Anda di halaman 1dari 5

Starvation Among Female Athletes

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kuliah Gizi Kerja

Dosen Pengampu: Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si

Disusun Oleh:

Alliya Azmi Naranti Putri

R0218007

PROGRAM STUDI D-IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Desember, 2019
Walaupun dilihat sebagai teladan dalam kesehatan dan kebugaran, banyak atlet perempuan
yang berjuang dari eating disorder (gangguan makan). Atlet perempuan yang berada dalam cabang
olahraga seperti senam indah, peluncur dan atlet loncat indah memiliki risiko besar unruk memiliki
eating disorder, karena sebagian besar atlet perempuan di dalam cabang olahraga tersebut dituntut
untuk memiliki tubuh yang indah dan kurus.

Tuntutan ini telah merenggut nyawa Christy Henrich, seorang atlet senam indah dari Amerika
Serikat. Christy mengikuti Olympic Games pada tahun 1988 di Korea Selatan pada saat ia berumur
15 tahun. Namun, ia mendapat komentar dari seorang juri untuk menurunkan berat badannya. Hal
tersebut membuat Christy melakukan hal-hal yang tidak sehat untuk menurunkan berat badannya.
Christy menderita Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa, ia berjuang selama tujuh tahun
sebelum akhirnya meninggal karena gangguan fungsi organ di usia 22 tahun. Christy menurunkan
hampir setengah dari berat badan awal saat dia mengikuti Olympic Games 1988, yaitu dari 90
pounds hingga 47 pounds.

Kimiko Soldati, seorang atlet loncat indah juga mengalami hal yang sama. Ia mengalami
Bulimia Nervosa selama satu setengah tahun. Namun pada akhirnya, Kimiko mencari bantuan
untuk menyembuhkan gangguan yang ia miliki ke psikiater yang memiliki spesialisasi dalam
bidang eating disorder. Beruntungnya, Kimiko menyadari bahwa yang terjadi pada tubuhnya
adalah suatu gangguan dan ia harus mencari bantuan sehingga kejadian seperti yang terjadi pada
Christy tidak terulang kembali. Setelah selesai dengan masa penyembuhannya, Kimiko menjadi
survivor dan membagi kisahnya di hadapan ratusan wanita yang memiliki gangguan yang sama,
eating disorder.

Terdapat tiga kelompok besar dari eating disorder, diantaranya adalah Anorexia Nervosa,
Bulimia Nervosa dan Eating Disorder, Not Otherwise Specified (Eating Disorder, NOS).
American Psychiatric Association mendefinisikan empat kriteria spesifik untuk Anorexia Nervosa,
yang pertama, individu tersebut menolak untuk mempertahankan berat badan normalnya dan
penderita Anorexia Nervosa biasanya memiliki berat badan 15% dibawah normal. Walaupun berat
badan individu tersebut sudah sangat dibawah normal, individu tersebut merasa takut akan naiknya
berat badan dan menjadi gendut. Yang kedua, individu tersebut menolak untuk mengetahui bahwa
kondisi berat badannya sudah sangat tidak normal . Ketiga, perempuan yang mengalami Anorexia
Nervosa sudah setidaknya melewati tiga kali siklus menstruasinya, yaitu amenorrhea. Terakhir,
individu dengan Anorexia Nervosa mengalami gangguan kesehatan seperti rambut rontok, kuku
yang mudah terlepas, munculnya rambut-rambut halus disekitar wajah dan tangan, lemah otot,
gangguan pencernaan, aritmia jantung, tekanan darah rendaj, hipotermia serta kekurangan cairan
dan elektrolit. Berbeda dengan Anorexia Nervosa, individu dengan Bulimia Nervosa memiliki
periode waktu ketika mereka dapat makan dengan banyak dalam waktu yang singkat dan ada
periode waktu dimana mereka ingin makanan yang sudah mereka konsumsi dengan jumlah banyak
tersebut keluar dari tubuhnya untuk mencegah kenaikan berat badan. Hal-hal yang dilakukan untuk
mengeluarkan konsumsi makanan tersebut adalah dengan memuntahkan makanan tersebut dengan
cara yang dibuat-buat, diet ketat dan olahraga yang berlebihan. Gejala yang dapat timbul akibat
Bulimia Nervosa ini misalnya menstruasi yang tidak teratur, gangguan gigi dan gusi,
ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh, pembengkakan kelenjar parotis, gangguan saluran
pencernaan, dehidrasi dan pusing (Thompson & Sherman, 1993). Sama dengan Anorexia Nervosa,
individu dengan Bulimia Nervosa memiliki kekhawatiran mengenai bentuk tubuh dan berat badan
mereka yang akhirnya dapat mempengaruhi self-evaluation dan mengarah pada depresi dan
gangguan mental lainnya (Wilson & Walsh, 1991).

