Anda di halaman 1dari 20

TUGAS FARMAKOLOGI I

OLEH :
NAMA : LA ODE MUH. AGUS SAPDIMAN
NIM : O1A120092
KELAS :B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
GOLONGAN OBAT BASA
 DIAZEPAM
Farmakologi diazepam bekerja dengan cara berikatan pada reseptor gamma-
aminobutyric acid (GABA), dan meningkatkan kemampuan inhibisi dari GABA.
Farmakodinamik GABA (gamma-aminobutyric acid) merupakan
neurotransmitter inhibisi utama pada sistem saraf pusat. GABA berperan pada
aktivitas tidur, kontrol hipnosis, memori, ansietas, epilepsi, dan eksitabilitas
neuron. Ikatan diazepam pada reseptor GABA di sistem limbik dan hipotalamus
akan meningkatkan laju ion klorida ke dalam neuron. Kemudian menimbulkan
hiperpolarisasi dari membran sehingga menurunkan eksitabilitas saraf.
Farmakokinetik dari diazepam dibahas dari aspek absorpsi, distribusi,
metabolisme, eliminasi. Diazepam dimetabolisme di hati kemudian diekskresikan
melalui urine. Konsentrasi puncak lebih cepat tercapai pada pemberian intravena
dibandingkan dengan oral atau intramuskular pada dosis yang sama.

- Absorpsi
Diazepam dapat diberikan melalui oral, rektal, dan parenteral secara injeksi
intravena dan intramuskular. Setelah pemberian secara oral, >90% diazepam
akan diserap dengan cepat melalui gastrointestinal. Waktu untuk mencapai
konsentrasi plasma puncak adalah 1−1,5 jam pada pemberian oral, 10−30 menit
pada pemberian rektal, kira-kira 1 menit pada pemberian intravena, dan 0,25−2
jam pada pemberian intramuskular. Penyerapan diazepam akan melambat
apabila diberikan bersamaan dengan makanan berlemak, yaitu menjadi sekitar
45 menit dibandingkan jika dalam kondisi perut kosong dapat diserap dalam
waktu 15 menit. Makanan juga menyebabkan peningkatan waktu untuk
mencapai konsentrasi plasma puncak, yaitu menjadi 2,5 jam. Absorbsi
diazepam pada injeksi intramuskular kurang baik dan sulit diperkirakan,
sehingga hanya dilakukan apabila cara pemberian lain tidak bisa dilakukan

- Distribusi
Pada laki-laki usia muda yang sehat, volume distribusi diazepam adalah 0,8−1
L/kg. Sebanyak 98% dari diazepam peroral, atau 95−98% dari per rektal, terikat
erat pada protein plasma terutama albumin dan alpha1-acid glycoprotein.
Diazepam dapat menembus sawar darah otak, plasenta, dan air susu ibu (ASI).
Konsentrasi diazepam pada ASI diperkirakan sebesar 1/10 dari konsentrasi
plasma ibu, pada hari 3−9 setelah melahirkan. Diazepam bersifat larut dalam
lemak dan terdistribusi dengan cepat pada lemak dan jaringan lain. Distribusi
diazepam kepada berbagai jaringan diperkirakan memiliki waktu paruh 1 jam,
hingga mencapai >3 jam. Volume distribusi diazepam adalah 1,1 L/kg pada
pemberian oral, 1,2 L/kg intravena, dan 1 L/kg per rektal.

- Metabolisme
Oksidasi dari diazepam dimediasi oleh sitokrom P450. N-demetilasi dari
diazepam dilakukan oleh CYP3A4 dan CYP2C19, kemudian membentuk
metabolit aktif N-desmethyldiazepam. Zat ini lalu dihidroksilasi oleh CYP3A4
menjadi metabolit aktif temazepam. Temazepam dan N-desmethyldiazepam
kemudian dimetabolisme lagi menjadi oxazepam, dan dieliminasi melalui
konjugasi pada asam glukoronat melalui glukoronidase.

- Eliminasi
Diazepam dan metabolitnya diekskresikan melalui urine sebagai konjugat
glukoronidase. Waktu klirens diazepam mencapai 20−30 mililiter/menit pada
dewasa muda. Waktu paruh eliminasi diazepam dapat mencapai 48 jam pada
pemberian oral, 33−45 jam intravena, 60−72 jam intramuskular, dan 45-46 jam
per rektal. Metabolit aktif N-desmethyldiazepam memiliki waktu paruh
eliminasi yang mencapai 100 jam. Waktu paruh diazepam memanjang pada
neonatus, geriatri, dan pasien dengan penyakit hati atau ginjal.

 KLORDIAZEPOKSID
Klordiazepoksid adalah obat benzodiazepine kerja lama. Waktu paruh
klordiazepoksid adalah 5-30 jam tetapi memiliki metabolit benzodiazepine
aktif (desmethyldiazepam), yang memiliki waktu paruh 36-200 jam. Waktu
paruh klordiazepoksid meningkat secara signifikan pada orang tua, yang dapat
mengakibatkan tindakan yang berkepanjangan serta akumulasi obat selama
pemberian berulang. Pembersihan tubuh yang tertundadari metabolit aktif,
waktu paruh yang lama juga terjdai padaa mereka yang berusia 60 tahun, yang
selanjutnya memperpanjang efek obat dengan akumulasi tambahan setelah
pemberian dosis berulang. Klordiazepoksid diekskresi pada renal.

