Anda di halaman 1dari 22

Journal of Clinical Imaging Science

DOI 10.4103/2156-7514.156135
Piktorial Essai

Fitur Pencitraan Cross-sectional Dari Tumor Retroperitoneal


dan Pengobatan Selanjutnya
Turker Acar, Mustafa Harman, Serkan Guneyli, Kazim Gemici, Duran Efe,Ibrahim Guler, Melda Yildiz
Departments of Radiology and General Surgery, Mevlana University School of Medicine, 4Department of Radiology, Konya
Education and Research Hospital, Konya, Department of Radiology, Ege University School of Medicine, Izmir, Department of
Radiology, Bulent Ecevit University School of Medicine, Zonguldak, Turkey

Abstrak
Tumor yang pada dasarnya ganas di regio retroperitoneal muncul dari kelompok
jaringan yang heterogen : mesodermal, neurogenik, sel germal, dan limphoid.
Walaupun langka, tumor jinak dan massa kistik dapat juga ditemui di ruang
retroperitoneal. Perkembangan pada computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI) telah berkontribusi baik pada diagnosis maupun staging
dari tumor retroperitoneal. Resolusi spasial yang tinggi dan superioritas dalam
kalsifikasi membuat CT tidak dapat digantikan; di lain pihak, MRI memiliki resolusi
kontras jaringan lunak yang lebih baik yang penting untuk penilaian invasi vaskular
dan karakterisasi jaringan. Tujuan artikel ini adalah untuk mengulas fitur CT dan MRI
dari tumor retroperitoneal dan tata laksana yang mengikutinya.
Kata Kunci : computed tomography, diagnosis, magnetic resonance imaging,
neoplasma retroperitoneal, pengobatan.

Pendahuluan
Ruang retroperitoneal, terletak diantara peritoneum parietal posterior dan
fascia transversalis dimulai dari diafragma di cranialnya dan berakhir di pelvis di
caudalnya. Ruang ini pada dasarnya dibagi menjadi 4 regio : perirenal, pararenal
anterior, pararenal posterior, dan ruang pembuluh darah besar.(1)
Tumor-tumor retroperitoneal primer (Primary retroperitoneal tumors/PRT),
yang muncul di ruang ini, adalah sebuah grup tumor yang heterogen yang dapat
ditemukan dalam bentuk jinak ataupun ganas. 78% dari seluruh PRT adalah malignan
dan tumor-tumor ini merupakan 0,1- 0,2% dari seluruh malignansi.(2)
Kebanyakan PRT memiliki asal mesodermal, dan Liposarcoma (LS),

1
Leiomyosarcoma (LMS) serta undifferentiated pleiomorphic sarcoma bersama-sama
merupakan 80% dari sarcoma retroperitoneal primer. Asal dari PRT lainnya
predominan dari sistem saraf.(3) PRT umumnya dideteksi sebagai massa besar karena
jaringan ikat yang longgar di retroperitoneum memiliki fungsi barier yang inadekuat
terhadap infiltrasi tumoral.
Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) tidak
hanya membantu dalam mengkarakterisasi lesi massa di ruang retroperitoneal tapi
juga efektif dalam menentukan keparahan penyakit. CT sangat baik untuk menilai
kalsifikasi; sedangkan di lain pihak, MRI memiliki kontras jaringan lunak yang lebih
baik, yang memfasilitasi staging. Keuntungan MRI lainnya adalah peran potensial
dalam menentukan invasi vaskular. Walaupun perkembangan dalam teknologi CT
multidetektor dan sekuens MRI baru, kadang tidak mungkin untuk membuat
diagnosis definitif hanya berdasarkan gambar cross-sectional, karena beberapa fitur
radiologis PRT tidak spesifik, dan tumpang tindih satu dengan lainnya. Evaluasi
histopatologik adalah prosedur yang tak dapat dielakkan dalam diagnosis dan
diagnosis diferensial sebuah PRT.(4)
Pembedahan reseksi komplit adalah satu-satunya opsi tatalaksana yang
potensial kuratif untuk sarcoma retroperitoneal; namun, rekurensi lokal terjadi pada
cukup banyak pasien dan bertanggung jawab pada hampir 75% kematian yang
berhubungan dengan sarcoma.(5)
Pada artikel ini, kami bertujuan untuk menampilkan fitur CT dan MRI dari
banyak PRT yang telah dikonfirmasi secara histopatologis masuk dalam kategori
benigna, mesodermal malignan, neurogenik, sel germal, dan tumor limfoid serta
untuk mengulas metode pengobatan.

TUMOR BENIGNA
Limfangioma
Limfangioma mencakup 1% dari seluruh PRT dan lebih sering ditemukan
pada pria.(4) Walaupun kebanyakan pasien adalah asimptomatik, ia dapat
bermanifestasi sebagai nyeri dan distensi abdomen. Limfangioma diakibatkan oleh
kegagalan fusi jaringan limfatik retroperitoneal dengan sistem limfatik utama. Massa
kistik berdinding tipis unilokular atau multilokular adalah temuan CT yang
karakteristik untuk limfangioma. Densitas bervariasi mulai dari air sampai lemak

2
akibat kandungan lemak dari cairan limfatik yang chylous (Gbr.1).(6) Pada MRI,
limfangioma umumnya memiliki intensitas signal rendah pada T1-Weighted Image
(T1WI) dan intensitas signal tinggi pada T2-Weighted Image (T2WI); namun,
intensitas signal dapat berubah tergantung jumlah lemak yang ada (Gbr.2). Karena
isinya yang encer, relatif mudah untuk membedakan limfangioma dari PRT solid
lainnya. Septa di dalam lesi, kurangnya cairan pada ceruk dependen, dan kompresi
loop usus membantu dalam membedakan limfangioma dari ascites.
Pilihan pengobatan utama dari limfangioma yang pertama adalah pembedahan
eksisi komplit. Drainase image-guided per kutan dengan kateter disertai skleroterapi
adalah metode pengobatan alternatif lainnya. Prognosis jangka panjang sangat baik
dan tidak diharapkan ada rekurensi bila telah dicapai eksisi komplit.(7)

Gbr. 1. Seorang anak


perempuan usia 5 tahun
dengan distensi abdominal
sisi kanan didiagnosa sebagai
limfangioma kistik pada
pembedahan. Gambar CT
post-kontras aksial
menunjukkan lesi masa
retroperitoneal memiliki
kontur-mulus dengan
densitas cairan. Perhatikan
bahwa juga ada septa tipis
yang menyangat (panah) di
bagian kaudal limfangioma.