Walaupun banyak studi sudah membuktikan bahwa eating disorder memiliki komponen
genetic yang kuat, eating disorder juga berikatan dengan faktor psikologi-sosial. Beberapa faktor
sosial ini misalnya pengaruh dari teman sesama atlet, pelatih, juga juri pertandingan. Thompson
dan Sherman (1993) menciptakan istilah contagion effect yang menggambarkan betapa bahayanya
eating disorder menyebar melalui kelompok teman sebaya. Penelitian juga menyebutkan budaya
dari tim atlet yang mempengaruhi budaya makan anggota timnya. Eder dan Parker juga
menyebutkan bahwa diantara anggota tim atlet wanita, banyak interaksi mengenai penampilan dan
citra tubuh, oleh karena itu ada pengaruh rekan satu tim dengan perubahan perilaku makan dalam
suatu tim atlet (Hausenblas,2000). Tuntutan untuk memiliki penampilan dan citra tubuh yang baik
ini memang sudah tidak asing di cabang olahraga seperti senam indah, figure-skaters, penyelam.
Bahkan, Ibu dari Christy bercerita “hal pertama yang dikatakan atlet lain adalah jika kamu ingin
makan, makan dan muntahkan. Itu adalah hal pertama yang akan kamu pelajaari ketika kamu
masuk kedalam tim nasional cabang olahraga terkait.
Strategi Pengobatan untuk Atlet dengan Eating Disorder

Mengingat sudah mengetahui mengenai eating disorder pada atlet wanita, pengobatan
dapat dilakukan dengan intervasi dan terapi. Pengobatan seharusnya tidak hanya dilakukan kepada
atlet, namun juga dilakukan pada para pelatih dan keluarga untuk dididik mengenai eating disorder
ini. Pelatih perlu diberikan pengetahuan juga karena pelatih berfungsi sebagai figure otoritas
instrumental untuk seorang atlet yang sukses, sangat penting untuk memberi tahu kepada para atlet
wanita bagaimana cara melakukan penurunan berat badan yang sehat dan konstruktif. Pelatih juga
dapat mengurangi risiko tumbuhnya eating disorder dan dapat secara tepat mempromosikan citra
tubuh yang sehat pada atletnya. Pelatih juga dapat melakukan pendekatan diet dengan cara yang
berpusat pada masalah sehingga atlet tidak merasa terancam. Dari berbagai latar belakang, pelatih
seharusnya memiliki pengetahuan tentang nutrrisi yang tepat, kebutuhan kalori harian atlet,
perilaku diet sehat, tipe eating disorder dan efek kesehatannya.

Untuk terjaminnya kesehatan atlet, perlu adanya peran bersama dari pelatih, orang tua dan
manajemen untuk membuat suatu tindakan atau protokol yang tepat untuk atlet yang mengidap
eating disorder ini. Meskipun atlet mungkin menolak dengan adanya tindakan ini, peran ini harus
terus melaksanakan tindakan tersebut agar dapat tertangani sebelum terlambat dan mencegah
adanya korban seperti Christy.

Tim yang beranggotakan psikolog professional dalam bidang olahraga, ahli gizi dan dokter
harus selalu memonitor atlet yang mengalami eating disorder. Akan lebih baik jika atlet yang
mengalami eating disorder segera dirujuk untuk terapi untuk mengatasi masalah gangguan
kesehatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Bernstein, S. J. (2008). Starving to Win: An Exploration of Eating Disorders in Female


Athletes. Columbia University Graduate Student Journal of Psychology, 10, 64-69.

Dwyer, J., Eisenberg, A., Prelack, K., Song, W. O., Sonneville, K., & Ziegler, P. (2012). Eating
attitudes and food intakes of elite adolescent female figure skaters: a cross sectional
study. Journal of the International Society of Sports Nutrition, 9(1), 53.

Hellmich, N. (2006). Athletes' hunger to win fuels eating disorders. USA Today, 1A-6A.

Anda mungkin juga menyukai