Bab VII-2
SUMBER DAYA GENETIK MANGGA :
Status dan Pemanfaatannya
Sudarmadi Purnomo
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
Jl. Raya Karangploso Km 4 Malang, Jawa Timur
PENDAHULUAN
ke depan sejalan dengan kemajuan arus informasi, pasar bebas dan tekanan
lingkungan, akan rawan jika dibiarkan tanpa diimbangi berbagai varietas yang ke
depan berperan sebagai pangan fungsional, buahnya dapat dipanen beberapa kali
dalam setahun, serta mempunyai perawakan pohon yang pendek dan produktif.
Konsumsi global mangga telah meningkat secara signifikan karena
kesadaran oleh kampanye “go green” dan trend ke depan yang kembali ke alam
“back to nature”. Enzim mangga, yaitu mangiferin, katechol oksidase dan laktase,
membersihkan kotoran dalam usus, dan obat penawar ideal untuk semua efek racun
dalam tubuh. Buah mangga juga meningkatkan resistensi yang cukup untuk
melawan kuman. Fenol dalam buah mangga berupa kuersetin, isokuersitrin,
astragalin, fisetin, asam galat dan metilgalat, memiliki kapasitas dalam mencegah
kanker kandung empedu, juga mengandung banyak triptofan, prekursor dari
serotonin untuk meningkatkan libido (Khoo et al., 2010; Wijaya et al., 1997;
Wauthoz et al., 2007).
Mangga tipe monoembrioni berasal dari Asia selatan, terutama dari India
Timur, Burma, dan Kepulauan Andaman, telah lama dibudidayakan oleh penduduk
setempat. Para biksu Budha meyakini telah mengambil mangga ketika mereka
melakukan perjalanan ke Malaya dan Asia Timur pada abad IV dan V sebelum
Masehi. Sementara itu orang Persia telah membawa buah mangga yang diambil
dari Hindia Timur ke Afrika Timur, sebelum awal kunjungan Portugis, yang
kemudian mengenalkannya ke Afrika Barat dan Brazil pada awal abad ke-16,
kemudian ke Hindia Barat, yang pertama kali ditanam di Barbados, Republik
Dominika sekitar tahun 1742, hingga Jamaika sekitar tahun 1782. Pada awal abad
ke-19 perkembangan mangga sampai dengan Meksiko diperoleh dari Filipina dan
Hindia Barat. Genus mangga tipe poliembrioni dari Asia Tenggara, terutama
Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand (negara-negara pertama penghasil
mangga), yang membudidayakan mangga sebagai tanaman buah yang hingga kini
berkembang ke penjuru negara-negara lainnya (Gambar 1).
Beberapa ahli botanis (Mukherjee, 1953; Hou, 1978; Mondal et al., 1982)
mengusulkan klasifikasi genus Mangifera, tetapi kemudian Kostermans dan
Bompard (1993) memperbarui dan menambahkan melengkapi klasifikasi
taksonomi terbaru berdasarkan karakteristik morfologi bunga, menyatakan 69
spesies genus Mangifera, dan diklasifikasikan 58 spesies menjadi dua subgenera
dengan beberapa bagian. Status dari 11 spesies lainnya adalah tidak atau belum
pasti. Taksonomi klasik ini membuka cakrawala yang luas bagi perkembangan
spesies-spesies mangga, meskipun seringkali ditemui sistem penanda yang ambigu,
tentu ke depan perlu dilengkapi yang lebih teliti berdasarkan biologi molekuler
sebagai pendekatan taksonomi modern.
4 M. foetida Lour. Sumatera, Kalimantan, Bacang, Embacang, Macang, Buah bergetah tajam, gatal, untuk rujak
M. horsfieldii dan Jawa. asam, Hambawang asinan atau sambal setelah rendam air garam.
(Kalimantan Aroma harum keras
Selatan), Bakumpai
(Kalimantan Tengah); Pakel
(Jawa).