Gbr. 2. Wanita usia 25 tahun dengan limfangioma (a) CT aksial, (b) gambar T2W dengan
supresi lemak potongan aksial menunjukkan masa kistik berbatas tegas di regio retroaortik
(panah). juga ada kista parapelvik di ginjal kiri (asterisk). Perhatikan bahwa karena kontennya
yang chylous, intensitas signal T2 sedikit menurun dibandingkan kista ginjal kiri (b)

3
Lipoma
Lipoma adalah tumor mesenkimal benigna dengan kandungan lemak yang
menyerupai jaringan adiposa normal. Lipoma di retroperitoneum adalah jarang dan
merupakan sekitar 2,9% dari seluruh PRT.(8) Tampilan dari lipoma dapat mirip sebuah
LS, namun LS memiliki septa yang lebih tebal, irreguler dan nodular yang
menunjukkan penyangatan pada gambar pasca kontras. Selain itu, lipoma lebih jarang
dijumpai di retroperitoneum dibanding LS.(9,11)
Lipoma memiliki kareakteristik sebagai massa lemak homogen di CT dengan
intensitas signal identik dengan lemak normal pada semua sekuens pulsa MRI
(Gbr.3).(12) Lipoma di kompartemen retroperitoneal menunjukkan reduksi signal
homogen pada semua sekuens MRI yang mensupresi lemak dan lesi massa tidak
menyangat pada gambaran pasca kontras.
Pengobatan lipoma retroperitoneal adalah pembedahan. Pada kebanyakan
kasus, reseksi pembedahan dapat mudah dilakukan karena kapsul yang melingkupi
tumor menyediakan bidang pemotongan yang jelas dari struktur lain yang berdekatan.
Reseksi radikal dari lesi harus dilakukan bila dimungkinkan, karena ko-okurensi dari
LS bukan berupakan temuan yang jarang, yang dapat menyebabkan kemungkinan
relaps lokoregional.

Gbr. 3. Wanita usia 43 tahun didiagnosa dengan


lipoma. Gambar CT pasca kontras menunjukkan
lesi massa solid dengan atenuasi lemak homogen,
berkontak dengan arteri iliaka eksterna kiri. Lesi
solid menyebabkan pergeseran posisi ovarium kiri
dan uterus akibat efek massa. Perhatikan bahwa
tidak ada septa tebal, ireguler, atau nodular yang
ditemukan pada gambar dengan kontras (panah).
juga ada kista yang tergeser ke medial yang
berasal dari ovarium kiri (asterisk)

Angiomyolipoma
Walaupun ginjal merupakan lokasi predileksi yang umum dari
angiomyolipoma (AML), retroperitoneum, organ solid, kulit dan traktus gynekologis
dapat terkena pada beberapa kasus langka.(11) Tumor ini predominan mengandung

4
adiposit, pembuluh darah dalam jumlah bervariasi, dan sel otot polos. Apakah
ditemukan sebagai suatu kondisi sporadik atau berhubungan dengan tuberous
sklerosis, AML secara predominan ditemukan pada wanita muda. Pasien dapat
asimptomatik atau dapat datang dengan perdarahan retroperitoneal. Kecenderungan
perdarahan tergantung komponen angiogenik dari tumor yang termasuk di dalamnya
adalah pembuluh darah irreguler dan aneurismatik.(13,15) Faktor resiko yang
menyebabkan perdarahan adalah ukuran tumor, derajat komponen angiogenik, dan
tuberous sklerosis yang menyertai.(16) Indikasi utama dari pengobatan pasien dengan
AML ginjal adalah ukuran tumor (lebih besar atau sama dengan 4 cm) dan adanya
gejala klinis.(15) Pilihan pengobatan antara lain pembedahan dan embolisasi arterial.
Kelebihan embolisasi arterial dibanding pembedahan adalah untuk menghindari
komplikasi perdarahan dan preservasi parenkim ginjal.(17)
Pada CT dan MRI, AML yang kecil adalah homogen; namun, tumor yang
lebih besar adalah massa jaringan lunak heterogen yang secara karakteristik
mengandung sejumlah besar jaringan lunak vaskular yang sangat menyangat (Gbr.
4).(3) LS dapat menyerupai AML karena adanya sejumlah besar lemak; namun,
perdarahan, pembuluh darah yang membesar dan aneurisma, membantu dalam
membedakan AML dengan LS.(11) Adanya pembuluh darah tumoral yang meluas ke
korteks renal pada situs tumor sangat mengarahkan ke diagnosis AML, sedangkan
kalsifikasi lebih kuat mengarahkan ke LS.(18)

Gbr. 4. Pria usia 54 tahun didiagnosa dengan angiomyolipoma (a dan b) gambar CT pasca
kontras potongan aksial menunjukkan lesi massa pararenal kanan besar yang mengandung jaringan
adiposa yang sesuai dengan angiomyolipoma. Juga ditemukan septa yang menyangat heterogen
dan area atenuasi tinggi (panah). Perhatikan bahwa ada komponen jaringan lunak hipervaskular
yang berasal dari bagian anterior ginjal kanan, yang membantu dalam menyingkirkan liposarcoma
perirenal (mata panah).

