Anda di halaman 1dari 6

Prosiding –Sidang Ilmiah Kongres XVI IBI

EVALUASI PASCA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MEDIS VASECTOMY DI DIY

Bernadeta Verawati, Rahayu Widaryanti, Sri Sugiharti


Universitas Respati Yogyakarta & BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta

ABSTRAK
Salah satu Grand Strategi BKKBN yaitu memperkuat SDM operasional program KB sehingga sangat dibutuhkan
pendidikan dan pelatihan (Diklat) bagi tenaga kesehatan. Meskipun BKKBN DIY sudah mengkoordinir
terlaksananya diklat medis dari tahun 2010 sampai 2014 yang diikuti oleh provider di 5 kabupaten namun jumlah
akseptor KB vasectomy masih rendah. Metode : Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
dilakukan di kabupaten Bantul dan kabupaten Sleman. Informan utama pada penelitian ini adalah provider peserta
diklat medis vasectomy. Informan pendukung adalah Kasubid Yan KB SKPD KB Kabupaten Bantul dan Sleman
serta subid Penyelenggaraan dan Evaluasi pelatihan BKKBN DIY dan Akseptor vasectomy. Pengumpulan data
dilakukan melalui observasi tak berstruktur dan wawancara mendalam terhadap 5 informan utama dan 4 informan
kunci. Hasil dan pembahasan: Berdasar hasil penelitian, pada saat pelaksanaan diklat vasectomy sebagian besar
belum dilaksanakan praktik langsung ke pasien. Setelah pelaksanaan diklat sebagian besar provider belum
memberikan pelayanan vasectomy terutama dokter umum yang bekerja di Puskesmas. Kendala yang dihadapi oleh
para provider adalah belum jelasnya koordinasi dalam pelayanan vasectomy dari pihak terkait. Simpulan :
Pendidikan dan pelatihan medis belum diterapkan secara maksimal oleh provider dalam memberikan pelayanan
keluarga berencana.
Kata kunci : Evaluasi, Diklat medis, vasectomy

EVALUATION POST MEDICAL EDUCATION AND TRAINING VASECTOMY IN


SPECIAL REGION OF YOGYAKARTA

ABSTRACT
One of the BKKBN Grand Strategies is to strengthen the Human Resource operational planning programs.
Accordingly, it is very necessary to provide education and training for health workers. Although BKKBN
Yogyakarta has coordinated the implementation of medical training from 2010 to 2014 attended by the providers
in five districts, the number of family planning acceptors who use vasectomy is still low. Methods: This study
applied a qualitative approach. The study was conducted in the districts of Bantul and Sleman, Yogyakarta. Key
informants in this study include the providers participated in vasectomy medical training and education. The
supporting informants include the Sub directorate Head of Local Government Work Unit on Family Planning in
Bantul and Sleman along with the sub department of Training Implementation and Evaluation in Yogyakarta and
vasectomy acceptor. Data collection was done through unstructured observation and depth interviews with 5 main
informants and 4 key informants. Results and discussion: Based on the research, at the vasectomy Training direct
practices to patients mostly were not conducted. After the implementation of the Education and Training: Most
providers did not provide vasectomy services after attending the training, particularly general practitioners working
in health centers. Constraints faced by providers include Uncertain coordination with the related parties in the
vasectomy service. Conclusion: Education and medical training has not been maximally implemented by the
provider in providing family planning services.
Keywords: evaluation, medical training, vasectomy

PENDAHULUAN
Pendidikan dan pelatihan (diklat) sebagai sebuah proses pendidikan secara umum, tentu memiliki
beberapa kesamaan praktiknya dengan pendidikan. Keduanya berbeda dari sisi tujuan, sasaran dan
pendekatannya. Dari sisi evaluasi diklat juga perlu di evaluasi seperti pendidikan. Jika mengacu pada
definisi Tyler (Nevo, 2006, Fitzpatrik dkk, 2011), evaluasi dikat bisa disebutkan sebuah proses
menetapkan sampai sejauh mana tujuan diklat tercapai.jika mengacu pada pendapat Cronbach,
Stufflebeam dan Alkin ( Nevo, 2006) evaluasi diklat bisa dikatakan sebagai upaya untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan dalam proses pembuatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) adalah salah satu
upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan ini merupakan kunci keberhasilan
pembangunan nasional. Oleh karena itu peningkatan SDM merupakan kenyataan yang harus dilakukan
secara terencana , efektif dan efisien guna menghadapi persaingan dalam era globalisasi yang sangat
kompetitif. Hal ini disadari karena manusia sebagai subyek dan obyek dalam pembangunan. Disamping
hal tersebut pembangunan SDM juga diarahkan agar mampu memanfaatkan, mengembangkan dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang inovatif dalam rangka memacu pelaksanaan

