Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MATA KULIAH BIOLOGI

SIKLUS ENERGI

Disusun Oleh :

Nur Aida Agustina (I1D019005)


Runi Anggriani (I1D019012)
Salma Saniyyah Sari (I1D019013)
Mutiara Maliha Zahra (I1D019022)
Windi Prisria Putri (I1D019029)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PRODI ILMU GIZI

PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah biologi mengenai “Siklus Energi”

Adapun makalah biologi tentang “Siklus Energi" ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun
segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah biologi ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah biologi ini kita dapat
mengambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap
pembaca.

Purwokerto, 10 Desember 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Udara, air, tanah, kehidupan, dan teknologi saling berkaitan secara erat.
Atmosfer merupakan lapisan tipis gas-gas yang menyelimuti permukaan bumi,
memegang peranan penting sebagai tempat penampungan (reservoir) dari
berbagai macam gas. Atmosfer juga menyeimbangkan panas bumi, mengabsorpsi
energi dan merusak radiasi sinar ultra violet yang datang dari matahari. Selain itu
memindahkan energi panas dari wilayah ekuator, serta berfungsi sebagai jalan
atau media pergerakan air pada phase uap dalam siklus hidrologi (Achmad, 2004).
Suatu ekosistem terdiri dari interaksi yang menguntungkan antara organisme-
organisme dengan lingkungannya di mana terjadi pertukaran dari sejumlah besar
material-material dalam bentuk siklus, yang dikenal dengan siklus materi. Siklus
materi menyangkut bagaimana aliran atau perjalanan materi yang terdiri dari
bahan-bahan kimia dari satu media ke media lainnya di dalam lingkungan,
termasuk di dalamnya media kehidupan. Bahan-bahan kimia yang termasuk
penyusun kehidupan yang paling banyak antara lain: karbon, nitrogen, oksigen,
belerang, dan fosfor (Achmad, 2004).
Secara struktural setiap siklus materi terdiri dari bagian cadangan dan bagian
yang mengalami pertukaran. Di dalam bagian cadangan, unsur kimia tersebut
akan terikat dan sulit bergerak, atau pergerakannya lambat. Di dalam bagian
pertukaran, unsur kimia tersebut aktif bergerak atau mengalami pertukaran. siklus
materi dibedakan atas dua tipe, yaitu tipe gas dan tipe sidimeter. Nitrogen
merupakan salah satu siklus materi tipe gas. Bagian cadangannya terdapat di
dalam atmosfer. Sedangkan siklus fosfor merupakan contoh siklus materi tipe
sedimenter. Bagian cadangan siklus fosfor terdapat di dalam tanah atau kerak
bumi dan sukar terlarut, sehingga siklus ini mudah terganggu (Kuncoro, 2007).
Dalam siklus nitrogen, fosfor maupun belerang, terdapat organisme-
organisme yang mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya siklus
tersebut, misalnya organisme penambat nitrogen bebas. Pengetahuan mengenai
peranan organisme dalam siklus materi dapat dimanfaatkan manusia, misalnya
dalam bidang pertanian. Siklus materi yang satu dengan yang lain dapat saling
terkait atau mempengaruhi. Hal ini dapat dilihat misalnya pada siklus belerang.
Aktivitas manusia juga dapat mempengaruhi siklus materi. Sebagai contohnya
adalah kegiatan pabrik dan mesin-mesin kendaraan bermotor dapat meningkatkan
kandungan senyawa-senyawa oksidasi belerang, dan oksida nitrogen di udara
(Kuncoro, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan siklus biogeokimia?
2. Apa saja jenis-jenis siklus biogeokimia?
3. Apakah fungsi dari siklus biogeokimia?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian siklus biogeokimia
2. Mengetahui jenis-jenis siklus biogeokimia
3. Mengetahui fungsi siklus biogeokimia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Siklus Biogeokimia

Di dalam ekosistem terdapat dua karakteristik dasar yang perlu


diperhatikan, yaitu aliran energi dan siklus materi. Energi tidak dapat dibuat
ataupun didaur ulang. Sehingga hanya melalui peoses aliran energi dan bergerak
satu arah dengan dimulai dari cahaya matahari ke produsen yang akan diubah
menjadi energi (zat kimia) dan mengalir pada konsumen yang selanjutnya akan
mengalir ke lingkungan dalam bentuk panas. Sedangkan materi dapat melakukan
daur ulang secara kontinue melalui ekosistem. Di dalam lingkungan materi dalam
bentuk unsur-unsur kimia akan beredar dari lingkungan (tanah, air dan udara)
masuk ke dalam organisme melalui rantai dan jaring-jaring organisme kembali
lagi ke lingkungan.

Biogeokimia atau siklus materi adalah pengkajian pertukaran atau


perubahan yang terus menerus dari bahan-bahan antara komponen biosfer yang
hidup dan sudah mati. Biogeokimia juga merpakan aliran ion ataupun molekul
dari nutrien yang dipindahkan dari lingkungan ke organisme (komponen hidup)
dan dikembalikan lagi ke komponen tak hidup (abiotik) dengan keteraturan dan
menunjukan suatu kondisi keseimbangan yang dinamis dan berbentuk siklus.
Cakupan dari siklus biogeokimia adalah siklus hidrologi, atmosfer dan sedimen
(Basukriadi, 2011).

