Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH RADIOFARMASI

KONTROL KUALITAS RADIOFARMASI


123
I-SODIUM IODIDE

Disusun Oleh :
Candra Pratama N (4181013)
Danie Nugroho (4181015)
Dimas Dwi P (4181017)
Eka Fandi P. (4181018)
Exel Perdana M (4181022)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

Halaman Cover……………………………………………………........... 1
Kata Pengantar........................................................................................... 2
Daftar isi..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 4
BAB II METODELOGI PENELITIAN……...................................... 10
BAB III PEMBAHASAN..................................................................... 12
BAB IV KESIMPULAN……………………………………………… 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalalam struktur dan
digunakan untuk diagonis atau terapi .Dengan kata lain ,radiofarmaka merupakan obat radioaktif.

Sediaan radiofarmaka dibuat dalam berbagai bentuk kimia dan fisik yang diberikan dengan
berbagai rute pemberian untuk memberikan efek radioaktif pada target bagian tubuh tertentu.

Pemeriksaan radiofarmasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu pemeriksaan fisika,


pemeriksaan
kimia dan pemeriksaan biologi.

A. Pada pemeriksaan fisika konsentrasi radioaktif dinyatakan dalam satuan Curie; mCi, μCi
atau Bq. Alat yang dipakai untuk menentukan konsentrasi adalah Geiger Muller
Counterdan γ- scintillation counter.

B. Pemeriksaan kimia dibagi menjadi tiga cara yaitu:


1) Kromatografi kertas, yang dapat memeriksa senyawa radioaktif seperti laruan
Na131I,Na99mTcO4 dan senyawa bertanda seperti Rose-Bengal-131I; 99 mTc-Sn-
glukonat.Kromatografi dilakukan dengan menggunakan kertas Whatmann no.1 dengan
eluenmetanol serta analisator saluran tunggal (detektor NaI). Sesudah dielusi,
dikeringkanlalu kertas dipotong-potong setiap 1 cm dan dicacah.
2) Elektroforesis Kertas, yang dapat digunakan untuk memisahkan komponen
senyawaradioaktif dalam suatu campuran misalnya campuran antara senyawa
bertandaradioisotop dengan radioisotop bebasnya. Misalnya pada BSP + Na131I→ (BSP)-
131I +sisa 131I
3) Kromatografi Lapis Tipis (KLT), menggunakan plat lapisan tipis
polyethylenerephthalate yang dilapisi silika gel dengan eluen metanol, misalnya
untukmenentukan kemurnian radiokimia senyawa bertanda.

4
C. Pemeriksaan Biologi, untuk memeriksa sterilitas seperti uji sterilitas
padaFarmakopeIndonesia; pemeriksaan pirogen seperti pada FI dan USP; pemeriksaan
toksisitas sepertipada FI serta pemeriksaan biological affinity

A. Quality Control (Pengawasan mutu)


Quality control atau pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan
obatyang baik agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan
tujuanpenggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua
rangkaianpembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan obat yang bermutu mulai dari saat obat
dibuatsampai pada distribusi obat jadi. Untuk keperluan tersebut harus ada bagian pengawasan
mutuyang berdirisendiri.
Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisa yang dilakukandi laboratorium
termasukpengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujianbahan awal, produk antara, produk
ruahan,dan obat jadi. Pengawasan mutu meliputi juga program uji stabilitas pemantauan
lingkungan kerja,validasi, dokumentasi suatubatch, program penyimpanan sampel, dan
penyususnan, sertapenyimpanan sesuaidengan spesifikasi yang berlaku dari setiap bahan dan
produk termasukmetode pengujiannya.

B. PENGAWASAN MUTU
1. Definisi
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obatyang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai
mutuyang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yangberkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran
mutumulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu
tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harusterlibat dalam semua keputusan
yang terkait dengan mutu produk. KetidaktergantunganPengawasan Mutu dari Produksi
dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutudapat melakukan kegiatan dengan
memuaskanBeberapa obat yang perlu dilakukan pengawasan mutu salah satunya
yaitu,radiofarmaka (misal yang berumur pendek) digunakan sebelum seluruh parameter
ujikualitas (misal uji sterilitas, endotoksin, kemurnian radionuklida, dll.)