5 M. gedebe Mig. Kota Bangun, Kutai Repeh; Kepi (Kalimantan); Tanaman selalu ditemukan tergenang air, buah
M. camptosperma Timur Kedepir (Sunda), Gedepir gepeng dan miring, hijau pucat atau hijau
Pierre, (Sumatera), kekuningan bila masak. Buah dimakan ketika
M. reba Pierre, masih muda, apabila masak maka daging
M. inocarpoides Merr. buahnya banyak mengandung serat.
& Perry
6 M?1. sp.) Kampung Pial, Loleng, Asam Kepang -
Kotabangun,
Kalimantan Timur
7 M. caesia Jack Kampung Embayan, Mangga/Asam Palung Aroma buah masak sangat harum; buah segar
M. verticillata Loa Janan, Loa Kulu, untuk campuran minuman. Daging buah
Samarinda, Kalimantan diawetkan untuk campuran sambal.
Timur
8 M. longipes syn. M. Simpur, Kandangan, Asam Buluh Aroma buah wangi dan citarasanya manis
laurina Hulu Sungai Selatan,
Kalimantan Barat
9 M. kemanga Blum. Sumatera; Kalimantan; Mangga Kemang (Jawa Barat: Aroma buah khas, rasa asam manis untuk rujak,
M.caesia var. kemanga Bali, dan Jawa (Jawa Bogor); Mangga Binjai sari buah; berbunga-berbuah Oktober dan
(Bl.) Wanji (Kosterm). Barat) (Kalimantan Selatan: Desember (musim penghujan).
M.caesia var. verticella Banjarbaru) dan Bali.
ta (C.B. Rob.) Buah Binjai juga digunakan sebagai bumbu
Mukherji Nama lain di Kalimantan : untuk pembuatan saus bahan bersama dengan
M. foetida (non Lour.) Mangga kambawang; Balanu; ikan. Suku Sunda mengkonsumsi daun muda
Bl. Beluno; Binjai pulut; sebagai lalab sayuran
M. polycarpa Griff. Buluno(h); Bundo(h); Bunduh;
M. verticellata C.B. Dendahan; Ondo; Wanji
Rob.
10 M. spp (?) Kampung Anayung, Asam Soeragam Citarasa buah sangat masam
Lok Sado, Hulu Sungai
Selatan, Kalimantan
Selatan
Kaltim
Gambar 2. Spesies-spesies mangga liar yang endemik di Kalimantan (Dokumen : Purnomo, 1987)
(A). Mangga Pajang (M. pajang Kosterm.); (B). Mangga Konyot Besi (M. impressineria Kosterm.);
(C). Mangga Binjai Banjar (M. kemanga) ; (D). Mangga Putar (Mangifera torquenda Kostermans.)
(E). Mangga Repeh (M. gedebe Mig.); (F). Mangga Pilipisan (M. casturi cv. Pilipisan);
(G). Mangga Pauh (M. pentandra Hooker f.); dan (H). Mangga Kasturi (M. casturi cv. Kasturi)
Indeks kesamaan
Di antara spesies-spesies yang tertera pada Tabel 1, mungkin saja saat ini
kondisinya sudah mengkawatirkan, sejalan dengan tekanan susut hutan sekunder
yang menjadi hutan industri. Terlepas dari kepentingan ekonomi yang seringkali
tidak mempertimbangkan faktor sumberdaya genetik, Hidayat et al., (2011)
melaporkan hubungan kekerabatan di antara 19 spesies Mangifera L. Indonesia dan
Thailand yang dianalisis menggunakan urutan maturase-K gen (mat-K gen) dari
genom kloroplas. Analisis filogenetik dengan metode parsimoni menunjukkan,
bahwa gen mat-K bisa mengklasifikasikan Mangifera menjadi tiga kelompok besar.