Dalam biogeokimia, istilah “bio” digunakan untuk merujuk pada


organisme “geo” berarti batu, udara dan air dari bumi, sedangkan kimia yang
dimaksud adalah unsur-unsur kimia beserta reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam
lingkungan. Pergerakan unsur-unsur kimia dan senyawa anorganiknya sangat
penting bagi kehidupan organisme seperti manusia, hewan dan tumbuhan. Materi
yang menyusun organisme berasal dari bumi berupa unsur-unsur dan senyawa
kimia yang merupakan makhluk hidup dan tak hidup (Indriyanto, 2010).

Siklus materi terjadi dalam suatu rantai makanan yang mengalir dari satu
mata rantai makanan ke mata rantai makanan yang lain. Jika suatu makhluk hidup
mati, bukan berarti aliran materi berhenti, melainkan makhluk yang mati akan
dimakan oleh makhluk hidup yang lain. Materi tidak akan pernah habis, dan selalu
mengalir dari lingkungan ke organisme dan sebaliknya untuk di daur ulang
(Soemarwoto, 2004).

Dalam lingkungan, materi berupa karbon, oksigen, nitrogen, hydrogen dan


fosfor dimanfaatkan dalam makhluk hudup seperti tumbuhan yang berperan
sebagai produsen untuk membuat bahan organic dengan bantuan cahaya matahari
yang berasal dari rekasi kimia. Bahan organic yang dihasilakn akan digunakan
oleh konsumen baik primer maupun sekunder untuk pemenuhan energi dalam
kelangsungan hidup. Setelah konsumen mati, maka sisa makhluk hdiup akan
diuraikan oleh detritivor menjadi zat-zat organic sederhana untuk digunakan
kembali oleh produsen melalui penyerapan akar dalam tanah. Hal tersebut
menunjukan alur daur biotik-abiotik dalam ekosistem (Rososoedarmo, 1986).

Meskipun di bumi energi terdapat dalam jumlah yang banyak, namun


unsur-unsur kimia yang tersedia jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, meteoroid
yang mneghantam bumi adalah satu-satunya sumber baru yang berasal dari luar.
Sehingga, kehidupan di bumi hanya bergantung pada daur ulang unsur-unsur
kimia esensial yang tersedia. Daur biogeokimia tersebut berfungsi sebagai
pengatur kestabilan kehidupan dalam ekosistem, sehingga kestabilan kehidupan
tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan dalam proses kehidupan. Apabila proses ini
berhenti, maka kestabilan proses kehidupan akan berhenti. Sehingga biogeokimia
sangat penting bagi kehidupan (Campbell, 2008).

Di dalam ekosistem terdapat banyak macam materi yang mengalami


perputaran siklus, namun ada 5 macam siklus materi yang umum dikenal, yaitu:
1. Siklus air
2. Siklus karbon dan oksigen
3. Siklus nitrogen
4. Siklus fosfor
5. Siklus sulfur

B. Jenis-jenis Siklus Biogeokimia

1. Siklus Karbon dan Oksigen


Karbon dan oksigen diambil tumbuhan dari atmosfer dalam bentuk CO2
dalam bentuk CO2 dan melalui fotosintesis (bersenyawa dengan air dengan
bantuan energi matahari menghasilkan glukosa bagi tumbuhan yang ditimbun
dalam energi ikatan kimia (Utomo, 2015).

Gambar 1.1
Daur Karbon dan Oksigen

Karbon merupakan bahan dasar penyusun senyawa organik. Di dalam


organisme hidup terdapat 18% karbon. Kemampuan saling mengikat pada atom-
atom karbon (C) merupakan dasar bagi keragaman molekul dan ukuran molekul
yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Selain terdapat dalam bahan organik,
karbon juga ditemukan dalam senyawa anorganik, yaitu gas karbondioksida (CO2)
dan batuan karbonat (batu kapur dan koral) dalam bentuk calsium karbonat
(CaCO3). Organisme autotrof (tumbuhan) menangkap karbon dioksida dan
mengubahnya menjadi karbohidrat, protein, lipida, oksigen dan senyawa organik
lainnya. Bahan organik yang dihasilkan tumbuhan ini merupakan sumber karbon
bagi hewan dan konsumen lainnya. Oksigen dibutuhkan manusia dan hewan
untuk bernapas. Pada setiap tingkatan trofik rantai makanan, karbon kembali ke
atmosfer atau air sebagai hasil pernapasan (respirasi) dalam bentuk CO2. Setiap
tahun, tumbuhan mengeluarkan sekitar sepertujuh dari keseluruhan CO2 yang
terdapat di atmosfer. Meskipun konsentrasi CO2 di atmosfer hanya sekitar 0,03%,
namun karbon mengalami siklus yang cepat, sebab tumbuhan mempunyai
kebutuhan yang tinggi akan gas CO2 (Achmad, 2004).
Walaupun begitu, sejumlah karbon dipindahkan dalam waktu yang lebih
lama. Hal ini mungkin terjadi karena karbon terkumpul di dalam kayu dan bahan
organik lain yang tahan lama, termasuk batu bara dan minyak
bumi. Perombakan oleh detritivor akhirnya mendaur ulang karbon ke atmosfer
sebagai CO2. Selain itu pembakaran kayu dan bahan bakar fosil juga ikut
berperan, karena api dapat mengoksidasi bahan organik atau kayu menjadi CO2
dengan lebih cepat (Cahyono, 2017).

