Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PRARANCANGAN PABRIK

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Penulisan Tugas Akhir Jurusan


Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh

PRARANCANGAN PABRIK ETANOLAMIN DARI AMMONIA

Disusun oleh :
Deswita Putri
170140124

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2019
I. Judul
Judul Prarancangan yang akan didirikan yaitu Prarancangan Pabrik
Etanolamin dari Ammonia.

II. Tujuan Prarancangan Pabrik


Prarancangan pabrik pembuatan Etanolamin ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan Etanolamin baik di dalam maupun luar negeri.

III. Latar Belakang dan Permasalahan


3.1 Latar Belakang
Dewasa ini kemajuan teknologi dalam perkembangan dunia industri
sangatlah pesat. Banyak teknologi terkini yang diterapkan dalam dunia
industri. Berbagai Negara mulai bersaing untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas. Sekarang ini negara berkembang berperan aktif dalam pertumbuhan
ekonomi global. Pada jaman dulu, mungkin Negara berkembang sangat pasif
dalam pertumbuhan ekonomi, namun pada sekarang ini istilah itu tidaklah relevan
lagi.
Saat ini Indonesia sudah mulai pembangunan industri yang
berorientasi pada bahan kimia. Namun ketergantungan bahan baku yang harus
mengimpor dari luar negeri merupakan masalah baru lagi. Mahalnya harga
dan biaya transportasi salah satu masalahnya. Salah satu contohnya adalah
etanolamin. Etanolamin didapat dari reaksi antara etilen oksida dan amoniak yang
membentuk senyawa baru yaitu monoetanolamin, dietanolamin dan trietanolamin.

3.1.1 Permasalahan
Permasalahan dalam penyusunan dan penyelesaian tugas prarancangan
pabrik kimia ini adalah hanya pada neraca massa, neraca energi, pembuatan
flowsheet pada kondisi steady state, pemasangan alat kontrol, spesifikasi
peralatan, unit utilitas dan analisa ekonomi.
IV. Tinjauan Pustaka
4.1. Kapasitas Perancangan Pabrik
Untuk menentukan kapasitas produksi pabrik etanolamin yang
direncanakan harus mempertimbangkan hal-hal berikut:.
1. Kebutuhan Etanolamin di Indonesia
Data statistik yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam statistik
perdagangan Indonesia tentang kebutuhan etanolamin di Indonesia dari tahun ke
tahun cenderung stabil seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Impor Etanolamin di Indonesia (BPS, 2019)
Tahun Kebutuhan Etanolamin
Produk Ton
2018 MEA 16604
DEA 23616
TEA 7499
2019 MEA 11756
DEA 26831
TEA 14566
2020 MEA 13351
DEA 24867
TEA 15046
2021 MEA 12214
DEA 21382
TEA 18300

4.2 Dasar Reaksi


Proses pembuatan senyawa etanolamin merupakan reaksi gas-gas
antara etilen oksida dengan amoniak membentuk senyawa monoetanolamin,
dietanolamin dan trietanolamin. Reaksi yang terjadi adalah (Laurence, 2003):
C2H4O (g) + NH3(g) (C2H5O)NH2 (l) ……… (3-1)
C2H4O (g) + (C2H5O)NH2 (l) (C2H5O)2NH (l) ………(3-2)
C2H4O (g) + (C2H5O)2NH (l) (C2H5O)3N (l) …………(3-3)

4.3 Tinjauan Termodinamika


Tinjauan secara termodinamika bertujuan menentukan sifat reaksi dan
arah reaksi, sehingga perlu perhitungan dengan menggunakan panas pembentukan
standar (ΔHfº) dari reaktan dan produk. Penentuan reaksi eksotermis
atau endotermis dapat diketahui dengan perhitungan panas pembentukan standar

(∆Hfo) pada P = 3 atm dan T = 520C. Harga ∆Hfo masing-masing komponen


pada suhu 298 K dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Harga ∆Hfo masing-masing komponen (Yaws, 1999)