Meskipun sistem klasifikasi berbeda dengan sistem sebelumnya, tetapi hasilnya
telah memberikan gambaran baru tentang taksonomi Mangifera. Hasil lebih lanjut
menunjukkan bahwa dua spesies Mangifera yang sama, yaitu M.laurina dan M.
macrocarpa tetapi berbeda urutan DNA dari gen mat-K antara yang berasal dari
Indonesia dengan spesimen yang berasal dari Thailand. Artinya keragaman
genetik dalam spesies telah meningkat di antara kedua spesies tersebut.
Kemajuan cukup pesat untuk menjawab apakah Indonesia termasuk pusat
asal dan persebaran spesies-spesies mangga, tampaknya dapat didekati dari
laporan Fitmawati (2008) melalui kajian biosistematika mangga Indonesia.
Tabel 3. Kelompok utama dan kelompok varietas mangga asal KP. Cukur
Gondang, Jawa Timur
Gambar 5. Dendrogram mangga Indonesia berdasarkan penanda kombinasi morfologi dan RAPD (Fitmawati, 2008)
370 Sumber Daya Genetik Indonesia
Sudarmadi Purnomo
Sumber daya genetik mangga: Status pengelolaan dan pemanfaatanangga
Area Luas
Sempit
Gambar 6. PPF dari besarnya dan distribusi mangga di Kediri (Andri et al., 2010).
Majalengka, Sumedang, dan Kuningan, atau lebih tepat di lingkaran kaki Gunung
Cermai, Jawa Barat. Seleksi memperoleh pohon terbaik, yaitu Gedong gincu. Ciri
spesifik varietas ini menurut Rahardi (2012) adalah bentuk buah pada bagian ujung
berlekuk “lesung pipit”, sementara pada jenis mangga lainnya, lekukan itu terdapat
pada bagian pangkal buah, dengan warna buah merah keunguan (“gincu”) dan
oranye. Ciri yang lain aroma buah harum, tekstur daging buah lebih lembut
daripada varietas Gedong, citarasa manis-masam, dan bobot buah (0,20 sampai
0,25 kg per buah) adalah sesuai untuk konsumsi satu orang. Kelemahan varietas ini
seringkali “gincu” tidak nampak jika buah tidak masak maksimal, atau “masak
pohon”. Cara budi daya yang benar harus diterapkan jika petani menginginkan
kualitas “gincu” dan “lesung pipit”.
Beberapa varietas spesifik lokasi lainnya yang telah dilepas oleh
Kementerian Pertanian, dan mempunyai historis proses pelepasan varietas yang
hampir sama, tetapi sampai saat ini masih kurang populer bagi pebisnis hortikultura
nasional daripada kedua varietas di atas, antara lain: (1) mangga varietas Dodol
dari Paneleng, Minahasa, Sulawesi Utara, (2) mangga varietas Durih dari
Probolinggo, Jawa timur, (3) varietas Cengkir dari Indramayu, (4) varietas
Lanabbu dari Liorong, Mattirobulu, Pinrang; (5) varietas Legong dari Tejakula,
Buleleng, (6) varietas Sukku dari Massemba, Matan Enrekang, Enrekang; (7)
varietas Bengkulu dari Bengkulu; (8) varietas Malam dari Watugajah, Gedangsari,
Gunungkidul, (9) varietas Malaga dan (10) varietas Kelong dari Telaga Sari,
Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Khusus varietas Bengkulu mempunyai ciri spesifik fase reproduksi lebih
dari dua kali dalam satu tahun, adalah potensi sumber genetik bagi perbaikan
produktivitas tanaman mangga yang genjah.
Hasil observasi dan evaluasi dari koleksi ex-situ plasma nutfah mangga
ditampilkan pada Tabel 4, yaitu menyatakan keunggulan dan kelemahan masing-
masing varietas. Perbandingan beberapa varietas unggul yang dilepas dari hasil
seleksi klonal tunggal terbaik asal plasma nutfah ex-situ disajikan pada Tabel 5 dan
keragaan beberapa varietas disajikan pada Gambar 7.