 TRIMETROPIM
Trimethoprim atau diaminopirimidin adalah inhibitor reversible dari reduktase
dihidrofolat. Trimethoprim ini menghambat konversi asam dihidrofolat yang
diperlukan untuk sintesis asam nukleat dan protein. Sifat antibiotik ini adalah
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan bakteriosida
(membunuh bakteri) yang bekerja pada jalur metabolisme yang sama dengan
golongan sulfonamide. Trimethoprim diabsorpsi secara cepat dan ekstensif di
saluran pencernaan. Konsentrasi puncak trimethoprim dalam darah dapat
dicapai 1-4 jam dan didistribusikan secara luas ke jaringan tubuh dan cerna.
Trimethoprim cepat melintasi plasenta dan memasuki ASI. Volume distribusi
sekitar 1,3 L/kg. Protein plasma mengikat sekitar 45%. Trimethoprim sebagian
dimetabolisme di hati dan dieksresikan melalui urin.

 MORFIN
Farmakologi morfin bekerja pada reseptor aktif mu, delta dan kappa. Ikatan
morfin dan reseptor opioid menyebabkan beberapa efek pada SSP yaitu,
inhibisi transmisi sinyal nyeri, mengubah respons terhadap nyeri, menimbulkan
efek analgesik, depresi napas, sedasi, dan supresi batuk.
Farmakodinamik morfin adalah agonis opioid yang memiliki afinitas terbesar
pada reseptor μ. Reseptor ini merupakan reseptor opioid analgesik mayor.
Reseptor μ dapat ditemukan di otak (amigdala posterior, hipotalamus, talamus,
dan nukleus kaudatus), saraf tulang belakang, dan jaringan lain di luar SSP
(vaskular, jantung, paru-paru, sistem imun, dan saluran pencernaan).
Farmakokinetik morfin terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme dan
eliminasi.

- Absorpsi
Bioavailabilitas morfin berkisar antara 20–40%. Onset secara intravena 5 - 10
menit, dengan peroparl sekitar 8 jam (tablet lepas lambat. Durasi peroral adalah
8 - 24 jam (tablet lepas lambat).

- Distribusi
Morfin berikatan dengan protein sebanyak 30 - 40%. Distribusi volume
(volume distribution/Vd): 3–4 L/kgBB (lepas lambat), 1–4,7 L/kgBB.

- Metabolisme
Sebagian besar morfin dimetabolisme di hati (90%).

- Bentuk metabolit
Morphine-6-glucuronide (memiliki efek analgesik, tetapi tidak dapat
menembus sawar darah otak)
Morphine-3-glucuronide
Morphine-3,6-glucuronide.

- Eliminasi
Plasma clearance: 20–30 ml/menit/kgBB
Waktu paruh: 2–4 jam; 2 jam (IV)
Ekskresi: urine (90%), feses (10%)

 NOREPINERFIN
Farmakologi norepinephrine sebagai vasopressormelalui ikatan dengan
reseptor adrenergik yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi perifer.
Farmakodinamik norepinephrine (NE) termasuk obat simpatomimetik yang
bekerja pada reseptor adrenergik α1, α2, dan β1. Tingkat afinitas NE terhadap
reseptor α1=α2; β1 >> β2. Norepinephrine berikatan dengan reseptor α
menimbulkan efek vasokonstriksi. Reseptor α banyak terdapat pada otot polos
pembuluh darah di kulit, splanknik serta nasal mukosa. Adrenoseptor α1
terdistribusi pada sebagian besar otot pols pembuluh darah, otot dilator pupil,
prostat, jantung. Adrenoseptor α2 terletak pada neuron polisinaps system saraf
pusat, platelet, ujung saraf adrenergic dan kolinergik, beberapa otot poloh
pembuluh darah serta sel lemak
Farmakokinetik norepinephrine berupa aspek absorpsi, metabolisme, dan
eliminasinya.

- Absorpsi
Norepinephrine hanya dapat diberikan secara intravena karena absorpsi secara
oral dan subkutan tidak baik. Pada pemberian oral, norepinephrine akan
mengalami kerusakan dalam saluran cerna. Pada pemberian intravena, onset
kerja norepinephrine dalam 1-2 menit.

- Distribusi
Norepinephrine tidak dapat menembus sawar darah otak sehingga hanya
terdistribusi pada sistem saraf simpatis di perifer.

- Metabolisme
Norepinephrine dimetabolisme oleh enzim monoamine oxidase dan inhibitor
catechol-O-methyltransferase pada neuron adrenergik menghasilkan 2 bentuk
metabolit inaktif, yaitu normetanephrine, dan vanillylmandelic acid.

- Eliminasi
Norepinephrine dieliminasi melalui hepar dan ginjal. Norepinephrine sebagian
besar diekskresikan melalui urin (84-96%) terutama dalam bentuk metabolit
inaktifnya.
 DOPAMIN
Farmakologi dopamin berpusat pada stimulasi reseptor dopaminergik, alfa 1
dan beta 1 adrenergik untuk menghasilkan efek utama meningkatkan curah
jantung dan vasodilatasi ginjal.
Farmakodinamik. Farmakodinamik dopamin tergolong unik sebab dopamin
bekerja pada tiga reseptor (reseptor alfa 1 dan beta 1 adrenergik, reseptor
dopaminergik) yang pengaktifannya bergantung pada dosis dopamin yang
digunakan.
Farmakokinetik dopamin memiliki onset dan durasi aksi yang cepat,
didistribusikan secara luas di tubuh, dimetabolisme di ginjal, plasma, hati oleh
perantara monoamine oksidase inhibitor dan diekskresikan di urine sebagai
metabolit inaktif.