No. Komponen ∆Hfo (kj/mol)
1 C2H4O -52,63
2 NH3 -43,42
3 (C2H5O)NH2 -210,19
4 (C2H5O)2NH -396,88
5 (C2H5O)3N -562,08

Berdasarkan data tabel harga ∆Hfo di atas, didapatkan harga ∆Hfo 298
dengan persamaan 2-1 sebagai berikut

Dengan menggunakan rumus yang sama, maka didapatkan harga

∆Hfountuk persamaan 2-2 dan 2-3 adalah sebagai berikut:


Karena harga ∆Hfo negatif, maka reaksi bersifat eksotermis atau
mengeluarkan panas.

a. Sejarah
Ethanolamine pertama kali dibuat pada tahun 1860 oleh Wurtz dari
ethylene chlorohydrin dan larutan amonia. Pada abad ke 19 ditemukan metode
baru untuk memperoleh ethandolamine dengan mereaksikan etilen oksida dengan
amonia. Sebelum tahun tahun 1930 ethanolamine belum tersedia secara komersial,
namun berkembang sebagai produk intermediete yang penting setelah tahun 1945
karena adanya produksi etilen oksida secara besar-besaran. Pada akhir abad ke-19
campuran ethanolamine kemudian dipisahkan menjadi komponen mono-, di-, dan
tri-ethanolaminenya. Pemisahan ethanolamine tersebut dimaksudkan untuk
memenuhi permintaan pasar yang beragam akan jenis ethanolamine. Pemisahan
ethanolamine ke dalam bentuk mono-. di-, dan triethanolamine dilakukan dengan
menggunakan distilasi fraktional (Kirk& Othmer, 1991).
Tri-ethanolamine merupakan jenis ethanolamine yang umum digunakan
dalam industri kosmetik dan tekstil. Jenis ethanolamine yang lain seperti mono-
ethanolamine memiliki kegunaan sebagai campuran dalam industri deterjen,
menghilangkan karbon dioksida dan hidrogen sulfida di dalam industri oil dan gas
dan beberapa industri petrokimia, dan juga sebagai bahan baku pembuatan
ethyleneamines. Sedangkan Di-ethanolamine biasa digunakan sebagai absorbent
pada pembuatan deterjen, dan juga sebagai bahan baku pembuatan surfaktan (kent
and riegel, 2007).
Berkembangnya industri dunia menyebakan kebutuhan ethanolamine
dengan kemurnian tinggi semakin meningkat, pada tahun 2012 Indonesia
mengimpor ethanolamine sebanyak 15.000 ton ethanolamine untuk kebutuhan
industri di Indonesia dan mengalami peningkatan sebanyak 20 % setiap tahunya
(BPS, 2015). Besarnya kebutuhan industri Indonesia akan ethanolamine
menyebabkan dibutuhkannya pabrik Ethanolamine yang bisa menyuplai
kebutuhan ethanolamine baik di dalam negeri maupun dunia.