11 Garifta (1) Warna buah merah; (2) Bentuk jorong Tidak tersedia data
Merah dengan bobot 220-320 g/buah; (3) Tekstur
daging agak lunak berserat halus; (4).
Rasa buah manis segar, aroma harum kuat;
(5) Kandungan air 83,1 - 86%; (6) vitamin
C 45,5 mg/100 g; (7). Gula 15,5o brix dan
kadar asam 0,21%.
12 Garifta (1) Provitas tinggi; (2) Warna buah Tidak tersedia data
Orange jingga: merah pada pangkal buah dan
hijau ke kuning dan menjadi jingga ketika
masak optimal; (3) Bobot buah berkisar
235-365 g/buah; (4) Rasa buah manis agak
masam; (5). Tahan antraknose dan lalat
buah. warna kulit pangkal buah merah
dan warna pucuk kuning.
13 Garifta (1) Warna kulit kuning keemasan; (2). Tidak tersedia data
Kuning Bentuk buah jorong (320 - 100 g/buah);
(3). Tekstur daging agak lunak berserat
kasar; (4) Rasa dan aroma harum kuat, (5)
Jumlah buah 1-5 buah/tandan; (6) daya
simpan 6-10 hari
14 Garifta (1) Bentuk buah bulat dengan, bobot 190 - Tidak tersedia data
Gading 230 g/buah; (2). Tekstur daging agak
lunak berserat kasar; (3). Rasa manis,
harum kuat; (3). Jumlah buah 1 - 4
buah/tandan; (5) Daya 7-10 hari.
Sumber : Purnomo (2000); Purnomo et al., (2002); Rebin et al., (2002); Rebin dan
Karsinah (2010)
Tabel 5. Perbandingan penampilan antara Marifta 01, Ken Layung, Garifta Merah,
Garifta Kuning, Garifta Gading dan Garifta Oranye
Gambar 7. Varietas-varietas mangga hasil seleksi klonal tunggal dari koleksi ex-situ plasma nutfah KP. Cukurgondang
(Rebin dan Karsinah, 2010).
Konsumsi buah mangga dalam negeri saat ini masih sangat rendah sekitar
separoh dari standar ukuran yang ditetapkan FAO (75 kg/kapita/tahun). Dengan
menggunakan berbagai sumber data, Purnomo (2012) menyatakan bahwa produksi
buah-buahan Indonesia harus dinaikkan dua kali lipat untuk menutupi kekurangan
konsumsi dan kehilangan hasil karena mutu yang rendah, meskipun nilai transaksi
perdagangan buah mangga paling mantab jika dibandingkan dengan buah-buahan
lainnya. Era industrialisasi juga menumbuhkan industri baru skala rumah tangga dan
skala perusahaan besar. Industri rumah tangga manisan atau asinan, jus, pure, jam,
kripik dan tepung sedang tumbuh di beberapa pusat-pusat produksi buah-buahan,
termasuk mangga. Untuk itu masih perlu diupayakan tanaman mangga produktif,
efisien dalam menggunakan sumber daya lahan dan input teknologi produksi, serta
cara panen mudah. Sasaran ini dapat dicapai apabila pohon mangga yang pada saat
sekarang ini mempunyai arsitektur tinggi dan besar dapat direkayasa menjadi cebol,
sehingga lahan padat tanam (high density planting). Sifat arsitektur tanaman cebol
dapat diwariskan dari tetua kepada keturunannya. Perbaikan genetik melalui hibridisasi
mempunyai peluang untuk memperoleh pohon mangga cebol. Singh et al. (1978)
melakukan observasi dengan mengawinkan Neelum X Dashehari dan Neelum X
Chausa diperoleh Mallika yang arsitektur pohonnya lebih pendek dan lebih genjah
daripada kedua tetuanya.