- Absorpsi
Dopamin bersifat tidak aktif jika diberikan secara oral oleh karena itu cara
pemberian dopamin dilakukan secara intravena. Cara pemberian ini
memungkinkan dopamin diabsorpsi dengan cepat di dalam tubuh sehingga
onset yang dibutuhkan untuk dopamin bekerja juga tergolong cepat yaitu lima
menit setelah pemberian intravena dengan waktu paruh plasma sekitar 2 menit
dan durasi aksi selama 10 menit. Jika pasien mengonsumsi monoamine oxidase
(MAO) inhibitor, dopamin akan bekerja lebih lama hingga durasi aksi dapat
mencapai 1 jam.

- Distribusi
Dopamin didistribusikan di dalam tubuh secara luas namun tidak dapat secara
signifikan menembus batas sawar darah.

- Metabolisme
Dopamin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif oleh monoamine oxidase
(MAO) dan catechol O methyl transferase (COMT) di dalam hati, ginjal, dan
juga plasma. Bentuk metabolit dari dopamin berupa asam homovanilik (HVA)
dan 3,4-asam dihidroksiphenilasetat. Sebagian kecil dari dopamin, yaitu sekitar
25%, digunakan pada ujung saraf simpatis untuk dihidroksilasi menjadi
norepinephrine.

- Eliminasi
Dalam 24 jam, diperkirakan 80% obat diekskresikan di urine dalam bentuk
metabolitnya.
 PROPANOLOL
Farmakologi propranolol secara umum bekerja sebagai agen beta blocker
nonselektif yang berkompetisi dengan agen agonis menempel pada reseptor
beta.
Farmakodinamik
Propranolol merupakan penghambat reseptor β1 dan β2. Propranolol
menghambat agonis β secara kompetitif dan berikatan dengan reseptor β1 dan
β2, sehingga efek kronotropik, inotropik, dan respon vasodilator dari stimulasi
β-adrenergik menurun. Hal ini menyebabkan penurunan denyut jantung,
kontraktilitas miokardial, tekanan darah, dan kebutuhan oksigen miokard
Farmakokinetik propranolol adalah sebagai berikut:

- Absorbsi
Propranolol hampir seluruhnya diserap setelah administrasi per oral. Namun
setelah melalui metabolisme oleh liver, hanya sekitar 25% yang mencapai
sirkulasi sistemik. Administrasi bersamaan dengan makanan tinggi protein
meningkatkan bioavailabilitas propranolol hingga 50%. Propranolol
membutuhkan waktu 1-4 jam setelah administrasi untuk mencapai konsentrasi
puncak.

- Distribusi
90% dari sirkulasi sistemik propranolol berikatan dengan protein plasma.
Volume distribusi propranolol berkisar 4 liter/kg. Propranolol melewati sawar
darah otak dan plasenta, serta didistribusikan juga dalam ASI.

- Metabolisme
Propranolol di metabolisme melalui 3 jalur utama: hidroksilasi aromatik oleh
CYP2D6, N-dealkalisasi diikuti oksidasi oleh CYP1A2, dan glukuronidasi
langsung. Metabolit yang terbentuk adalah propranolol glukoronida,
naphthyloxylactic acid dan asam glukuronida, dan 4-hydroxy propranolol.
Waktu paruh plasma propranolol adalah 3-6 jam.

- Eliminasi
Propranolol diekskresikan lewat urine, 96-99% sebagai metabolit dan <1%
sebagai bentuk tidak diubah.
 AMTEFAMIN
- Absorbsi
1. Konsentrasi plasma puncak dan bioavailibilitas bergantung dengan
peningkatan berat tubuh dan sediaan obat.
2. Kecepatan absorbsi tergantung Ph trraktus GI. Durasi obat dapat bertahan
selama 4-24 jam.

- Distribusi
1. Didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh' dengan tingkat tinggi di otak.
2. Larut lemak yang tinggi akan meningkatkan meningkatkan konsentrasi
konsentrasi zat di hati' ginjal dan paru.
- Metabolisme
1. DIimetabolisme oleh CYP2D6 dan enzim lain di hepar.
2. Metabolit )ang aktif sebagai simpatomemetik adalah 4-
hidroxynorephedrine .

- Eliminasi
1. Dengan pH urin normal' diekskresikan dalam urin obat dalam bentuk utuh
(sekitar 30-40%) dan metabolit sekitar 50%
2. pH rendah, memperpendek waktu paruh antefamin.

 KLOROKUIN/CHLOROQUINE
Farmakologi Chloroquine, atau klorokuin, merupakan suatu 4-aminoquinolin
sintetik yang diformulasikan sebagai garam fosfat untuk penggunaan oral.
Farmakodinamik chloroquine dalam tubuh adalah efektif membunuh skizon
dalam darah, dengan cara merusak membrane sel parasit melalui proses
oksidatif. Selain itu, chloroquine juga memiliki efek imunomodulator dan
antiinflamasi, serta dapat menghambat replikasi beberapa virus.
Farmakokinetik chloroquine, atau klorokuin, adalah diabsorpsi secara cepat
di saluran cerna, kemudian didistribusikan berikatan dengan protein plasma,
dan dimetabolisme dalam hepar. Bioavailabilitas mencapai 78-89%, waktu
paruh eliminasi sampai 20-60 hari, sehingga obat ini diekskresikan melalui urin
dalam waktu lama.