5
TUMOR MESODERMAL MALIGNA
Liposarcoma
Liposarcoma (LS), adalah tumor mesodermal maligna yang paling sering
dijumpai, mencakup 33% dari semua sarcoma retroperitoneal primer.(2) LS umumnya
ditemukan pada usia dekade 5 sampai 6. Secara patologis, LS dibagi menjadi empat
kategori berdasarkan semakin tingginya potensi maligna, antara lain : subtipe
berdiferensiasi baik, myxoid, pleomorfik, dan sel bulat.(9,19)
LS yang berdiferensi baik adalah suatu massa solid predominan hipoatenuasi
pada gambar CT karena tinggi kandungan lemak (Gbr. 5). Pada gambar MR, LS
berdiferensiasi baik menunjukkan intensitas signal intermedia pada T2WI dan
intensitas signal tinggi pada T1WI. Juga ada hilangnya signal lemak pada sekuens
MRI yang mensupresi lemak. Walau jarang, LS berdiferensiasi baik dapat
bertransformasi menjadi bentuk agresif yang disebut sebagai LS yang dediferensiasi.
LS yang dediferensiasi adalah tumor heterogen yang mengandung baik komponen
lemak dan solid serta menunjukkan kurangnya delineasi yang jelas antara komponen
padat dan lemak.(13) Kalsifikasi pada komponen solid adalah tanda dediferensiasi
(Gbr. 6).(11)

Gbr. 5. Pria usia 44 tahun dengan


liposarcoma diferensiasi-baik. Gambar
CT pasca kontras potongan aksial
menunjukkan lesi mengandung
komponen lemak heterogen. Ada septa
tebal (mata panah) yang menunjukkan
atenuasi jaringan lunak.

Gbr. 6. Wanita usia 59 tahun dengan


liposarcoma dediferensiasi di regio
retroperitoneal kiri. Pada operasinya
yang pertama, sebuah tumor 8,8 x 5,5
x3,5 cm dengan limpa dan ginjal kiri
direseksi karena invasi visceral. Satu
tahun kemudian, pada CT Scan follow-
up, sebuah massa solid dengan
penyangatan yang heterogen disertai
kalsifikasi ditemukan pada area yang
dioperasi (panah), yang sesuai dengan
rekurensi lokoregional.

6
LS myxoid ditemukan pada populasi yang lebih muda dibandingkan LS yang
berdiferensiasi baik. Pada CT, massa lebih heterogen dan memiliki atenuasi lebih
tinggi dibanding LS terdiferensiasi baik. Akibat stroma myxoid, LS myxoid
ditemukan sebagai lesi massa kistik pada CT dan MRI (Gbr. 7). Penyangatan kontras
heterogen ditemukan pada seri pasca kontras.(3,4)
LS pleomorfik, yang merupakan varian LS yang paling jarang ditemui, terlihat
sebagai massa menyangat heterogen dengan area nekrotik dan akibat jumlah lemak
yang sedikit, sulit dibedakan dengan tumor solid lainnya (Gbr. 8).
Walaupun tidak selalu mungkin untuk membedakan setiap subtipe LS secara
radiologis, ada beberapa tips yang membantu spesialis radiologi untuk meramalkan
kemungkinan subtipe histologis. Pertama, LS retroperitoneal adalah penyakit pada
usia tua, tapi LS myxoid ditemukan pada usia relatif lebih muda. Kedua, LS pada
retroperitoneum paling mungkin bersifat diferensiasi baik karena LS berdiferensiasi
baik adalah varian yang paling sering, sedangkan LS pleomorfik adalah subtipe
paling jarang ditemukan di retroperitoneum. Ketiga, LS berdiferensiasi baik
mengandung jaringan adiposa matur dengan fitur pencitraan yang dapat sulit
dibedakan dari lemak normal atau lipoma. Namun, LS pleomorfik paling sering
dijumpai sebagai massa jaringan lunak non spesifik dengan sedikit atau tidak ada
lemak. Di lain pihak, LS myxoid mengandung persentase air dan nekrosis yang tinggi,
yang menyebabkan tampilan kistik pada MRI. Walaupun LS myxoid ditemui sebagai
lesi kistik, penyangatan sesudah pemberian kontras membuktikan bahwa lesi-lesi ini
adalah “pseudokista” dibanding kista murni, yang telah terlebih dahulu dijelaskan
oleh Song et al.(19) Terakhir, kalsifikasi di dalam lesi adalah sangat sugestif akan LS
dediferensiasi. (3,11,19)
Pembedahan adalah pilihan pengobatan utama untuk LS primer dan rekuren
retroperitoneal. Walaupun tujuan intervensi pembedahan harus merupakan reseksi
komplit tanpa meninggalkan residu di kompartemen retroperitoenal, ukuran tumor
yang besar dan keterlibatan struktur kritikal merupakan halangan utama untuk
pembedahan pengangkatan komplit. Karenanya, tujuan praktis dari pembedahan pada
LS adalah eksisi besar dari tumor dengan reseksi struktur berdekatan seluas mungkin
untuk mencapai batas bebas-tumor. Radioterapi dan kemoterapi memiliki peranan
terbatas dalam pengobatan LS retroperitoneal. Terapi iradiasi meningkatkan angka
bertahan hidup bebas penyakit pada LS di ekstremitas. Namun, tidaklah
memungkinkan untuk memberikan radioterapi dosis penuh ke peritoneum karena

7
toksisitas gastrointestinal dan medula spinalis.(20)
Gbr. 7. Pria usia 63 tahun
didiagnosa dengan liposarcoma
myxoid. CT scan menunjukkan
lesi massa mendorong ginjal kiri
ke lateral. Corpus dan cauda
pancreas juga terinfiltrasi.
Perhatikan bahwa liposarcoma
myxoid ditemukan dalam bentuk
kistik akibat stroma myxoid.
Hanya sedikit lemak yang terlihat
di dalam lesi (panah).

Gbr. 8. Wanita usia 62 tahun


dengan liposarcoma pleomorfik
di area perirenal kiri. Gambar
CT pasca kontras potongan
aksial menunjukkan sebuah
massa jaringan lunak solid yang
kurang memiliki lemak
makroskopik. Perhatikan
penyangatan kontras meningkat
dibanding liposarcoma yang
terdiferensiasi baik (panah).

