Anda di halaman 1dari 10

A.

Farmakodinamik

Metamfetamin telah diidentifikasi sebagai agonis penuh poten dari reseptor terkait -
amina jejak 1 (TAAR1), reseptor yang ditambah protein G (GPCR) yang mengatur
sistem katekolamin otak. [96] [97] Aktivasi TAAR1 meningkatkan produksi siklik adenosin
monofosfat (cAMP) dan menghambat atau membalikkan arah pengangkutan transporter
dopamin (DAT), transporter norepinefrin (NET), dan transporter
serotonin (SERT). [96] [98] Ketika metamfetamin berikatan dengan TAAR1, ia
memicu fosforilasi transporter melalui pensinyalan protein kinase A (PKA) dan protein kinase
C (PKC), yang pada akhirnya menghasilkan internalisasi atau fungsi terbalik dari transporter
monoamina . [96] [99] Metamfetamin juga diketahui meningkatkan kalsium intraseluler, efek
yang dikaitkan dengan fosforilasi DAT melalui jalur pensinyalanprotein kinase (CAMK) yang
bergantung pada Ca2 + / calmodulin yang tergantung , pada gilirannya menghasilkan eflux
dopamin. [100] [101] [102] TAAR1 juga telah terbukti mengurangi laju penembakan neuron
melalui aktivasi langsung saluran protein yang digabungkan ke dalam G yang diperbaiki ke dalam
secara rektifikasi . [103] [104] [105] Aktivasi TAAR1 oleh metamfetamin
dalam astrosit tampaknya memodulasi secara negatif ekspresi dan fungsi membran EAAT2 ,
sejenis transporter glutamat . [40]

Selain transporter membran monoamina plasma, metamfetamin menghambat penyerapan dan


menginduksi penghabisan neurotransmiter dan substrat lain pada transporter monoamina
vesikular, VMAT1 dan VMAT2 . [106] Dalam neuron, metamfetamin menginduksi eflux
neurotransmitter monoamina melalui VMAT2, menghasilkan aliran monoamina dari vesikel
sinaptik ke dalam sitosol (cairan intraseluler) dari neuron presinaptik . [107] Transporter lain yang
diketahui menghambat methamphetamine adalah SLC22A3 dan SLC22A5 . [106] SLC22A3
adalah transporter monoamine ekstraneuronal yang hadir dalam astrosit, dan SLC22A5 adalah
transporter karnitin berafinitas tinggi. [97] [108]

Metamfetamin juga merupakan agonis reseptor adrenergik alfa-

2 dan reseptor sigma dengan afinitas yang lebih besar untukσ 1 dari σ 2 , dan

menghambat monoamine oksidase A (MAO-A) dan monoamine oksidase B (MAO-

B). [34] [97] [41] Aktivasi reseptor Sigma oleh metamfetamin memfasilitasi efek stimulan sistem
saraf pusat dan meningkatkan neurotoksisitas di dalam otak. [34] [41] Metamfetamin juga dikenal

dapat menghambat enzim hati CYP2D6 . [95] Dekstrometamfetamin adalahpsikostimulan

yang lebih kuat (sekitar sepuluh kali menggunakan striatal dopamin),

tetapi levomethamphetamine memiliki efek perifer yang lebih kuat, waktu paruh yang lebih lama,

dan efek yang lebih lama dirasakan di antara para pecandu. [109][110] [111] Pada dosis tinggi,

kedua enantiomer dari metamfetamin dapat menyebabkan stereotipe dan psikosis metamfetamin

yang serupa, [110] tetapi levomethamphetamine memiliki efek psikodinamik yang lebih

pendek. [111]