5
selesaidikerjakan.Untuk itu, implementasi dan kepatuhan terhadap sistem Pemastian Mutu
mutlakdilaksanakan.
2. Pengambilan Sampel
a Jumlah sampel yang biasanya diambil dalam analisis sediaan farmasi mungkin
perludimodifikasi,tetapi hendaklah memadai untuk dilakukan pengujian ulang
(sampelpembanding).
b Jumlah sampel yang biasanya diambil untuk uji sterilitas tidak perlu diterapkan pada
radiofarmaka karena dalam satu bets jumlahnya hanya sedikit.
3. Bahan Awal
a Uji khusus mungkin harus dirancang dan dilaksanakan untuk menunjukkan tidak
adasedikitpun impuritas yang spesifik diperbolehkan misal dalam bahan target. Proses
iradiasimerupakan uji yang terbaik.
b Bahan baru yang disintesis sendiri hendaklah dikarakterisasi dan diuji sebelum
digunakan
4. Produk Jadi
4.1 Kemurnian Radionuklida
a Pengujian kemurnian radionuklida hendaklah dilakukan padabahan awal
radioaktifsebelum preparasi suatu senyawa bertanda.
b Pemancar beta dan gamma biasanya merupakan impuritas utama yang diamati,
tetapipada produk hasil fisi, impuritas pemancar alfa hendaklah diamatijuga.
c Kalibrasi energi dari instrument hendaklah sering dilakukan dengan menggunakan
sumber(radioaktif) acuan dan diverifikasi sebelum dipakai dengan menggunakan
sumber standar
yang berumur panjang.
4.2 Kemurnian Radiokimia
Kemurnian radiokimia hendaklah ditentukan, menggunakan berbagai teknik
termasukpemisahan kromatografis, ekstraksi dengan pelarut, KCKT, elektroforesis dan
presipitasi.Metode kromatografi kertas dan kromatografi lapisan tipis biasanya digunakan
untukpenentuan kemurnian radiokimia suatu radiofarmaka. Pemilihan teknik tergantung
padakompleksitas preparasi radiofarmaka
3 Konsentrasi Radioaktif

6
a Penentuan secara independen konsentrasi radioaktif yang sesungguhnya
hendaklahdilakukan oleh Pengawasan Mutu dengan instrumen yang berbeda dari yang
digunakandalam proses pembuatan.
b Untuk tiap radiofarmaka, kandungan radioaktivitas, konsentrasi radioaktif dan dosis
atauvolume yang diberikan kepada pasien hendaklah ditentukan.
4.4 Kemurnian Kimia
a Kontaminan kimia, misal logam dalam jumlah yang sangat sedikit, hendaklah
diidentifikasidan ditentukan, untuk mencegah atau mengurangi dampak yang mungkin
terjadi padaproses penandaan radiofarmaka.
b Untuk kit radiofarmaka yang mengandung garam Stano (Sn2+) sebagai bahan
pereduksi,kandungan garam Stano (Sn2+) hendaklah ditentukan dengan menggunakan
metode seperti iodometri atau polarografi.
4.5 Ukuran Partikel
Jumlah dan ukuran partikel dalam larutan suspensi atau larutan koloid hendaklah
Ditentukan
4.6 PH
Semua radiofarmaka hendaklah mempunyai pH yang sesuai untukkestabilan dan
integritasnya. pH dapat ditentukan menggunakan kertas pH atau pH meter.
4.7 Distribusi Biologis
a Untuk beberapa radiofarmaka, uji distribusi biologis hendaklah dilakukan sebagai
indikator
mutu dan kinerja yang diharapkan dari radiofarmaka.
b Prosedur yang ditetapkan dalam monografi farmakope dapat diadopsi dalam uji
biodistribusi ini
4.8 Studi Stabilitas
a Studi stabilitas hendaklah dilakukan pada minimum tiga bets pilot atau bets produksi.
Bilahasil yang diperoleh dari ketiga bets berbeda secara signifikan, hendaklah
dilakukanpengujian pada bets berikutnya.
b Karena beberapa produk menunjukkan ketidakstabilan secara tiba-tiba pada mulanya,maka
data hendaklah diambil pada pengujian antar waktu (waktu awal dan waktu akhir)sampai pada
dan melewati masa edar produk yang direncanakan.

