Anda di halaman 1dari 24

Kegawatdaruratan Pada Pasien Luka Bakar

Alifia Fitrah Rahmawati


NIM 1601470033

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Kulit adalah organ tubuh
terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam homeostasis. (Padila, 2012).
Luka bakar merupakan penyebab umum terjadinya cedera traumatik dan kondisi kegawatan
utama di ruang gawat darurat yang memiliki berbagai jenis permasalahan, tingkat mortalitas
dan morbiditas yang tinggi (Kadek dalam Chen, Chen, Wen, Lee, dan Ma, 2014; Jailani, 2006;
Schneider et al., 2012).
Tindakan utama dalam fase emergency yaitu memenuhi kebutuhan cairan pasien agar
status hemodinamaik kembali normal. Perawat juga berperan penting melakukan perawatan
luka untuk mencegah infeksi dan memenuhi kebutuhan nutrisi pasien pada fase emergency.
Penatalaksanaan nyeri juga menjadi perioritas dalam merawat pasien luka bakar pada fase
emergency (Lewis et al., 2014).Kepekaan dalam melihat masalah menjadi suatu tuntutan
keterampilan perawat. Rasa kepekaan ini akan meningkatkan sikap perawat dalam menghadapi
stres kerja (Kadek dalam Froutan et.al., 2014).
Luka bakar merupakan penyebab umum terjadinya cedera traumatik dan kondisi kegawatan
utama di ruang gawat darurat yang memiliki berbagai jenis permasalahan, tingkat mortalitas
dan morbiditas yang tinggi (Kadek dalam Chen, Chen, Wen, Lee, dan Ma, 2014; Jailani, 2006;
Schneider et al., 2012).
Tindakan utama dalam fase emergency yaitu memenuhi kebutuhan cairan pasien agar
status hemodinamaik kembali normal. Perawat juga berperan penting melakukan perawatan
luka untuk mencegah infeksi dan memenuhi kebutuhan nutrisi pasien pada fase emergency.
Penatalaksanaan nyeri juga menjadi perioritas dalam merawat pasien luka bakar pada fase
emergency (Kadek dalam Lewis et al., 2014).
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat – pusat perawatan luka
bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari
berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan
keluarganya. (Rahayuningsih 2012)
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok
umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada
orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th). (Rahayuningsih 2012)
A. Definisi
Menurut (A. Grace & R. Borley, 2006:87) luka bakar merupakan respons kulit dan jaringan
subkutan terhadap trauma suhu/ternal. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka
bakar yang tidak merusak epitel kulit maupun merusak hanya sebagian epitel biasanya dapat
pulih dengan penanganan konservatif. Luka bakar dengan ketebalan penuh merusak semua
sumber-sumber pertumbuhan kembali epitel kulit dan bisa membutuhkan eksisi dan cangkok
kulit jika luas.
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau
radiasi (radiation). (Rahayuningsih 2012)

B. Etiologi
Menurut Rahayuningsih (2012) luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya
meliputi
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam
atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang
terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi
misalnya karena kontak dengan zat – zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan
luka bakar kimia
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

Menurut Wong 2003, luka bakar dapat disebabkan oleh ;


1. Panas : basah (air panas, minyak) kering (uap, metal, api)
2. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat
Basa kuat seperti Natrium Hidroksida
3.Listrik : Voltage tinggi, petir
4.Radiasi : termasuk X-ray

Penyebab tersering
 Trauma suhu yang berasal dari sumber panas yang kering (api, logam panas) atau
lembab (cairan atau gas panas).
 Listrik (luka bakar dalam pada daerah luka bakar masuk dan keluar, dapat
menyebabkan henti jantung)
 Kimia (biasanya terjadi pada kecelakaan industri akibat trauma asam atau basa).
 Radiasi (awalnya dengan kedalaman sebagian tetapi dapat berlanjut ke trauma yang
lebih dalam). (A. Grace & R. Borley, 2006:87)

Etiologi luka bakar (Padila, 2012).


a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
1) Gas
2) Cairan
3) Bahan padat (solid)
b. Luka bakar bahan kimia (hemical burn)
c. Luka bakar sengatan Listrik (electrical burn)
d. Luka bakar radiasi (radiasi injury).