B. Farmakodinamik
Farmakodinamik shabu merupakan aspek farmakologis yang meliputi cara kerja shabu dan efek
25
shabu terhadap berbagai fungsi organ. Shabu termasuk obat simpatomimetik yang bekerja
secara tidak langsung, yang artinya shabu dapat menimbulkan efek adrenergik melalui pelepasan
6,26
katekolamin endogen yang tersimpan dalam ujung saraf adrenergik. Katekolamin merupakan
golongan neurotransmitter yang memiliki satu cincin benzen, dua gugus etil dan satu gugus amino,
contohnya neurotransmitter golongan ini adalah dopamine, serotonin, dan norefineprin. Shabu
memiliki kesamaan struktur dengan katekolamin endogen tersebut sehingga mampu memfasilitasi
6,24,26
peningkatan pelepasan katekolamin Mekanisme kerja shabu diilustrasikan pada
Gambar 5. Pertama, shabu penetrasi masuk ke ujung saraf presinaps dengan cara difusi pasif
melewati membran lipid (Gambar 5.i) atau melalui tempat ikatan transporter-neurotransmiter pada
membran tersebut (Gambar 5.ii). Setelah berada dalam sitosol, shabu menghambat fungsi kerja
vesicular monoamine transporter (VMAT2) menyebabkan redistribusi katekolamin dari vesikel ke
dalam sitosol memungkinkan meningkatnya konsentrasi katekolamin dalam sitosol (Gambar 5.iii).

Kedua, shabu turut serta mengganggu kesetimbangan pH dalam sitosol akibatnya mempercepat
akumulasi molekul-molekul katekolamin ke dalam vesikel sehingga proses pembentukan
katekolamin lebih cepat. Ketiga, shabu mampu meningkatkan aktivitas enzim tirosin hidroksilase
menyebabkan proses reaksi dari tirosin menjadi L-3,4-dihydroxylphenylalanine (L-DOPA) dan
kemudian proses L- DOPA menjadi dopamin menjadi lebih cepat (Gambar 5.iv). Pada keadaan
normal, setelah katekolamin berada pada celah sinaps, maka katekolamin akan berikatan dengan
reseptor masing-masing di ujung saraf postsinaps baru kemudian katekolamin tersebut di re-uptake
dan dimetabolisme oleh tubuh. Keadaan berbeda ketika seseorang menggunakan shabu, shabu
diketahui memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas katekolamin di celah sinaps dengan
cara menghalangi proses re-uptake oleh saraf presinaps (Gambar 5.iv) dan dengan cara mengubah
21-25
enzim monoamin oksidase (MAO) menjadi enzim mandelat yang bersifat tidak aktif.

Gambar Mekanisme kerja shabu dalam ujung saraf: (i) dan (ii) proses penetrasi shabu ke dalam
ujung presinaps, (iii) dan (iv) shabu merangsang pembentukan katekolamin secara berlebihan, (v)
23
shabu menghambat re-uptake katekolamin dari celah sinaps.
Keterangan: ▲= shabu, ●=katekolamin (dopamin).
Akibat mekanisme shabu tersebut konsentrasi serotonin, dopamin, dan norepinefrin meningkat di
tempat masing-masing neurotransmitter tersebut dibentuk. Peningkatan pelepasan dopamin di
frontal korteks, sistem limbik, basal ganglia, talamus, hipofisis posterior, medula spinalis akan
mempengaruhi fungsi pergerakan dan koordinasi, emosional, penilaian, motivasi dan efek euforia.
Tetapi dalam jangka panjang akan menyebabkan skizofrenia dan sifat agresif. Sedangkan
peningkatan pelepasan norepinefrin di sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat seperti talamus,
sistem limbik, hipokampus, serebelum, korteks serebri akan sangat mempengaruhi fungsi
pernafasan, pikiran, persepsi, daya penggerak, fungsi kardiovaskuler, tidur dan bangun. Serotonin
yang dilepaskan berlebihan pada hipotalamus, talamus, sistem limbik, korteks serebral, serebelum,
medula spinalis akan sangat mempengaruhi fungsi tidur, bangun, libido, nafsu makan, perasaan
nyaman, agresi persepsi nyeri, dan koordinasi. Tetapi dalam jangka panjang shabu akan
menyebabkan munculnya paranoid, hilangnya percaya diri, putus asa dan kecemasan yang
berlebihan.