b. Kegunaan produk
Diethanolamine (N(C2H4OH)2) diproduksi secara bersama – sama dengan
monoethanolamine (N(C2H4OH)) dan triethanolamine (N(C2H4OH)3) komposisi
produk sangat bergantung pada kondisi operasi dari proses tersebut.
1. Diethanolamine
Diethanolamine memiliki beberapa manfaat diantaranya :
a. Agricultural Chemical
Diethanolamine digunakan sebagai building block dalam agrochemical
(Glyphosphate). Diethanolamine mulai digunakan dalam agrochemical
pada tahun 1996, sebagai pembentuk bahan intermediet yang
digunakan dalam proses pembuatan glyposphate yaitu Iminodiacetic
Acid (IDA), dengan melalui proses dehidrogenasi diethanolamine
dengan Copper sebagai katalis.
b. Corrosion inhibitor
Diethanolamine merupakan komponen yang terpenting dalam
pencegahan korosi, selain itu juga sebagai pendingin untuk mesin
mobil, dan sebagai zat adiktif dalam oli.
c. Detergents
Dietahanolamine direaksikan dengan fatty acid menghasilkan surfaktan
non-ionik yang digunakan sebagai bahan foam boosting dan dalam
campuran bahan surfaktan lain, yang berguna sebagai cairan pencuci
piring, pembuatan sampo, detergent.
d. Bahan perekat
DEA dan TEA digunakan pada bahan perekat phenol formaldehyde
untuk memperkuat ikatan, stabilitas dalam penyimpanan.
e. Sweetening gas
Sweet gas yaitu gas alam yang tidak mengandung atau relative kecil
mengandung impurities dan gas-gas kontaminan seperti H2S dan CO2.
Sehingga gas alam harus mengalami treatment sebelum digunakan
untuk menghilangkan kontaminan yang terkandung didalamnya.
Kontaminan itu merupakan karbon dioksida dan asam sulfida, dimana
karbondioksida dalam gas bumi dapat menurunkan nilai panas
campuran gas tersebut, karena karbondioksida tidak memiliki
kandungan energi. Selain itu, dengan adanya air, karbondioksida akan
berubah menjadi asam karbonat yang dapat menimbulkan korosi
peralatan. Pada gas bumi dalam jaringan pipa transmisi dan distribusi,
kandungan CO2 dibatasi sekitar 2%. Gas bumi sering kali mengandung
senyawa sulfur yang dapat berbentuk asam sulfida, merkaptan,
carbonil sufida, dan disulfida. Asam sulfida maupun produk
pembakarannya, SO2 dan SO3, merupakan gas beracun. Fluida yang
mengandung air dan asam sulfida dapat membentuk asam sulfat yang
bersifat korosif. Bisa juga terbentuk besi sulfida yang bersifat katodik
terhadap besi dan dapat menyebabkan tingkat korosi yang berat.
Kandungan asam sulfida sebaiknya tidak melebihi 0,25 grain per 100
ft3 gas. Salah satu pelarut yang digunakan dalam menghilangkan
kontaminan tersebut adalah DEA. DEA bereaksi dengan karbon
dioksida dan hidrogen sulfida pada temperatur kamar.
f. Diethanolamine membentuk morpholine dengan cyclization asam
sulfat.
2. Monoethanolamine
MEA digunakan dalam penyerapan gas karbon dioksida, pembuatan
detergen karena dapat memberikan efek pembalikan alkalinitas,
menetralisir asam lemak, sebagai bahan anti berkarat pada besi atau logam,
serta dipakai dalam industri tekstil.
3. Triethanolamine
TEA digunakan dalam campuran tinta serta pada kemurnian yang tinggi
digunakan dalam tinta monograf standar Amerika, industri kosmetik,
pertanian, perawatan logam.

c. Perkiraan Kebutuhan Ethanolamine di Indonesia


Kapasitas ethanolamine di dunia pada tahun 1989 mencapai 692.000 ton,
dan untuk kebutuhan industri. Indonesia melakukan impor terhadap
diethanolamine untuk memenuhi kebutuhan diethanolamine.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik didapatkan bahwa impor
Indonesia mengalami kenaikan sesuai dengan tabel di bawah ini:
Tahun Tahun Ke Jumlah Kebutuhan Impor
2009 1 2.158.226
Indonesia (kg)
2010 2 2.266.480
2011 3 2.361.679
2012 4 2.490.850
2013 5 2.883.159
Tabel 1.1. Jumlah kebutuhan impor indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014.