Leiomyosarcoma
Leiomyosarcoma (LMS) adalah sarcoma retroperitoneal primer paling sering,
mencakup 28% dari semua sarcoma retroperitoneal primer.(2) LMS berasal dari
jaringan otot polos retroperitoneal, pembuluh darah, atau sisa ductus Wolffian, dan
dapat bertumbuh menjadi ukuran lebih besar serta menimbulkan gejala klinis seperti
thrombosis vena. LMS lebih sering pada wanita di usia dekade 5 sampai 6.(21)
Sedangkan tumor kecil dapat muncul sebagai massa solid homogen pada pemeriksaan
CT, area nekrosis dan perdarahan dapat menyebabkan heterogenisitas pada LMS.
Pada MRI, LMS memiliki intensitas signal intermedia-tinggi pada T2WI dan
intensitas signal intermedia-rendah pada T1WI. Intensitas signal dapat menunjukkan
varibilitas tergantung jumlah nekrosis. LMS kecil umumnya solid uniform; namun,
karena area nekrosis dan perdarahan, tumor besar dapat memiliki komponen
heterogen.(3) LMS retroperitoneal harus diingat bila ada sebuah tumor yang

8
menunjukkan invasi vaskular dan nekrosis ekstensif (Gbr.9).(21)
Keterlibatan vena cava inferior (inferior vena cava/IVC) adalah fitur
radiologis yang dapat diharapkan untuk ditemukan pada LMS. Lokasi yang paling
sering terkena adalah segmen antara diafragma dan vena renalis. Pada CT, LMS dari
IVC ditemukan sebagai massa atenuasi-intermedia dengan penyangatan heterogen.
Massa intraluminal dapat menyebabkan ekspansi dan obstruksi IVC, serta massa
ekstraluminal menyebabkan kompresi ekstrinsik dan dilatasi proksimal. MRI
umumnya menunjukkan massa intensitas signal intermedia intraluminal dengan
penyangatan kontras. Penyangatan kontras adalah fitur kunci untuk menyingkirkan
diagnosa thrombus IVC.(3)
Pengobatan dasar dari LMS adalah pembedahan. Namun, serupa dengan
sarcoma retroperitoneal lainnya, dapat diharapkan terjadinya relaps logoregional
kecuali tercapai pembedahan reseksi komplit. Agen kemoterapi juga dapat digunakan
dalam tatalaksana LMS.(22)

Gbr. 9. Wanita usia 56 tahun dengan


leiomyosarcoma dari fossa iliaca kiri.
Gambar CT pasca kontras potongan
aksial menunjukkan massa solid yang
menyangat dengan nekrosis ekstensif
(panah). Perhatikan bahwa arteri dan
vena iliaka komunis sinistra
terinfiltrasi oleh massa tumoral (mata
panah).

Sarcoma Pleomorfik Undiferensiasi


Walaupun sarcoma pleomorfik undiferensiasi (dahulu dikenal sebagai
hisitositoma maligna fibrosa) merupakan sarcoma jaringan lunak yang paling sering
ditemui di seluruh tubuh, ia adalah sarcoma paling banyak ketiga di ruang
retroperitoneal. 15% dari sarcoma pleomorfik undiferensiasi terjadi di
retroperitoneum dan tumor ini muncul dari elemen mesenkimal primitif.(2) Umumnya
dijumpai di dekade kehidupan ke 5 sampai 6 dan predominan ditemui pada pria.
Sarcoma pleomorfik undiferensiasi di rongga retroperitoneal adalah sebuah diagnosa
yang tidak mudah secara radiologis karena temuan CT dan MRI yang tidak spesifik.
Massa jaringan lunak yang besar, infiltratif, heterogen, dan menyangat disertai area
nekrosis dan perdarahan ditemukan baik pada CT dan MRI (Gbr. 10). Invasi organ

9
sekitar juga umum ditemui. Stroma myxoid yang pada MRI menunjukkan signal
intensitas rendah pada T1WI, intensitas signal tinggi pada T2WI, dan penyangatan
kontras yang tertunda dapat membantu dalam membedakan secara radiologis. Namun,
selain sarcoma pleomorfik undiferensiasi, stroma myxoid dapat juga ditemukan pada
LS myxoid dan tumor neurogenik.(3)
Pengobatan utama untuk sarcoma pleomorfik undiferensiasi adalah
pembedahan. Peranan kemoterapi dan radioterapi adalah kontroversial. Mirip dengan
sarcoma retroperitoneal lainnya, sering dijumpai rekurensi lokal karena tidak semua
tumor dapat diangkat seluruhnya.(5)
Gbr. 10. Wanita usia
39 tahun dengan
sarcoma pleomorfik
undiferensiasi. (a)
Gambar CT pasca
kontras aksial, (b)
T2W aksial, dan (c)
gambar T1W pasca
kontras menunjukkan
penyangatan kontras
heterogen perifer
(panah). Gambar T2W
aksial (b)
menunjukkan bagian
nekrotik dengan area
intensitas tinggi (mata
panah).

Rhabdomyosarcoma
Rhabdomyosarcoma, yang berasal dari mesenkim primitif, umumnya
dijumpai pada populasi pediatrik. Retroperitoneum terlibat pada 7% kasus yang
didiagnosa dengan rhabdomyosarcoma.(23) Pada sarcoma ruang retroperitoneal yang
langka ini, CT dan MRI menunjukkan lesi massa dengan area nekrosis dan
penyangatan heterogen (Gbr. 11). Kalsifikasi tidak jarang ditemukan.(3,23)
Standar protokol pengobatan adalah terapi kombinasi yang melibatkan
pembedahan, kemoterapi, dan radiasi adjuvan.(24)

Tumor Stromal Ekstra-gastrointestinal


Tumor-tumor stromal ekstra-gastrointestinal (EGIST) adalah neoplasma
dengan fitur histopatologik menyerupai tumor stromal gastrointestinal (GIST).
Namun, perbedaan EGIST dari GIST dibuat dengan membuktikan bahwa asalnya

10
bukan dari sistem pencernaan dan menyingkirkan neoplasma simultan dari traktus
gastrointestinal. EGIST retroperitoneal adalah tumor yang sangat jarang dan sejumlah
58 kasus telah dilaporkan di literatur.(25) Pada pencitraan cross-sectional, EGIST
retroperitoneal paling sering dijumpai sebagai massa jaringan lunak yang berbatas
tegas, inhomogen, dengan penyangatan kontras yang heterogen. Namun, mereka
jarang terlihat sebagai lesi massa homogen (26) (Gbr.12).
Operasi pengangkatan seluruhnya dari massa dan kelenjar getah bening
regional adalah standar emas terapi untuk EGIST non-metastatik. Terapi target efektif
dengan inhibitor tyrosine kinase oral (imatinib mesylate) dalam pengobatan medis
EGIST adalah isu kontroversial karena terbatasnya infomasi yang tersedia di
literatur.(25)

Gbr. 11. Wanita usia 34


tahun dengan
rhabdomyosarcoma
retroperitoneal. Gambar CT
dengan kontras potongan
aksial menunjukkan ekstensi
retroperitoneal bilateral.
Massa besar menunjukkan
bagian solid yang menyangat
secara heterogen dengan
bercak-bercak area nekrotik.

