Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH SIA-456

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Dosen:
Prof. Dr. Waluyo Hatmoko, M.Sc

Disusun Oleh:

Wahid Nurfauzi (22-2014-255)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2018
 Kumpulkan data dari internet
 Kejadian bencana banjir; dan
 Kekeringan
 Buat laporan singkat yang memuat :
1. Lokasi, waktu dan jenis kejadian (banjir/kekeringan)
2. Dampak kerugian yang ditimbulkan : korban jiwa, kerugian harta benda
(Rp. Atau U$$)
3. Upaya yang telah dilakukan
4. url lokasi website, misalnya
https://news.nationalgeographic.com/2018/02/capetown-running-out-of-
water--drought-taps-shutoff-other-cities/
5. Pendapat / komentar kelompok mengenai penyebab, dampak, upaya yang
telah dilakukan, dan bagaimana pengelolaan bencana dengan manajemen
risiko dapat diterapkan.
Banjir:

Gambar 1: Banjir akibat meluapnya Sungai Cisanggarung meredam ribuan rumah di


kawasan Cirebon Timur. (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Sumber: http://regional.liputan6.com/read/3324568/status-darurat-banjir-cirebon-timur-
berlaku-hingga-8-maret-2018
Pemerintah Kabupaten Cirebon belum mencabut status darurat banjir yang terjadi di
kawasan timur Cirebon. Hingga saat ini, upaya penanggulangan banjir terus dilakukan,
termasuk penyaluran bantuan korban.
Dari data yang dihimpun, banjir yang melanda Kabupaten Cirebon dalam beberapa hari
terakhir merendam 9.398 unit rumah warga. Kasie Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten
Cirebon Eman Sulaeman menyebutkan, rumah yang terendam tersebar di lima kecamatan.
Perinciannya adalah di Kecamatan Losari ada 278 rumah, Kecamatan Waled 1.306 rumah,
Kecamatan Pasaleman 3.537 rumah, Kecamatan Pabedilan 1.388 rumah, dan Kecamatan
Ciledug ada 2.889 rumah.
"Jumlah warga yang terdampak banjir ada 10.649 kepala keluarga (KK), 43.268 jiwa," ujar
Eman, Senin, 26 Februari 2018.
Dia menyebutkan, ribuan warga tercatat terdampak banjir parah yang ada di timur Cirebon.
Yakni 1.360 jiwa di Kecamatan Losari, 5.345 jiwa di Kecamatan Waled, 15.498 jiwa di
Kecamatan Pasaleman, 6.493 jiwa di Kecamatan Pabedilan, dan 14.772 jiwa di Kecamatan
Ciledug.
Pemkab Cirebon, kata dia, telah menetapkan status tanggap darurat terkait bencana banjir
selama 14 hari. Penetapan itu dilakukan setelah rapat terbatas di Balai Desa Cilengkrang
Girang, Kecamatan Pasaleman, Jumat, 23 Februari 2018 lalu.
Rapat dipimpin Plt Bupati Cirebon, Selly Andriani Gantina bersama Dandim 0620 Kabupaten
Cirebon, Letkol Infantri Irwan Budiana, selaku Komandan Tanggap Bencana di wilayah
Kabupaten Cirebon.
"Untuk memenuhi kebutuhan logsitik bagi korban banjir, kami sudah bekerja sama dengan
seluruh stakeholder yang ada," sebut Plt Bupati Cirebon, Selly Andriani Gantina.
ari hasil kaji cepat di lapangan, tercatat ada tiga korban jiwa meninggal dunia. Eman Sulaeman
menyebutkan, dari tiga korban jiwa itu, satu orang meninggal terendam di lokasi banjir dan
dua orang meninggal di rumah sakit.

Dari ketiga korban, dua di antaranya merupakan warga Desa Jatiseeng, Kecamatan Ciledug
dan satu orang warga Desa Ciledug Lor, Kecamatan Ciledug. Tiga korban meninggal dunia
tersebut masing-masing bernama Tarilah (43), warga Desa Ciledug Lor, Kecamatan Ciledug,
Kabupaten Cirebon.

Korban meninggal lainya adalah Unel (70) dan Encing (40), warga Blok Jatiseeng, Kecamatan
Ciledug. Keduanya, kata Eman, meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit.
"Karena faktor usia dan ada penyakit juga dan dua yang lain meninggal di rumah sakit setelah
dilakukan evakuasi," ujar dia,

Eman mengatakan, selain korban jiwa, banjir yang terjadi kemarin juga menyebabkan beberapa
orang mengalami luka-luka, pingsan, serta kedinginan. Namun, Eman mengaku tidak bisa
menyebutkan data pasti karena masih dalam pendataan oleh tim medis.