Berdasarkan grafik di atas didapatkan persamaan Y yang memiliki nilai R
tertinggi, sehingga diperkirakan pada tahun 2020 kebutuhan diethanolamine di
Indonesia sebesar 4009,088 ton. Di Indonesia belum terdapat pabrik yang
memproduksi diethanolamine, sehingga produksi Indonesia tidak ada.
Konsumsi diethanolamine di Indonesia pada sektor industri pupuk,
industri minyak dan industri kosmetik. Pada industri pupuk
diethanolamine digunakan sebagai katalis dalam penyerapan gas CO2, industri
pupuk ini adalah PT. PUSRI dengan jumlah 523,455 ton/tahun, PT. Pupuk
Kujang sebesar 705,6 ton/tahun, PT. Pupuk Kaltim 500 ton/tahun, PT.
Pupuk Iskandar Muda 1.000 ton/tahun. PERTAMINA menggunakan Methyl
Diethanolamine dalam amine treatment dengan kosentrasi 15% maka jumlah
diethanolamine yang digunakan 399,168 ton/tahun. Dalam industri kosmetik
diethanolamine digunakan sebagai surfaktan salah satuya adalah cocamide
diethanolamine, salah satu kosmetik yang menggunakan ini adalah Skin Care
Cosmetic yang digunakan sebagai penghasil busa dalam cleanser pencuci
muka dengan kandungan 5%, sehingga jumlah kebutuhan 120 ton/tahun.
Sehingga total kebutuhan Indonesia terhadap diethanolamine adalah
3.288,208 ton/tahun.
d. Macam-macam proses
Dalam proses produksi etanolamin dapat dibagi dalam beberapa
tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan bahan baku
Bahan baku etilen oksida disimpan dalam tangki penyimpanan
etilen oksida (F-102) yang berbentuk silinder horisontal pada fase cair

dengan suhu 30oC dan tekanan 3 atm. Sebelum masuk reaktor bahan
baku etilen oksida dialirkan dengan menggunakan pompa (L-101)
menuju heat exchanger (E-103) yang berbentuk double pipe untuk

dipanaskan terlebih dahulu menjadi 520C. Karena kondisi operasi


Reaktor (R-101) yang berjenis Plug flow Reaktor (PFR) bekerja pada

suhu (52-55)oC tekanan 3 atm.


Bahan baku amoniak disimpan dalam tangki penyimpanan amoniak
(F- 105) yang berbentuk silinder horisontal pada fase cair dengan suhu

30oC tekanan 12 atm. Sebelum diumpankan reaktor, amoniak dialirkan


dengan pompa (L-104) menuju expansion valve (G-106) untuk
diturunkan tekanannya dari 12 atm ke 3 atm. Kemudian masuk ke dalam
heat exchanger (E-107) yang berbentuk double pipe untuk dipanaskan

terlebih dahulu menjadi 520C. Karena kondisi operasi Reaktor PFR

(R-101) bekerja pada suhu (52-55)oC dengan tekanan 3 atm.

b. Tahap pembentukan dan pemisahan bahan baku dari produk


Setelah masuk dalam reaktor, etilen oksida dan amoniak terjadi reaksi

pada fase gas-gas pada suhu (52-55)oC dan tekanan 3 atm. Reaksi bersifat
eksotermis dan irreversible maka dari itu digunakan jenis reaktor alir pipa

atau plug flow reactor (PFR). Produk keluar reaktor dengan suhu 55oC
dan tekanan 3 atm dan kondisi overall konversi produk mencapai 99%.
Produk keluar reaktor berupa cairan (campuran monoetanolamin,
dietanolamin, trietanolamin, air) dan uap sisa bahan baku bahan baku
(amoniak dan etilen oksida) sisa reaksi dengan suhu 58oC tekanan 3 atm.
Sebelum masuk ke menara distilasi, campuran tersebut akan dipisahkan
antara bahan baku dengan produknya. Setelah campuran keluar dari
reaktor, campuran akan otomatis mengalir terlebih dahulu menuju
expansion valve (G-102) untuk diturunkan tekanannya dari 3 atm
menjadi 1 atm. Kemudian proses selanjutnya menuju stripper (H-
201) untuk dipisahkan antara produk (monoetanolamin,
dietanolamin,trietanolamin) dan bahan baku (amoniak, etilen oksida) sisa
reaksi dalam reaktor dengan bantuan steam. Kondisi operasi stripper

bekerja pada suhu (42-44)0C dan tekanan 1 atm.