- Absorbsi
Setelah diberikan secara oral, bioavailabilitas chloroquine mencapai 78-89%.
Chloroquine secara cepat diabsorpsi dari saluran cerna dan hanya sebagian
kecil dari dosis yang akan ditemukan di feses. Sekitar 55-60% dari obat di
plasma akan berikatan dengan protein plasma.
- Distribusi
Chloroquine didistribusikan secara ekstensif, dengan volume distribusi 200-
800 L/kg ketika dikalkulasi dari konsentrasi plasma dan 200 L/kg ketika
diestimasi dari data darah lengkap (whole blood). Chloroquine di deposit di
jaringan dalam jumlah yang cukup banyak. Pada hewan, sekitar 200-700 kali
konsentrasi plasma bisa ditemukan di hati, limpa, ginjal, dan paru. Leukosit
juga dapat mengkonsentrasikan obat. Otak dan korda spinalis mengandung
hanya 10-30 kali konsentrasi obat di plasma.

- Metabolisme
Chloroquine mengalami degradasi di dalam tubuh. Chloroquine dimetabolisme
oleh enzim sitokrom P450 menjadi dua metabolit aktif, yaitu desetilklorokuin
dan bisdesetilklorokuin. Konsentrasi desetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin
secara berturut-turut mencapai 40% dan 10% dari konsentrasi chloroquine.
Obat dan metabolitnya dapat dideteksi di urin berbulan-bulan setelah
pemberian dosis tunggal. Chloroquine dan desetilklorokuin secara kompetitif
menghambat reaksi yang dimediasi oleh CYP2D1/6. Studi in vitro dan data
preliminari dari penelitian klinik menunjukkan bahwa CYP3A dan CYP2D6
merupakan dua isoform utama yang terlibat dalam metabolisme chloroquine.

- Eliminasi
Ekskresi chloroquine sangat lambat, tapi dapat meningkat dengan
meningkatkan keasaman urin. Pada sukarelawan sehat, konsentrasi chloroquine
dapat dideteksi di darah dan urin secara berturut-turut hingga 52 dan 119 hari
setelah pemberian dosis tunggal 300 mg. Setelah pemberian regimen profilaksis
300 mg/minggu selama 10 minggu, chloroquine masih didapatkan di serum
setelah 70 hari dan di urin hingga 1 tahun setelah pemberian dosis terakhir.
Proses distribusi dan redistribusi, dari berbagai kompartemen tubuh kembali ke
ruang intravaskuler, merupakan faktor yang lebih dominan dibandingkan
eliminasi yang lambat dalam mempengaruhi konsentrasi chloroquine selama
berbulan-bulan setelah pemberian.

Meskipun waktu paruhnya panjang, chloroquine memiliki klirens total yang


tinggi, yaitu sekitar 0,1 L/jam/kg dari data darah lengkap dan 0,7-1 L/jam/kg
dari data plasma. Di urin, setelah pemberian chloroquine dosis tunggal atau
multipel, sekitar 50% dari dosis yang diberikan akan ditemukan dalam bentuk
chloroquine yang tidak berubah, dan sekitar 10% ditemukan sebagai
desetilklorokuin/metabolit primer. Setelah pemberian dosis tunggal, sebanyak
50% chloroquine diekskresikan melalui ginjal. Hati dan ginjal berkontribusi
terhadap eliminasi chloroquine sehingga dosisnya harus dimodifikasi pada
pasien dengan insufisiensi ginjal atau hepar.

GOLONGAN OBAT ASAM


 LEVODOPA
Farmakologi levodopa pada Penyakit Parkinson adalah melalui metabolit aktifnya
yang mensubstitusi defisiensi dopamin di sistem saraf pusat.
Farmakodinamik. Degenerasi basal ganglia pada otak penderita Parkinson
menganggu fungsi neuron dopaminergik di substansia nigra yang menyebabkan
penurunan konsentrasi neurotransmiter dopamin. Oleh karena itu, perlunya
pengganti dopamin dari luar tubuh untuk mengatasi defisiensi dopamin ini.
Levodopa diambil oleh neuron dopaminergik melalui proses dekarboksilasi pada
terminal presinaptik yang kemudian menghasilkan dopamin. Levodopa dapat
melewati sawar darah otak, sedangkan dopamin tidak dapat melewati sawar darah
otak. Maka levodopa disebut juga obat prekursor dopamin
Farmakokinetik levodopa hampir seluruhnya diabsorpsi.

- Absorpsi
Absorpsi levodopa per oral hampir seluruhnya diabsorpsi dengan hanya 2%
yang ekskresi di feses. Namun hanya 30% konsentrasi levodopa yang berhasil
masuk sistem peredaran darah dan tidak dimetabolisme di saluran pencernaan
pada pemberian levodopa tanpa karbidopa. Peningkatan dosis levodopa tidak
menambah konsentrasi levodopa dalam darah.
Bioavailabilitas levodopa meningkat 2-3 kalinya jika pemberian bersamaan
dengan inhibitor dekarboksilase. Konsentrasi puncak di plasma absorbsi via
oral levodopa adalah 30 menit sampai 2 jam. Waktu paruh levodopa meningkat
bermakna dari 1-3 jam menjadi 15 jam dengan pemberian bersamaan dengan
karbidopa.
Penyerapan levodopa juga dipengaruhi oleh komposisi protein, semakin tinggi
konsumsi protein (65-104 gram protein) saat pemberian intravena levodopa
konstan membuktikan bahwa lebih banyak LNAA akan membuat efek
terapeutik levodopa menurun. Protein yang direkomendasikan per harinya
adalah 0.8 gram protein/kgbb/hari, agar tidak mengganggu kerja levodopa.[11]

- Distribusi
1. Levodopa didistribusikan ke seluruh tubuh sebanyak 65% dari total volume
tubuh. Distribusi yang mencapai hingga sistem saraf pusat hanya kurang
dari 1%.
2. Levodopa dapat melewati sawar darah otak dimediasi oleh stereospesifik
sistem transpor large neutral amino acid (LNAA).
3. Pemberian levodopa intravena 50 mg Vss (Volume steady state) pada
populasi usia muda dan sehat ditemukan meningkat sebanyak 70%
dibandingkan dengan populasi usia tua.
4. Levodopa melewati plasenta dan didistribusikan ke ASI.

