawanan dan memiliki jarak tertentu.
 Gaya adalah aksi yang diberikan pada suatu benda.sehingga benda
mengalami perpindahan, kecepatan, dan percepatan.
 Gaya dalam adalah gaya reaksi yang terjadi di dalam benda akibat
pembebanan yang diberikan.
 Gaya luar adalah gaya yang ada diluar benda sebagai aksi reaksi dari
sebuah benda.
 Momen adalah benda yang diberi beban dalam jarak tertentu sehingga
benda tersebut berputar terhadap satu titik.
 Torsi adalah benda yang diberi beban dalam jarak tertentu sehingga
benda tersebut berputar terhadap sumbunya.
 Tegangan adalah kemampuan suatu luas benda untuk menahan gaya
yang diberikan.
 Regangan adalah perbandingan antara perubahan panjang (ΔL) dengan
panjang awalnya (Lo).
 Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi
pada porosnya
 Kopel adalah suatu peristiwa yang terjadi pada material akibat gaya
yang sejajar , berlawanan arah , dan memiliki besar yang sama.
2.6 Jenis – jenis tegangan

Tegangan Geser dan tegangan normal

Tegangan geser berbeda dengan tegangan tarik maupun tegangan tekan,


karena tegangan geser disebabkan oleh gaya yang bekerja sepanjang atau
sejajar dengan luas penahan gaya, sedangkan tegangan tarik atau tegangan
tekan disebabkan oleh gaya yang tegak lurus terhadap luas bidang gaya.

Tegangan geser terjadi apabila beban terpasang menyebabkan salah satu


penampang benda cenderung mengelincir pada penampang yang
bersinggungan.

a. Tegangan Normal
Tegangan normal terjadi akibat adanya reaksi yang diberikan pada benda.
Jika gaya dalam diukur dalam N, sedangkan luas penampang dalam m2,
maka satuan tegangan adalah N/m2 atau dyne/cm2.

 Tegangan Normal akibat beban aksial


Adalah tegangan yang di akibatkan oleh beban akibat beban
dengan arah aksial.beberapa contoh Tegangan normal akibat
beban aksial

 Tegangan Tarik
Tegangan tarik pada umumnya terjadi pada rantai, tali, paku
keling, dan lain-lain. Rantai yang diberi beban W akan
mengalami tegangan tarik yang besarnya tergantung pada
beratnya.

Gambar Tegangan Tarik

 Tegangan Tekan
Tegangan tekan terjadi bila suatu batang diberi gaya F yang
saling berlawanan dan terletak dalam satu garis gaya.
Misalnya, terjadi pada tiang bangunan yang belum mengalami
tekukan, porok sepeda, dan batang torak. Tegangan tekan
dapat ditulis:

Gambar Tegangan Tekan


 Tegangan Normal akibat momen lentur
Adalah tegangan yang diakibatkan oleh momen yang
ditimbulkan oleh gaya luar.contohnya

Tegangan Lentur.

Menurut teori lentur sederhana, distribusi tegangan di dalam


penampang yang mendukung momen lentur dinyatakan dengan
persamaan :
M. y
fy 
I

dengan :

fy = tegangan lentur

M = momen pada penampang yang ditinjau.

y = jarak serat ke pusat berat penampang.

I = momen inersia (kelembamam).

persamaan (1) berlaku untuk penampang yang masih elastis


dan batas berlakunya sampai dengan serat terluar mencapai
tegangan leleh. Persamaan (1) tidak berlaku bila sebagaian
atau seluruh telah menjadi plastis.

Selanjutnya akan ditinjau tegangan yang terjadi pada salah satu


potongan balok yang penampangnya persegi empat dan
mendukung momen lentur bertahap, dari nol hingga seluruh
seratnya mencapai tegangan leleh, distribusi tegangan
ditunjukan dengan gambar 1.b. Pada kondisi ini distribusi
tegangan masih linier.
C C1 C
h 4
C2 1
2 y0 h
h 3 2
3

T T2 T
T1
b
(a) balok segiempat (b) elastis (c) elastis-plastis (d) plastis
Gambar 1. distribusi tegangan akibat lentur.

b. Tegangan Geser
Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya yang
berlawanan arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun
pada penampangnya tidak terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi
pada konstruksi. Misalnya: sambungan keling, gunting, dan sambungan
baut.