c. Tahap pemurnian produk


Dalam reaksi antara etilen oksida dengan amoniak terdapat tiga produk
yaitu monoetanolamin, dietanolamin dan trietanolamin. Untuk
mendapatkan ketiga produk tersebut dengan kemurnian tinggi harus
diadakan pemisahan dari impuritas-impuritasnya. Maka dari itu pemisahan
menggunakan dua menara distilasi. Tahap pertama pemurnian produk
digunakan menara distilasi (D-301) untuk memisahkan produk didasarkan
pada perbedaan titik didih. Monoetanolamin mempunyai titik didih lebih
rendah daripada campuran (dietanolamin,trietanolamin) , sehingga lebih
mudah menguap. Dengan pemberian suhu tertentu maka monoetanolamine
berupa fase uap berada di atas dan campuran (dietanolamine,
trietanolamin) masih pada fase cair berada dibawah. Dengan demikian
maka akan mudah dalam pemisahannya. Monoetanolamin diambil dan
dialirkan dari atas menara distilasi untuk kemudian dilewatkan di cooler
(E-305) untuk menurunkan suhu sebelum disimpan dalam tangki
penyimpanan produk (F-306). Sedangkan produk campuran berupa
dietanolamin dan trietanolamin sebagai hasil bawah karena titik
didihnya lebih tinggi menuju tahap pemurnian produk selanjutnya ke
menara distilasi (D-401) untuk memisahkan antara dietanolamin dan
trietanloamin. Dengan pemberian suhu tertentu maka dietanolamin berupa
fase uap akan keluar melalui atas menara distilasi karena titik
didihnya lebih rendah dari trietanolamin. Dietanolamin diambil dan
dialirkan dari atas menara distilasi untuk kemudian dilewatkan di cooler
(E-405) untuk menurunkan suhu sebelum disimpan dalam tangki
penyimpanan produk (F-406). Sedangkan trietanolamin yang keluar
melalui hasil bawah menara distilasi akan dialirkan menuju cooler (E-40)
sebelum disimpan dalam tangki tangki penyimpanan produk (F-410).
Gambar 1. Diagram Langkah Proses Pembuatan Etanolamin
e. Analisa ekonomi
Modal tetap pabrik ini sebesar Rp 506.955.694.146,46 dan modal kerja
sebesar Rp 338.376.503.617,05. Dari analisis ekonomi terhadap pabrik ini
menunjukkan keuntungan sebelum pajak Rp 224.895.032.206,96 per tahun,
kemudian setelah dipotong pajak 20% keuntungan mencapai Rp.
79.916.025.765,57 per tahun. Percent Return on Investment (ROI) sebelum pajak
44,36% dan setelah pajak 35,49%. Pay Out Time (POT) sebelum pajak 1,84 tahun
dan setelah pajak 2,20 tahun. Break Even Point (BEP) sebesar 40,27%. Shut
Down Point (SDP) sebesar 24,16%. Internal Rate of Return (IRR) terhitung
sebesar 39%.