- Metabolisme
95% metabolisme levodopa terdekarbosilasi menjadi dopamin terjadi pre-
sistemik oleh enzim L-aromatic amino acid decarboxylase (AAAD) di gaster,
lumen usus halus, ginjal, adrenal, limfa, jantung, liver, dan pembuluh darah
otak.
Levodopa juga termetoksilasi oleh enzim liver catechol-O-methyltransferase
(COMT) menjadi 3-O-methyldopa (3-OMD) dimana tidak dapat diubah
menjadi dopamin sentral.
Levodopa juga dimetabolisme oleh tyrosine aminotransferase lewat proses
transamilasi. Proses transamilasi ini bersifat reversibel, maka 3,4-
dihydroxyphenylpyruvat, berfungsi sebagai prekursor levodopa. Levodopa
juga teroksidasi oleh enzim tyrosinase dan oksidan lainnya, hasilnya adalah
cysteinyldopa menjadi dopa quinone yang kemudian dimetabolisme menjadi
melanin. Oleh karena kedua hal ini levodopa yang berhasil sampai sistem saraf
pusat hanya berkisar 1%.

- Ekskresi
Administrasi oral dosis 100 mg levodopa, sebanyak 90% dosis radioaktif dapat
ditemukan di urin 48 jam kemudian. Apabila dikombinasikan dengan karbidopa
(100 mg dosis tunggal maupun 100 mg 3 kali sehari) ekskresi berkurang
sebanyak 60% pada urin 48 jam.
 PENISILIN
Penisilin adalah antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri.
Penyakit yang bisa diatasi dengan penisilin antara lain infeksi saluran pernapasan,
infeksi telinga tengah, atau demam reumatik.

Penisilin membunuh bakteri dengan cara menghambat pembentukan dinding sel


bakteri. Perlu diingat, penisilin hanya efektif untuk mengatasi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Obat ini tidak bisa mengatasi infeksi virus, jamur, atau
cacing.
Farmakokinetik penisilin meliputi :
- Absorsi
Diabsorpsi di duodenum. Adanya makanan akan menghambat absorpsi. Kadar
maks dalam darah tercapai dalam menit. Pemberian i.m kadar maks dalam
darah menit.

- Distribusi
Penisilin G diistribusi luas dalam tubuh, jumlah yang besar terdapat dalam hati,
empedu, ginjal, usus, limfe dan semen, cairan serebrospinal sukar dicapai.

- Metabolisme
Penicillin dimetabolisme di hati. Sebagian obat dimetabolisme menjadi
penicilloic acid, hasil dari hidrolisis cincin beta laktam yang tidak aktif secara
mikrobiologi. Sejumlah 6-aminopenicillanic acid (6-APA) juga ditemukan
pada urine pasien yang mendapat penicillin .

- Eliminasi
Penicillin diekskresikan melalui urin dengan cepat. Dosis yang terdeteksi di
urin sebanyak 25%. Sebagian kecil obat juga diekskresikan ke dalam cairan
empedu.

 ASPIRIN
Farmakologi aspirin (asam asetilsalisilat) utamanya adalah dengan menimbulkan
efek antiinflamasi dan anti agregasi platelet akibat inhibisi pada enzim
siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan 2).
Farmakodinamik. Farmakodinamik aspirin bekerja melalui inhibisi enzim
siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2) secara ireversibel, sehingga
menurunkan produksi prostaglandin dan derivatnya, yaitu thromboxan A2. Efek
yang diperoleh adalah efek antipiretik, antiinflamasi, dan antiplatelet.
Farmakokinetik aspirin dimulai melalui absorpsi hingga eliminasi, serta
bergantung pada jenis sediaan dan cara pemberian.

- Absorbsi
Aspirin sediaan tablet bisa diserap dengan sangat cepat di lambung dan
duodenum. Tablet extended release diserap lebih lambat dan tergantung adanya
makanan serta pH gaster. Bioavailabilitas aspirin adalah 50-75%.

- Distribusi
Volume distribusi aspirin adalah 170 ml/kgBB. Aspirin juga banyak
terdistribusi pada jaringan.
Pada konsentrasi rendah, sekitar 90% aspirin terikat albumin. Semakin tinggi
konsentrasi aspirin, proporsi yang berikatan dengan protein semakin rendah,
begitu pula pada kasus insufisiensi renal dan pada kehamilan.
Pada kasus overdosis aspirin, hanya 30% yang berikatan dengan albumin.

- Metabolisme
Metabolisme aspirin berlangsung hampir segera setelah konsumsi. Aspirin
utamanya dihidrolisis menjadi salisilat oleh enzim esterase yang terdapat di
mukosa saluran cerna, eritrosit, cairan sinovial, dan plasma darah. Hasil
hidrolisis kemudian berikatan dengan glycine, menjadi salicyluric acid.

- Eliminasi
Waktu paruh aspirin adalah 15-20 menit, sedangkan waktu paruh salisilat akan
lebih lama sesuai dengan dosis pemberian. Pada dosis 300-650 mg waktu paruh
berkisar 3 jam, sedangkan pada dosis 1 gram waktu paruh adalah 5 jam dan 2
gram waktu paruh 9 jam.
Eliminasi aspirin utamanya melalui urin, 75% dalam bentuk salicyluric acid
dan 10% dalam bentuk asam salisliat.