Fase Luka Bakar menurut (Asrofi dkk, 2017)


a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi).
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa
parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

Penilaian derajat luka bakar menurut Asrofi dkk dalam (Yovita, 2010)
1) Luka bakar grade I
a. Disebut juga luka bakar superficial
b. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis.
Sering disebut sebagai epidermal burn
c. Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri.
2) Luka bakar grade II
a. Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis
b. Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar
grade I
c. Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
3) Luka bakar grade III
a. Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
b. Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh darah
sudah hancur.
c. Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang.

Komplikasi
Segera
 Sindrom kompratermen dari luka bakar sirkumferensial (luka bakar pada ekstremitas 
iskemia ekstremitas, luka bakar toraks  hipoksia dari gagal napas restriktif (cegah
dengan eskaratomi segera)
Awal
 Hiperkalemia (dari sitolisis pada luka bakar luas). Obati dengan insulin dan dekstrosa.
 Gagal ginjal akut (kombinasi dari hipovolemia, sepsis, toksin jaringan). Cegah dengan
resusitasi dini agresif, pastikan GFR tinggi pada pemberian cairan dan deuretik, obati
sepsis.
 Infeksi (waspadai Streptococcus). Obati infeksi yang timbul (106 organisme pada biopsi
luka) dengan antibiotik sistemik.
 Ulkus akibat stres (ulkus Curling) (cegah dengan antasid, bloger H2 atau inhibitor
pompa proton profilaksis.
Lanjut
Kontraktur. (A. Grace & R. Borley, 2006:87)
Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka bakar adalah :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh
dalam 3 - 7 hari dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian dalam), terdapat
vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem sub kutan (adanya penimbunan
dibawah kulit), luka merah dan basah, mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21 - 28 hari
tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-putihan (seperti
merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati) atau hitam keabu-abuan
(seperti luka yang kering dan gosong juga termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan
yang rusak
Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh

total (Body surface Area : BSA) untuk orang dewasa adalah :

1. Kepala dan leher : 9%

2. Ekstremitas atas kanan : 9%

3. Ekstremitas atas kiri : 9%


4. Ekstremitas bawah kanan : 18%,

5. Ekstremitas bawah kiri : 18%

6. Badan bagian depan : 18%

7. Badan bagian belakang : 18%

8. Genetalia : 1%

100%

tidak sembuh sendiri (perlu skin graf).


Gambaran klinis
Umum
 Nyeri
 Pembengkakan dan lepuhan
Khusus
 Bukti adanya inhalasi asap (jelaga pada hidung atau seputum, luka bakar dalam mulut,
suara serak).
 Luka bakar pada mata atau alis mata (membutuhkan pemeriksaan oftamologi sejak
awal).
 Luka bakar sirkumferensial (akan membutuhkan eksakarotomi). (A. Grace & R. Borley,
2006:87)

C. Patofisiologi
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung
pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon
tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada
luka bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body
surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik
dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi
semua sistem utama dari tubuh, seperti :

2. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine,
histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalami
injuri. Substansi – substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler
sehingga plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang
secara langsung mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler.
Injuri yang langsung mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan
potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan
osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan.
intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan
kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema
tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak
mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler.
Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine dan
terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac output. Kadar
hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan
intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-
20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang
dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml.
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang
intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan
ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi. Kurang lebih 18-
36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai
keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac output kembali normal
dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24
jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume
sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit
yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar
karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh
kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya
GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus
juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi
gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu
penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien
yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko
terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar oksigen
arteri dan “lung compliance”.
a. Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini
diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api. Manifestasi
klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau
nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, takhipnoe,
kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat
carbon dalam sputum, dan batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat
mengkonfirmasikan diagnosis. Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada
injuri inhalasi berkaitan dengan berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik
terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidakberbau, tidak berasa, yang
dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan
terhirupnya CO2, maka molekul oksigen digantikan dan CO2 secara reversibel
berikatan, dengan Hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin
(COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara
menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb
dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. (Rahayuningsih 2012)
Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas langsung
atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang parah, dapat
mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta metabolik akan
berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik saja setelah terjadi jejas yang
bersangkutan, isi curah jantung akan menurun, mungkin sebagai akibat dari refleks
yang berlebihan serta pengembalian vena yang menurun. Kontaktibilitas miokardium
tidak mengalami gangguan.
Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruhh pembuluh darah meningkat,
sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang pembuluh darah
masuk ke dalam jarigan interstisial, baik dalam tempat yang luka maupun yang tidak
mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara berlebihan dalam 12 jam pertama
setelah terjadinya luka dan dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4
hari yang pertama sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat hilang, dengan
demikian kekurangan albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya
merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma
dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi
hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan
penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang,
ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.
Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta
beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering
didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran plasma
dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul oliguria. Sekresi
hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan
penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang,
ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan menurut A. Grace & R. Borley, 2006 adalah:
 DPL.
 Ureum dan elektrolit.
 Jika curiga trauma inhalasi: rontgen toraks, gas darah arteri, pemeriksaan CO 2.
 Golongan darah dan cross match.
 EKG/enzim jantung dengan luka bakar listrik.

Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar yaitu :

1. Laboratorium

Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan

adanya pengeluaran darah yang banyak

sedangkan peningkatan lebih dari 15%

mengindikasikan adanya cedera, pada Ht

(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan

adanya kehilangan cairan sedangkan Ht

turun dapat terjadi sehubungan dengan

kerusakan yang diakibatkan oleh panas

terhadap pembuluh darah.

Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan

dengan adanya infeksi atau inflamasi.

GDA (Gas Darah


Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan

cedera inhalasi. Penurunan tekanan


oksigen

(PaO2) atau peningkatan tekanan karbon


dioksida (PaCO2) mungkin terlihat
pada

retensi karbon monoksida.

Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal

sehubungan dengan cedera jaringan


dan

penurunan fungsi ginjal, natrium pada


awal

mungki karen
n menurun a kehilangan

cairan, hipertermi dapat terjadi saat

konservasi ginjal dan hipokalemi


dapat

terjadi bila mulai diuresis.

mEq/
Natrium Urin : Lebih besar dari 20 L

mengindikasikan kelebihan cairan ,


kurang

dari 10 mEqAL menduga


ketidakadekuatan

cairan.

: Fosfa sehubunga
Alkali Fosfat Peningkatan Alkali t n

dengan perpindahan cairan interstisial


atau

gangguan pompa,
natrium.

Peninggia menunjukka
Glukosa Serum : n Glukosa Serum n

respon stress.

adany
Albumin Serum : Untuk mengetahui a kehilangan
protein pada edema
cairan.

: Peninggian menunjukkan penurunan


BUN atau Kreatinin perfusi

atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat

meningkat karena cedera


jaringan.

Memberika pengkajia
Loop aliran volume : n n non-invasif

terhadap efek atau luasnya cedera.

Untuk mengetahui adanya tanda


EKG : iskemia

miokardial atau distritmia.

Memberika catatan Penyembuh


Fotografi luka bakar : n untuk an

luka bakar.
E. Penatalaksanaan
Umum:
 Mulai resusitasi (ABC, buat jalur intravena, berikan O2).
 Nilai ukuran luka bakar (aturan 9 dari Wallace)
Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa >10% pada anak)
 Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia adekuat i.v., pertimbangkan
selang nasogastrik (nasogastric tube, NGT), berikan profilaksis tetanus.
 Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay:
% luka bakar x berat badan kg/2 = satu aliquot cairan.
Berikan 6 aliquot cairan selama 36 jam pertama dengan urutan 4, 4, 4, 6, 6, 12 jam dari
waktu terjadinya luka bakar. Biasanya menggunakan larutan koloid, albumin atau
plasma.
 Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan.
 Pertimbangan untuk merujuk ke pusat luka bakar
Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa <10% pada anak
 Terapi terbuka --- bersihkan luka dan biarkan terpapar pada lingkungan khusus yang
bersih.
 Terapi tertutup --- tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan klorheksilin atau silver
sulfadiazin yang ditutup tipis.
 Debridement eskar dan split skin graft. (A. Grace & R. Borley, 2006:87)