7
c Dalam program pengujian, produk hendaklah diuji terhadap seluruh spesifikasi pada
saatpreparasi. Pada pengujian antar waktu, parameter yang mungkin berubah hendaklahdiukur.
Jenis parameter meliputi:
a) Kestabilan fisis, misal ukuran partikel;
b) Kestabilan kimiawi, misal pH,, kandungan benzyl alcohol;
c) Konsentrasi radioaktif;
d) Kemurnian radiokimiawi;
e) Biodistribusi; dan
f) Kandungan Stano (Sn2+) (missal untuk kit 99mTc)
d Bila produk akan disimpan dalam lemari pendingin tanpa peringatan “Jangan dibekukan”,maka
kestabilan,terutama kestabilan fisis (misal tidak terbentuk endapan, tidak terjadidenaturasi
protein) pada suhu sekitar -5 oC hendaklah dibuktikan.
e Untuk kit radiofarmaka, pengaruh umur produk terhadap kestabilan produk setelah
rekonstitusi hendaklahdibuktikan.
f Rekonstitusi hendaklah dilakukan pada kondisi rekonstitusi ekstrim dan pengukuran
hendaklah dilakukan pada waktu rekonstitusi dan pada atau setelah produk yang
direkonstitusi tersebut daluwarsa.
g Data stabilitas tambahan hendaklah tersedia, yang mencakup masa simpan yang
dinyatakan dari produk nonaktif ketika direkonstitusi dengan aktivitas 99mTc tertinggi
danterendah untuk digunakan pada preparasi radiofarmaka bertanda 99mTc
menggunakanvolume rekonstitusi maksimum dan minimum.
h Data hendaklah tersedia untuk konsentrasi radioaktif tertinggi yang akan digunakan
untukrekonstitusi.
i Bila bentuk akhir bungkusan diubah, maka data stabilitas hendaklah diperbaharui.
4.9 Uji Sterilitas
a Semua radiofarmaka untuk penggunaan parenteral harus steril. Meskipun tidak
selalumemungkinkan untuk menunggu hasil uji sterilitas sebelum diluluskan untuk
penggunaankarena sifat alamiah radioaktif, uji sterilitas hendaklah menjadi bagian dari
pengawasanmutu produksi. Proses produksi hendaklah divalidasi secara teratur.
b Uji sterilitas hendaklah dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan
dalamFarmakopeIndonesia atau farmakope internasional yang diakui oleh otorita pengawasan.

8
4.10 Uji endotoksin bakteri
a Endotoksin bakteri menyebabkan efek pirogenik. Pengujian pirogen invivo secara teratur
pada kelinci (durasi uji: 24 5 jam) untuk memastikan apirogenisitas produk mungkin tidak
dapat dilakukan sebelum pelulusan/penggunaan produk. Uji in vitro untuk bakteri
endotoksin dapat menggunakan metode Limulus Amoebocyte Lysate (LAL).
b Pemeriksaan lengkap produk pada sampel dummy hendaklah dilakukan untuk
beberapabets sebelum memulai formulasi radiofarmaka secara rutin. Dalam hal fasilitas
mengalamikerusakan atau berhenti beroperasi, keyakinan terhadap kondisi kerja yang
tepathendaklah ditentukan kembali dengan melakukan analisis lengkap pada beberapa
betsradiofarmaka.
4.11 Instrumentasi Laboratorium
Sistem Pengawasan Mutu hendakla juga mencakup pemeriksaan lingkungan terhadap
radioaktivitas seperti pada sistem ventilasi, saringan udara dan peralatan LAF.Kalibrasi
instrumen untuk penentuan radioaktivitas hendaklah juga diperiksa.

BAB II
METODELOGI PENELITIAN

ALAT BAHAN
kertas whatman natrium metabisulfit (Na2S2O5)

9
kolom kromatografi (lokal), Zn logam
peralatan gelas HgCl2
dose calibrator (atomlab) kalium permanganat (KMnO4) 0,1 N
Gamma mini Tec II Nucleus model 600B asam sulfat (H2SO4)
pipet mikro. buffer pospat pH 7,5
metanol pa
larutan Na125I
vortex

Cara Kerja
Pembuatan Reduktor Jones

Dicampur serbuk Zn dan serbuk HgCl2 dibiarkan 10 menit sampai membentuk


serbuk Hg-Zn ,dipisahkan dari sisa HgCl2. Zn amalgama terbentuk didekantasi dengan air
demineral secukupnya 3x untuk menghilangkan sisa Hg yang tidak terikat dengan logam zn

Zn amalgama yang didekantasi dimasukan dalam kolom kromatografi ,kolom dielusi dengan
kurang lebih 10 ml H2So4 encer (1: 20)

Ditetesan terakhir dari bebas Hg diuji dengan KMO4 0,1N ,Jika terjadi perubahan warna maka
kolom diulesi lagi dengan H2S04 sampai warna KMO4 tidak berubah

Peningkatan Kemurnian Radiokimia Iodium-125

a. Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)

Digunaka konsentrasi Na2S2O5 yang berbeda yaitu 0,1 N (vol 2 uL, 4 uL 6 uL, 8 uL) dan 0,3
N (dengan volume 2 uL, 4 uL, 6 uL, 8 uL) Sebanyak 100 uL larutan Na125I dimasukkan ke dalam
tabung reaksi mikro dengan pipet mikro