275
Prosiding –Sidang Ilmiah Kongres XVI IBI

pembangunan. Salah satu Grand Strategi BKKBN yaitu memperkuat SDM operasional program KB
sehingga sangat dibutuhkan pendidikan dan pelatihan (Diklat) bagi tenaga kesehatan sebagai SDM yang
diharapkan mampu meningkatkan pelayanan KB di Indonesia.1
Berdasarkan PP RI No. 101 tahun 2000, disebutkan bahwa tujuan diklat antara lain: meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap untuk dapat melakukan tugas jabatan secara profesional dengan
dilandasi kepribadian dan etika sesuai kebutuhan instansi, memantapkan sikap dan semangat
pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat,
menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir. Dengan adanya PP tersebut memberikan
penekanan pada kualitas tenaga kesehatan untuk selalu meningkatkan kapasitas/kualitas dtu dengan
mengikuti diklat.2
Program KB secara efektif mampu menurunkan angka kelahiran penduduk Indonesia pada
periode 1970-2004, angka kelahiran total wanita Indonesia berhasil diturunkan dari 5,6 per wanita
menjadi 2,6 per wanita. Indonesia juga dapat menekan jumlah penduduk sebanyak 79 juta jiwa selam
periode tahun 1970 hingga 2000. Laju pertumbuhan penduduk nasional menurun dari 2,34 persen pada
periode 1971-1980 menjadi 1,49 persen pada periode 1991-2000. Angka prevalensi pemakaian
kontrasepsi juga berhasil ditingkatkan dari 51 persen pada tahun 1970 menjadi 61 persen pada tahun
2004. Sejak awal Dekade 2000 ketika kebijakan desentralisasi diimplementasikan pada tahun 2001
pelaksanaan program KB dilapangan mengalami penurunan. Berdasarkan data SDKI 2007 angka
fertilitas total Indonesia tidak ada menunjukkan tren yg menurun, tetapi menetap, pada angka 2,6 per
wanita dalam kurun waktu 5 tahun (2003-2007).3
Sampai saat ini jumlah akseptor baru vasectomy masih rendah. Data bisa dilihat dari tabel berikut,
dimana tidak terjadi kenaikan yang konsisten dan signifikan dari jumlah peserta KB baru vasectomy di
DIY.
Tabel 1.1 Data peserta KB Baru vasectomy, di DIY tahun 2010 sampai dengan 2014

Jumlah Akseptor KB Vasectomy


1

0,5
Vasectomy
0
2010 2011 2012 2013 2014
Tahun

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, 2011, 2012, 2013, dan 2014
Meskipun BKKBN DIY sudah mengkoordinir terlaksananya Diklat medis dari tahun 2010 sampai
2014 yang diikuti oleh provider di 5 Kabupaten dengan jumlah peserta Diklat terbanyak di Kabupaten
Bantul sebanyak 155 dan Sleman sebanyak 72. Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan judul evaluasi pasca diklat medis vasectomy di Kabupaten Bantul dan
Sleman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja informan sebelum dan sesudah mengikuti diklat
vasectomy, proses diklat vasectomy dan kendala yang dihadapi dalam memberikan pelayaanan
vasectomy.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini meggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini
dilakukan di fasilitas kesehatan di dua kabupaten yaitu kabupaten Bantul dan kabupaten Sleman yang
memiliki provider dan mengikuti diklat medis vasectomy. Waktu penelitian dilakukan pada bulan
September dan Oktober tahun 2015.Informan utama pada penelitian ini adalah provider peserta diklat
medis vasectomy. Informan pendukung adalah SKPD KB Kabupaten Bantul dan Sleman serta Subid
276
Prosiding –Sidang Ilmiah Kongres XVI IBI