Farmakokinetik metamfetamin

Metamfetamin di metabolisme terutama di hati melalui beberapa jalur, antara lain : (i) N-

Demetilasi menghasilkan amfetamin yang dikatalisasi oleh sitokrom P450 2D6; (ii) hidroksilasi

aromatik oleh sitokrom P450 2D6, menghasilkan 4-hidroksimetamfetamin; dan (iii) ß-hidroksilasi

yang menghasilkan norephedrine. Beberapa metabolit yang dihasilkan dari beberapa proses yang

saling tumpang tindih. Metabolit dari metamfetamin tidak berkontribusi secara signifikan terhadap

gejala klinis. Bila kita mengkonsumsi amfetamin sebanyak 30 mg, maka kadar puncak dalam

plasma akan terjadi dalam waktu 12 jam dengan efek akut yang timbul minimal. Kadar puncak

dalam plasma tersebut lebih rendah dibandingkan jumlah yang kita konsumsi. Keterlibatan

polimorfik sitokrom P450 2D6 dianggap berkontribusi terhadap metabolisme yang berbeda-beda

antar individu. Metabolisme tampak tidak terpengaruh oleh paparan kronik, oleh karena itu
peningkatan dosis yang dibutuhkan diperkirakan terjadi lebih merupakan akibat efek

farmakodinamik dibandingkan dengan toleransi farmakokinetik.

Sekitar 70% dari metamfetamin yang diekskresikan melalui urin dalam 24 jam: 30 – 50% dalam

bentuk metamfetamin, 15% dalam bentuk 4-hidroksimetamfetamin dan 10% dalam bentuk

amfetamin. Ekskresi metamfetamin melalui urin dapat meningkat akibat penurunan pH dengan

konsumsi amonium klorida. Konsumsi metamfetamin yang berulang dapat mengakibatkan

akumulasi metamfetamin pada urin, Hal ini terjadi akibat panjangnya waktu paruh akhir dari

metamfetamin (hingga 25 jam) yang diekskresikan melalui urin. Oleh karena itu, metamfetamin

dapat terdeteksi di urin hingga 7 hari setelah konsumsi 10 mg empat kali sehari. Metamfetamin

diharapkan dapat berada di urin dalam waktu yang lama pada kasus penyalahgunaan

metamfetamin, namun belum ada studi mendukung yang telah dilakukan.

Waktu paruh akhir dari metamfetamin dalam plasma sekitar 10 jam dan tidak bergantung pada

cara penggunaan, namun terdapat variabilitas antar individu. Efek akut dapat bertahan hingga 8

jam setelah pemberian 30 mg metamfetamin. Kadar metamfetamin yang meningkat setelah

pemberian 10 mg IV dapat terdeteksi pada plasma dalam 36 – 48 jam. Pemberian 30 mg

metamfetamin yang diberikan dalam 2 menit menyebabkan peningkatkan puncak konsentrasi

dalam plasma 110 µg/L metamfetamin. Efek kardiovaskular dapat terdeteksi dalam 2 menit dan

efek subjektif timbul dalam 10 menit setelah pemberian infus metamfetamin.

Inhalasi asap (rokok) metamfetamin memiliki bioavailabilitas yang berkisar antara 67-90%

tergantung pada teknik merokok. Merokok menghasilkan peningkatan kadar metamfetamin

plasma, hal ini menunjukkan transfer obat yang efisien dari alveoli menuju darah. Namun, kadar

plasma puncak tercapai sekitar 2.5 jam setelah merokok, yang dapat terjadi akibat absorbsi obat

yang lebih lambat. Hal ini disebabkan karena terdapat obat yang tersisa di traktus respiratori.
Metamfetamin memiliki bioavailabilitas 79% dengan penggunaan intranasal dan kadar puncak

plasma metamfetamin terjadi setelah 4 jam. Namun, puncak efek kardiovaskular dan efek subjektif

terjadi secara cepat (dalam 5-15 menit). Adanya perbedaan antara kadar plasma puncak dan efek

klinis menunjukkan adanya toleransi akut, yang menunjukkan adanya proses molekular yang cepat

seperti redistribusi vesikular monoamin dan internalisasi reseptor monoamin dan transporter

lainnya.