Materi plasma nutfah mangga yang dikoleksi di KP. Cukurgondang dan
bahkan varietas-varietas atau spesies-spesies yang dikoleksi on-farm atau in-situ dapat
dimanfaatkan untuk pembentukan varietas tanaman produktif, genjah, cebol, dengan
kualitas buah bermutu. Langkah pertama dalam pemanfaatan sumber plasma nutfah
adalah memilih tetua sesuai berbagai karakter yang menjadi program pemuliaan. Pada
Tabel 6 disajikan arah pemuliaan menuju varietas mangga yang ideal dalam menjawab
tantangan ke depan serta sumber plasma nutfah yang dapat dimanfaatkan untuk
mendukung arah tersebut.
Tabel 6. Materi sumber plasma nutfah mendukung pembentukan varietas mangga tipe
ideal
No Karakter Idiotipe yang diinginkan oleh Sumber plasma nutfah
pengguna
1 Arsitektur
tanaman :
1. Bentuk tajuk Elipsoid, dwarf (tinggi 3m; Sudah banyak dijumpai tipe arsitektur
kanopi 3m) dwarf, yaitu melalui pendekatan
penggunaan batang bawah, dengan
sumber :
Kraton 119
2 Tipe genjah :
1. Umur generatif Pendek ( 2 tahun jika Belum dijumpai informasi sumber
dikembangkan dengan bibit plasma nutfah
okulasi)
2. Umur petik 3bulan
3. Non ritmik Tidak dijumpai lag phase Belum dijumpai informasi sumber
generatif plasma nutfah
4. Frekuensi 1 kali musim berbunga Manalagi Kraksaan; Durih; M. lalijiwa ;
generatif dalam 1 tahun dan stabil Varietas Bengkulu
4. Frekuensi panen 1 kali musim panen dalam 1 Manalagi Kraksaan; Durih; M. lalijiwa ;
tahun dan stabil Varietas Bengkulu
3 Produktif :
1. Hasil buah 300 kg/tanaman Malgova-463;Blencong-373;M. pajang;
M. kemanga cv Wanyi Bali
2. Frekuensi panen >1 kali musim panen dalam 1 Manalagi Kraksaan; Durih; M. lalijiwa ;
tahun dan stabil Varietas Bengkulu
3. Perbungaan dan (1). Porsi bunga sempurna Gedong Gincu; Haden-217; Marifta-01
dedaunan 33,3%; (2) Posisi daun pada
ranting tegak
4 Buah
Warna pangkal Semua Garifta; Ken Layung, Marifta 01
Merah kuning Semua Garifta; Kalimooku Graft-461;
Polok-157; Delima-209; Salar Sammer-
207; Kidang-21
Merah Pierre-305; Kartikia-395; The Pala-435
Merah hati Limun-63; Mangga Ayu-287; Delima;
Haden-217; Sarekhas-32; Yampulu-499
Merah coklat Janis-161; Maringar; Irwin; Peach;
Kraton-119
Warna pucuk Semua Garifta; Ken Layung, Marifta 01
Kuning merah Kopek-397; Irwin
Merah kuning Sarekhas-32
Merah Khastras-147
Pada evaluasi awal menunjukkan bahwa F1-38 (Apel Merah x Arumanis 143)
memiliki ciri-ciri yang mirip dengan Arumanis 143, bobot buah 350 gram, warna buah
kuning, daging buah tebal, halus tidak berserat, warna daging buah kuning, citarasa
dan aroma khas Arumanis 143. F1-25 (Arumanis-143 x Delima) juga memiliki
keragaannya mirip Arumanis 143, kecuali bobot 600 gram, dan warna kulit buah hijau
kekuningan. F1-54 (Arumanis x Keitt) mempuyai bobot 550 gram rasa manis asam,
daging buah tebal, warna daging kuning, berserat, kulit kekuningan. F1-45 (Arumanis
x Saigon) mempunyai bobot 245gram, warna daging buah kuning, tidak berserat,
daging tipis, aroma kuat dan kulit buah merah, citarasa mirip Arumanis 143. Keragaan
buah beberapa persilangan disajikan pada Gambar 8.