Gbr. 12. Wanita usia 72 dengan


tumor stromal ekstra-
gastrointestinal. CT scan pasca
kontras menunjukkan tumor
sebagai homogen dan isodens
dibanding jaringan otot (mata
panah). Penyangatan perifer
ditemukan di bagian medial
(panah).

TUMOR NEUROGENIK

11
Schwannoma
Schwannoma adalah tumor benigna yang berasal dari selubung perineural sel
Schwann. Schwannoma mencakup 6% dari semua PRT. Lebih sering ditemukan pada
wanita usia dekade 2 sampai 5.(3) Schwannoma umumnya terletak di regio
paravertebral dari retroperitoneum. Schwannoma yang kecil adalah homogen pada
pemeriksaan CT, tapi yang besar dapat bersifat heterogen. Dapat ditemui kalsifikasi
yang bersifat titik-titik (mottled), punktata, atau kurvilinier. Area tinggi seluler
menyebabkan menurunnya intensitas signal di sekuens T1WI dan T2WI; namun, area
kistik menunjukkan hiperintensitas pada T2WI (Gbr. 13). Penyangatan kontras
bervariasi mulai dari pola homogen sampai heterogen baik pada CT dan MRI.(27)
Reseksi radikal dianggap sebagai pengobatan paling baik untuk schwannoma
retroperitoneal. Kemajuan baru-baru ini seperti eksisi laparoskopik juga telah
dilakukan pada kasus terpilih. Kemoterapi dan redioterapi adjuvan tidak berperan
dalam pengobatan schwannoma.(28)

Gbr. 13. Pria usia 24 tahun didiagnosa dengan schwannoma pelvis. (a) gambar T2W supresi lemak
potongan aksial dan (b) gambar T1W supresi lemak pasca kontras menunjukkan area hiperintens di
gambar T2W akibat ruang mikrositik (mata panah). Penyangatan kontras perifer diamati pada
gambar T1W pasca-kontras (panah melengkung).

Neurofibroma
Neurofibroma adalah tumor selubung saraf benigna yang terjadi sebagai tumor
yang terisolasi atau sebagai komponen dari neurofibromatosis tipe 1. Lebih sering
dijumpai pada pria di dekade kehidupan ke 2 sampai 4.(3) Karena sel Schwann yang
tinggi kandungan lemak, neurofibroma tampak sebagai lesi bulat hipodens pada
gambar CT. Berbeda dengan schwannoma, penyangatan kontras lebih homogen.
Keterlibatan foramen neural memberikan karakteristik bentuk seperti barbel kecil
(dumbbell) dengan ekspansi ke foramina vertebra (Gbr. 14). Pada MRI, neurofibroma

12
adalah hipointens di sekuens T1WI dan menunjukkan gambaran karakteristik seperti
target pada T2WI dengan signal intensitas rendah di tengah dikelilingi signal
hiperintens akibat stroma myxoid.(27)
Bentuk lain dari neurofibroma adalah tipe pleksiform yang berhubungan
dengan neurofibromatosis tipe 1. Neurofibroma pleksiform ditemukan sebagai massa
besar ekstensi infiltratif di jalur serat neural (Gbr. 15). Degenerasi maligna lebih
sering ditemukan pada neurofibroma dibanding schwannoma, terutama pada pasien
yang memiliki neurofibromatosis.(27) Selain adanya riwayat neurofibromatosis, stroma
myxoid, lokalisasi paravertebral, dan area kistik yang disebabkan oleh degenerasi
myxoid adalah fitur radiologik yang membantu dalam menyokong diagnosis
neurofibroma.
Pengobatan neurofibroma pada dasarnya tergantung dari gejala. Karena
neurofibromatosis tidak dapat disembuhkan, lebih mungkin untuk memonitor
komplikasi dan mengobati keluhan terkait neurofibroma. Pendekatan pembedahan
baik berupa reseksi parsial atau komplit dari neurofibroma retroperitoneal akan
membantu dalam meredakan gejala.(27)

Gbr. 14. Pria usai 28 tahun dengan


neurofibroma. Gambar CT pasca kontras
menunjukkan neurofibroma hipoatenuasi
di otot psoas kiri. Perhatikan bahwa
ekstensi foramina neural kiri membantu
dalam diagnosis (panah).

13
Gbr. 15. Pria usia 73 tahun
dengan riwayat penyakit
neurofibromatosis tipe 1. (a)
gambar T2W aksial dan (b) T1W
supresi lemak pasca kontras
menunjukkan neurofibroma
pleksiform yang berlokasi
retroperitoneal di pelvis. Lesi
adalah hiperintens dibandingkan
otot pada gambar T2W (panah).
Penyangatan kontras kuat
ditemukan di seri pasca-kontras
(mata panah). Perhatikan bahwa
neurofibroma pleksiform
melewati foramen piriformis di
dalam jalur nervus sciatica dan
memberikan gambaran barbel
(panah melengkung).