Hal-hal kunci
- Mulai resusitasi segera pada luka bakar berat
- Hitung kebutuhan cairan dari saat luka bakar terjadi
- Pastikan untuk menilai daerah luka bakar yang vital (jalan
napas/tangan/muka/perinium/sirkumferensial).
- Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat spesialis luka bakar untuk semua
luka bakar berat. (A. Grace & R. Borley, 2006:87)

Menurut Rahayuningsih (2012) ecara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase,
yaitu :
1. Fase Emergent (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan
utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan
memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (a)
perawatan sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di bagian emergensi dan (c)
periode resusitasi.
Hal tersebut akan dibahas berikut ini :
a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka
bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-
hospital care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber
penyebab LB dan atau menghilangkan sumber panas.
Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit.
1) Jauhkan penderita dari sumber LB
a. Padamkan pakaian yang terbakar
b. Hilangkan zat kimia penyeab LB
c. Siram dengan air sebanyak-banyaknya
d. Matikan listrik atau bunag sumber listrik dengan menggunakan objek ysng
kering dan tidak menghantarkan arus (noncinduktive)
2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation).
a. Perhatikan jalan nafas (airway)
b. Pastikan pernafasan (breathing) adekuat
c. Kaji ssirkulasi
3) Kaji trauma yang lain
4) Perhatikan panas tubuh
5) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6) Transportasi (segera kirim klien ke rumah sakit)
Diambil dari Trunkey, D.D. (1983). Transporting the critically burned patient. In T.L.
Wachtel, et al. (Eds): Current Topics In Burn Care, Rockville, MD : Aspen
Publications.
b. Penanganan dibagian emergensi
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah
diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang
dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi.
Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada
masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah
inilah yang harus diutamakan
1. Penanganan Luka Bakar Ringan Perawatan
klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan. Dalam
membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan
memperhatikan antara lain
a. Kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti intruksi-
instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self
care),
b. Lingkungan rumah.
c. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri serta lingkungan
di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi :
menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan
pendidikan kesehatan.
- Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan
morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik
oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
- Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada
penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang
pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun
terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak
diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan
Karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama
Dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
- Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka
(cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang
merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau
salep antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga
perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan
luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien
dapat segera mencari pertolongan.
Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan
latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi
sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan
kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan
follow up juga harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu.

- Pendidikan / penyuluhan kesehatan


Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi,
pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan
dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien
dapat menolong dirinya sendiri.
2) Penanganan Luka Bakar Berat.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan,
sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian
cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan nasogastric tube
(NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis
tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka.
3) Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase
terakhir dari perawatan luka bakar. Penekanan dari program
rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk peningkatan kemandirian melalui
pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk
meningkatkan penyembuhan

luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan hipertropi scar,


meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support
emosional serta pendidikan merupakan bagian dari
proses rehabilitasi.

H. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan

jaringan (Wong, 2003)


Tujuan : pasien menunjukkan

penyembuhan luka. Intervensi :

a. Cukur rambut 2 inchi dari daerah luka segera setelah terjadi luka bakar.

b. Bersihkan luka dan daerah sekitar

c. Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka

d. Berikan tehnik distraksi pada pasien

e. Pertahankan perawatan luka untuk mencegah kerusakan epitel

dan granulasi

f. Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan makanan kecil

g. Berikan vitamin tambahan dan mineral-mineral

h. Tutup daerah terbakar untuk mencegah nekrosis jaringan

i. Monitor vital sign untuk mengetahui tanda infeksi

2. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar (Wong, 2003).

Tujuan : Pasien menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat

yang diterima pasien.