Uraian di atas menunjukkan adanya peluang yang besar untuk memperoleh
varietas unggul baru untuk memenuhi kesejahteraan. Peluang besar ini dapat diraih jika
tersedia sumber genetik yang luas. Lama ketika organisasi profesional International
Board Plant Genetics Resources dan World Wildlife Fund (IBPGR-WWF) melakukan
survei mangga liar di Kalimantan dan Malaysia pada 1986-1988, yang diikuti dengan
studi ekstensif koleksi herbarium mangga, telah menghasilkan pengetahuan yang lebih
dalam tentang genus Mangifera. Dukungan pernyataan-pernyataan bahwa Indonesia
sebagai pusat asal dan penyebaran spesies-spesies mangga telah mengingatkan,
kekayaan gene pool yang luas akan hilang jika tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu
perlunya langkah praktis yang memadai dan harus cepat diterapkan untuk menjamin
kelangsungan hidup jangka panjang terhadap sumber daya genetik itu.
Gambar 8. Keragaan F1 hasil persilangan-persilangan Arumanis 143 dengan varietas-varietas mangga merah koleksi KP.
Cukurgondang (Karsinah dan Rebin, 2011).
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Jha, S.K., S. Sethi, M. Srivatav, A.K. Dubey, R.R Sharma, D.V.K. Samuel, A.K
Singh. 2010. Firmness characteristics of mango hybrid under ambient
storage. J Food Eng 97:208–212.
Karihaloo JL, Y.K. Dwivedi, S. Archak and A.B. Gaikwad. 2003. Analysis of
genetic diversity of Indian mango cultivars using RAPD markers. J Hortic
Sci Biotechnol 78:285–289.
Karsinah dan Rebin. 2011. Mangga hibrida hasil persilangan Arumanis 143 dengan
Klon Mangga Merah. Iptek Hortikultura 7:1-7.
Khoo Hock-Eng, K. N. Prasad 1, A. Ismail and N. Mohd-Esa. 2010. Carotenoids
from Mangifera Pajang and Their Antioxidant Capacity. Molecules 15:
6699-6712.
Kostermans, A.J.G.H. and J.M. Bompard. 1993. The mangoes: Their botany,
nomenclature, horticulture and utilization. IBPGR Academic Press,
London.
Kusumo, S. dan Suminto Tj. 1987. Deskripsi varietas mangga. Hortikultura (24):1-
124. Balai Penelitian Hortikultura Solok.
Mukherjee, S.K. 1953. Origin, distribution and phylogenetics affinities of the
species of Mangifera. Journal of the Linnean Soc. Botany 55: 65-83.
Mukherjee, S.K. 1985. Systematic and ecogegraphic: Studies on Crop Genepools.
I. Mangifera L. International Board for Plant Genetic Resources. Rome.
Mukherjee, P.K., and D.K. Sharma. 1985. Mango. In: Bose T.K. (ed.) Fruits
Tropical and Sub-tropical. Naya Prakash, Calcutta. Pp. 69-123.
MRIS. 2012. Geographical Distribution: Cultivars/Varieties. Mango Resources
Information System. www.mngifera.org./vrieties.php. Diakses pada
tanggal 23 Desember 2012.
Mondal, M.S., A.K. Mahapatra, and S. Mahapatra. 1982. Pollen morphology of
some species of Mangifera L. in relation to taxonomy. J. Econ. Taxon. Bot.
3:365–372.
Purnomo, S. 1987. Eksplorasi mangga liar di Kalimantan. Hortikultura 5:1-26.
Purnomo, S., PER. Prahardini dan RD. Wijadi. 1990. Klasifikasi penampilan
produksi dan beberapa ciri buah mangga varietas Cukurgondang. Penel.
Hort. 5(1):107-129.
Purnomo, S. 1992. Pemuliaan tanaman mangga (Mangifera indica L). Prosiding
Simposium Pemuliaan Tanaman I, Malang 27-28 Agustus 1991. Asosiasi
Pemuliaan Indonesia Wilayah Jawa Timur. Hlm. 107-130.