f. Lokasi Pabrik
Lokasi yang dipilih untuk pendirian pabrik melamin ini adalah daerah
Batuphat, Lhokseumawe. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pada beberapa faktor :
1. Penyediaan bahan baku
Bahan baku pembuatan Ethanolamine adalah Ammonia yang
kebutuhannya didapat dari PT. Pupuk Iskandar Muda yang berada di daerah
Batuphat, Lhokseumawe.
2. Penyediaan bahan bakar dan energi
Daerah Lhokseumawe merupakan kawasan Industri sehingga penyediaan
bahan bakar dan energi dapat dipenuhi dengan baik.
3. Penyediaan Air
Kebutuhan air untuk proses produksi dapat diperoleh dari sumber air
Sungai disebelah PT. PIM.
4. Transportasi
Sarana transportasi darat di daerah Lhokseumawe sangat memadai karena
tersedianya jalan raya. Disamping itu dekat dengan pelabuhan laut untuk
keperluan transportasi laut.
5. Tenaga kerja
Kawasan Lhokseumawe dekat dengan lembaga pendidikan formal
sehingga memiliki potensi tenaga ahli maupun non ahli baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
6. Karakterisasi lokasi
Daerah Lhokseumawe merupakan kawasan industri sehingga untuk
pendirian suatu pabrik akan lebih mudah.
g. Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku dan Produk
a. Sifat fisis dan kimia bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan ethanolamine adalah
ammonia dan etilen oksida. Sifat- sifat fisika dan kimia dari bahan baku tersebut
dapat dilihat sebagai berikut :
A. Amonia sebagai reactant

Sifat – sifat fisika, (Kirk & Othmer, 1967):


• Mempunyai berat molekul = 17,103 g/mol
• Titik didih pada (1 atm, °C) = -33,35 °C
• Titik lebur (1 atm, °C) = -77,70
• Kemurnian = 30 %
• Densitas cair (30°C).(g/cm ) = 0,789
3

• Impuritis (% berat).H2O = max 70%

Sifat Kimia :
• Bahaya Utama : Kaustik, korosif, beracun
• Mengalami reaksi amonisasi, misalnya pada senyawa halogen
NH3 + HX → NH, +X
• Amonia mengalami disosiasi mulai pertama kali pada 400-500 °C, pada
tekanan 1 atm
• Oksidasi pada suhu yang tinggi dari NH3 akan menghasilkan
N2 + H2O

B. Etilen Oksida

Sifat – sifat fisika, (Kirk & Othmer, 1967):


1. Rumus molekul = C2H4O
2. Berat molekul g/gmol = 44,053
3. Titik didih (1 atm, °C) = 10,4
4. Titik leleh = - 83,37 °C
5. Tekanan uap pada 25 °C = 17,8 psia
6. Panas peleburan pada titik leleh = 46,93 kal/gram
7. Kapasitas panas
Cairan pada titik didih = 12,2 kal/(20,01 gram) (°C)
Uap, pada 25 °C = 143 kal/ (20,01 gram) (°C)
8. Panas pembentukan pada 25 °C = - 64,9 kkal/20,01 gram
9. Energi bebas pembentukan pada 25 °C = - 65,0 kkal/20,01 gram
10. Entropi pada 25 °C = 41.5 kal/20,01 gram
11. Viskositas pada 0 °C = 0,26 Cp

Sifat Kimia
 Etilen oksida adalah senyawa yang reaktif. Biasanya, reaksi dimulai dari
terbakamya struktur cincin dan umumnya bersifat eksothermis.
 Suatu ledakan dapat terjadi jika etilen oksida dalam bentuk uap mendapatkan
pemanasan yang berlebihan.
 Dapat mengalami reaksi dekomposisi, adisi, isomerisasi., dan resuksi.

b. Sifat Fisis dan Kimia Produk


Produk yang dihasilkan pada pabrik ini meliputi 3 produk utama, yaitu
MEA, DEA, dan TEA. Adapun sifat - sifat fisik dan kimia dari unsur tersebut
adalah sebagai berikut:
A. Mono-Ethanolamine (MEA)

Sifat – sifat fisika, (Kirk & Othmer, 1991):


