Serologi
Serologi
1. Reaksi presipitasi
Reaksi yang dilakukan untuk mengetahui kadar antibodi dalam serum. Presipitasi terjadi karena
reaksi antara antigen yang larut dengan antibodi. Membentuk komplek berupa anyaman.
2. Reaksi aglutinasi
Berbeda dengan reaksi presipitasi, reaksi aglutinasi ini dilakukan untuk antigen yang tidak larut,
berbentuk partikel atau antigen yang larut tapi terikat dengan partikel atau sel. Antigen tersebut
bereaksi dengan antibodi membentuk suatu agregat yang dpat dilihat yang disebut aglutinasi.
3. Reaksi netralisasi
Reaksi antara antigen dan antibodi untuk mencegah adanya efek yang berbahaya antara lain
adanya eksotoksin bakteri atau virus. Senyawa yang dapat menetralkan toksin disebut dengan
antitoksin, merupakan antibodi spesifik yang diproduksi oleh sel hospes.
Reaksi antara antitoksin yang dapat menetralkan toksin bakteri disebut dengan reaksi netralisasi.
5. Reaksi imunofluoresensi
Teknik ini merupakan kombinasi antara zat warna fluoresein dengan antibodi sehingga
menimbulkan warna pendaran ketika dilihat pada mikroskop dengan sinar ultra violet. Uji ini
merupakan cara yang cepat, sensitif dan sangat spesifik.
Orang-orang dengan golongan darah O, yang memiliki agulitinin anti-A dan anti-B dalam
serum darahnya disebut sebagai donor universal, sedangkan golongan darah AB yang memiliki
aglutinogen A dan B disebut sebagai resipien universal.
a. Indirect
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi
antibodi dalam serum adalah:
1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada permukaan
lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan plastik dengan cara
adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva
standar yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan
diuji.
2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA) atau
kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini dikenal sebagai blocking,
karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.
3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari
antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan untuk
antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik,
maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.
4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan
dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan lubang,
bukan pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking.
5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan dalam
lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap
ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.\
6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.
7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/
fluorogenik/ elektrokimia.
8. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/ elektrokimia
lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang
tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama dari
metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap
protein pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit
yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan pada
permukaan lubang.
b. Direct
Prinsip elisa langsung tidak ajuh berbeda dengan elisa tidak langsung. Pada elisa langsung,
antigen secara langsung diadsorpsikan ke substrat padat. Permukaan substrat dicuci dan antibodi
akan ditempeli enzim yang digunakan untuk menunjukkan adanya antigen. Hasilnya akan terlihat
jika ditambahkan subtrat. Pada konfigurasi ini diperlukan antiserum yang spesifik untuk antigen
tersebut. Antiserum ini harus dikonjugasikan dengan enzim.
Perbandingan elisa langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada gambar berikut.
c. ELISA Sandwich
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap antigen yang
diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen
yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct,
hanya saja pada ELISA sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi.
Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibodi primer
spesifik dan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA sandwich ini
cenderung dikhususkan pada antigen memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan
antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA
sandwich, antibodi primer seringkali disebut sebagai antibodi penangkap, sedangkan antibodi
sekunder seringkali disebut sebagai antibodi deteksi.
Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah pada suatu larutan dengan tingkat
kontaminasi tinggi. Hal ini disebabkan ELISA sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi
terhadap antigen yang diinginkan akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi
dengan kedua antibodi.
Pada ELISA sandwich, pertama microtiter diisi dengan larutan yang mengandung antibodi
penangkap, sehingga antibodi penangkap tersebut dapat menempel pada bagian dinding lubang
microtiter. Selanjutnya microtiter dibilas untuk membuang antibodi penangkap yang tidak
menempel pada dinding lubang microtiter. Kemudian larutan sampel yang mengandung antigen
yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter, sehingga terjadi interaksi antara
antibodi penangkap dengan antigen yang diinginkan. Selanjutnya, microtiter kembali dibilas
untuk membuang antigen yang tidak berinteraksi dengan antibodi penangkap. Lalu, kedalam
lubang microtiter dimasukkan larutan yang berisi antibodi detektor, sehingga pada lubang
microtiter tersebut terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibodi detektor.
Selanjutnya microtiter dibilas lagi untuk membuang antibodi detektor yang tidak berinteraksi
dengan antibodi spesifik. Kemudian pada tahap akhir ELISA indirect, ditambahkan substrat yang
dapat bereaksi dengan enzim signal, lalu enzim yang tertaut pada antibodi detektor yang telah
berinteraksi dengan antigen yang diinginkan akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan
signal yang dapat dideteksi.
Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat sensitivitas
dari hasil pengujian, antara lain:
* Banyak molekul antibodi penangkap yang berhasil menempel pada dinding lubang microtiter
* Afinitas dari antibodi penangkap dan antibodi detektor terhadap antigen
Sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari teknik ELISA
terdahulu, yaitu ELISA direct. Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada
tingkat spesitifitasnya yang relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat
berinteraksi dengan 2 jenis antibodi, yaitu antibodi penangkap dan antibodi detektor. Namun
demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat
diaplikasikan untuk mendeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua jenis
antibodi yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya
harus berbeda).
d. ELISA Avidin-Biotin
Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini juga dikembangkan untuk
mendeteksi antibodi dengan tingkat sensitivitas relatif lebih tinggi. Teknik ini dikenal sebagai
teknik ELISA penangkap antibodi, dimana prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich,
hanya saja yang digunakan pada teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detektor
(antigen bertaut enzim signal, bersifat optional apabila antibodi yang diinginkan tidak tertaut
dengan enzim signal).
Contoh dari aplikasi teknik ini adalah teknik ELISA untuk mendeteksi vitamin biotin yang
tertaut dengan suatu antibodi avidin dengan mengubah antibodi avidin menjadi antibodi
streptavidin, dimana satu molekul streptavidin dapat mengikat empat molekul biotin
(pengembangan dari ELISA indirect), sehingga signal yang teramplifikasi menjadi semakin kuat
akibat interaksi antara biotin dengan enzim yang menjadi semakin banyak.
e. ELISPOT
ELISPOT adalah metode umum untuk memantau respon imun pada manusia maupun hewan.
Metode ini dikembangkan oleh Cecil Czerkinsky pada tahun 1983. Uji ELISPOT merupakan
versi modifikasi yang dikembangkan dari ELISA sebelumnya. Tes ELISPOT pada awalnya
dikembangkan untuk menghitung sel B yang mensekresi antigen-antibodi spesifik, dan kemudian
telah diadaptasi untuk berbagai tugas, khususnya identifikasi dan penghitungan sitokin sel yang
memproduksi pada tingkat sel tunggal. Secara sederhana, pada kondisi yang sesuai uji ELISPOT
memungkinkan visualisasi dari produk yang keluar dari sel diaktifkan atau menanggapi individu.
Setiap tempat yang berkembang di uji mewakili sebuah sel reaktif tunggal. Dengan demikian, uji
ELISPOT menyediakan baik informasi (jumlah menanggapi sel) kualitatif (jenis protein
kekebalan tubuh) dan kuantitatif.
Berdasarkan sensitivitas dari tes ELISPOT, analisis frekuensi populasi sel langka (misalnya,
antigen-spesifik tanggapan) yang tidak mungkin sebelumnya, sekarang relatif mudah.
Sensitivitas yang luar biasa ini sebagian karena produk dapat dengan cepat ditangkap sekitar sel
mensekresi. Baik sebelum diencerkan dalam supernatan, ditangkap oleh reseptor sel yang
berdekatan, atau terdegradasi. Hal ini membuat tes ELISPOT jauh lebih sensitif dibandingkan
pengukuran ELISA konvensional. Batas deteksi adalah di bawah 1/100, 000 render dalam
menghitung sel aktif yang memproduksi. Hal ini memungkinkan banyak proses analisis yang
otomatis, dan memungkinkan tingkat akurasi yang lebih besar daripada apa yang dapat dicapai
dengan menggunakan pemeriksaan manual.
Alat tes ELISPOT menggunakan teknik yang sangat mirip dengan sandwich ELISA. Adapun
teknik penggunaan ELISPOT adalah sebagai berikut.
1. Antibodi monoklonal (lebih disukai untuk spesifisitas yang lebih besar) atau antibodi
poliklonal penangkapan yang dilapisi secara aseptik ke lempeng (fluoride polyvinylidene)-
didukung PVDF. Antibodi ini dipilih untuk kekhususan mereka untuk analit yang bersangkutan.
2. Sel dirangsang dengan tepat yang dipipet ke dalam plate dan lempeng ditempatkan menjadi 37
° C dilembabkan CO2 inkubator untuk jangka waktu tertentu.
3. Selama periode inkubasi, antibodi bergerak langsung di sekitar dari sel-sel mensekresi,
mengikat analit yang dilepaskan. Misalnya yang dieksresikan adalah sitonin.
4. Kemudian mencuci sel-sel dan zat terikat, sebuah antibodi spesifik terbiotinilasi poliklonal
(alkaline phospathase conjugated streptavidin) untuk analit dipilih akan ditambahkan ke plate.
Antibodi ini adalah reaktif dengan epitop yang berbeda dari sitokin target dan dengan demikian
digunakan untuk mendeteksi sitokin ditangkap.
5. Selanjutnya setelah mencuci untuk menghilangkan antibodi terikat terbiotinilasi, sitokin
terdeteksi kemudian divisualisasikan menggunakan avidin-HRP dan substrat pencetus (misalnya,
AEC, BCIP / NBT).
6. Sebuah endapan berwarna biru-hitam terbentuk dan muncul sebagai bintik-bintik di lokasi
lokalisasi sitokin, dengan setiap titik individu yang mewakili sebuah sel yang mensekresi analit
individu. Bintik-bintik dapat dihitung dengan sistem otomatis pembaca ELISPOT atau manual,
menggunakan sebuah mikroskop stereo.