2. Siklus Air
Siklus air dapat disebut juga siklus hidrologi. Siklus hidrologi merupakan
sirkulasi air dari badan air ke atmosfer lalu ke tanah, kemudian berputar terus-
menerus.
.

Gambar 1.2
Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi bermula dari panas yang bersumber dari sinar matahari akan
mengakibatkan evaporasi (penguapan pada permukaan air sungai, danau, waduk,
dan pada permukaan tanah), transpirasi (penguapan dari permukaan tanaman).
Uap air hasil penguapan ini pada ketinggian tertentu akan menjadi awan.
Kemudian karena beberapa sebab, awan akan berkondensasi menjadi presipitasi
(bisa dalam bentuk salju, hujan es, hujan, dan embun) (Syarifudin, 2017).
Air hujan yang jatuh kadang tertahan oleh ujung daun atau bangunan,
dsb. Istilah untuk hal tersebut adalah intersepsi, di mana besarnya intersepsi pada
tanaman tergantung dari jenis tanaman atau tingkat pertumbuhan. Air hujan yang
mencapai tanah sebagian terinfiltrasi (menembus permukaan tanah), sebagian lagi
menjadi aliran air di atas permukaan (over-land flow) kemudian terkumpul di
saluran. Aliran ini disebut surface run-off. Hasil infiltrasi sebagian mengalir
menjadi aliran air bawah permukaan (interflow/ sub-surface flow/ through flow),
sebagian lagi akan membasahi tanah. Air yang menjadi bagian dari tanah dan
berada dalam pori-pori tanah disebut air soil. Air akan terus mengalir pada suatu
situasi dan kondisi tertentu, mencapai danau, sungai, dan laut menjadi depression
storage (simpanan air akibat cekungan) karena mencari tempat yang lebih rendah
(Syarifudin, 2017).
Siklus hidrologi terbagi menjadi tiga, yakni siklus pendek, sedang, dan
panjang. Siklus pendek biasa terjadi di laut lepas, dimulai dari evaporasi air laut,
kondensasi, lalu presipitasi di laut itu pula. Siklus sedang biasa terjadi di daerah
kepulauan atau negara iklim tropis karena uap air diperoleh juga dari transpirasi
tumbuhan serta setelah kondensasi, awan terdorong ke daratan untuk melakukan
presipitasi, setelah itu air hujan dapat mengalir ke bawah (run-off) atau terserap ke
tanah (infiltrasi). Siklus panjang biasa terjsdi di kutub atau negara dengan banyak
musim, karena hujan turun dalam bentuk salju, serta sebelumnya uap air didapat
juga dari sublimasi salju dan gletser (UDINUS, 2019).

3. Siklus Nitrogen
Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) yang terdapat di
atmosfir, yang takarannya mencapai 78 persen volume, dan sumber lainnya yang
ada di kulit bumi dan perairan. Nitrogen juga terdapat dalam bentuk yang
komplek, tetapi hal ini tidak begitu besar sebab sifatnya yang mudah larut dalam
air. Pada umumnya derivat nitrogen sangat penting bagi kebutuhan dasar nutrisi,
tetapi dalam kenyataannya substansi nitrogen adalah hal yang menarik sebagai
polutan di lingkungan. Dapat terjadi perubahan global di lingkungan oleh adanya
interaksi antara nitrogen oksida dengan ozon di zona atmosfir. Juga adanya
perlakuan pemupukan (fertilization treatment) yang berlebihan dapat
mempengaruhi air tanah (soil water), sehingga dapat mempengaruhi kondisi air
minum bagi manusia. Khusus di laut, kelebihan unsur N dan P akan
mengakibatkan kejadian blooming dapat menimbulkan tumbuhnya beberapa alga
yang beracun bagi kehidupan fauna, hal ini sangat merugikan produksi (Rompas,
1998).

Bentuk atau komponen N di atmosfir dapat berbentuk ammonia (NH3),


molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O), nitrogen oksida (NO), nitrogen
dioksida (NO2), asam nitrit (HNO2), asam nitrat (HNO3), basa amino (R3-N) dan
lain-lain dalam bentuk proksisilnitri (Soderlund dan Rosswall, 1980). Dalam
telaah kesuburan tanah proses pengubahan nitrogen dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu mineralisasi senyawa nitrogen komplek, amonifikasi,
nitrifikasi, denitrifikasi, dan volatilisasi ammonium (Mas’ud, 1992).
Gambar 1.3
Siklus Nitrogen