Paraganglioma
Tumor yang muncul dari sel kromafin medula adrenal disebut sebagai
paraganglioma. Kadar katekolamin yang tinggi dihasilkan oleh tumor ini dapat
menimbulkan gejala simpatis seperti keringat berlebihan, hipertensi, dan takikardia.
Paraganglioma umumnya ditemui pada dekade ke 3 sampai 4 dan tidak ada
predominansi jenis kelamin.(3) Paraganglioma dapat dihubungkan dengan sindroma
von Hippel-Lindau, sindrom neoplasia endokrin multiple, dan neurofibromatosis tipe
1. Selain itu, mutasi pada gen succinate dehidrogenase (SDH) dapat menyebabkan
paraganglioma familial. Tiga subunit dari mutasi gen SDH telah dijelaskan di literatur
dan 33% pasien dengan mutasi SDH subunit B memiliki riwayat keluarga positif.
Pasien yang disebutkan sebelumnya memiliki tumor soliter pada usia sekitar 30 tahun
dan memiliki paraganglioma ekstra-adrenal terutama di abdomen dan pelvis.(29)
Karena riwayat keluarga dan faktor predisposisi yang disebutkan sebelumnya, bila
dideteksi sebuah lesi awal, dapat dimungkinkan untuk dilakukan skrining anggota
keluarga asimptomatik.
Pada pencitraan, paraganglioma seringkali terlihat sebagai lesi massa besar,
batas tegas, lobuler. Karena hipervaskuler, dapat terlihat penyangatan kuat dari porsi
solid. Pada CT, paraganglioma umumnya terlihat sebagai tumor besar lobuler dengan
area perdarahan dan nekrosis (Gbr. 16). Jeda signal (akibat struktur vaskuler) terlihat
di T1WI pada paraganglioma. Tampilan yang sangat hiperintens pada T2WI, disebut

14
“bohlam lampu”, adalah karakteristik dari paraganglioma klasik (Gbr. 17). Namun,
karena perdarahan yang menyebabkan adanya heterogenisitas, kadang sulit
mendeteksi pola “bohlam lampu” yang klasik pada T2WI.(27,29,30)
Ada beberapa temuan yang menyokong diagnosis paraganglioma. Pertama
serangan hipertensi dan level katekolamin yang tinggi yang didapat dari riwayat
penyakit menyokong diagnosis paraganglioma. Kedua, massa yang sangat
hipervaskular dari regio paravertebral dengan level cairan-cairan yang disebabkan
oleh perdarahan, sangat sugestif akan paraganglioma. (3)
Pengobatan tradisional dari paraganglioma retroperitoneal adalah pembedahan
pengangkatan komplit. Karena potensi malignan, pemantauan akan invasi vaskular,
metastasis ke liver, dan kelenjar getah bening regional sebelum intervensi
pembedahan adalah sangat kritikal. (31)

Gbr. 16. Pria usia 42 tahun didiagnosa


dengan paraganglioma malignan. Gambar CT
post-kontras menunjukkan paraganglioma
maligna mengelilingi aorta abdominal di
regio retroperitoneal dengan penyangatan
perifer (panah). Akibat nekrosis yang
ekstensif, bagian sentral dari tumor adalah
hipodens dengan area perifer. Perhatikan
bahwa juga ada metastasis liver (mata panah)
menunjukkan adanya penyebaran sistemik.

Gbr. 17. Wanita usia 39 tahun dengan paraganglioma retroperitoneal. (a) gambar T2W supresi
lemak dan (b) gambar T1W supresi lemak menunjukkan paraganglioma retroperitoneal kiri dekat
dengan corpus pancreas. Tampilan sangat hiperintens ditemukan di gambar T2W (panah
melengkung). Penyangatan kontras yang tinggi ditemui di gambar T1W pasca kontras (panah).
Perhatikan bahwa akibat struktur vaskular, jeda signal ditemui di gambar pasca kontras (mata
panah).

15
SEL TUMOR GERMAL
Tumor Sel Germal Ekstragonadal Primer
Tumor sel germal paling sering berasal dari testis atau ovarium; namun 1-
2,5% dari tumor sel germal muncul dari lokasi ekstragonadal. Sesudah mediastinum,
retroperitoneum adalah lokasi paling sering kedua dari tumor sel germal (EGCT).(32)
Tumor seminoma dan nonseminomatosa (tumor yolk sac, carcinoma embironal,
teratoma, tumor sel germal campuran, dan choriocarcinoma) adalah subtipe histologik
dari kelompok ini. Seminoma di retroperitoneum terlihat sebagai massa padat besar,
lobuler, berbatas tegas, homogen, dengan kalsifikasi perifer atau bintik-bintik pada
CT (Gbr.18).(33) Fitur pencitraan lainnya dari seminoma adalah septum fibrosa, yang
hipointens pada T2WI dan menunjukkan penyangatan sesudah pemberian kontras.(3,33)
Peningkatan kadar α –fetoprotein (terutama pada carcinoma embrional dan
tumor yolk sac) dan peningkatan kadar subunit-beta dari gonadotropin chorionic
manusia (terutama pada choriocarcinoma) adalah temuan laboratoris yang
menyokong EGCT primer. Fitur radiologis pembeda dari EGCT primer adalah bahwa
ia memiliki kecenderungan untuk melibatkan struktur midline antara vertebra T6 dan
S2.(3)
Kemoterapi dan radioterapi adalah pengobatan paling efektif bagi pasien
dengan EGCT.(34)

Gbr. 18. Pria usia 64 tahun didiagnosa


dengan tumor sel germal
ekstragonadal. Gambar CT pasca
kontras potongan aksial dari tumor sel
germal ekstragonadal menunjukkan
sebuah massa solid yang melingkari
aorta dengan bercak-bercak kalsifikasi
di regio paraaorta (panah). Lesi masa
tumoral mengandung bagian kistik
(mata panah).

NEOPLASMA LIMFOID
Limfoma
Keganasan paling sering dari rongga retroperitoneal adalah limfoma, yang
merupakan sepertiga dari seluruh tumor retroperitoneal.(2) Sementara keterlibatan