10
Ditambahkan natrium metabisulfit dengan volume dan konsentrasi tertentudicampur sampai
tercampur sempurna dengan dihomogenkan menggunakan vortex selama 2-3 menit

b. Reduktor Jones

Reduktor Jones dimasukkan ke dalam kolom kromatografi, dielusi dengan H2SO4 encer (10%)
lalu Dimasukkan larutan Na125I kedalam kolom reduktor Jones, dibiarkan selama ± 10 menit

larutan dikeluarkan dari kolom dan ditampung dengan vial gelas, kemudian dimasukkan
kembali ke dalam kolom dan dikeluarkan kembali.

Sisa larutan Na125I yang mungkin masih tertinggal di dalam kolom dielusi dengan 5 ml NaOH
0,01N ditampung pada vial gelas yang sama

c. Pengujian Kemurnian Radiokimia


Untuk metode ke 2 ,pada kertas Whatman yang telah diberi tanda ditetesi larutan pembawa
iodium. Kertas dibiarkan kering, lalu pada masing-masing kertas diteteskan 0,5 uL larutan
Na125I yang telah direduksi dan dikeringkan. Dielusi selama 1 malam sampai jarak migrasi 35
cm dalam eluen metanol:H2O = 75:25 untuk metode kromatografi kertas dan dielektroforesis
menggunakan eluen buffer pospat pH 5,5 selama 75 menit dengan beda potensial 400 kV
untuk metode elektroforesis.

Larutan Na125I yang telah direduksi dengan natrium metabisulfit ditentukan kemurnian
radiokimianya dengan dua metode yaitu dengan kromatografi kertas mengunakan eluen
metanol:H2O = 75:25, dan metode elektroforesis menggunakan eluen buffer pospat pH 7,5.

Selanjutnya kromatogram dipotong-potong sepanjang 1 cm dan masing-masing potongan


dicacah dengan pencacah Gamma mini Tec II Nucleus model 600B.

Selanjutnya larutan Na125I yang telah direduksi dengan reduktor Jones ditentukan dengan
metode kromatografi kertas mengunakan eluen metanol:H2O = 75:25

11
Pada kertas Whatman no.1 yang telah diberi tanda ditetesi larutan pembawa iodium,
kemudian dibiarkan kering, lalu pada kertas Wathman no.1 yang sama diteteskan 0,5 uL
larutan Na125I yang telah direduksi dan dikeringkan. Dielusi selama 1 malam sampai jarak
migrasi 35 cm dalam eluen etanol:H2O = 75:25.

Selanjutnya kromatogram dipotong-potong sepanjang 1 cm dan masing-masing potongan


dicacah dengan pencacah Gamma mini Tec II Nucleus model 600B

BAB III
PEMBAHASAN

Peningkatan kemurnian radiokimia Na125I produk PRR-BATAN pada penelitian ini dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan menggunakan natrium metabisulfit (Na2S2O5) dan reduktor Jones untuk
mereduksi radiokimia pengotor yang berasal dari iodat dan periodat menjadi iodida terhadap 3 batch
larutan induk Na125I produksi PRR-BATAN. Penggunaan natrium metabisulfit (Na2S2O5) sebagai reduktor
dilakukan terhadap bacth I dan II. Batch I penentuan kemurnian radiokimia dilakukan dengan dua
metode yaitu metode kromatografi kertas dan elektroforesis. Sedangkan untuk bacth II hanya dengan
metode kromatografi kertas. Hal ini dikarenakan dengan metode elektroforesis pengerjaan lebih sulit
dan memberikan hasil yang kurang baik. Penentuan kemurnian radiokimia dengan metode
elektroforesis dapat dilihat pada Gambar 1.

