Laporan Pendahuluan Post Op Arthroplasty Dengan
Laporan Pendahuluan Post Op Arthroplasty Dengan
2. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur
femur, yakni:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya. Perubahan keseimbangan dan
kontur terjadi, seperti:
i. rotasi pemendekan tulang;
ii. penekanan tulang.
iii. Bengkak (edema)
iv. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan
ekstravasasi darah dalam jaringan yang berdekatan
dengan fraktur.
v. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
vi. Spasme otot (spasme involunters dekat fraktur)
vii. Tenderness
viii. Nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot,
perpindahan tulang dari tempatnya dan kerusakan
struktur di daerah yang berdekatan.
ix. Kehilangan sensasi
x. Pergerakan abnormal
xi. Syok hipovolemik
xii. Krepitasi (Black, 1993:199).
4. Pathofisioligi
5. Klasifikasi
a. Fraktur collum femur sendiri dibagi dalam dua tipe, yaitu :
i. Fraktur intrakapsuler
ii. Fraktur extrakapsuler
b. Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi menurut
Pauwel :
i. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan
bidang horizontal pada posisi tegak
ii. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan
bidang horizontal pada posisi tegak
iii. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan
bidang horizontal
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk
oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi
tegak.
c. Dislokasi atau tidak fragment ( menurut Garden’s) adalah
sebagai berikut :
i. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
ii. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
iii. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran
sebagian (varus malaligment)
iv. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh
fragmen tanpa ada bagian segmen yang
bersinggungan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen polos
Rontgen polos ini merupakan kunci diagnosa, perencanaan
preoperatif dan penialaian postoperatif dari artritis dan total
knee arthropalsty.Pemeriksaan minimum 3 posisi (foto
anteroposterior, foto lateral dan patella sudut tangensial)
lebih baik dilakukan.
b. MRI
Pada penilaian arthritis pemeriksaan MRI kurang begitu
peka.Walau lebih sensitif dibandingakan dengan rontgen
polos dalam menilai cartilago, seringkali hal itu
disalahartikan dengan adanya kerusakan. MRI ini
membantu dalam mengevaluasi meniskus dan kelainan
ligamen yang dikarenakan proses degeneratif lanjut yang
tidak dapat dilihat dalam rontgen polos.
c. CT dan bone scan dapat membantu dalam mengevaluasi
postoperatif implant tetapi tidak menunjukan peran dalam
evaluasi preoperatif arthritis.
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium preoperatif dapat berbeda-beda tergantung
dari keadaan pasien dan keperluannya, tetapi biasanya
meliputi pemeriksaan darah rutin, kimia dasar dan koagulasi
tes (protombine time, INR dan partial thromboplastine
time).Pemeriksaan EKG dan rontgen toraks dilakukan
tergantung pada umur pasien dan kebijakan anestesi.
Urinalisis dan kultur urin juga dilakukan.
7. Penatalaksanaan Fraktur Collum Femur
a. Impacted Fraktur
Pada fraktur intrakapsuler terdapat perbedaan pada
daerah collum femur dibanding fraktur tulang di tempat lain.
Pada collum femur-periosteumnya sangat tipis sehingga
daya osteogenesinya sangat kecil, sehingga seluruh
penyambungan fraktur collum femur tergantung pada
pembentukan calus endosteal. Lagipula aliran pembuluh
darah yang melewati collum femur pada fraktur collum
femur terjadi kerusakan. Lebih-lebih lagi terjadinya
haemarthrosis akan menyebabkan aliran darah sekitar
fraktur tertekan alirannya. Sehingga apabila terjadi fraktur
intrakapsuler dengan dislokasi akan terjadi avaskular
nekrosis.
b. Penanggulangan Impacted Fraktur
c. Pada fraktur collum femur yang benar-benar impacted dan
stabil, penderita masih dapat berjalan selama beberapa
hari. Gejalanya ringan, sakit sedikit pada daerah panggul.
Kalau impactednya cukup kuat penderita dirawat 3-4
minggu kemudian diperbolehkan berobat jalan dengan
memakai tongkat selama 8 minggu. Kalau pada x-ray foto
impactednya kurang kuat ditakutkan terjadi disimpacted,
penderita dianjurkan untuk operasi dipasang internal
fixation. Operasi yang dikerjakan untuk impacted fraktur
biasanya dengan multi pin teknik percutaneus.
d. Penanggulangan dislokasi fraktur collum femur
Penderita segera dirawat dirumah sakit, tungkai yang sakit
dilakukan pemasangan tarikan kulit (skin traction) dengan
buck-extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan
reposisi, yang dilanjutkan dengan pemasangan internal
fixation. Reposisi yang dilakukan dicoba dulu dengan
reposisi tertutup dengan salah satu cara yaitu: menurut
leadbetter. Penderita terlentang dimeja operasi. Asisten
memfiksir pelvis. Lutut dan coxae dibuat fleksi 90 untuk
mengendurkan kapsul dan otot-otot sekitar panggul.
Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian
dengan pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul
45. Kemudian sendi panggul dilakukan gerakan memutar
dengan melakukan gerakan abduksi dan ekstensi. Setelah
itu dilakuakn test.
Palm heel test: tumit kaki yang cedera diletakkan
diatas telapak tangan. Bila posisi kaki tetap dalam
kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil
baik. Setelah reposisi berhasil dilakukan tindakan
pemasangan internal fiksasi dengan teknik multi pin
percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulangi
sampai 3 kali, dilakukan open reduksi. Dilakukan reposisi
terbuka setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi.
Macam-macam alat internal fiksasi diantaranya: knowless
pin, cancellous screw, dan plate.
Pada fraktur collum femur penderita tua (>60 tahun)
penanggulangannya agak berlainan. Bila penderita tidak
bersedia dioperasi atau dilakukan prinsip penanggulangan,
tidak dilakukan tindakan internal fiksasi, caranya penderita
dirawat, dilakukan skin traksi 3 minggu sampai rasa
sakitnya hilang. Kemudian penderita dilatih berjalan
dengan menggunakan tongkat (cruth). Kalau penderita
bersedia dilakukan operasi, yaitu menggunakan tindakan
operasi arthroplasty dengan pemasangan prothese
austine moore.
c) Istirahat Tidur
Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur, apakah ada gangguan
sebelum dan pada saat tidur, lama tidur dan kebutuhan istirahat tidur.
d) Personal hygiene
Dikaji mengenai kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, dan
dikaji apakah memerlukan bantuan orang lain atau dapat secara
mandiri.
e) Aktivitas dan Latihan
Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien dirumah dan dirumah
sakit dibantu atau secara mandiri.
4) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inpeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan persistem.
a) Keadaan Umum
Keadaan umum klien dengan hernia inguinalis lateral biasanya
mengalami kelemahan dan penurunan status gizi.
b) Tanda-Tanda Vital
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Pada
hernia reponible berada kondisi optimal, sedngkan pada hernia
inkaserata dan strangulate TTV mengalami lemah dan kesakitan
tekanan darah mengalami perubanahan sekunder dari nyeri dan
gejala dehidrasi. Nadi mengalami takikardi, frekuensi respirasi
meningkat dan suhu tubuh klien akan naik ≤38,5°C
c) Pemeriksaan Fisik Persistem
(1) Sistem Respirasi
Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. Dalam
sistem ini perlu dikaji mengenai bentuk hidung, kebersihan,
adanya sekret, adanya pernafasan cuping hidung, bentuk dada,
pergerakan dada apakah simetris atau tidak, bunyi nafas, adanya
ronchi atau tidak, frekuensi dan irama nafas.
(2) Sistem Cardiovasculer
Dikaji mulai dari warna konjungtiva, warna bibir, tidak ada
peningkatan JVP, peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi,
bunyi jantug tidak disertai suara tambahan, penurunan atau
peningkatan tekanan darah.
(3) Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan dikaji mulai dari mulut sampai anus, dalam
sistem ini perlu dikaji adanya stomatitis, caries bau mulut,
mukosa mulut, ada tidaknya pembesaran tonsil, bentuk abdomen
datar, tugor kulit kembali lagi. Adanya lesi pada daerah abdomen,
adanya massa, pada auskultasi dapat diperiksa peristaltik usus.
(4) Sistem Perkemihan
Dikaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah
pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen untuk
mengkaji adanya retensio urine, ada atau tidaknya nyeri tekan dan
benjolan serta pengeluaran urine apakah ada nyeri pada waktu
miksi atau tidak.
(5) Sistem Neurologis
Secara umum pada kasus hernia inguinalis tidak mengalami
gangguan, namun gangguan terjadi dengan adanya nyeri sehingga
perlu dikaji tingkat skala (0-10) serta perlu dikaji tingkat GCS dan
pemeriksaan fungsi syaraf kranial untuk mengidentifikasi
kelainan atau komplikasi.
(6) Sistem Integumen
Dalam sistem ini perlu dikaji keadaan kulit (tugor, kebersihan,
pigmentasi, tekstur dan lesi) serta perlu dikaji kuku dan keadaan
rambut sekitar kulit atau ekstremitas adakah udema atau tidak.
Pada klien post hernioraphy akan didapatkan kelainan integument
karena adanya luka insisi pada abdomen, sehingga perlu dikaji
ada atau tidaknya tanda radang daerah terkena adalah ada atau
tidaknya lesi dan kemerahan, pengukuran suhu untuk mengetahui
adanya infeksi.
(7) Sistem Endokrin
Dalam sistem ini perlu dikaji adanya pembesaran kelenjar tiroid
dan kelenjar getah bening.