Efek subjektif akut menghilang setelah 4 jam, sementara efek kardiovaskular cenderung

meningkat. Hal ini penting, seiring terjadinya tachyphylaxis yang bermakna terhadap efek

subjektif cenderung mendorong penggunaan berulang dalam interval 4 jam, sementara risiko

cardiovaskular terus meningkat.

Metamfetamine adalah sebuah agonis indirek pada reseptor dopamin, noradrenalin, dan serotonin.

Karena kesamaan struktur, metamfetamin dapat menggantikan monoamin pada membrane-bound

transporter yang dikenal sebagai transporter dopamin (DAT), transporter noreadrenalin (NET),

transporter serotonin (SERT) dan transporter-2 vesikuler monoamine (VMAT-2). VMAT-2 terikat

di membran vesikular, sedangkan DAT, NET, dan SERT terikat pada permukaan sel yang

terintegral dengan membran protein. Metamfetamin meredistribusi monoamin dari tempat

penyimpanan menuju sitosol dengan cara membalik fungsi VMAT-2 dan mengganggu gradien pH

yang menyebabkan akumulasi monoamin dalam vesikel. Fungsi endogen dari DAT, NET, dan

SERT menyebabkan pelepasan dopamin, noreadrenalin, dan serotonin menuju sinaps. Monoamin

pada sinaps menstimulasi reseptor monoamin posinaps. Metamfetamin menurunkan metabolisme

monoamin dengan menghambat monoamin oksidase.

Pada studi in vitro menunjukkan, metamfetamin 2x lebih poten dalam pelepasan noradrenalin

dibandingkan pelepasan dopamin, dan memiliki efek 60x lebih poten dalam pelepasan
noradrenalin dibandingkan dengan pelepasan serotonin. Jalur dopaminergic utama pada sistem

saraf pusat meliputi, mesolimbik, mesokortikal, dan nigrostriatal. Daerah noradrenalin meliputi,

medial basal forebrain yang memediasi kesadaran, hippocampus yang berperan dalam memori,

dan prefrontal cortex (PFC) yang mengatur fungsi kognitif. Neuron serotonin berdistribusi luas

pada otak dan meregulasi berbagai fungsi termasuk reward, hipertermia, respirasi, persepsi nyeri,

perilaku seksual, rasa kenyang, impulsi, kecemasan, dan fungsi luhur.

Beberapa faktor menambah kompleksitas efek stimulan dari monoamin: (i) reseptor multiple

subtipe untuk noradrenalin, dopamin, dan serotonin yang memiliki afinitas yang berbeda, efek

second messenger, dan distribusi sistem saraf pusat; (ii) jalur neuronal yang berinteraksi satu sama

lain; dan beberapa efek amfetamin dimediasi secara perifer. Baseline fungsi dopamin juga

berpengaruh respon terhadap amfetamin.

Metamfetamin akan menyebabkan peningkatan neurotransmitter dopamine, serotonin,

norepinefrin pada sel neurotransmitter pada susunan saraf pusat di otak. Peningkatan

neurotransmitter pada susunan saraf pusat pada otak akan memliki efek α atau β adrenergic agonis.

Norepinefrin banyak terdapat pada ujung saraf dan sel reseptor, dan responsif dengan

metamfetamin, efek dari norepinefrin adalah simpatomimetik, seperti peningkatan denyut jantung,

palpitasi, anoreksia, terjadi relaksasi otot bronkus, kontraksi otot sfingter, mata mengalami

midriasis. Dopamin berlebih akan menstimulasi lokomotor efek, psikosis dan gangguan persepsi

dan peningkatan kadar 5-HT akan menyebabkan delusi dan psikosis.