"Kalau yang mengalami luka banyak, ada yang jatuh dari atap, ada juga yang pingsan karena
kedinginan, namun kami masih berkoordinasi dengan dinas terkait untuk jumlah pastinya,"
kata Eman.

Banjir yang melanda sejumlah kecamatan di Cirebon timur mengakibatkan kerugian hingga
miliaran rupiah. Untuk Desa Japurabakti, Kecamatan Astanajapura, kerugian materil ditaksir
Rp 5 miliar. Sama halnya kerugian materi di Desa Kanci, kecamatan setempat.

Menurut Saya : Banjir Cirebon merupakan peristiwa alam karena intensitas curah hujan yang
sangat tinggi akhir-akhir ini. Dampak yang terjadi sangatlah besar karena menelan kerugian
dana sebesar Rp.5 miliar dan para penduduk harus rela mengungsi selama 14 hari. Mengenai
upaya dan manajemen resiko yang telah dilakukan, saya rasa Pemkab Cirebon sangat tepat dan
tanggap. Akan tetapi saya menyarankan harus ada pengerukan dan pelebaran sungai, agar
peluang resiko bencana banjir ini akan kecil dengan harapan tidak akan terjadi dikemudian
hari.

Kekeringan:

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) wilayah V Jayapura mengeluarkan


peringatan dini kekeringan di sejumlah kabupaten di Papua dan Papua Barat. Kekeringan itu
di antaranya di Kabupaten Yahukimo, Yalimo, Memberamo Tengah, Lanny Jaya, Jayawijaya,
Puncak Jaya, sebagian wilayah Asmat, Fak-fak, dan Sorong Selatan.

Kepala BMKG wilayah V Jayapura Zem Paddama mengatakan, secara umum wilayah
Provinsi Papuabagian barat, tengah, dan utara, termasuk klasifikasi normal hingga sangat
kering. Kemarau panjang ini diduga diakibatkan adanya penurunan tingkat curah hujan di
wilayahRI.
Sementara, kata Zem Paddama, monitoring hari tanpa hujan dasarian 3 bulan ini, sebagian
besar wilayah Papua sudah masuk dalam kategori sangat pendek, yakni 1-5 hari. Untuk
kategori pendek berkisar 6-10 hari terjadi di wilayah Mamdda, Yansu, dan
Nimbokrang. "Sebelum kemarau tiba sejak awal Juli lalu, terjadi peningkatan suhu di atas
permukaan tanah dengan ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut," sambung
dia.
Namun, Zem Paddama menambahkan, meningkatnya suhu itu mengakibatkan munculnya
embun beku yang terjadi 2 pekan, dan menyebabkan tanaman warga layu dan mati. Udara
dingin ini sangat terasa di 3 kabupaten, seperti di Kabupaten Puncak, Kabupaten Lanny Jaya,
dan Kabupaten Nduga. (Rmn/Mvi)

Gambar 2: Kekeringan di Papua

Sumber : http://news.liputan6.com/read/2284311/sejumlah-wilayah-di-papua-dilanda-
kekeringan

Dampak kekeringan Masyarakat Jayawijaya dan Pegunungan Tengah Papua, sedang


menghadapi kemarau panjang. Kekeringan tak terelakkan. Kebakaran hutan dan lahan
bahkan sudah merembet dan menghanguskan rumah-rumah warga dan gereja. Cuaca
ekstrim. Kala siang, sangat panas dan malam-pagi begitu dingin. Kecepatan angin juga di
atas normal hingga berbahaya bagi penerbangan.

Puncak Agustus ke September. Prediksi kami sampai November,” kata Subahari, Observer
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meterorologi Wamena
kepada Mongabay, Jumat (21/8/15) di Wamena. Dia mengatakan, peningkatan suhu udara
di laut pasifik menyebabkan perubahan angin dan tekanan udara hingga curah hujan
berkurang. Dampaknya, Pegunungan Tengah dengan ketinggian 5.100 kaki di atas
permukaan laut menyebabkan siang sangat panas, malam dan pagi sangat dingin.
“Di Wamena seminggu lalu suhu udara pagi sempat empat derajat Celcius. Siang 27
derajat. Ini tingkat tinggi. Selama 20 tahun terakhir pertama kali empat derajat,
sebelumnya hanya sembilan derajat.” Kondisi ini, di Wamena, Ibukota Jayawijaya
merupakan pusat kota di lembah pegunungan. Dia memperkirakan, wilayah-wilayah lebih
tinggi dari Wamena suhu di bawah empat derajat. Kecepatan angin juga meningkat,
mencapai 38 knot. Batas normal di bawah 20 knot. Keadaan ini, sangat berbahaya bagi
landing dan take off pesawat serta bisa menimbulkan kerusakan pada bangunan dengan
konstruksi tidak kuat. Pepohonan roboh sudah terjadi di beberapa tempat di Jayawijaya.

