S
DENGAN DIAGNOSA CHRONIC KIDNEY DISEASES DI RUANG
RAJAWALI 6B RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
Oleh :
Suwarni
G3A018094
b. Komunikasi efektif
Perawat melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada dokter
penanggungjawab pasien. Model teknik komunikasi secara umum
digunakan di pelayanan kesehatan adalah pendekatan SBAR
(Situation, Background, Assessment, and Recommendation) yang
berfungsi untuk membantu perawat dalam mengorganisasi cara
berpikir, mengorganisasi informasi, dan merasa lebih percaya diri jika
berkomunikasi dengan dokter (Nazri dkk, 2015). Komunikasi yang
dilakukan dengan teman sejawat menggunakan komunikasi
menggunakan metode SBAR pada rekam medis pasien. Perawat juga
menggunakan komunikasi yang efektif ketika melakukan operan
sehingga kondisi dan informasi mengenai pasien bisa tersampaikan
dengan jelas. Komunikasi secara lisan juga dapat dilakukan melalui
telepon dengan menggunakan metode TBK dan konfirmasi kembali
oleh penerima dan pemberi perintah di rekam medis pasien.
Implementasi komunikasi efektif yang sudah dilakukan adalah dari
perawat kepada perawat melaporkan bahwa kondisi pasien kesadaran
compos mentis, dari laporan tersebut masalah kelebihan volume
cairan yang belum teratasi dan rencana keperawatannya adalah
monitor intake-output, menghitung balance cairan, monitor TTV.
Recomendasi : Tn. S akan dilakukan tindakan pemasangan double
lumen pada hari Rabu, 18 September 2019 jam mulai : 15.00 jam
selesai 15.20 wib dengan durasi 20 menit dengan dr.Wahyu.
Komunikasi efektif yang sudah digunakan oleh perawat di ruangan
6B adalah komunikasi TBK saat perawat ruangan menerima pasien
melalui alat komunikasi. Perawat melaporkan kondisi pasien pada
perawat ruangan dengan menggunakan metode komunikasi SBAR.
Setelah pelaporan antar tenaga kesehatan, perawat ruangan melakukan
pengkajian terhadap pasien dengan menggunakan komunikasi efektif
yang mudah dipahami keluarga. Komunikasi SBAR yang berjalan
perawat dengan perawat sudah berlangsung dengan baik, hanya saja
perlu di tingkatkan kembali terkait kelengkapan dan ketepatan
informasi kondisi pasien yang ada diruangan, karena terkadang masih
ditemukan perawat yang masih salah dalam penulisan komponen
SBAR yaitu kebanyakan pada komponen Assesment masih ditemukan
perawat yang menuliskan data sama seperti sebelum perawat yang
sebelumnya padahal terkadang kondisi pasien secara real yang ada
berbeda kondisi informasinya.
Perawat meminta konsultasi atau advice dokter dengan
menghubungi dokter lewat aplikasi WhatApps pada kondisi pasien
tertentu. Selain itu, komunikasi metode lisan ditunjukkan dengan
perawat menghubungi dokter via telepon dengan metode Tulis, Baca,
Konfirmasi, yang kemudian diverifikasi selama 1x24 jam dengan
bukti tanda tangan serta nama terang. Model teknik komunikasi
dengan pendekatan TBK (Tulis kembali, Baca kembali, dan
Konfirmasi kembali) memiliki manfaat yaitu untuk mengurangi
insiden keselamatan pasien. Berikut adalah salah satu contoh
komunikasi efektif yang perawat lakukan pada saat operan jaga:
Nama : Tn. S umur 37 tahun No RM. C748751, Tanggal masuk :
selasa, 17 september 2019 jam 13.30 WIB DPJP : dr. Ayudyah
Nurani.,SpPD PPJP : Khoirul Umam diagnosa medis : CKD on HD
S: pasien baru datang dari IGD jam 13.30wib, KU: lemah
Kesadaran Compos Mentis terpasang infus NaCl 0,9% 12tpm,
suhu: 37 o C, SpO2: 98%, BB: 795kg TB: 173 cm,
B : CKD stage V, DM tipe 2
A : Menghitung balance cairan, hasil pengkajian barthel index
kategori ketergantungan sedang dan risiko jatuh sedang.
R : Monitor intake-output, monitor balance cairan, cek GDS/pagi
d. Safety surgery
Tn . S ada program operasi yaitu pemasangan double lumen pada
hari Rabu, 18 September 2019 jam mulai : 15.00 jam selesai 15.20
wib dengan durasi 20 menit dengan dr.Wahyu. WHO mengidentifikasi
tiga fase operasi yaitu sebelum induksi anestesi ("sign in"), sebelum
sayatan kulit ("time out"), dan sebelum pasien meninggalkan ruang
operasi ("sign out") (Cavoukian, 2009).