Efek dari metamfetamin hampir sama dengan kokain tetapi memiliki efek lebih lama dari kokain

dan memiliki onset lebih lama. Sedangkan metamfetamin memiliki potensi lebih tinggi dari d-

metamfetamin dan racemik amfetamin.


Absorbsi metamfetamin dilakukan secara oral melalui usus halus dan onset dari obat ini adalah 20

menit, dan memiliki durasi selama 8 jam atau lebih, dan di eksresikan melalui ginjal.

1. Cruickshank C.C, Dyer K.R. A review of a clinical pharmacology. Addiction;104:1085–99.

2. Amanda Baker. Models of intervention and care for psychostimulant users, 2nd edition -

monograph series no. 51, Available at:

http://www.health.gov.au/internet/publications/publishing.nsf/Content/drugtreat-pubsmodpsy-

toc~drugtreat-pubs-modpsy-2~drugtreat-pubs-modpsy-2-3~drugtreat-pubsmodpsy-2-3-pamp

(Accessed: 26th September 2013).Bertram G. Katzung (2006) Basic & Clinical Pharmacology ,

edisi 7, San Francisco: McGraw-Hill.

3. Bertram G. Katzung (2006) Basic & Clinical Pharmacology , edisi 7., San Francisco: McGraw-

Hill.

Diagnosa keadaan putus obat metamfetamin

Cara mendiagnosa seseorang yang mengalami gejala putus obat metamfetamin adalah:

Anamnesa:

Riwayat penggunaan metamfetamin

Pemeriksaan spesifik:

Metamfetamin dapat dideteksi melalui urine dan cairan lambung. Bagaimanapun kadar serum

kuantitatif tidak berhubungan dengan beratnya efek klinis. Metamfetamin ditemukan 1-2 hari

setelah penggunaan dan diekskresi dalam bentuk metamfetamin dan amfetamin. Dilaporkan pula

bahwa untuk mendeteksi penyalahgunaan metamfetamin dapat diperiksa pada rambut manusia.
Pada keringat metamfetamin dapat dideteksi segera setelah dikonsumsi. Saliva atau air liur dapat

digunakan pula sebagai bahan untuk mendeteksi metamftmin. Tetapi kadar obatnya jauh lebih

rendah daripada dalam urine, biasanya dapat digunakan pada keadaan toksik akut.

Gejala putus obat merupakan gejala yang timbul ketika seorang pengguna berhenti mengkonsumsi

suatu zat. Gejala yang ditimbulkan oleh keadaan ini berbeda antara satu pengguna dengan

pengguna lainnya tergantung dari lamanya penggunaan metamfetamin, dosis metamfetamin yang

digunakan, komposisi tambahan yang digunakan, dan kurun waktu metamfetamin dihentikan.

Keadaan putus penggunaan metamfetamin bersifat tidak menyebabkan kematian dan tidak

menimbulkan gangguan psikologis.

Berikut ini merupakan gejala yang ditimbulkan dari keadaan putus penggunaan metamfetamin

berdasarkan kurun waktu penghentian metamfetamin:

1. Crash period (9 jam sampai 4 hari)

a. Agitasi
b. Anoreksia
c. Kelelahan
d. Depresi
e. Hipersomnolen
Ketagihan dapat terjadi pada keadaan ini dan kemudian hilang.

2. Withdrawal period (1-4 minggu)

a. Anhedonia
b. Kehilangan energi
c. Kelelahan yang bertambah

Ketagihan dapat terjadi pada keadaan ini dalam intensitas rendah atau tidak ada sama sekali.
3. Extinction period (lebih dari 4 minggu)

a. Perasaan mengantuk

b. Mood depresi

c. Energi yang normal

Ketagihan bersifat episodik

Anda mungkin juga menyukai