Tegangan geser terjadi karena adanya gaya radial F yang bekerja pada
penampang normal dengan jarak yang relatif kecil, maka pelengkungan
benda diabaikan. Untuk hal ini tegangan yang terjadi adalah Apabila pada
konstruksi mempunyai n buah paku keling, maka sesuai dengan persamaan
dibawah ini tegangan gesernya adalah

 Tegangan geser akibat gaya lintang

Adalah tegangan geser yang timbul akibat reaksi gaya dalam


terhadap gaya luar yang diberikan.contohnya

 Tegangan Lentur

Gambar Tegangan Lentur

 Tegangan geser akibat momen puntir

 Tegangan Torsi (Puntir)

Terkadang suatu komponen struktu rmenerima puntiran,


kopel punter atau momen puntiran.Puntiran tersebut
menimbulkan tegangan geseran yang disebut sebagai
tegangan geser puntir.
Tegangan punter sering terjadi pada poros roda gigi dan
batang-batang torsi pada mobil, juga saat melakukan
pengeboran. Jadi, merupakan tegangan tangensial.

Gambar II.21. Tegangan Puntir

2.7 Pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material


Sifat Mekanik
Beberapa sifat mekanik yang penting :
1. Kekuatan (Strength)
bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah.
Kekuatan ini tergantung pada jenis pembebannya, yaitu :
 Kekuatan tarik akibat beban tarik
 Kekuatan geser akibat beban geser
 Kekuatan tekan akibat beban tekan
 Kekuatan torsi akibat beban torsi
 Kekuatan lengkung akibat beban bending
2. Kekerasan (hardness)
Kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi
atau penetrasi.
Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance).
Kekerasan juga berkorelasi dengan kekuatan.
3. Kekenyalan (elastisitas)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan.
4. Kekakuan (stiffness)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan / beban tanpa mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk(deformasi/defleksi
5. Plastisitas (plasticity)
Kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis tanpa
mengakibatkan terjadinya kerusakan
6. Ketangguhan (toughness)
Kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energy tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan.
7. Kelelahan (fatique)
Kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima beban yang berulang/dynamic
yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan
elastiknya.
8. Creep (merangkak)
Kecenderuangan suatu logam untuk mengalami deformasi plastic yang besarnya
merupakan fungsi waktu.

2.8 Kurva Tegangan – Regangan

Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan


panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan
tersebut.
Gbr.1 Gambaran singkat uji tarik dan datanya

Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum


bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut
“Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa
Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.

Hukum Hooke (Hooke’s Law)

Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik,
hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan
perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear
zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan
Hooke sebagai berikut:

rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah
pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan.

Stress: σ = F/A F: gaya tarikan, A: luas penampang

Strain: ε = ΔL/L ΔL: pertambahan panjang, L: panjang awal


Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E=σ/ε

Untuk memudahkan pembahasan, Gbr.1 kita modifikasi sedikit dari hubungan


antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara
tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan Gbr.2,
yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E
adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ)
dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau
“Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress
seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).

Gbr.2 Kurva tegangan-regangan

Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan
dimensi seperti pada Gbr.3 berikut.
Gbr.3 Dimensi spesimen uji tarik (JIS Z2201).

Gbr.4 Ilustrasi pengukur regangan pada spesimen

Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain


gage) yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada Gbr.4. Bila
pengukur regangan ini mengalami perubahan panjang dan penampang, terjadi
perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian
dikonversi menjadi perubahan regangan.

2. Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam

Sekarang akan kita bahas profil data dari tensile test secara lebih detail. Untuk
keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat
digeneralisasi seperti pada Gbr.5.
Gbr.5 Profil data hasil uji tarik

Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan


berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada Gbr.5. Asumsikan bahwa kita
melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah
dalam gambar.

Batas elastisσE ( elastic limit)


Dalam Gbr.5 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban
sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut
akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula)
yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gbr.5). Tetapi bila beban
ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat
perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen
(permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari
0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi
yang universal mengenai nilai ini. [1]

Batas proporsional σp (proportional limit)


Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada
standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama
dengan batas elastis.
Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.5
yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai
daerah landing.

Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)


Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan
deformasi elastis ke plastis.

Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)


Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase
deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka
yang dimaksud adalah tegangan ini.

Regangan luluh εy (yield strain)


Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

Regangan elastis εe (elastic strain)


Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

Regangan plastis εp (plastic strain)


Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

Regangan total (total strain)


Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp.
Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah
regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan
besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)


Pada Gbr.5 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan
maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (breaking strength)
Pada Gbr.5 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana
bahan yang diuji putus atau patah.

Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan
plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas,
tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan
regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (Gbr.6).

Gbr.6 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier

Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal,
N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.

3. Istilah lain

Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar
interpretasi hasil uji tarik.

Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis
yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan
disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih
dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).

Derajat kelentingan (resilience)


Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap
energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus
Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit
volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus kelentingan ditunjukkan
oleh luas daerah yang diarsir.

Derajat ketangguhan (toughness)


Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan
tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of
toughness). Dalam Gbr.5, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah
dibawah kurva OABCD.

Pengerasan regang (strain hardening)


Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan
berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.

Tegangan sejati , regangan sejati (true stress, true strain)


Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah
dibahas di atas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan
regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang
bahan secara real time.

2.9 Hubungan Tegangan – Regangan


Grafik tegangan σ dan regangan ε adalah linear - elastik untuk
small deflection. Artinya, jika gaya F diberikan pada benda
sedemikian sehingga terjadi regangan ε, maka perbandingan antara
gaya F dengan perpindahan kecil δL adalah sebanding dengan
perbandingan tegangan σ terhadap regangan ε. Perbandingan nilai σ
terhadap regangan ε adalah suatu konstanta E yang dinamakan
modulus elastisitas yang tergantung pada bahan. Inilah yang
dinamakan linear. Modulus ini nilainya berubah terhadap suhu, dan
dalam waktu yang sangat lama berubah juga terhadap waktu. yang
dimaksud elastik adalah, jika gaya F tadi dihilangkan, maka benda
yang berdeformasi akan kembali pada posisi semula. Untuk prinsip-
prinsip dasar mekanika, analisis selalu berada dalam daerah linear -
elastik dan harga E yang tetap.
Tegangan merupakan parameter yang lebih berarti dari pada gaya
dalam mempelajari bahan, karena efek gaya terpakai P pada suatu
bahan terutama tergantung kepada luas penampang dari bagan
struktur. Sebagai akibatnya adalah biasa menggambarkan diagram
hubungan antara tegangan dan regangan dalam laporan pengujian
tertentu. Diagram diagram demikian menentukan hubungan antara
tegangan dan regangan, dan untuk berbagai macam kegunaan
dianggap tidak tergantung dari ukuran specimen dan panjang
ukurannya.
Untuk kurva-kurva tegangan-regangan ini, biasa pula digunakan
skala ordinat untuk tegangan dan skala absis untuk untuk regangan.
Tegangan biasa dihitung berdasarkan luas asli dari spesimen,
meskipun bagaimana disebutkan sebelumnya penyusutan dan
pemuaian dari bahan selalu terjadi setiap saat. Bila tegangan dihitung
dengan membagi gaya terpakai dengan luas bersangkutan yang
sesungguhnya dari specimen pada saat yang sama, maka kita
memperoleh apa yang disebut tegangan sejati. Plot tegangan sejati vs
regangan disebut kurva tegangan-regangan sejati. Kurva-kurva seperti
itu jarang digunakan dalam praktek.
Secara eksperimen diterangkan bahwa diagram tegangan-regangan
sangat berbeda untuk bahan-bahan yang berbeda. Untuk bahan yang
sama diagram ini berbeda pula, tergantung pada suhu pengujian yang
dilakukan, kecepatan pengujian dan beberapa variabel lainnya. Tetapi,
umumnya ada dua jenis diagram yang dikenal. Yang satu jenis untuk
baja tuang, bahan ulet yang banyak digunakan dalam kontruksi. Jenis
yang lainnya bermacam - macam bahan seperti baja perkakas, beton,
tembaga, dan seterusnya mempunyai kurva jenis ini, meskipun
mempunyai harga ekstrim dari regangan dimana bahan-bahan ini
dapat bertahan.