1. Fase Sign In
Fase sign In adalah fase sebelum induksi anestesi koordinator
secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah
dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi yang
akan dioperasi telah ditandai, persetujuan untuk operasi telah
diberikan, oksimeter pulse pada pasien berfungsi. Koordinator
dengan profesional anestesi mengkonfirmasi risiko pasien
apakah pasien ada risiko kehilangan darah, kesulitan jalan
nafas, reaksi alergi.
2. Fase Time Out
Fase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi
memperkenalkan diri dan peran masing-masing. Tim operasi
memastikan bahwa semua orang di ruang operasi saling kenal.
Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit tim
mengkonfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan
operasi yang benar, pada pasien yang benar. Mereka juga
mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan
dalam 60 menit sebelumnya.
3. Fase sign out
Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi
yang telah dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan
spons, penghitungan instrumen, pemberian label pada
spesimen, kerusakan alat atau masalah lain yang perlu
ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah
rencana kunci dan memusatkan perhatian pada manajemen
post operasi serta pemulihan sebelum memindahkan pasien
dari kamar operasi (Surgery & Lives, 2008).
e. Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi yang telah dilakukan adalah mahasiswa
melakukan cuci tangan sebelum dan setelah mengecek tanda-tanda
vital, melakukan cuci tangan sebelum dan setelah membantu pasien
untuk berpindah tempat, cuci tangan sebelum melakukan injeksi ke
pasien. Selain itu sebagai pencegahan infeksi mahasiswa maupun
perawat tidak memiliki kuku panjang, cuci tangan dilakukan baik
menggunakan hand scrubs maupun hand wash namun keduanya tidak
dilakukan secara bersamaan. Cuci tangan tidak hanya dilakukan oleh
perawat maupun mahasiswa akan tetapi pada keluarga pasien. Selain
itu, perawat dan mahasiswa menggunakan APD berupa handscoon,
aproon dan masker ketika melakukan tindakan seperti ketika
melakukan injeksi, cek GDS, memandikan pasien, dan perawatan
luka. Memakai masker N95 jika akan memasuki ruang isolasi.
Perawat dan mahasiswa membuang sampah secara terpisah yaitu
sampah infeksius seperti yang terkena cairan tubuh pasien ke tempat
sampah dengan kantong plastik kuning dan sampah non infeksius
seperti tisu ke tempat sampah dengan kantong plastik hitam.
Kemudian untuk jarum perawat dan mahasiswa telah membuang di
safety box. Di Ruangan terkait pencegahan resiko infeksi sudah
berjalan baik, sudah dilakukan baik perawat,dokter, mahasiswa,
petugas kesehatan lainnya, untuk pasien dan keluarga sudah diberikan
edukasi terkait mencuci tangan menggunakan hand scrub, namun
pada pelaksanaannya masih terdapat beberapa pasien dan keluarga
yang belum sesuai dengan tata cara mencuci tangan yang benar
menggunakan hand scrub. Kemudian terkait penggantian pemasangan
infus setiap 4-5 hari, penggantian selang NGT dan DC maksimal 1
minggu pemakaian. Kesimpulan: tidak terdapat gejala plebitis di area
suntikan Tn. S.
Ada beberapa hal yang ditemukan di ruang Rajawali 6B terkait
penggunaan handscoon, perawat sering memakai satu handscoon
untuk melakukan tindakan pada pasien yang berbeda. Hal ini tidak
diperbolehkan dari pihak PPI karena di dalam SOP mengatakan
bahwa satu handscoon digunakan untuk 1x pasien saja. Sehingga
ketika perawat berpindah ke pasien yang lain, perawat harus
mengganti handscoon tersebut sebelum kontak dengan pasien lainnya.