16
kelenjar getah bening paraaorta ditemukan pada 25% pasien dengan limfoma
Hodgkin, persentase lebih tinggi pada pasien dengan limfoma non-Hodgkin (55%).(3)
Limfoma ditemukan sebagai massa homogen berbatas tegas dengan
penyangatan kontras homogen. Pergeseran aorta dan vena cava inferior ke anterior
memberikan gambaran khas limfoma yang disebut tanda “aorta melayang / floating
aorta” atau “CT angiogram” (Gbr. 19).(35) Sesudah pengobatan (dengan kemoterapi
atau radioterapi), kalsifikasi dan nekrosis dapat ditemukan pada limfoma.
Limfoma biasanya isointens pada T1WI dan iso sampai hiperintens pada
T2WI, dengan penyangatan moderat homogen atau berbercak-bercak sesudah
pemberian kontras pada MRI. Karena adanya fibrosis akibat respons pengobatan,
penyangatan kontras dan signal T2 menurun sesudah terapi. Walaupun ada tumpang
tindih dengan PRT lain, limfoma ditemukan sebagai lesi masa hipovaskular yang
menyebar di antara struktur normal. Pembungkusan dari aorta abdominal dan/atau
IVC tanpa kompresi luminal adalah sangat sugestif akan limfoma retroperitoneal
Beberapa regimen kemoterapi digunakan untuk mengobati limfoma
retroperitoneal. Kemoterapi, baik dilakukan sendiri atau dikombinasikan dengan
radioterapi, adalah terapi utama.(36)
Gbr. 19. Pria usia 37 tahun didiagnosa
dengan limfoma non Hodgkin. Gambar
CT pasca kontras potongan aksial
menunjukkan massa solid dengan
penyangatan ringan mengelilingi aorta
abdominal, menunjukkan tanda “CT
angiogram” (mata panah).

Penyakit Castleman
Penyakit Castleman (CD) adalah kondisi benigna langka yang ditandai oleh
proliferasi limfosit. CD ditemukan pada orang dengan rentang usia yang lebar (2-85
tahun), tapi usia rata-rata adalah 23 tahun. Wanita lebih sering terkena dibanding
pria.(37) CD dapat ditemukan dimana saja sepanjang rantai limfatik, tapi kelenjar getah
bening mediastinal adalah lokasi yang paling sering terkena, diluar limfatik
mediastinal, aksila, leher, abdomen, pelvis dan retroperitoneum.

17
Ada dua tipe histologik utama : tipe sel plasma dan tipe vaskular hyalin.
Secara klinis, varian sel plasma yang lebih jarang ditemui memiliki prognosis lebih
buruk dibanding yang lain; karenanya, ia dapat disebarkan dan gejala sistemik (seperti
anemia, demam, penurunan berat badan) lebih sering dijumpai. Di lain pihak, tipe
vaskular hyalin umumnya benigna, terlokalisir, dan asimptomatik.(38)
Pada CT atau MRI, temuan pencitraan dari CD tipe vaskular hyalin
diantaranya adalah massa soliter berbatas tegas atau sebuah massa dominan disertai
nodul-nodul satelit kecil, menunjukkan penyangatan yang intens. Fibrosis, bila
dijumpai, adalah salah satu dari fitur karakteristik, dan bermanifesasi sebagai signal
hipointens pada T1WI dan T2WI (Gbr. 20). (38)
Reseksi pembedahan tetap merupakan terapi standar untuk CT yang
terlokalisasi; selain itu, terapi sistemik dibutuhkan untuk tatalaksana CD tipe
diseminasi. Rituximab, sebuah agen biologis, adalah terapi utama dari CT tipe
diseminasi. Namun, terapi terbaru yang menargetkan IL-6 dapat sebagai pilihan
pengobatan di masa yang akan datang.(39)

Gbr. 20. Pria usia 53 tahun dengan penyakit Castleman tipe hyalin. (a) gambar T2W menunjukkan
lesi massa yang sedikit hipointens dibandingkan jaringan lemak (panah). (b) gambar T1W supresi
lemak potongan koronal menunjukkan penyangatan kontras homogen (mata panah).

KESIMPULAN
Sejumlah besar entitas neoplastik dapat muncul dari retroperitoneum.
Walaupun kadang tidak mungkin membuat diagnosis definitif hanya berdasarkan
pencitraan, pencitraan cross-sectional dari PRT adalah tidak dapat digantikan dalam
staging pre-operatif dan perencanaan pembedahan. Artikel ini telah mengulas temuan
pencitraan dan tatalaksana berbagai PRT yang dapat dijumpai di praktek klinis
sehari-hari

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Tirkes T, Sandrasegaran K, Patel AA, Hollar MA, Tejada JG, Tann M, et al.
Peritoneal and retroperitoneal anatomy and its relevance for cross‑ sectional
imaging. Radiographics 2012;32:437‑ 51
2. Neville A, Herts BR. CT characteristics of primary retroperitoneal neoplasms.
Crit Rev Comput Tomogr 2004;45:247‑ 70.
3. Rajiah P, Sinha R, Cuevas C, Dubinsky TJ, Bush WH, Jr, Kolokythas O. Imaging
of uncommon retroperitoneal masses. Radiographics 2011;31:949‑ 76.
4. Nishino M, Hayakawa K, Minami M, Yamamoto A, Ueda H, Takasu K. Primary
retroperitoneal neoplasms: CT and MR imaging findings with anatomic and
pathologic diagnostic clues. Radiographics 2003;23:45‑ 57
5. Strauss DC, Hayes AJ, Thomas JM. Retroperitoneal tumours: Review of
management. Ann R Coll Surg Engl 2011;93:275‑ 80.
6. Yang DM, Jung DH, Kim H, Kang JH, Kim SH, Kim JH, et al Retroperitoneal
cystic masses: CT, clinical, and pathologic findings and literature review.
Radiographics 2004;24:1353‑ 65.
7. Ruiz‑ Tovar J, Ripalda E, Beni R, Nu.o J. Cystic retroperitoneal lymphangioma.
ANZ J Surg 2010;80:376.
8. Pai MR, Naik R, Raghuveer CV. Primary retroperitoneal tumours a 25 year
study. Indian J Med Sci 1995;49:139‑ 41.
9. Pereira JM, Sirlin CB, Pinto PS, Casola G. CT and MR imaging of extrahepatic
fatty masses of the abdomen and pelvis: Techniques, diagnosis, differential
diagnosis, and pitfalls. Radiographics 2005;25:69‑ 85.
10. Ohguri T, Aoki T, Hisaoka M, Watanabe H, Nakamura K, Hashimoto H, et al.
Differential diagnosis of benign peripheral lipoma from well‑ differentiated
liposarcoma on MR imaging: Is comparison of margins and internal
characteristics useful? AJR Am J Roentgenol 2003;180:1689‑ 94.