 METOTREKSAT/METHROTREXATE
Methotrexate atau metotreksat secara farmakologi merupakan obat penghambat
enzim dihidrofolat reductase, yang berfungsi mengubah asam dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat. Pada akhirnya obat ini dapat mengganggu pertumbuhan sel ganas
tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan normal.
Farmakodinamik methotrexate adalah menghambat enzim dihidrofolat reductase,
dimana enzim ini berfungsi untuk merubah asam dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat yang digunakan sebagai pembawa gugus satu karbon sintesis
nukleotida purin dan timidilat pada proses sintesis, perbaikan, dan replikasi sel
DNA. Oleh karena itu, methotrexate memiliki efek antimetabolit yang sensitif pada
sel-sel yang aktif berproliferasi, misalnya pada sel keganasan, sel sumsum tulang,
sel janin, sel mukosa bukal dan usus, serta sel kandung kemih. Saat proliferasi sel
keganasan dalam jaringan lebih besar daripada di jaringan normal, methotrexate
dapat mengganggu pertumbuhan sel ganas tersebut tanpa menyebabkan kerusakan
permanen pada jaringan normal.
Farmakokinetik. Methotrexate diabsorpsi tergantung pada dosis yang diberikan,
secara umum diserap baik di saluran pencernaan dengan bioavailabilitas rata-rata
sekitar 60%. Methotrexate dimetabolisme sebagian besar di hepar dan intraseluler,
dan diekskresikan melalui ginjal.

- Absorpsi
Pada orang dewasa, penyerapan methotrexate secara oral tergantung pada dosis.
Level serum puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam. Pemberian dosis 30 mg/m2
atau kurang, metotreksat secara umum diserap baik dengan bioavailabilitas
rata-rata sekitar 60%. Penyerapan lebih sedikit secara signifikan pada
pemberian dosis >80 mg/m2, hal ini mungkin karena efek saturasi.

- Distribusi
Methotrexate setelah pemberian intravena, volume awal yang didistribusikan
sekitar 0,18 L/kg (18% dari berat badan). Kemudian, volume tetap distribusi
methotrexate adalah sekitar 0,4 hingga 0,8 L/kg (40-80% dari berat badan).
Pada konsentrasi serum yang lebih besar dari 100 mikromolar, difusi pasif
menjadi jalur utama untuk mencapai konsentrasi intraseluler yang efektif.
Methotrexate dalam serum terikat pada protein sekitar 50%, dan dapat digeser
oleh berbagai senyawa lain termasuk sulfonamida, salisilat, tetrasiklin,
kloramfenikol, dan fenitoin. Metotreksat tidak menembus sawar darah
serebrospinal dalam jumlah terapeutik ketika diberikan secara oral atau
parenteral. Konsentrasi obat CSF yang tinggi dapat dicapai oleh pemberian
secara intratekal.

- Metabolisme
Metabolisme methotrexate terjadi di hepar dan intraseluler, diubah menjadi
bentuk poliglutamat yang dapat dikonversi kembali menjadi metotreksat oleh
enzim hidrolase. Methotrexate poliglutamat dalam jumlah kecil akan menetap
di dalam jaringan pada waktu lama, dan berbeda di tiap jaringan. Hal Itu
menyebabkan drug of action dan retensi obat bervariasi pada tiap sel, jaringan,
dan jenis tumor. Metotreksat per oral sebagian dimetabolisme oleh flora usus.
Waktu paruh methotrexate adalah 3-10 jam pada pengobatan psoriasis,
rheumatoid arthritis, atau antineoplastik dosis rendah <30 mg/m2. Sedangkan
pada pemberian metotreksat dosis tinggi, waktu paruh dapat mencapai 8-15
jam.

- Ekskresi
Ekskresi methotrexate terutama melalui ginjal. Pada pemberian intravena, 80-
90% dari dosis obat tanpa metabolisme akan diekskresikan dalam waktu 24
jam. Sedangkan ekskresi melalui empedu hanya <10% dari dosis.

 SULFAMETOKSAZOL
Farmakologi sulfametoksazol berupa mekanisme antibakteri serta farmakokinetik
obat.
Farmakodinamik. Sulfametoksazol melakukan kompetisi terhadap bakteri
dengan cara menginhibisi penggunaan asam paraaminobenzoat pada saat sisntesis
dihidrofolat oleh bakteri. Kemampuan ini menimbulkan mekanisme bakteriostatik.
Trimetropin secara reversibel akan menginhibisi enzim dihidrofolat reductase,
yaitu enzim yang mengaktifkan jalur metabolisme asam folat dengan cara
mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Oleh karena itu trimetoprim dan
sulfametoksazol menghambat dua tahapan dalam biosintesis purin yang penting
dalam pembentukan asam nukleat dan sintesis DNA pada bakteri. Inhibisi terhadap
dihidrofolat reductase oleh trimetoprim ini juga dapat terjadi pada sel mamalia dan
menimbulkan penekanan pada proses hematopoeisis, namun keadaan ini 50000 kali
lebih kecil dibandingkan pada bakteri. Penggabungan dua antibakteri ini secara
invitro telah terbukti dapat mengurangi kejadian resistensi.
Farmakokinetik sulfametoksazol meliputi :
- Absorpsi
Sulfametoksazol terserap dengan baik bila diberikan secara topikal. Ini cepat
diserap saat diberikan secara oral.