Intervensi :

a. Kaji tingkat nyeri untuk pengobatan

b. Posisikan ekstensi untuk mengurangi nyeri karena gerakan

c. Laksanakan latihan aktif, pasif

d. Kurangi iritasi untuk mencegah nyeri.

e. Sentuh daerah yang tidak terjadi luka bakar untuk memberikan

kontak fisik dan kenyamanan.

f. Berikan tehnik-tehnik pengurangan nyeri non pengobatan yang


sesuai
g. Antisipasi kebutuhan medikasi pengobatan nyeri dan berikan

sebelum nyeri tersebut terjadi.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit,

kerusakan respon imun, prosedur invasif. (Effendi. C, 1999).

Tujuan : Menunjukkan tidak ada infeksi

Intervensi :

a. Laksanakan dan pertahankan kontrol infeksi sesuai kebijakan ruang

b. Pertahankan tehnik cuci tangan yang hati-hati bagi perawatan

dan pengunjung

c. Pakai sarung tangan ketika merawat luka untuk meminimalkan

terhadap agen infeksi.

d. Ambil eksudat, krusta untuk mengurangi sumber infeksi

e. Cegah kontak pasien dengan orang yang mengalami ISPA /

infeksi kulit

f. Berikan obat antimikrobial dan penggantian. balutan pada luka

g. Monitor vital sign untuk mencegah sepsis

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

peningkatan metabolisme, katabolisme, kehilangan nafsu makan

(Wong, 2003)

Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan

kebutuhan tubuh Intervensi :

a. Berikan perawatan oral


b. Berikan tinggi kalori, tinggi protein dan makanan kecil untuk

mencegah kekurangan protein dan memenuhi kebutuhan

kalori.

c. Timbang BB tiap minggu untuk melengkapi status nutrisi

d. Catat intake dan output

e. Monitor diare dan konstipasi untuk mencegah intoleransi

terhadap makanan

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

pergerakan (ROM) (Smith, 1998)

Tujuan : Pasien akan terbebas dari komplikasi : gangguan gerak,

akan berpartisipasi dalam latihan aktivitas yang tepat.

Intervensi :

a. Bantu pasien mendapatkan posisi yang tepat dan mobilitas

bagi luka bakar : konsultasikan dengan bagian ocupasi terapi

untuk merencanakan latihan pergerakan

b. Lihat keluarga dalam perberian tindakan keperawatan.

c. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif setiap 4 jam, berikan

pujian setiap kali pasien melakukan latihan ROM

d. Ambulasi pasien secara dini jika memungkinkan.

e. Ubah posisi tiap 2 jam sekali pada area yang tertekan.

f. Beri antibiotic sebelum aktivitas karena nyeri.

6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler yang


mengakibatkan cairan elektrolit dan protein masuk ke ruang

interstisiel (Wahidi, 1996).

Tujuan : gangguan keseimbangan cairan dapat

teratasi Intervensi :

a. Observasi inteke dan output setiap jam.

b. Observasi tanda-tanda vital

c. Timbang berat badan

d. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar tiap sesuai indikasi

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam. pemberian cairan lewat infus

f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, Elektrolit, Natrium

urine random)

7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah

jantung (Carpenito, 2000)

Tujuan : Gangguan perfusi jaringan tidak

terjadi. Intervensi :

a. Kaji warna, sensasi, gerakan.

b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.

c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit

d. Selidiki nadi secara teratur.

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan


.
DAFTAR PUSTAKA

A. Grace, P., R. Borley, N. (2006). At a Glace Ilmu Bedah Edisi ke 3. Erlangga.

Asrofi, M. Y., Susilo, Y., Ali, M. H. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Audio
Visual Terhadap Penanganan Kegawatdaruratan Luka Bakar Pada
Pekerja Pengelolaan Air Panas Batu Gamping Di Desa Grenden
Kecamatan Puger Kabupaten Jember.

Kadek, I., A. Winarni, I., Kristianto, H. (2017). Studi Fenomenologi: Makna


Pengalaman Perawat Dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase
Emergency Di Instalasi Gawat Darurat RSUP Sangla. Vol 8, No 1.

Padila, (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nu Med.

Rahayuningsih, T. (2012). Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Vol 08

Anda mungkin juga menyukai