1. Rumus molekul = C2H7NO
2. Berat molekul (g/gmol) = 61,84
3. Fase = cair
4. Warna = jernih, tak berwarna
5. Titik didih (1 atm, °C) = 170,6
6. Titik lebur (1 atm, °C) = 10,5
7. Temperatur kritis (°C) = 350
3
8. Volume kritis (ft /lbmol) = 2,2474
9. Tekanan kritis (psia) = 868
3
10. Densitas cair (20 °C) (g/cm ) = 0,939
11. Viskositas (20 °C) (cP) = 13,0
12. Heat of vaporization (kJ/kg) = 581,268 (pada titik didih)
B. Diethanolamine (DEA)

Sifat – sifat fisika, (Kirk & Othmer, 1991):


1. Rumus molekul = C4H11NO2
1. Berat molekul = 105,14
2. Fase = cair
3. Warna = jernih, tidak berwarna
4. Titik didih (1 atm, °C) = 269
5. Titik lebur (1 atm, °C) = 28
6. Temperatur kritis (°C) = 463,45
3
7. Volume kritis (ft /lbmol) = 42,7
3
8. Densitas cair (20 °C)(g/cm ) = 0,883-0,889
9. Viskositas (20 °C)(cP) = 19.7

C. Triethanolamine (TEA)

Sifat – sifat fisika, (Kirk & Othmer, 1991):


1. Rumus molekul = C6H15NO3
2. Berat molekul (g/gmol) = 149,19
3. Fase = cair
4. Warna = jernih, tidak berwarna
5. Titik didih, (1 atm, °C) = 336,1
6. Titik lebur (1 atm, °C) = 21,2
7. Temperatur kritis (°C) = 498.95
8. Volume kritis (ft3/lbmol) = 0,473
9. Tekanan kritis (bar) = 27,0713

h. Flowsheet Etanolamin
i. Kesimpulan dan Saran

Pabrik etanolamin digolongkan pabrik dengan beresiko tinggi dengan


bahan baku yang korosif serta kondisi operasi pada suhu 52 °C dan tekanan 3
atm. Dari analisa pembentukan pabrik ini dapat disimpulkan bahwa proyek
pendirian pabrik cukup menarik untuk dipertimbangkan lebih lanjut karena
memiliki indikator perekonomian yang relatif baik, yaitu:

1. Keuntungan sebelum pajak Rp 224.895.032.206,96 per tahun


Keuntungan sesudah pajak Rp 179.916.025.765,57 per tahun
2. Return on Investmen (ROI) sebelum pajak 44,36%
Return on Investmen (ROI) sesudah pajak 35,49%
ROI sebelum pajak untuk pabrik berisiko tinggi minimal 44% (
Aris & Newton, 1955)
3. Pay Out Time (POT) sebelum pajak 1,84 tahun
Pay Out Time (POT) sesudah pajak 2,20 tahun
POT sebelum pajak untuk pabrik berisiko tinggi maksimal 2
tahun ( Aris & Newton, 1955)
4. Break Even Point (BEP) sebesar 40,27% dan Shut Down
Point (SDP) sebesar 24,16%. BEP untuk pabrik kimia pada
umumnya berkisar antara 40%-60%
5. Internal Rate of Return (IRR) sebesar 39%
IRR yang dapat diterima harus lebih besar dari bunga pinjaman
di bank, suku bunga bank saat ini 10%.

Dari data hasil perhitungan analisis ekonomi di atas dapat


disimpulkan bahwa pabrik etanolamin layak untuk didirikan.
DAFTAR PUSTAKA

Aris, R, S, and Newton, R.D, 1955, “Chemical Engineering Cost Estimation”,


Mc

Graw Book Company, New York.

Badan Pusat Statistik, 2010-2014, “Data impor Etanolamin”,


http://www.bps.go.id (diakses 20 Desember 2016)

Laurence, A. Belfiore,2003,”Transport Phenomena for ChemicalReaction


Design”, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

Yaws, L. Carl, 1998, Chemical Properties Handbook, McGraw-Hill, New York.

Anda mungkin juga menyukai