Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rizky Kurnia P

NIM : 1187030190

Jur/Kls/Smt : MKS/D/III

RESESI EKONOMI

Secara sederhana resesi ekonomi dapat dipahami sebagai kelesuan ekonomi. Mengutip dari
Wikipedia, resesi diartikan sebagai kondisi di mana produk domestik bruto (GDP) mengalami
penurunan atau pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal secara berturut-turut
atau lebih dari satu tahun. Sesuai dengan namanya yang berarti kelesuan atau
kemerosotan, resesi mengakibatkan penurunan secara simultan pada setiap aktivitas di sektor
ekonomi. Sebut saja lapangan kerja, investasi, dan juga keuntungan perusahaan.

Terjadinya resesi ekonomi menimbulkan efek domino pada masing-masing kegiatan


ekonomi tersebut. Ketika investasi mengalami penurunan, maka tingkat produksi atas produk atau
komoditas juga akan menurun. Dampaknya akan terjadi banyak pengangguran akibat pemutusan
hubungan kerja. Secara lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan daya beli masyarakat
menurun yang berimbas pada turunnya keuntungan perusahaan.

Terjadinya resesi ekonomi sering kali diindikasikan dengan menurunnya harga-harga yang
disebut dengan deflasi, atau sebaliknya inflasi di mana harga-harga produk atau komoditas dalam
negeri mengalami peningkatan secara tajam. Jika tak segera diatasi, resesi akan berlangsung dalam
jangka waktu lama sehingga menjadi depresi ekonomi, yang bisa berakibat pada kebangkrutan
ekonomi atau ekonomi kolaps. Jika ekonomi suatu negara sudah sampai pada tahap ini, maka
pemulihan ekonomi akan lebih sulit dilakukan.

Resesi ekonomi dipengaruhi oleh banyak faktor. Tak hanya negara-negara kecil yang
miskin dan sedang berkembang saja yang terdampak atas resesi ekonomi, tetapi juga negara-
negara besar yang secara ekonomi telah maju.
Bahkan melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini, banyak pengamat ekonomi yang
memprediksi bahwa Indonesia juga sedang mengarah pada resesi. Nilai impor yang lebih besar
dibandingkan ekspor, harga-harga barang komoditas yang semakin mahal, biaya listrik, bahan
bakar minyak, dan pajak yang juga tak mau kalah melonjak tajam. Indikator-indikator inilah yang
dijadikan sebagai dasar prediksi bahwa Indonesia telah mulai memasuki gerbang resesi ekonomi.
Selain itu, tingkat daya beli masyarakat Indonesia saat ini juga menurun.

Meski resesi di Indonesia ini masih sebatas prediksi dan menjadi kontroversi. Di satu sisi
pemerintah menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap stabil di level 5% dan kondisi
perekonomian Indonesia masih baik-baik saja, meski utang luar negeri melonjak tajam. Sementara
di sisi lain, data dan situasi nyata di lapangan tidaklah baik-baik saja. Masyarakat di berbagai
daerah mengeluhkan biaya hidup semakin mahal.

Lantas, apa yang dijadikan sebagai indikator kapan suatu negara memasuki masa resesi
ekonomi? Suatu negara dikatakan masuk masa resesi, apabila dmuncul beberapa indikator berikut.

 Terjadi ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi

Ekonomi tak jauh-jauh dari produksi dan konsumsi. Keseimbangan diantara keduanya menjadi
dasar pertumbuhan ekonomi. Di saat produksi dan konsumsi tidak seimbang, maka akan terjadi
masalah dalam siklus ekonomi.

Apabila tingginya produksi tidak diikuti dengan tingginya konsumsi, akan berakibat pada
penumpukan stok persediaan barang. Sebaliknya, jika produksi rendah sedang konsumsi tinggi
maka kebutuhan dalam negeri tidak akan mencukupi sehingga harus dilakukan impor. Hal ini akan
berakibat pada penurunan laba perusahaan sehingga berpengaruh pada lemahnya pasar modal.

 Pertumbuhan ekonomi lambat bahkan merosot selama dua kuartal terturut-turut

Dalam perekonomian global, pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran untuk menentukan
baik buruknya kondisi ekonomi suatu negara. Jika pertumbuhan ekonomi suatu mengalami
kenaikan secara signifikan, artinya negara tersebut dalam kondisi ekonomi yang kuat.
Demikian pula sebaliknya. Nah, pertumbuhan ekonomi ini menggunakan acuan produk domestik
bruto yang merupakan hasil penjumlahan dari konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan
ekspor yang dikurangi impor. Jika produk domestik bruto mengalami penurunan dari tahun ke
tahun, dapat dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan mengalami
kelesuan atau resesi.

 Nilai impor jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor

Dalam perdagangan internasional, kegiatan impor dan ekspor sangatlah wajar. Selain untuk
menjalin kerja sama ekonomi, tujuan dari impor dan ekspor salah satunya adalah untuk memenuhi
kebutuhan penduduk di kedua negara.

Negara yang kekurangan komoditas karena tidak bisa memproduksi sendiri, bisa mengimpor dari
negara lain. Sebaliknya, negara yang memiliki kelebihan produksi bisa mengekspor ke negara
yang membutuhkan komoditas tersebut. Namun, jika impor dengan ekspor tidak stabil bisa
berdampak pada perekonomian negara. Nilai impor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai
ekspor berisiko pada defisit anggaran negara.

 Terjadi inflasi atau deflasi yang tinggi

Untuk alasan dan kepentingan tertentu, inflasi memang diperlukan. Namun, inflasi yang terlalu
tinggi justru mempersulit kondisi ekonomi, karena harga-harga komoditas melonjak sehingga tak
bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat, utamanya yang kelas ekonominya menengah ke
bawah.

 Tingkat pengangguran tinggi

Tenaga kerja menjadi salah satu faktor produksi yang memiliki peranan penting dalam
menggerakkan perekonomian. Jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi
tenaga kerja lokal, maka tingkat penggangguran di negara tersebut jelas akan tinggi. Risikonya,
daya beli rendah bahkan memicu tindak kriminal guna memenuhi kebutuhan hidup.

Anda mungkin juga menyukai