Sejumlah organisme mampu melakukan fiksasi N dan N-bebas akan


berasosiasi dengan tumbuhan. Senyawa N-amonium dan N-nitrat yang
dimanfaatkan oleh tumbuhan akan diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali
memasuki sistem lingkungan melalui sisa-sisa jasad renik. Proses fiksasi
memerlukan energi yang besar, dan enzim (nitrogenase) bekerja dan didukung
oleh oksigen yang cukup. Kedua faktor ini sangat penting dalam memindahkan N-
bebas dan sedikit simbiosis oleh organisme (Rompas, 1998).
Nitrogen organic diubah menjadi mineral N-amonium oleh mikroorganisasi
dan beberapa hewan yang dapat memproduksi mineral tersebut seperti : protozoa,
nematoda, dan cacing tanah. Serangga tanah, cacing tanah, jamur, bakteri dan
aktinbimesetes merupakan biang penting tahap pertama penguraian senyawa N-
organik dalam bahan organic dan senyawa N-kompleks lainnya (Mas’ud, 1993).
1. Fiksasi Nitrogen
Fiksasi gas nitrogen menjadi amonia dan nitrogen organic oleh
mikroorganisme (Latuconsina, 2019). Molekul nitrogen, N2, sangat
lembam. Untuk memecahkan molekul itu agar atom-atomnya dapat
bergabung dengan atom-atom lain diperlukan pemasukan sejumlah
besar energi. Tiga proses berperan penting dalam fiksasi nitrogen dalam
biosfer. Salah satu diantaranya ialah halilintar. Energi yang luar biasa
besarnya pada halilintar memecahkan molekul-molekul nitrogen dan
memungkinkan bergabung dengan oksigen dalam udara. Nitrogen
oksida terbentuk yang larut dalam hujan membentuk kitrat. Dalam
bentuk ini senyawa itu terbawa ke bumi. Fiksasi nitrogen di atmosfer
ini mungkin diperkirakan sekitar 5-8% dari keseluruhannya (Kimball,
1992).
Keperluan akan nitrat dalam pembuatan bahan peledak yang
konvensional mengakibatkan perkembangan proses fiksasi nitrogen
secara industry di Jerman. Dalam proses hydrogen ini (biasanya berasal
dari gas alam atau petroleum) dan nitrogen bereaksi untuk membentuk
ammonia, NH3. Agar reaksi itu berjalan secara efisien, harus dalam
suhu tinggi (600°C), dengan tekanan yang tinggi sekali, dan ada suatu
katalisator (Kimball, 1992).
Secara pasti produktivitas pertanian bergantung pada laju fiksasi
nitrogen yang sekarang ini amat tinggi. Akan tetapi, efek samping yang
merusak dapat terlihat pada danau dan sungai karena pupuk nitrogen
merembes dari tanah pertanian sekitarnya dan menyuburkan “kembang”
algae (Kimball, 1992).
Mikroorganisme tertentu lainnya dapat mengikat nitrogen
atmosfer. Sebenarnya, kemampuan mengikat nitrogen ternyata
merupakan kemampuan prokariota semata-mata. Bakteri lain yang
mengikat nitrogen (misalnya Azotobacter, Clostridium) hidup bebas
dalam tanah. Beberapa algae hijau-biru juga mampu mengikat nitrogen
dan berperan dalam mempertahankan kesuburan lingkungan sedikit
berair seperti sawah-sawah (Kimball, 1992).
2. Amonifikasi
Amonifikasi nitrogen organic untuk menghasilkan ammonia
selama proses dekomposisi bahan organic. Proses ini banyak dilakukan
oleh mikroba dan jamur. Autolisis (pecahnya) sel dan ekskresi
ammonia oleh zooplankton dan ikan juga berperan sebagai pemasok
ammonia (Latuconsina, 2019).
3. Nitrifikasi
Nitrifikasi, yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat.
Proses oksidasi ini dilakukan oleh bakteri aerob. Nitrifikasi berjalan
secara optimum pada pH 8 dan pada pH < 7 berkurang secara nyata
(Latuconsina, 2019).
Ammonia dapat secara langsung diambil oleh tumbuhan melalui
akar dan sebagaimana diperagakan dalam beberapa spesies, melalui
daun-daunnya. Akan tetapi, sebagian besar ammonia yang dihasilkan
oleh pembusukan diubah menjadi nitrat. Hal ini terlaksana dalam dua
langkah. Bakteri genus Nitrosomonas mengoksidasi NH3 menjadi nitrit
(NO2-). Nitrit kemudian dioksidasikan menjadi nitrat (NO3-) oleh
bakteri genus Nitrobacter. Kedua kelompok bakteri hemoautotrofik ini
disebut bakteri nitrifikasi. Melalui kegiatannya, nitrogen dengan mudah
tersedia bagi akar tumbuhan (Kimball, 1992).
4. Denitrifikasi
Denitrifikasi, yaitu reaksi nitrat menjadi nitrit (NO2), dinitrogen
oksida (NO2O), dan molekul nitrogen (N2). Proses reduksi nitrat
menjadi optimum pada kondisi anoksik (tanpa oksigen). Proses ini juga
melibatkan bakteri dan jamur. Dinitrogen oksida adalah produk utama
dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen sangat rendah,
sedangkan molekul nitrogen adalah produk utama dari proses
denitrifikasi pada perairan dengan kondisi anaerob (Latuconsina, 2019).
Transformasi nitrogen yang tidak melibatkan factor biologi adalah
penyerapan dan pengendapan (sedimentasi). Sumber utama nitrogen antropognik
(aktivitas manusia) di perairan berasal dari wilayah pertanian yang menggunakan
pupuk secara intensif maupun dari kegiatan domestic. Nitrogen dalam tanah,
danau, air laut, dan lainnya mengalami proses nitrifikasi oleh organisme detritus,
di mana gugus amino diubat menjadi nitrit.
2NH3 + 3O2 2NO2 + 2H2O + 2H+
Setelah nitrit terbentuk maka bakteri nitrobakteri berperan menggabungkan
nitrit dengan oksigen untuk membentuk nitrat.
2NH3 + O2 2NO3
Nitrat (NO3) dihasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh tumbuhan
diubah menjadi protein. Selanjutnya tumbuhan atau hewan mati, pengurai
merombaknya menjadi gas amoniak (NH3) dan garam ammonium yang larut
dalam air (NH4+), di mana proses ini disebut “amonofikasi”.
Bakteri Nitrosomonas mengubah amoniak dan senyawa ammonium menjadi
nitrat oleh nitrobakteri. Apabila oksigen dalam tanah terbatas, nitrat dengan cepat
ditransformasikan menjadi gas nitrogen atau oksida nitrogen oleh proses yang
disebut “denitrifikasi”.
Sejumlah organisme mampu melakukan fiksasi N dan N-bebas akan
berasosiasi dengan tumbuhan. Senyawa N-amonium dan N-nitrat yang
dimanfaatkan oleh tumbuhan akan diteruskan ke hewan dan manusia dan kembali
memasuki sistem lingkungan melalui sisa-sisa jasad renik. Proses fiksasi
memerlukan energi besar dan enzim (nitrogenase) bekerja dan didukung oleh
oksigen yang cukup. Kedua factor tersebut sangat penting dalam memindahkan
H-bebas dan sedikit symbiosis oleh organisme (Rompas, 1998).
Nitrogen organic diubah menjadi mineral N-amonium oleh mikroorganisme
dan beberapa hewan yang dapat memproduksi mineral tersebut seperti protozoa,
nematoda, serangga tanah, cacing tanah, jamur, dan bakteri (Mas’ud, 1993).
Siklus nitrogen di lautan tidak berbeda jauh dengan yang terjadi di daratan
yang mengalami proses denitrifikasi dan amonifikasi yang dilakukan oleh bakteri
yang kemudian melalui mekanisme jarring makanan akan terdistribusi pada
tumbuhan yang selanjutnya dialirkan ke hewan dan kembali lagi didekomposisi
oleh bakteri untuk dapat dimanfaatkan kembali (Latuconsina, 2019).