Karena lambat penanganan, api juga membakar perkampungan warga hingga honai beserta
isi juga ternak peliharaan. Berdasarkan data Polres Jayawijaya, kebakaran di 12 tempat,
terdapat 120 rumah terbakar, dua gereja. Jumlah titik api tidak terdeteksi BMKG, namun
kasat mata petugas BMKG menghitung per 20 Agustus 2015, di Wamena ada lebih 15 titik
api ditemukan di Distrik Walelagama dan Maima. Angin kencang memperparah luas
kebakaran. Asap kebakaran menyebabkan gangguan penerbangan dan kualitas udara.

Tak hanya itu. Sumber-sumber air juga mengering. Pusat Listrik Tenaga Hidro (PLTH)
Welesi yang menjadi sumber listrik di Kota Wamena kekurangan daya. Debit air Kali Uwe
makin berkurang membuat daya listrik berkurang hingga PT. PLN mengatur pemadaman
bergilir wilayah-wilayah Wamena. Sumur-sumur sumber air warga juga kering, terutama
di gunung.
Natalia Itlay dari Distrik Pisugi menunjukkan sumur sumber air mereka mengering.
“Sekarang kita ambil air dibawah bukit, sekitar tiga km dari sini,” katanya. Lahan
pertanian juga mengering. BMKG Stasiun Wamena memantau seluruh wilayah
Pegunungan Tengah. Data BMKG, kemarau panjang sekarang sama seperti 1997. Kala
itu, di Yahukimo, Pegunungan Tengah mengalami bencana kelaparan hingga
menimbulkan korban jiwa.

Upaya yang telah dilakukan Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Jayawijaya telah
membuka posko penanggulangan bencana diketuai Wakil Bupati John Richard Banua.
Palang Merah Indonesia (PMI) membuka Posko sama. Posko ini menyediakan bantuan
berupa makanan, peralatan maupun tenaga medis. Polres Jayawijaya juga membuka posko
bantuan. Di media massa, pemerintah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat agar
tidak membakar lahan-lahan kosong dan berhati-hati saat menggunakan api dalam rumah.
Menurut Saya: Kejadian yang terjadi permasalahan kekeringan di daerah papua tersebut
terjadi karena menurunnya tingkat curah hujan, maka upaya yang harus di lakukan adalah:
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku
untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang
ada di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan
plester semen atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran
permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan
rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang
sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh
tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi air.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering
(dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan
pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang
berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim
kemarau. Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta
mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
1) Rorak

Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman


30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air
yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan
akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih
tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi.
Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana daya serap atau
infiltrasinya rendah—dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.
2) Saluran buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter
(sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan
rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari)
karena dapat menyebabkan terganggunya pernapasan akar tanaman dan
berkembangnya berbagai penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari
kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air,
sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap
tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena
akan menyebabkan kematian tanaman.
4) Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran
permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah
aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air
aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari
tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan
untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama
musim kemarau.
Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya
peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya tinggi, seperti
tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan dasar embung
dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi.
5) Bendungan Kecil (cek dam)
Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama
musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air
dan sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada
musim hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya
ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada
genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya.
6) Panen air hujan dari atap rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk
dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram
tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air dari mata air karena pada awal
musim hujan, air hujan mengandung debu yang cukup tinggi.
Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi yaitu
perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.
a) Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):

- Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.

- Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.

- Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang
mempunyai waduk.

- Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.

- Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya.

- Penyiapan cadangan pangan.

- Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak.

- Persiapan tindak darurat.

- Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.

- Penyediaan air minum dengan mobil tangki.

- Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.

- Penyediaan pompa air.

b) Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:

- Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan


di hulu.
- Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
- Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah
sungai.
- Penggunaan air secara hemat.
- Penciptaan alat sanitasi hemat air.
- Pembangunan prasarana daur ulang air.
- Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.

Anda mungkin juga menyukai