Penyelenggaraan, Evaluasi pelatihan BKKBN DIY serta akseptor KB vasectomy. Informan diambil
secara purposive sampling, yaitu memilih provider peserta diklat yang kaya informasi.
Usulan informan berikutnya dengan menggunakan teknik snow ball.Pengambilan informan
dihentikan bila sudah terjadi saturasi data atau kecukupan data, yaitu peneliti sudah tidak memperoleh
informasi yang baru sehingga pengambilan data dianggap sudah memadai. Saturasi data ditentukan dari
cukupnya data yang diperoleh setelah melakukan indepth interview kepada 5 orang informan utama dan
empat orang informan kunci yang terdiri dari 2 orang PLKB, satu orang Subid Penyelenggaraan dan
Evaluasi pelatihan BKKBN DIY serta aseptor KB vasectomy. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model interaktif Miles dan Huberman yang terdiri dari 4 langkah yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian dan analisis data berupa penarikan kesimpulan atau verifikasi
data.

HASIL dan PEMBAHASAN


Informan utama adalah dokter yang pernah mengikuti diklat medis MOP atau vasectomy yang
diselenggarakan oleh BKKBN DIY. Berdasarkan karakteristik umur semua informan berada pada
rentang umur 28-39 tahun. Empat informan mempunyai latar belakang pendidikan dokter umum dan
satu informan seorang dokter spesialis urologi. berikut adalah tabel karakteristik informan utama.
Tabel 2.Karakteristik Informan
Kode Usia Pekerjaan Pendidikan Tahun
Informan Pelatihan
V1 32 Dokter RS S1 2014
V2 34 Dokter RS Spesialis Urologi 2014
V3 28 Dokter RS S1 2014
V4 33 Dokter Puskesmas S1 2013
V5 39 Dokter Puskesmas S1 2013
Informan triangulasi pada penelitian ini adalah PLKB kabupaten Sleman dan Bantul, serta Subid
Penyelenggaraan dan Evaluasi pelatihan BKKBN DIY dan Aseptor Vasectomy. Berdasarkan umur
informan triangulasi semua informan berada pada rentang umur 42- 53 tahun dan menjabat minimal 5
tahun, sedangkan aakseptor KB vasectomy sudah menjalani kb selama 1 tahun. berikut karakteristik
informan triangulasi.
Tabel 3. Karakeristik Informasi Triangulasi PLKB, Subid Penyelenggaraan dan Evaluasi pelatihan
BKKBN DIY dan Aseptor Vasectomy
Kode Usia Pekerjaan Pendidikan Lama
Informan Menjabat
P1 47 Tahun PLKB Sleman S1 5 tahun
P2 53 Tahun PLKB Bantul S1 7 Tahun
S 42 Tahun Subid Penyelenggaraan dan S1 5 Tahun
Evaluasi pelatihan
A 50 Tahun Swasta SMA 1 Tahun

Evaluasi pasca diklat medis meliputi kemampuan informan sebelum mengikuti diklat, teknis
pelaksanaan pelatihan, kemampuan informan setelah mengikuti diklat, kendala yang dihadapi dalam
memberikan pelayanan serta usulan dari provider. Pendidikan dan pelatihan mempunyai peranan yang
penting dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Dalam rangka
meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia diperlukan upaya perbaikan dan
peningkatan kualitas di berbagai bidang diklat, salah satunya adalah dalam bidang diklat medis.
Praktek merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada peserta mendapatkan pengalaman
langsung. Ide dasar belajar berdasarkan pengalaman mendorong peserta pelatihan untuk merefleksi atau
melihat kembali pengalaman-pengalaman yang mereka pernah alami. Pentingnya pengalaman langsung

277
Prosiding –Sidang Ilmiah Kongres XVI IBI

terhadap proses belajar telah dikaji oleh Kolb (1984) dan Wallace (1994), dalam Millrood, 2011). Kolb
mengatakan bahwa pembelajaran orang dewasa akan lebih efektif jika pembelajar lebih banyak terlibat
langsung daripada hanya pasif menerima dari pengajar. Kolb (1984) dengan teori experiential learning-
nya menjabarkan ide-ide dari pengalaman dan refleksi. Kolb mendifinisikan empat modus belajar yaitu:
Concrete experience (pengalaman nyata), reflective observation (merefleksikan observasi), abstract
conceptualization (konsep yang abstrak), dan active experimentation (eksperimen aktif).4
vasectomy adalah kontrasepsi mantap pada pria atau vasectomy atau vasektomi, yaitu tindakan
pengikatan dan pemotongan saluran benih agar sperma tidak keluar dari buah zakar.5vasectomy dapat
dilakukan di FKTP oleh dokter umum maupun dokter spesialis yang sudah pernah mengikuti pelatihan.
Dari hasil penelitian satu provider vasectomy sudah memberikan pelayanan kepada akseptor karena
provider merupakan soerang dokter sub spesialis urologi sehingga secara teori maupun praktik sudah
didapat saat mengikuti PPDS. Sedangkan provider yang lain belum pernah melayani vasectomy kepada
akseptor karena saat pendidikan kedokteran belum mendapatkan teori maupun praktik. Berdasarkan data
yang didapatkan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar provider belum
memberikan pelayanan saat mereka belum mengikuti diklat. Untuk meningkatkan jumlah akseptor KB
vasectomy maka diklat perlu terus dilaksanakan dan menjangkau sebanyak mungkin provider.
Berdasarkan data yang didapatkan, pada saat diklat sebagian provider sudah praktik langsung ke
pasien meskipun baru melayani satu pasien untuk dua provider. ”Kemarin pas pelatihan praktiknya
hanya satu pasien untuk dua orang jadi masing masing peserta hanya dapat satu testis saja, hal ini
menurut saya masih sangat kurang….(Informan V2). Sebagian provider sama sekali tidak memiliki
pengalaman praktik ke pasien. Hal tersebut membuat provider kurang percaya diri dalam memberikan
pelayanan. Teknis pelaksanaan pada saat diklat vasectomy V4 dan V5 tidak praktik langsung ke pasien,
tetapi hanya praktik ke phantom dan melihat video, ‘ saat pelatihan tidak langsung praktik ke pasien,
hanya teori dan lihat video, soalnya saat diklat pasien nya tidak ada……”(Informna V4). “…..kemarin
pas diklat tidak ada pasien nya, jadi tidak praktik langsung ke pasien, hanya lihat video sama praktik
ke pantom….(Informan V5). Hal ini membuat provider kurang percaya diri sehingga provider belum
berani memberikan pelayanan ke pasien. Hal ini di dukung oleh penelitian Nazriati (2017) yang
menyatakan bahwa pelatihan dengan praktik langsung dengan pasien dapat meningkatkan kemampuan
peserta diklat terhadap kondisi nyata, menambah wawasan tentang informasi serta melatih pola pikir
peserta diklat untuk menggali permasalahan, yang kemudian akan dianalisa dan dicari penyelesainnya
secaraa integral komprehensif. Selain itu diklat yang praktik langsung ke pasien mempunyai beberapa
keuntungan antaralain peserta diklat akan lebih mengaplikasikan teori yang telah diberikan oleh
widyaswara, peserta akan mampu membuktikan atau mempercayai teori yang telah didapatkan setelah
praktik. 6
Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan Kolb (1984) dan Wallace (1994, mengatakan bahwa
pembelajaran orang dewasa akan lebih efektif jika pembelajar lebih banyak terlibat langsung daripada
hanya pasif menerima dari pengajar. Praktek merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada
peserta mendapatkan pengalaman langsung.Ide dasar belajar berdasarkan pengalaman mendorong
peserta pelatihan untuk merefleksi atau melihat kembali pengalaman-pengalaman yang mereka pernah
alami.4
Setelah mengikuti diklat medis vasectomy provider V4 dan V5 belum pernah memberikan
pelayanan dengan alasan di tempat mereka bekerja yaitu di puskesmas tidak ada akseptor dan belum
berani memberikan pelayanan karena belum pernah praktik langsung ke pasien, begitu juga dengan V1,
dan V3 juga belum pernah.”setelah pelatihan saya belum pernah melakukan, karena di puskesmas tidak
ada pasien vasectomy, selain itu saya juga krang percaya diri melakukan vasectomy karena saat
pelatihan belum pernah praktik langsung”(Informan V4), “saya belum pernah melakukan vasectomy
karena di RS tempat saya bekerja tidak adaa pasiennya, karena setahu saya hanya RS tertentu yang
telah ditunjuk oleh pemerintah yang melakukan vasectomy”(Informan V2). Sedangkan V2 adalah
seorang urolog yang pernah mendapatkan teori saat pendidikan spesialis dan di rumah sakit tempat
bekerja menjadi rujukan pelayanan vasectomy. Setelah mengikuti diklat V2 sudah memberikan

278
Prosiding –Sidang Ilmiah Kongres XVI IBI

pelayanan rutin vasectomy di tempat provider bekerja dengan jumlah lebih dari 300 akseptor sehingga
mendapatkan penghargaan dari Presiden RI. “saya sudah sering melakukan vasectomy sejak PPDS,
bahkan sampai saat ini ada lebih dari 300 akseptor yang pernah saya layani. RS tempat saya bekerja
sudah ada perjanjian dengan pemerintah daerah untuk program vasectomy jadi pasiennya langsung
diantar ke RS. (Informan V2). Menurut hasil triangulasi dengan akseptor vasectomy, akseptor lebih
memilih dilayani di RS daripada di Puskesmas dengan alasan privasi, jika di puskesmas kemungkinan
besar bertemu dengan tetangga jadi malu, sedangkan kalau dilakukan di RS privasinya terjamin, karena
tempat melaksanakan vasectomy bangsalnya tersendiri dan jauh dari poliklinik umum maupun dari
bangsal, ”kalau saya suruh vasectomy ke puskesmaas tidak mau, karena malu kalau bertemu dengan
tentangga, kalau vasectomy nya di RS saya merasa lebih aman dan privasinya terjamin, karena tempat
opersinya jauh dari poliklinik dan bangsaal umum…(Informan A1).
Berdasarkan data yang didapatkan dari wawancara dengan provider didapatkan hasil sebagian
provider sudah memberikan pelayanan setelah mengikuti diklat, namun provider peserta diklat
vasectomy dengan latar belakang pendidikan dokter umum dan lokasi kerja di Puskesmas belum
memberikan pelayanan meskipun mereka sudah mengikuti diklat dengan berbagai alasan.
Pelayanan vasectomy belum dilaksanakan secara maksimal karena sebagian provider pada waktu
pelatihan hanya mendapatkan teori saja dan tidak melakukan praktek vasectomy sehingga tidak berani
jika harus memberikan pelayanan KB vasectomy setelah pelatihan. Tidak hanya itu saja, pada waktu
pelatihan konsultan juga tidak ada ditempat. Selain itu KB vasectomy juga dirasa kurang popular
sehingga tidak ada akseptornya di puskesmas tempat V4 dan V5 bekerja. V5 tidak memberikan
pelayanan vasectomy setelah diklat dengan kendala tidak ada akseptornya di puskesmas tempat V5
bekerja selain itu V5 juga tidak tertarik dengan KB dengan alasan agama. V2 sudah memberikan
pelayanan vasectomy setelah pelatihan dan tidak ada kendala yang dihadapi. Perilaku menurut
Kirkpatrick, D., L & Kirkpatrick J,.D (2009), didefinisikan sejauh mana perubahan perilaku yang
muncul karena peserta mengikuti program pelatihan. Evaluasi level-3 (perilaku) dilakukan untuk
mengindikasikan sejauh mana materi dalam pelatihan di aplikasikan pada pekerjaan dan tempat kerja
peserta.7
Hasil penelitian yang dilakukan Ramadhon (2017) evaluasi perilaku mengukur pengetahuan,
keterampilan, atau sikap apa yang dipelajari untuk di aplikasikan atau dipindahkan pada pekerjaan.
untuk melakukan evaluasi level 3 terdapat masalah dalam menentukan kapan evaluasi tersebut
dilakukan, hal tersebut dikarenakan peserta tidak dapat mengubah perilaku mereka dalam bekerja
sampai mereka mendapatkan kesempatan dalam melaksanakan perubahan perilaku tersebut. 8
Beberapa provider tidak berani memberikan pelayanan meskipun sudah mengikuti diklat karena
merasa pengalaman klinik yang dimiliki masih kurang dan itu membuat kurang percaya diri dalam
mempraktikkan hasil diklat. Diperlukan tindakan memperketat persyaratan calon peserta diklat minimal
dengan mengedarkan kuisoner kepada provider yang berminat atau lebih ideal bila instansi pengirim
menyelenggarakan TNA bagi calon peserta diklat.
Dalam teori Training Need Assessment (TNA) tujuannya antara lain memastikan bahwa pelatihan
memang solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan.
Memastikan bahwa para peserta yang mengikuti pelatihan benar-benar orang yang tepat. Memastikan
bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan
elemen kerja yang dituntut. Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai
dengan tema atau materi pelatihan.10
Masukan provider peserta diklat vasectomy diharapkan pada pelaksanaan diklat semua provider
bisa praktik langsung ke pasien minimal satu pasien. Teori diharapkan lebih ditingkatkan pada materi
konseling, karena pendekatan kepada pasien supaya bersedia menjadi akseptor KB vasectomy
membutuhkan keterampilan yang baik. Provider yang sudah dilatih juga berharap bisa diberi
kesempatan untuk magang di fasilitas kesehatan yang melayani vasectomy supaya mereka mendapat
kesempatan mempraktikkan hasil diklat.
KESIMPULAN