f. Pencegahan pasien jatuh
Pencegahan pasien jatuh dilakukan dengan mengidentifikasi pasien
dengan menggunakan the morse fallRisk untuk mengukur resiko jatuh
pada klien. Berikut ini penilaian resiko jatuh pada Tn. S
Pengkajian Risiko Jatuh Skala (Skala Mors)
Keterangan:
0-24 : Tidak berisiko/resiko rendah (Perawatan dasar)
25-45 : Risiko sedang(Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar)
≥ 51 : Risiko tinggi (Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh tinggi)
5. Kebutuhan Waktu Keperawatan Pasien
Melakukan orientasi
10 menit
kepada keluarga
Melakukan edukasi
cuci tangan 6 langkah 5 menit
5 momen cuci tangan
Mengkaji input –
5 menit
output
17/09/20
19 Injeksi perhari 5 menit
Menulis laporan
10 menit
kondisi klien
Melakukan operan
5 menit
jaga
Total 43 menit
Melakukan operan
10 menit
jaga
Melakukan
5 menit
pemeriksaan TTV
Melakukan
pemantauan keadaan 10 menit
umum pasien
18/9/19
Injeksi perhari 5 menit
Mengkaji intake –
2 menit
output
Menulis laporan
10 menit
kondisi klien
Melakukan operan
5 menit
jaga
Total 50 menit
Melakukan operan
10 menit
jaga
Memposisikan klien
5 menit
semifowler
Mengganti cairan
2 menit
infus
Melakukan
pemantauan keadaan 10 menit
umum pasien
19/9/19
Menulis laporan
10 menit
kondisi klien
Mengkaji intake –
2 menit
output
Melakukan operan
5 menit
jaga
Total 52 menit
Melakukan operan
5 menit
jaga
Memposisikan klien
5 menit
semi fowler
20/9/19 Membantu ADL
pasien (menggunakan 10 menit
pampers)
Pemantauan keadaan
5 menit
umum pasien
Injeksi perhari 5 menit
Mengkaji intake –
3 menit
output
Menulis laporan
10 menit
kondisi klien
Melakukan operan
5 menit
jaga
Total 51 menit
Melakukan operan
5 menit
jaga
5 menit
Memposisikan klien
2 menit
semi fowler
Mengkaji intake –
3 menit
output
Melakukan
5 menit
pemeriksaan TTV
21/9/19
Mengganti cairan
3 menit
infus
Menulis laporan
10 menit
kondisi klien
Melakukan operan
5 menit
jaga
Total 45 menit
Rekap waktu tindakan keperawatan yang dilakukan :
1 Siang 43 menit
2 Siang 50 menit
3 Malam 52 menit
4 Malam 51 menit
5 Pagi 45 menit
6. Kebutuhan SDM
Jumlah Klasifikasi pasien
Pasien
Ketergantungan Sedang
Total Harga
No Tindakan Logistik Total Biaya
penggunaan Satuan
9. Discharge planning
1. Tahap Pengkajian
Kriteria pasien yang dilakukan perencanan pemulangan (Discharge
Planning) saat assessment awal :
a. Pasien lanjut usia > 60 tahun ( )
b. Pasien dengan kebutuhan pelayanan (√ )
kesehatan medis/keperawatan yang
berkelanjutan (misalnya penyakit
kronis, pasien dengan rawat luka yang
lama, dll)
c. Pasien yang dinilai akan memerlukan (√ )
bantuan dalam aktifitas sehari-hari
dirumah
d. Lain-lain, (sebutkan) ……………… -
2. Tahap Perencanaan
Diagnosis Utama : CKD
Kebutuhan Pemenuhan Kebutuhan
HD setiap hari jumat (√) Konsultasi HD
( ) Lainnya,
Edukasi gizi yang kompleks (√ ) Konsultasi gizi
(membatasi kebuuhan ( ) Membutuhkan alat bantu makan khusus
cairan) ( ) Lainnya,
Penanganan nyeri kronis ( ) Konsultasi Tim Nyeri
( ) Edukasi Obat nyeri
( ) Penanganan nyeri secara mandiri
( ) Lainnya,
Pengelolaan penyakit Tujuan :
berkelanjutan diluar RS Agar pasien mampu untuk melanjutkan terapi HD
setiap hari jumat secara rutin dan membatasi
makan dan cairan.
4. Evaluasi
Evaluasi discharge planning yaitu pasien memahami kondisi dan
bersedia meningkatkan kesejahteraan kondisi pasien saat di rumah.
Berdasarkan yang ada di ruangan Rajawali 6B, tahapan evaluasi untuk
discharge planning yang dilakukan perawat sudah baik. Saat dilakukan
discharge planning dengan perawat keluarga pasien mengerti dan
paham terkait kondisi pasien seperti obat yang harus diminum, diit yang
harus dimakan dan terapi lanjutan (HD). Adanya discharge planning,
diharapkan dapat mempertahankan kesehatan pasien dan membantu
pasien untuk lebih bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka
sendiri. Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah
dipersiapkan untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-
penjelasan yang diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus
dilakukan, serta apabila pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau
alat transportasi lainnya (Styowati. 2011).