12
Dari Gambar 1 terlihat kemurnian radiokimia iodida, periodat, iodat berturut-turut yaitu
17,51%, 6,94% dan 75,55%. Penambahan reduktor Na2S2O5 0,1 N dapat menaikkan kemurnian
radiokimia 125I-. Kenaikan tertinggi terjadi pada penambahan volume Na2S2O5 0,1 N 4 uL yaitu
92,62%. Sedangkan pada penambahan volume 6 uL Na2S2O5 0,1 N kemurnian radiokimia
hampir konstan saja. Penentuan kemurnian radiokimia 125I- dengan metode kromatografi kertas
pada batch I dan II masing dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Pada Gambar 2 di atas terlihat kemurnian radiokimia larutan induk Na125I (sebelum direduksi)
75,55%, dan terjadi kenaikan kemurnian radiokimia secara signifikan dengan menambah jumlah volume
Na2S2O5 0,1 N dengan menaikkan jumlah volume Na2S2O5 0,1 N. Kemurnian radiokimia tertinggi adalah
95,16% dengan penambahan volume reduktor 8 uL. Penambahan volume reduktor berarti
menyebabkan pengenceran pada larutan induk Na125I. Hal ini kurang baik untuk proses selanjutnya
khususnya pada teknik RIA/IRMA karena pada proses tersebut dibutuhkan volume dalam tingkat mikro
agar hasil penandaannya maksimal (Darwati S., 2009). Untuk mengurangi penambahan volume reduktor
maka kami menaikkan konsentrasi reduktor menjadi 0,3 N yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3.

13
Dari Gambar 3 terlihat bahwa kemurnian radiokimia larutan induk Na125I (sebelum
direduksi) adalah 90,91%, terjadi kenaikan kemurnian radiokimia 125I dengan menambahkan
Na2S2O5 0,3 N. Pada penambahan 2 uL Na2S2O5 0,3 N kemurnian radiokimia 125I- menjadi
99,00%, sedangkan penambahan volume 4 uL, 6 uL, dan 8 uL menjadi 100%. Dari data diatas
terlihat bahwa kemurnian radiokimia ion 125I- dapat ditingkatkan dengan menambahkan
Na2S2O5 dengan konsentrasi tertentu. Namun ternyata Na125I meskipun secara tingkat
kemurnian radiokimia telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam proses selanjutnya
khususnya pada teknik RIA/IRMA namun keberadaan sulfit di dalam larutan. Kenyataan tersebut
menyebabkan perlu dicari jenis reduktor lain yang dapat mengatasi masalah tersebut. Pada
penelitian ini digunakan reduktor Jones dengan asumsi reduktor tersebut dapat mereduksi sampai
bilangan oksidasi terendah dan dapat dipisahkan dari larutan yang direduksi karena berbentuk
padatan (Mediphysic, 1985). Kemurnian radiokimia hasil reduksi larutan induk Na125I dengan
reduktor Jones dapat dilihat pada Tabel 1.

14
Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa kemurnian radiokimia larutan induk Na 125I sebagai 125I-

(sebelum direduksi) 50,5%, terjadi kenaikan kemurnian radiokimia 125I- setelah larutan induk Na125I
direduksi dengan reduktor Jones menjadi 99,83%. Dengan demikian peningkatan kemurnian radiokimia
125I- pada larutan induk Na125I hasil produksi PRR-BATAN dapat menggunakan reduktor Jones.

15
Kesimpulan

Peningkatan kemurnian radiokimia Na125I hasil produksi PRR-BATAN dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan penambahan natrium metabisulfit Na2S2O5 dan reduktor Jones. Natrium
metabisulfit (Na2S2O5) dengan konsentrasi 0,3 N volume 2 uL dapat meningkatkan kemurnian
radiokimia Na125I sampai 99% sedangkan dengan volume 4 uL mencapai 100%. Namun
meskipun kemurnian radiokimia Na125I yang diperoleh sangat tinggi tidak dapat digunakan
untuk penandaan secara in-vitro pada RIA/IRMA karena keberadaan sulfit dapat menghambat
reaksi pada proses penandaan. Sedangkan dengan reduktor Jones kemurnian radiokimia Na125I
diperoleh adalah 99,83%. Reduktor Jones dapat dipisahkan dari larutan Na125I sehingga tidak
mengganggu jika Na125I digunakan pada proses selanjutnya. Dengan demikian jika Na125I
digunakan untuk RIA/IRMA disarankan menggunakan reduktor Jones untuk meningkatkan
kemurnian radiokimia Na125I.

Daftar Pustaka
Anonim, 2004, Titanium Dioxide: Purity Test, JECFA

Awaludin R., 2009, Radioaktivitas Iodium-126 Sebagai Radionuklida Pengotor di Kamar Iradiasi pada Produksi
Iodium-125, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, Vol. X no.2, Jakarta.

Darwati S., 2009, Pembuatan Kit Ria 125I-Progesteron untuk Penentuan Progesteron dalam Susu Sapi, Kolokium
PRR-Batan, Serpong.

Mediphysic, 1985, Manufactur in Manual of Iodium-125, Tuxedo, New York

Pujianto A., 2008, Penggunaan Natrium Sulfit (Na2SO3) untuk Meningkatkan Kemurnian Radiokimia 125I, Prosiding
Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir, ISSN 0216-3128, Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai