Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH BIOSINYAL

DNA MUTASI DAN PERBAIKANNYA SERTA VITAMIN D


(Pertemuan 9)

NISRINA NURFACHRI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi
secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup
yang bersifat terwariskan (heritable). Mutasi juga dapat diartikan sebagai
perubahan struktural atau komposisi genom suatu jasad yang dapat terjadi karena
faktor luar (mutagen) atau karena kesalahan replikasi. Peristiwa terjadinya mutasi
disebut mutagenesis. Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut mutan dan
faktor penyebab mutasi disebut mutagen (mutagenic agent). Perubahan urutan
nukleotida yang menyebabkan protein yang dihasilkan tidak dapat berfungsi baik
dalam sel dan sel tidak mampu mentolerir inaktifnya protein tersebut, maka akan
menyebabkan kematian (lethal mutation) (Nelson dan Cox 2013).
DNA menghadapi berbagai macam kerusakan seperti nuklease-nuklease
endogen, selama segregasi mitosis, bahan kimia sel endogen dan panas, atau sinar
uv dan bahan kimia lingkungan yang mungkin berinteraksi dengan DNA. Oleh
sebab itu, ketahanan hidup genom tergantung sekali pada adanya mekanisme
perbaikan DNA (Goodenough, 1998). Repair DNA merupakan mekanisme seluler
dalam perbaikan bagian DNA Yang rusak. Mekanisme ini bertujuan untuk
meminimilkan proses instabilitas genetik diantaranya mutasi, kesalahan replikasi,
dan kerusakan DNA (Nelson dan Cox 2013)
Kegagalan repair lesi DNA dapat menyebabkan perubahan permanen/mutasi.
Apabila hak tersebut terjadi pada saat sel menjadi gamet (bereproduksi) akan
mengakibatkan mutasi pada generasinya. Mutasi yang terjadi pada sel yang tidak
bereproduksi akan mengganggu proses transkripsi danreplikasi sehingga menuju
transformasi keganasan sel (kanker) atau percepatan proses menua (aging). Sel-sel
mempunyai beberapa mekanisme repair terhadap kerusakan DNA untuk
mempertahankan se tetap pada keadaan homeostasis. Baik pada organisme
prokariot maupun eukariot mempunyai bermacam enzim yang dapat mengawasi
DNA untuk mencari bentuk distorsi atau perubahan yang dapat direpair (Guyton
dan Hall 2006).
Sebagian besar sistem repair memerlukan pemotongan (excision) bagian
DNA yang rusak. Bila satu/lebih nukleotida rusak dikeluarkan dari 1 untai (strand)
DNA, maka stand pasangannya akan menjadi cetakan (template) untuk
rekonstruksi. Terdapat dua jalur repair pada DNA mamalia yaitu single step (direct
reverse) dimana kerusakan diperbaiki slangsug secara enzimatik, contohnya enzim
yang memecah ikatan 2 pirimidin dalam pirimidin dimer. Sehingga mengembalikan
molekul pada kondisi semula (Guyton dan Hall 2006).

Perbaikan oleh aktivitas enzim polimerisasi DNA


Selain mempunyai aktivitas polimerisasi dalam arah 5’→ 3’, enzim
polimerisasi DNA pada bakteri (tidak ada pada eukariotik) juga memiliki aktivitas
eksonuklease dalam arah 3’ → 5’. Pengenalan kesalahan insersi nukleotida selama
polimerisasi oleh enzim polimerisasi DNA sebagai akibat adanya semacam bonggol
pada untai ganda molekul DNA yang ditimbulkan oleh adanya pasangan basa yang
salah. Dalam hal ini, mungkin enzim polimerisasi DNA memang tidak akan
menambah nukleotida baru pada ujung 3’ jika belum terbentuk ikatan hidrogen
pada pasangan nukleotida sebelumnya. Polimerisasi DNA akan terhenti dan tidak
berlaku hingga nukleotida yang salah dipotong dan diikuti dengan penggantian
nukleotida yan benar dan terbentuk ikatan hidrogen yan diperlukan. Pemotongan
nukleotida yan dilakukan oleh aktivitas eksonuklease berlangsung dalam arah 3’ →
5’, kemudian setelah pemotongan selesai aktivitas polimerisasi dalam arah 5’→ 3’
oleh enzim polimerase DNA, kemudian DNA akan pulih (Sherwood 2010).
Peran penting aktivitas eksonuklease dari enzim polimerase DNA yang
menekan laju mutasi pada bakteri dapat terlihat pada mutasi gen mutator pada E.
Coli. Jika gen-gen mutator pada E. Coli mengalami mutasi, maka frekuensi mutasi
pada E. Coli menjadi lebih tinggi. Misalnya, mutasi pada gen mut D mengakibatkan
perubahan suatu sub unit ε (epsilon) polimerase III DNA yang menimbulkan cacat
pada aktivitas perbaikan arah 3’ → 5’, sehingga banyak nukleotida yan salah tidak
sempat diperbaiki (Sherwood 2010).

Fotoreaktivasi Dimer Pirimidin yang Diinduksi oleh UV


Proses perbaikan yang dibantu oleh cahaya tampak dalam rentang 320-370
nm, dimer timin (atau dimer pirimidin lain) langsung berbalik pulih menjadi
bentukan semula (Gambar 1). Fotoreaktivasi dikatalisasi oleh enzim fotoliase yang
berfungsi sebagai ‘pembersih’ sepanjang untai ganda mencari loop yang terbentuk
akibat dimer timin (atau pirimidin lain) dimana dimer yang tersisa setelah
fotoreaktivasi hanya sedikit. Enzim ini juga bersifat universal (Friedberg 2015).

Gambar 1 Perbaikan suatu timin dimer melalui fotoreaktivasi

Perbaikan Kerusakan Akibat Alkilasi


Kerusakan DNA akibat alkilasi dapat dipulihkan oleh enzim perbaikan DNA
khusus yang disebut metiltransferase O6-metilguanin atau O5methylguanine
methyltransferase yang dikode oleh gen ada, yan dimana enzim tersebut akan
menemukan O6-metilguanin pada molekul DNA dan selanjutnya menyingkirkan
gugus metil tersebut kemudian DNA tersebut pulih kembali (Sherwood 2010).
Perbaikan melalui pemotongan (excision repair)
Proses excision repair dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu nucleotide
excision repair dan base excision repair (Gambar 2). Mekanisme nucleotide
excision repair pada mamalia beripa pemotongan bagian strand DNA yang
mengandung “bulky lesion” pada nuleotida / pirimidin dimer. Proses dimulai oleh
enzim endonuklease, dengan membuat incisi pada backbone strand di 2 sisi lesi.
Oligonukleotida yang rusak ditahan dalam dupleks dengan ikatan hidrogen pada
basa dari strand lainnya. Selama replikasi DNA dipisahkan oleh DNA helikase.
Setelah dipotong dan dibuang maka celah diisi oleh DNA polimerase dan strand
yang dierpair dilekatkan dengan DNA ligase. Rad1 diketahui sebagai protein yang
terlibat dalam proses repair ini (Whittaker et al. 2017)
Mekanisme Base excision repair mula-mula terjadi pemisahan total dalam
eksisi sel prokariot dan eukariot untuk membuang sejumlah nukleotida yang
disebabkan distorsi double heliks. Enzim glikosilasi mengawali repair dengan
mengenal adanya perubahan, dan membuang basa dengan memisahkan ikatan
glikosidik antara basa dan gula. Perubahan basa purin/pirimidin dibuang oleh
endonuklease, dan celah diperbesar oleh fosfodiesterase, kemudian diisi dengan
DNA polimerase. Strand ditutup/ dilekatkan dengan DNA ligase (Whittaker et al.
2017)

Gambar 2 Mekanisme base dan nucleotide excision repair (Whittaker et al. 2017)
Mismatch repair
Pasangan basa mismatch menyebabkan distorsi dalam bentuk double helix
yang timbul karena adanya kesalahan replikasi. Pada E. Coli, basa mismatch
diperbaiki oleh Mut S yang dapat mengenali lesi dan mengawali penyusunan
kompleks repair. Mut L dapat memotong pada sekuen GATC pada rantai yang tidak
dimetilasi. Mut H memindahkan bagian DNA yang mengandung GATC site /
mismatch. Kemudian celah pada rantai tunggal diisi dengan DNA polimerase III.
Pada yeast Saccharomyce cerevisie ditemukan gen Msh2 yang homolog dengan
Mut S yang berfungsi untuk substitusi basa-basa dan loop NDA dalam mismatch
repair (Modrich 2016).

Perbaikan dengan Bantuan Glikosilase


Basa yang rusak dapat disingkirkan dari DNA oleh enzim glikosilase yan
dapat mendeteksi basa yang tak lazim dan selanjutnya mengkatalisasi
penyingkirannya dari gula deoksiribosa. Aktivitas katalizik enzim glikosilase
menimbulkan suatu lubang pada DNA, dimana posisi tersebut disebut situs AP
yang merupakan situs apurinik (tidak ada purin berupa guanin dan adenin) atau situs
pirimidik (tidak ada pirimidin berupa sitosin atau timin). Lubang tersebut kemudian
ditemukan oleh enzim endonuklease AP yang selanjutnya memotong ikatan
fosfodiester di samping basa yang lepas tadi. Kemudian enzim polimerase I
menyingkirkan beberapa nukleotida didepan basa yang lepas itu dengan aktivitas
eksonuklease dalam arah 5’→ 3’ dan melakukan polimerisasi mengisi celah yang
terbentuk dengan menggunakan aktivitas polimerasenya. Pada akhirnya, enzim
ligase menyambung penggalan nukleotida baru ke ujung arah 3’ dengan pengglan
nukleotida yang lama (Sadeghian et al. 2015)

Fotoaktivasi Vitamin D
Kebutuhan vitamin D dipenuhi melalui makanan dan paparan sinar matahari
di kulit. Paparan sinar matahari ke kulit menginduksi konversi fotolitik dari 7-
dehydrocholesterol menjadi previtamin D3 yang diikuti oleh isomeriasi termal
vitamin D3. Bila kulit terpajan sinar matahari atau sumber penyinaran artifisial
tertentu, radiasi ultraviolet memasuki epidermis dan menyebabkan transformasi
7,8-dehydrocholesterol ke vitamin D3 (cholecalciferol). Selanjutnya vitamin D3
dibawa ke hati dan dimetabolisir menjadi 25(OH)D oleh mitokondria hati dan
enzim mikrosom (Bikle 2016) (Gambar 3).
Pembuatan 25(OH)D di hati diatur oleh mekanisme umpan balik, yakni
peningkatan konsumsi dan produksi endogen vitamin D3. Setelah pembentukan di
hati, 25(OH)D akan dibawa ke ginjal oleh protein pengikat vitamin D (Vitamin D
binding protein) dan mendapat tambahan C1 dan C24. Aktivitas 25(OH)D di
mitokondria ginjal ditingkatkan oleh hipokalsemia dengan meningkatkan konversi
25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D (Bikle 2016).
Gambar 3. Proses Metabolisme Vitamin D (Bikle 2016)

Dalam proses bioaktifasi vitamin D formasi bentuk 1,25(OH)2D dari


25(OH)D dalam kondisi fisiologi normal, utamanya dilakukan di ginjal, tetapi
ternyata terdapat beberapa organ lain yang dapat melakukan perubahan tersebut
terutama dalam kondisi spesifik (kehamilan, gagal ginjal kronik, sarkoidosis,
tuberkulosis, kelainan granulomatosa dan rheumatoid arthritis). Setelah menjadi
metabolit aktif vitamin D (1,25(OH)2D3 maka vitamin D dapat dimanfaatkan oleh
berbagai jaringan perifer (Bikle 2016) (gambar 4).

Gambar 2. Target vitamin D dalam tubuh (Bikle 2016)

1,25(OH)2D yang diproduksi di ginjal dan plasenta, pertama berikatan


dengan protein pengikat vitamin D dibawa ke berbagai target organ, lalu bentuk
bebas diambil oleh sel serta dibawa ke protein reseptor inti khusus. Reseptor
vitamin D (VDR) merupakan reseptor golongan steroid-retinoid-thyroid hormone-
vitamin D. VDR berinteraksi dengan reseptor asam retinoic X (RXR) ke bentuk
kompleks heterodinamik (RXR-VDR) dan mengikat DNA spesifik dinamakan
vitamin D respon elemen (VDRE) pada promotor region yang selanjutnya terlibat
dalam proses Ikatan RNA pollymerase ke start site transkripsi atau membantu
mengurai chromatin pada site gen melalui rekruitmen histone acetyl transferases
(HAT), yang memungkinkan terjadinya proses transkripsi (gambar 4) (Bikle 2016).

Gambar 4 Jalur vitamin D reseptor (Bikle 2016)

DAFTAR PUSTAKA

Aranda A, Pascual A. 2001. Nuclear Hormone Receptors and Gene Expression.


Phisiol Rev. 81(1) :1269-1304.
Bikle DD. 2016. Vitamin D and bone. Handbook of nutrition and diet in therapy of
bone diseases. (ND): Wageningen Academic Publishers.
Friedberg EC. 2015. A history of the DNA repair and mutagenesis field: I. The
discovery of enzymatic photoreactivation. DNA repair. 33(1): 35-42.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia
(US): Elsevier Inc
Modrich, P., 2016. Mechanisms in E. coli and human mismatch repair (Nobel
Lecture). Angewandte Chemie International Edition, 55(30): 8490-8501.
Nelson DL, Cox MM. 2013. Principles of Biochemistry. New York(US): W.H.
Freeman and Company.
Sadeghian, K. and Ochsenfeld, C., 2015. Unraveling the base excision repair
mechanism of human DNA glycosylase. Journal of the American Chemical
Society. 137(31): 9824-9831.
Sherwood L. 2010. Human Physiology : From Cells to Systems. 7th ed. Belmont :
Brooks/Cole
Whitaker, A.M., Schaich, M.A., Smith, M.S., Flynn, T.S. and Freudenthal, B.D.,
2017. Base excision repair of oxidative DNA damage: from mechanism to
disease. Frontiers in bioscience (Landmark edition). 22(1):1493.

Anda mungkin juga menyukai