- Distribusi
Sulfametoksazol menyebar ke sebagian besar jaringan tubuh serta ke dalam
dahak, cairan vagina, dan cairan telinga tengah. Ia juga melintasi plasenta.
Sekitar 70% obat terikat pada protein plasma. Tmaksnya (atau waktu untuk
mencapai konsentrasi obat maksimum dalam plasma) terjadi 1 hingga 4 jam
setelah pemberian oral. Waktu paruh rata-rata serum sulfametoksazol adalah 10
jam. Namun, waktu paruh obat terlihat meningkat pada orang dengan tingkat
pembersihan kreatinin sama dengan atau kurang dari 30 mL / menit. Waktu
paruh 22-50 jam telah dilaporkan untuk orang dengan pembersihan kreatinin
kurang dari 10 mL / menit.

- Metabolisme
Sulfametoksazol dimetabolisme di hati manusia menjadi setidaknya 5
metabolit. Metabolit ini adalah metabolit N4-asetil-, N4-hidroksi-, 5-
metilhidroksi-, N4-asetil-5-metilhidroksi-sulfametoksazol, dan konjugat N-
glukuronida. The enzim CYP2C9 bertanggung jawab untuk pembentukan
metabolit N4-hidroksi. Studi in vitro menunjukkan sulfametoksazol bukan
substrat dari transporter P-glikoprotein.

- Ekskresi
Sulfametoksazol terutama diekskresikan ke ginjal melalui filtrasi glomerulus
dan sekresi tubular. Sekitar 20% sulfametoksazol dalam urin adalah obat yang
tidak berubah, sekitar 15-20% adalah konjugat N-glukuronida, dan sekitar 50-
70% adalah metabolit asetil. Sulfametoksazol juga diekskresikan dalam ASI.

 KLOROTIAZID
Absorpsi tiazid melalui saluran cerna sangat baik. Umumnya efek obat tampak
setelah 1 jam. Didistribusikan keseluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati saluran
urin. Dengan proses aktif, tiazid dieksresikan oleh sel tubuli proksimal ke dalam
cairan tubuli. Biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresikan dari badan.

 FENOBARBITAL/PHENOBARBITAL
Farmakologi phenobarbital berikatan dengan subunit reseptor gamma-
aminobutyric acid (GABA) A. Efek yang ditimbulkan adalah sedasi dan antikejang.
Farmakodinamik. Phenobarbital bekerja pada reseptor GABAA, dengan
meningkatkan inhibisi sinaptik. Phenobarbital meningkatkan frekuensi pembukaan
kanal klorida, menyebabkan hiperpolarisasi membran, menginhibisi sinaps, dan
menurunkan eksitabilitas neuron. Fenobarnital juga mengurangi konduktansi
natrium dan kalium, influks kalsium, dan menekan eksitabilitas glutamat. Hal ini
akan meningkatkan ambang kejang dan menurunkan aktivitas kejang dari fokusnya
Phenobarbital adalah derivat asam barbiturat yang bekerja sebagai depresan
nonselektif sistem saraf pusat.
Farmakokinetik sedikit berbeda tergantung cara pemberian (oral, rektal, atau
intravena).
- Absorpsi
Setelah konsumsi per oral, 70-90% phenobarbital diserap secara perlahan dari
traktus gastrointestinal. Konsentrasi puncak darah dicapai dalam 8-12 jam, dan
konsentrasi puncak di otak dicapai dalam 10-15 jam. Pemberian per rektal akan
segera diserap oleh mukosa kolon.
Pada pemberian intravena, phenobarbital memiliki onset aksi 5 menit dan efek
maksimal dicapai dalam 30 menit. Pemberian intramuskular dan subkutan
memiliki onset aksi yang sedikit lebih lambat. Durasi kerja phenobarbital
parenteral adalah 4-6 jam.
Bioavailabilitas, sediaan phenobarbital oral atau intramuskular mencapai 80-
100% pada orang dewasa. Durasi efek sedatif phenobarbital biasanya sekitar 3-
6 jam setelah pemberian via intravena dan sekitar 6-8 jam ketika obat diberikan
melalui jalur yang lain.

- Distribusi
Phenobarbital berikatan dengan protein sebesar 20-45%. Phenobarbital
terdistribusi ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan konsentrasi tertinggi
di otak dan hati.
Phenobarbital tergolong ke dalam barbiturat yang kurang lipofilik
dibandingkan obat golongan barbiturat lainnya, sehingga lebih lambat dalam
mempenetrasi otak dan lebih lambat meninggalkan jaringan otak.
Kadar plasma phenobarbital dengan rentang 10-35 mcg/ml direkomendasikan
untuk penatalaksanaan kejang.

- Metabolisme
Phenobarbital adalah obat yang metabolisme utamanya terjadi di hati oleh
enzim mikrosomal. Phenobarbital dihidroksilasi oleh hati membentuk p-
hydroxyphenobarbital yang merupakan metabolit inaktif. Phenobarbital juga
menginduksi enzim sitokrom p450 CYP2B6 dan CYP3A, sehingga obat-obatan
yang dimetabolisme oleh enzim ini akan mengalami metabolisme yang lebih
cepat bila diberikan secara bersamaan dengan phenobarbital.

- Eliminasi
Phenobarbital terutama diekskresikan lewat urin oleh ginjal dengan mekanisme
pH dependent. Waktu paruh plasma berkisar antara 75-120 jam pada orang
dewasa. Seiring dengan bertambahnya usia, klirens phenobarbital juga akan
semakin berkurang. Oleh karena itu, pada pasien usia tua diperlukan
penyesuaian dosis.
Sekitar 25% dari total dosis phenobarbital dikeluarkan dalam bentuk yang tak
diubah lewat urin, dan sisanya diekskresikan dalam bentuk metabolit p-hydroxy
dan konjugat glukuronida.

 FENITOIN/PHENYTOIN
Farmakologi phenytoin (fenitoin) bekerja sebagai antikonvulsan dengan cara
meningkatkan efluks atau menurunkan influks ion natrium di membran neuron
pada korteks motorik. Hal ini dapat menstabilisasi neuron dan mencegah
hipereksitabilitas. Obat ini akan dimetabolisme di hati kemudian dieliminasi
melalui urine.
Farmakodinamik. Pada dosis terapeutik, phenytoin dapat menginaktivasi voltage
channel natrium di neuron korteks motorik. Obat ini meningkatkan pengeluaran
(efluks) dan menurunkan pemasukan (influks) natrium. Akibatnya, membran sel
neuron menjadi lebih stabil. Efek phenytoin ini lebih efektif pada keadaan high-
frequency repetition stimulation (keadaan neuron saat kejang) dibandingkan
keadaan neuron yang normal.
Farmakokinetik. Phenytoin memiliki bioavailabilitas yang tinggi setelah
pemberian peroral. Metabolisme utamanya terjadi di hati dan eliminasi utamanya
terjadi melalui urinasi.

- Absorbsi
Bioavailabilitas phenytoin adalah sekitar 95% (PO) tergantung pada ukuran
partikel dan zat tambahan yang terkandung dalam sediaan. Jika diberikan secara
peroral, onset phenytoin lambat dan bervariasi sesuai formulasinya. Onset pada
neonatus dilaporkan lebih lambat. Plasma peak time phenytoin adalah 1,5–3
jam untuk sediaan lepas cepat dan 4–12 jam untuk sediaan lepas lambat.

- Distribusi
Pada orang dewasa, phenytoin berikatan dengan protein hingga 90–95%.
Sementara itu, ikatan dengan protein pada bayi adalah >85% dan ikatan dengan
protein pada neonatus adalah >80%.
Volume distribusi (Vd) pada orang dewasa adalah 0,6–0,7 L/kgBB, pada anak-
anak adalah 0,7 L/kgBB, dan pada bayi adalah 0,7–0,8 L/kgBB. Sementara itu,
volume distribusi pada neonatus cukup bulan adalah 0,8–0,9 L/kgBB dan pada
neonatus prematur adalah 1–1,2 L/kgBB.

- Metabolisme
Phenytoin dimetabolisme di hati oleh enzim mayor CYP2C9 dan CYP2C19,
serta enzim minor CYP3A4. Phenytoin akan menghasilkan metabolit berupa
hidroksiphenytoin yang tidak aktif.

- Eliminasi
Waktu paruh phenytoin adalah 22 jam (peroral) dan 10–15 jam (intravena).
Phenytoin akan diekskresikan melalui urine (>95% diekskresikan dalam bentuk
metabolit).

 ASAM ASKORBAT/VITAMIN C
Farmakologi vitamin C atau asam askorbat sebagai antioksidan yang membatasi
kerusakan oksidatif pada tubuh, dan berperan dalam metabolisme asam amino.
Farmakodinamik. Vitamin C merupakan sebuah senyawa yang dapat larut dengan
baik dalam air dan dapat diserap dengan baik pula pada saluran cerna. Kadar
vitamin C dalam plasma pada orang yang sehat, memiliki gizi yang cukup dan
bukan perokok rata-rata adalah sebesar 50-60 µmol/L. Kadar ini akan meningkat
menjadi sekitar 100 µmol/L pada orang-orang yang menjalankan diet vegetarian
jangka panjang atau yang mengonsumsi suplementasi Vitamin C oral tambahan.
Farmakokinetik vitamin c sebagai berikut :
- Absorpsi
Vitamin C akan dengan mudah diserap oleh saluran cerna, dan kadarnya akan
segera meningkat dalam plasma setelah diserap. Vitamin C akan lebih tinggi
ditemukan kadarnya dalam trombosit dan leukosit jika dibandingkan dengan
kadar dalam plasma maupun eritrosit (bila melihat kemampuan saturasinya
dalam sel).
Tingkat absorpsi vitamin C berbeda tergantung dosis yang diberikan. Pada
dosis 100-200 mg/hari, 70-90% vitamin C akan terabsorpsi tetapi dosis tinggi
1000 mg akan terabsorpsi kurang dari 50%.

- Distribusi
Vitamin C didistribusikan secara luas ke seluruh bagian tubuh melalui
peredaran darah, dengan kadar tertinggi dapat ditemukan dalam kelenjar dan
kadar terendah dapat ditemukan dalam otot maupun jaringan lemak.

- Metabolisme
Vitamin C mengalami metabolisme utama di hati dan sebagian di ginjal.
Metabolisme utamanya terjadi dengan penghilangan dua buah elektron yang
dimiliki senyawa ini. Senyawa radikal bebas antara yang terbentuk dari
metabolisme vitamin C adalah dalam bentuk asam dehidroaskorbat yang masih
bersifat reversibel. Kemudian akan menjadi asam 2,3-diketogulonat yang
bersifat ireversibel dan secara fisiologis inaktif. Senyawa ini kemudian akan
membelah menjadi beberapa metabolit.

- Eliminasi
Vitamin C maupun metabolit yang dibentuknya akan diekskresikan melalui
urine dalam bentuk utuh atau dalam bentuk garam sulfatnya ketika kadarnya
melewati ambang rangsang ginjal dalam darah yaitu sekitar 1,4 mg/100mL.
Beberapa obat-obatan diketahui dapat meningkatkan proses pengeluaran
vitamin C ketika berinteraksi dalam penggunaan yang bersamaan, yaitu pada
penggunaan tetrasiklin, salisilat atau fenobarbital.

Anda mungkin juga menyukai