279
Prosiding –Sidang Ilmiah Kongres XVI IBI

Evaluasi pasca diklat vasectomy sebagian besar informan belum pernah memberikan pelayanan
vasectomy sebelum mengikuti diklat medis, pada saat megikuti diklat sebagian informan belum
melaksanakan praktik langsung ke pasien, melainkan hanya melihat video saja dikarenakan tidak ada
pasien vasectomy, dan setelah mengikuti diklat sebagian besar informan belum memberikan pelayanan
vasectomy terutama dokter umum yang bekerja di Puskesmas dan di RS yang bukan merupakan rujukan
vasectomy. Kendala yang dihadapi informan yaitu belum jelasnya koordinasi dalam pelayanan
vasectomy dari pihak terkait baik mengenai pengadaan calon akseptor maupun koordinasi tempat
penyelenggaraan vasectomy. Masukan informan antaralain koordinasi lintas sektoral terkait pencarian
akseptor , praktik langsung ke pasien saat diklat, fasilitasi setelah diklat, sistim magang setelah
mengikuti diklat.

DAFTAR PUSTAKA
1
Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY, (2016). Laporan Evaluasi Pascadiklat, Yogyakarta
2
PP.RI. No 101 Tahun 2000. Tentang Pendidikan dan pelatihan Jabatan Pegawai
NegriSipil.diunduhhttp://psdg.bgl.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/pp_101_2000.pdf tanggal 1
Agustus 2018 jam 15.46
3
SDKI.(2012), Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia.Jakarta : Kemenkes RI
4
McLeod, S. A. (2013). Kolb - Learning Styles. Retrieved from www.simplypsychology.org/learning-
kolb.html di akses 29 Juli 2018 pukul 19.05
5
Hanafi, Hartanto. (2004). Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
6
Nazriati, dkk, (2017). Evaluasi Pelatihan Dokter Puskesmas Sebagai Upaya Peningkatan Pengetahuan
Tentang Rujukan Penyakit Non-Spesialistik di Pekanbaru. Bandung: UNPAD
7
Fitzpatrick, J.L., Sanders,J.R., Worthen,B.R. (2011) Program Evaluation. Alternative Approach and
Practical Guidelines 4Th edition. New Jersey: Pearson.
8
Ramadhon, S.(2017). Penerapan Model Empat Level Kirkpatrick dalam Evaluasi Program Pendidikan
dan Pelatihan Aparatur di Pusdiklat Migas.Jakarta:ESDM
9
Zinovieff, M.A. (2008) Review and Analysis of Training Impact Evaluation Methods, and Proposed
Measures to Supports a United System Fellowship Evaluation Framework. Geneva: United
Nation
10
Buckley, Roger and Caple Jim. (2004). The Theory and Practice of Training. USA: JS Typesetting
Ltd

280

Anda mungkin juga menyukai