19
11. Craig WD, Fanburg‑ Smith JC, Henry LR, Guerrero R, Barton JH.
Fat‑ containing lesions of the retroperitoneum: Radiologic‑ pathologic correlation.
Radiographics 2009;29:261‑ 90.
12. Matsumoto K, Hukuda S, Ishizawa M, Chano T, Okabe H. MRI findings in
intramuscular lipomas. Skeletal Radiol 1999;28:145‑ 52.
13. Oesterling JE, Fishman EK, Goldman SM, Marshall FF. The management of
renal angiomyolipoma. J Urol 1986;135:1121‑ 4.
14. Zhang JQ, Fielding JR, Zou KH. Etiology of spontaneous perirenal hemorrhage:
A meta‑ analysis. J Urol 2002;167:1593‑ 6.
15. De Luca S, Terrone C, Rossetti SR. Management of renal angiomyolipoma: A
report of 53 cases. BJU Int 1999;83:215‑ 8.
16. Steiner MS, Goldman SM, Fishman EK, Marshall FF. The natural history of
renal angiomyolipoma. J Urol 1993;150:1782‑ 6.
17. Kennelly MJ, Grossman HB, Cho KJ. Outcome analysis of 42 cases of renal
angiomyolipoma. J Urol 1994;152:1988‑ 91.
18. Ellingson JJ, Coakley FV, Joe BN, Qayyum A, Westphalen AC, Yeh BM.
Computed tomographic distinction of perirenal liposarcoma from exophytic
angiomyolipoma: A feature analysis study. J Comput Assist Tomogr
2008;32:548‑ 52.
19. Song T, Shen J, Liang BL, Mai WW, Li Y, Guo HC. Retroperitoneal
liposarcoma: MR characteristics and pathological correlative analysis. Abdom
Imaging 2007;32:668‑ 74.
20. Feng M, Murphy J, Griffith KA, Baker LH, Sondak VK, Lucas DR, et al.
Long‑ term outcomes after radiotherapy for retroperitoneal and deep truncal
sarcoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2007;69:103‑ 10.
21. Hartman DS, Hayes WS, Choyke PL, Tibbetts GP. From the archives of the
AFIP. Leiomyosarcoma of the retroperitoneum and inferior vena cava:
Radiologic‑ pathologic correlation. Radiographics 1992;12:1203‑ 20.
22. Krikelis D, Judson I. Role of chemotherapy in the management of soft tissue
sarcomas. Expert Rev Anticancer Ther 2010;10:249‑ 60.
23. Kim EE, Valenzuela RF, Kumar AJ, Raney RB, Eftekari F. Imaging and clinical
spectrum of rhabdomyosarcoma in children. Clin Imaging 2000;24:257‑ 62.

20
24. Yu L, Yang SJ. Spindle cell rhabdomyosarcoma of the retroperitoneum: An
unusual case developed in a pregnant woman but obscured by pregnancy. Int J
Clin Exp Pathol 2014;7:4904‑ 12.
25. Casella C, Villanacci V, D’Adda F, Codazzi M, Salerni B. Primary
extra‑ gastrointestinal stromal tumor of retroperitoneum. Clin Med Insights Oncol
2012;6:189‑ 97.
26. Watal P, Brahmbhatt SG, Thoriya PJ, Bahri NU. Retroperitoneal
extragastrointestinal stromal tumor: Radiologic pathologic correlation. J Clin
Imaging Sci 2014;4:34.
27. Rha SE, Byun JY, Jung SE, Chun HJ, Lee HG, Lee JM. Neurogenic tumors in the
abdomen: Tumor types and imaging characteristics. Radiographics
2003;23:29‑ 43.
28. Kageyama Y, Kihara K, Ishizaka K, Okuno T, Kawakami S, Fujii Y, et al.
Endoscope‑ assisted minilaparotomy (endoscopic minilaparotomy) for
retroperitoneal Schwannoma: Experience with three cases. Jpn J Clin Oncol
2002;32:177‑ 80.
29. Chetty R. Familial paraganglioma syndromes. J Clin Pathol 2010;63:488‑ 91.
30. Varghese JC, Hahn PF, Papanicolaou N, Mayo‑ Smith WW, Gaa JA, Lee MJ.
MR differentiation of phaeochromocytoma from other adrenal lesions based on
qualitative analysis of T2 relaxation times. Clin Radiol 1997;52:603‑ 6.
31. Disick GI, Palese MA. Extra‑ adrenal pheochromocytoma: Diagnosis and
management. Curr Urol Rep 2007;8:83‑ 8.
32. Choyke PL, Hayes WS, Sesterhenn IA. Primary extragonadal germ cell tumors of
the retroperitoneum: Differentiation of primary and secondary tumors.
Radiographics 1993;13:1365‑ 75; quiz 1377‑ 8.
33. Ueno T, Tanaka YO, Nagata M, Tsunoda H, Anno I, Ishikawa S, et al. Spectrum
of germ cell tumors: From head to toe. Radiographics 2004;24:387‑ 404.
34. Kuno T, Shinohara T, Kasahara K, Matsuoka A, Komatsu Y, Naruse K, et al.
Extragonadal seminoma presenting as a large mass in the pelvic cavity without
c‑ kit‑ activating mutations. Jpn J Clin Oncol 2012;42:650‑ 3.
35. Vincent JM, Ng YY, Norton AJ, Armstrong P. CT “angiogram sign” in primary
pulmonary lymphoma. J Comput Assist Tomogr 1992;16:829‑ 31.

21
36. Van De Voorde L, Vanneste B, Borger J, Troost EG, Werner P. Rapid decline of
follicular lymphoma‑ associated chylothorax after low dose radiotherapy to
retroperitoneal lymphoma localization. Case Rep Hematol 2014;2014:684689.
37. Keller AR, Hochholzer L, Castleman B. Hyaline‑ vascular and plasma‑ cell types
of giant lymph node hyperplasia of the mediastinum and other locations. Cancer
1972;29:670‑ 83.
38. Kim TJ, Han JK, Kim YH, Kim TK, Choi BI. Castleman disease of the
abdomen: Imaging spectrum and clinicopathologic correlations. J Comput Assist
Tomogr 2001;25:207‑ 14.
39. Soumerai JD, Sohani AR, Abramson JS. Diagnosis and management of
Castleman disease. Cancer Control 2014;21:266‑ 78.

22

Anda mungkin juga menyukai