4. Siklus Fosfor
Fosfor merupakan elemen penting dalam kehidupan karena semua makhluk
hidup membutuhkan fosfor dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Fosfat), sebagai
sumber energi untuk metabolisme sel. Fosfor juga ditemukan sebagai komponen
utama dalam pembentukan gigi dan tulang vertebrata. Daur fosfor tidak melalui
komponen atmosfer. Fosfor terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat (fosfor yang
berikatan dengan oksigen). Ion fosfat terdapat dalam bebatuan. Adanya peristiwa
erosi dan pelapukan menyebabkan fosfat terbawa menuju sungai hingga laut
membentuk sedimen. Adanya pergerakan dasar bumi menyebabkan sedimen yang
mengandung fosfat muncul ke permukaan. Di darat tumbuhan mengambil fosfat
yang terlarut dalam air tanah.
Herbivora mendapatkan fosfat dari tumbuhan yang dimakannya dan
karnivora mendapatkan fosfat dari herbivora yang dimakannya. Seluruh hewan
mengeluarkan fosfat melalui urin dan feses.Bakteri dan jamur mengurai bahan-
bahan anorganik di dalam tanah lalu melepaskan fosfor kemudian diambil oleh
tumbuhan.
Fosfor sangat penting bagi kehidupan. Sebagai fosfat, merupakan komponen
DNA, RNA, ATP, dan juga fosfolipid yang membentuk semua membran sel.
Melihat hubungan antara fosfor dan kehidupan, fosfor adalah unsur yang secara
historis pertama kali diisolasi dari urin manusia, dan tulang abu merupakan
sumber fosfat penting pada awalnya. Kadar fosfat yang rendah batas penting
untuk pertumbuhan di beberapa sistem perairan.

Gambar 1.4
Siklus Fosfor

Daur/siklus fosfor adalah proses yang tidak pernah berhenti mengenai


perjalanan fosfor dari lingkungan abiotik hingga dimanfaatkan dalam proses
biologis. Berbeda dengan daur hidrologi, daur karbon, dan daur nitrogen, daur
fosfor tidak melalui komponen atmosfer. Fosfor terdapat di alam dalam bentuk
ion fosfat (fosfor yang berikatan dengan oksigen: H2PO4- dan HPO42-). Ion fosfat
banyak terdapat dalam bebatuan. Pengikisan dan pelapukan batuan membuat
fosfat larut dan terbawa menuju sungai sampai laut sehingga membentuk sedimen.
Sedimen ini muncul kembali ke permukaan karena adanya pergerakan dasar bumi.
Ion fosfat dapat memasuki air tanah sehingga tumbuhan dapat mengambil
fosfat yang terlarut melalui absorbsi yang dilakukan oleh akar. Dalam proses
rantai makanan, Herbivora mendapatkan fosfat dari tumbuhan yang dimakannya.
Selanjutnya karnivora mendapatkan fosfat dari herbivora yang dimakannya.
Fosfat dikeluarkan dari organisme melalui urin dan feses. Di sini para
detrivor (bakteri dan jamur) mengurai bahan-bahan anorganik di dalam tanah lalu
melepaskan fosfor kemudian diambil oleh tumbuhan atau mengendap.
Siklus fosfor lebih sederhana dibandingkan dengan siklus karbon atau siklus
nitrogen. Siklus fosfor tidak meliputi pergerakan melalui atmosfer, karena tidak
ada gas yang mengandung fosfor secara signifikan. Selain itu, fosfor hanya
ditemukan dalam satu bentuk fosfat (PO43-) anorganik (pada air dan tanah) dan
yang diserap oleh tumbuhan sertadigunakan untuk sintesis organik.Pelapukan
bebatuan secara perlahan-lahan menambah fosfat ke dalam tanah.
Setelah produsen menggabungkan fosfor ke dalam molekul biologis, fosfor
dipindahkan ke konsumen dalam bentuk organik. Fosfat organik dari hewan dan
tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat
anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis
dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu
karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat
anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan
diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Dengan
demikian, sebagian besar fosfat bersiklus ulang secara lokal di antara tanah,
tumbuhan, dan konsumen atas dasar skala waktu ekologis.
Kebutuhan akan fosfor sama pentingnya dengan kebutuhan mineral lainya.
Fosfor tidak ditemukan dalam atmosfer bumi, hal ini karena fosfor bukan gas.
Fosfor ditemukan dalam bentuk anorganik yang berasosiasi dengan unsur lain
membentuk senyawa fosfat (PO4) yang terdeposit dalam tanah dan aliran air.
Dengan demikian, siklus fosfor dapat digolongkan ke dalam siklus lokal,
yaitu yang dapat mengalir di suatu ekosistem tertentu. Senyawa fosfat inilah yang
dapat digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan untuk sintesis organik, sedangkan
hewan memperolehnya dengan memakan tumbuhan atau hewan lain yang
memakan tumbuhan. Itulah mengapa tumbuhan disebut sebagai produsen, melalui
tumbuhanlah senyawa- senyawa anorganik yang dibutuhkan oleh tubuh organisme
(terutama hewan dapat terpenuhi. Siklus fosfor diperoleh melalui proses biologis
serta geologis pada suatu ekosistem.

Pelapukan sedimen dan bebatuan secara perlahan seiring dengan proses


alam, dapat menambah konsentrasi fosfat ke dalam tanah. Fosfat dalam tanah
digunakan oleh tumbuhan dan produsen lainnya untuk nutrisi pertumbuhan serta
pembentukkan senyawa organik di dalam tubuh. Energi yang dibutuhkan oleh
organisme terbentuk jika ada unsur fosfor. Para konsumen (hewan) memperoleh
unsur fosfor dari aliran materi yang terjadi pada rantai makanan. Fosfor
dikembalikan ke alam dari organisme melalui proses pengeluaran serta penguraian
yang dibantu oleh dekomposer (bakteri dan jamur).
Senyawa fosfor yang masuk ke dalam tanah akan diikat oleh partikel tanah,
sehingga siklus fosfor cenderung terlokalisir pada suatu ekosistem. Namun
demikian, resapan air tanah akan melarutkan senyawa fosfat. Sehingga fosfat
akan terbawa oleh badan air sampai ke lautan secara perlahan. Selain dari
pelapukan, senyawa fosfat dapat diperoleh dari aktivitas pertanian.Penambahan
pupuk pospat pada ekosistem sawah, menambah konsentrasi senyawa ini dan
dapat terbawa ke aliran air.
Masuknya senyawa fosfat ke dalam suatu badan air akan menambah
kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya. Senyawa fosfat yang masuk ke
dalam lautan akan berakumulasi dan mengendap. Endapan ini akan tertimbun dan
kian tertimbun, sehingga akan terjadi proses sedimentasi (pemadatan,
pembentukan batu) oleh proses alam. Proses geologis mampus meningkatkan
dasar laut dan menurunkan permukaan laut. Dengan proses demikian, maka
sedimen yang terbentuk dapat terangkat dan akan mengulangi proses yang sama.
Dengan demikian, dapat dikatakn bahwa sebagian besar siklus fosfat berlangsung
terlokalisir antara daratan, tumbuhan, dan organisme lain. Sementara itu,
sedimentasi mengembalikan senyawa fosfor yang masuk ke dalam badan air
akibat proses geologis.
Namun demikian, meningkatnya konsentrasi senyawa fosfat dalam suatu
badan air yang tidak bergerak, seperti kolam, dapat menimbulkan masalah bagi
kehidupan organisme dan keseimbangan ekosistem. Penggunaan pupuk pada
lahan pertanian menimbulkan masalah bai lingkungan akuatik di dekatnya.
Limbah pertanian yang masih mengandung senyawa fosfat terbawa oleh aliran air
dan mengendap di suatu badan air. Senyawa fosfat sangat dibutuhkan oleh
tumbuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Masuknya senyawa fosfat
dalam suatu perairan bergerak, tak menimbulkan masalah besar, namun masuknya
senyawa fosfat dalam jumlah besar (atau akumulasi) ke dalam badan air yang
tergenang (misal sungai aliran air pada musim kering, atau waduk, kolam, dsb)
akan menmbulkan masalah. Adalah eutrofikasi yaitu suatu peristiwa dimana
pertumbuhan tumbuhan air dan alga sangat cepat sehingga akan menutupi badan
air. Senyawa fosfat di suatu badan air membuat air sangat kaya akan fosfat,
sehingga membuat pertumbuhan tumbuhan air sangat cepat.
Pertumbuhan tumbuhan yang cepat ini akan membahayakan bagi biota
akuatik di dalamnya, contoh pertumbuhan eceng gondok atau alga yang menutupi
badan air. Efek buruk dari eutrofikasi ialah, kadar oksigen akan menurun, cahaya
akan sulit menembus masuk ke dalam karena tertutupi tumbuhan. Dengan
demikian, suhu perairan akan turun (dingin), oleh karena itu situasi yang demikian
tidak mendukung kehidupan biota akuatik di dalamnya. Banyak ditemukan ikan-
ikan atau lainnya mati akibat eutrofikasi pada badan air yang tidak bergerak.
Berikut ini adalah ilustrasi siklus fosfor. Proses siklus fosfor adalah
sebagai berikut:
a. Fosfor memasuki tanah dan air melalui pelapukan batuan.
b. Tanaman mengambil ion fosfor ini dari tanah.
c. Fosfat kemudian dipindahkan dari tanaman ke hewan herbivora.
d. Herbivora hewan kemudian dimakan oleh karnivora.
e. Fosfat yang diserap oleh hewan dikembalikan ke tanah melalui ekskresi
dan dari dekomposisi tumbuhan dan bahan mati oleh mikroba.
f. Bahan tanaman mati dan produk-produk limbah lainnya membusuk
melalui aksi bakteri.
g. Fosfat dilepaskan ke lingkungan dengan proses ini.
h. Fosfat dalam tanah yang tercuci atau terkikis ke dalam air.
i. Air tersebut digunakan oleh ganggang dan tanaman sebagai nutrisi
Kurangnya fosfat dalam tumbuh menghasilkan pertumbuhan tanaman
lambat atau terhambat. Jika ada lebih banyak dari fosfat pada tumbuhan, ada
pertumbuhan berlebih yang terlihat di beberapa alga.

5. Siklus Sulfur

Siklus sulfur di mulai dari dalam tanah. yaitu ketika ion-ion sulfat di serap
oleh akar dan dimetabolisme menjadi penyusun protein dalam tubuh tumbuhan.
Ketika hewan dan manusia memakan tumbuhan, protein tersebut akan berpindah
ke tubuh manusia. Dari dalam tubuh manusia senyawa sulfur mengalami
metabolisme yang sisa-sisa hasil metabolisme tersebut diuraikan oleh bakteri
dalam lambung berupa gas dan dikeluarkan melalui kentut. Salah satu zat yang
terkandung dalam kentut adalah sulfur. Semakin besar kandungan sulfur dalam
kentut maka kentut akan semakin bau.

Hidrogen sulfida (H2S) berasal dari penguraian hewan dan tumbuhan yang
mati oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Hidrogen sulfida hasil
penguraian sebagian tetap berada dalam tanah dan sebagian lagi dilepaskan ke
udara dalam bentuk gas hidrogen sulfida. Gas hidrogen sulfida di udara kemudian
bersenyawa dengan oksigen membentuk sulfur dioksida. Sedangkan hidrogen
sulfida yang tertinggal di dalam tanah dengan bantuan bakteri akan diubah
menjadi ion sulfat dan senyawa sulfur oksida. Ion sulfat akan diserap kembali
oleh tanaman sedangkan sulfur dioksida akan terlepas ke udara. Di udara sulfur
dioksida akan bereaksi dengan oksigen dan air membentuk asam sulfat (H2SO4)
yang kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan asam. Hujan asam juga dapat
disebabkan oleh polusi udara seperti asap-asap pabrik, pembakaran kendaraan
bermotor, dll. Hujan asam dapat menjadi penyebab rapuhnya (korosif) batu-
batuan dan logam. H2SO4 yang jatuh kedalam tanah oleh bakteri dipecah lagi
menjadi ion sulfat yang kembali diserap oleh tumbuhan, tumbuhan dimakan oleh
hewan dan manusia, makhluk hidup mati diuraikan oleh bakteri menghasilkan
sulfur kembali. bergitu seterusnya. Siklus sulfur atau daur belerang tidak akan
pernah terhenti selama salah satu komponen penting penting seperti tumbuhan
masih ada di permukaan bumi ini.

Dalam daur sulfur atau siklus belerang, untuk mengubah sulfur menjadi
senyawa belerang lainnya setidaknya ada dua jenis proses yang terjadi. Yaitu
melalui reaksi antara sulfur, oksigen dan air serta oleh aktivitas mikrorganisme.
beberapa mikroorganisme yang berperan dalam siklus sulfur adalah dari golongan
bakteri, antara lain adalah bakteri Desulfomaculum dan bakteri Desulfibrio yang
akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S).
Kemudian H2S digunakan oleh bakteri fotoautotrof anaerob (Chromatium) dan
melepaskan sulfur serta oksigen. Kemudian sulfur dioksidasi yang terbentuk
diubah menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof (Thiobacillus).

Gambar 1.4

Daur biogeokimia sulfur/belerang

Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat anorganik, Belerang atau sulfur


merupakan unsur penyusun protein. Tumbuhan mendapat sulfur dari dalam tanah
dalam bentuk sulfat (SO2−4). Kemudian tumbuhan tersebut dimakan hewan
sehingga sulfur berpindah ke hewan, setelah itu sulfur direduksi oleh bakteri
menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau
hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk hidup di
perairan dan pada umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati.
Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO2−4). Perpindahan sulfat
terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk hidup mati dan akan
diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri terlibat
dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibrio yang akan
mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S).
Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan
melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur di oksidasi menjadi sulfat oleh bakteri
kemolitotrof seperti Thiobacillus.

Selain proses tadi, manusia juga berperan dalam siklus sulfur. Hasil
pembakaran pabrik membawa sulfur ke atmosfer. Ketika hujan terjadi, turunlah
hujan asam yang membawa H2SO4 kembali ke tanah. Hal ini dapat menyebabkan
perusakan batuan juga tanaman.

Dalam daur belerang, mikroorganisme yang bertanggung jawab dalam


setiap transformasi adalah sebagai berikut:

1. H2S → S → SO2−4; bakteri sulfur tak berwarna, hijau dan ungu

2. SO2−4 → H2S (reduksi sulfat anaerobik), bakteri Desulfovibrio

3. H2S → SO2−4 (Pengokaidasi sulfide aerobik); bakteri thiobacilli

4. S organik → SO2−4 + H2S, masing-masing mikroorganisme


heterotrofik aerobik dan anaerobik.

Proses rantai makanan disebut-sebut sebagai proses perpindahan sulfat,


yang selanjutnya ketika semua mahluk hidup mati dan nanti akan diuraikan oleh
komponen organiknya yakni bakteri. Beberapa bakteri yang terlibat dalam proses
daur belerang (sulfur) adalah Desulfibrio dan Desulfomaculum yang nantinya
akan berperan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk (H2S) atau hidrogen
sulfida. Sulfida sendiri nantinya akan dimanfaatkan oleh bakteri Fotoautotrof
anaerob seperti halnya Chromatium dan melepaskan sulfur serta oksigen. Bakteri
kemolitotrof seperti halnya Thiobacillus yang akhirnya akan mengoksidasi
menjadi bentuk sulfat(Achmad,2004).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Biogeokimia juga merpakan aliran ion ataupun molekul dari


nutrien yang dipindahkan dari lingkungan ke organisme
(komponen hidup) dan dikembalikan lagi ke komponen tak hidup
(abiotik) dengan keteraturan dan menunjukan suatu kondisi
keseimbangan yang dinamis dan berbentuk siklus.
2. Jenis-jenis siklus biogeokimia adalah karbon dan oksigen, air,
fosfor, dan nitrogen
3. Fungsi dari siklus biogeokimia adalah untuk menjaga kestabilan
ekosistem yang ada di muka bumi
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi

Basukriadi, Adi. 2011. Populasi, Ekosistem, Biosfer. https://staff .ui.ac.id/internal/


Diakses pada 7 Desember 2019 pukul 23.11 WIB

Cahyono, Tri. 2017. Penyehatan Udara. Yogyakarta : Penerbit Andi

Campbell, Neil A,. dan Jane, B Reace. 2004. BIOLOGI Jilid 3. Jakarta: Erlangga

Indrianto. 2005. Ekologi Hutan. Bandar Lampung: Penerbit Buku Aksara

Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:


Djambatan

Kimball, J.W. 1992. Biologi. Terjemahan: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan


Nawangsari Sugiri. Edisi 5. Jakarta: PT Gelora Aksara.

Kuncoro. 2007. Pola dan Tipe Dasar Siklus Biogeokimia. Online


http://kun.co.ro/2007/01/10/ diakses 06 Desember 2019

Latuconsina, Husain. 2019. Ekologi Perairan Tropis: Prinsip Dasar Pengelolaan


Sumber Daya Hayati Perairan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Mas’ud, P. 1993. Telaah Kesuburan Tanah. Cetakan kesepuluh. Bandung:


Penerbit Angkasa.

Rompas, M.R., 1998. Kimia Lingkungan. Edisi pertama. Bandung: Penerbit


Tarsito.
Rososoedarmo, S,. Kartaminata,. Dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar Ekologi.
Bandung: Remadja Rosda Karya

Soderlund, R. and T. Roswal. 1982. The Nitrogen Cycles. In The Handbook of


Environmental Chemistry. Vol I. Part B. The Natural Environment and the
Biogeochemical Cucles, by O. Hutzing (ed). New York: Springes Verleg
Berlin Heidelberg.

Syarifudin. 2017. Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Penerbit Andi

Utomo, Muhajir. 2015. Ilmu Tanah : Dasar-dasar dan Pengelolaan. Jakarta :


Penerbit Kencana

Universitas Dian Nuswantoro. 2019. Siklus Biogeokimia. Repository. Semarang

Anda mungkin juga menyukai