III. INSTALASI PERCOBAAN

Gambar III. 1. Instalasi Percobaan Uji Puntir

IV. PROSEDUR PRAKTIKUM


Langkah – langkah yang dilakukan dalam pengujian adalah sebagai
berikut :
1. Siapkan alat pengujian beserta digital force display, kunci chuck, dan
specimen.
2. Hubungkan digital force display dengan sensor pada alat pengujian.
3. Hubungkan digital force display tersebut dengan saklar arus listrik.
Lalu periksa apakah digital force display sudah terpasang dengan baik.
4. Siapkan spesimen uji dan ukur dimensi spesimen tersebut.
5. Letakan kedua ujung spesimen pada chuck yang ada dialat pengujian
dengan ukuran yang sudah ditentukan. Lalu kunci kedua chuck
tersebut.
6. Beri pembebanan sesuai gaya atau sudut yang ditentukan. Lalu lihat
hasil pada digital force display (gaya) dan protactor scale (sudut).
7. Masukan data yang akan diambil pada table pengamatan.
8. Pengolahan data.
V. ANALISA
 Terjadi perbedaan antara hasil percobaan dan hasil perhitungan di
hampir semua perhitungan.
 Adanya perbedaan antara θ pada baja dan θ pada kuningan ,
dikarenakan perbedaan Modulus Geser antara baja dan kuningan
 Pada percobaan kuningan terjadi error yang lebih besar
kemungkinan dikarenakan kesalahan penglihatan ketika
mengambil data sudut θ.
 Dengan F yang sama ,θ kuningan lebih besar dibanding dengan
baja kemungkinan dikarenakan, σyield baja lebih tinggi
dibandingkan dengan kuningan.
 θ pada pengukuran lebih besar dari pada θ perhitungan ,
kemungkinan dikarenakan setting nol yang tidak benar.
VI. KESIMPULAN
 Semakin besar tegangan puntir yang diberikan maka semakin besar
juga sudut θ pada material.
 Pada kuningan dengan F yang sama tetapi sudut θ nya lebih besar ,
ini menandakan bahwa baja lebih kaku dari kuningan.
 Jika perhitungan dan pengambilan data dilakukan secara akurat
perbedaan antara pengukuran dan perhitungan tidak akan berbeda
jauh.
 Sifat mekanik kekuatan baja lebih tinggi dibandingkan dengan
kuningan
 Dari perbandingan hasil pengukuran dan perhitungan hasilnya
perhitungan lah lebih akurat.
VII. DAFTAR PUSTAKA
http://muchlis88.blogspot.com/2011/03/jenis-jenis-tumpuan-dan-
reaksi.html
http://iwansugiyarto.blogspot.com/2011/11/puntiran.html
http://www.scribd.com/doc/38673396/Bab-3-Puntiran
http://www.alatuji.com/detail/155/500/tns-dw-series-micro-computer-
controlled-torsion-testing-machine#.UWqmGixPGcI
http://www.alatuji.com/detail/155/499/njs-02-digital-display-torsion-
testing-machine#.UWqmGSxPGcI

Anda mungkin juga menyukai