Anda di halaman 1dari 20

TEORI BELAJAR VYGOTSKY DAN IMPLEMENTASI DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah pengembangan pembelajaran matematika


Dosen Pengampu : Dr. Isnarto, M.Si

Oleh :
1. Pria santosa 0103518087
2. Moh. Syamsudin B 0103518103
3. Inayatuz Zakiati 0103518115
4. Nikmatul kholifah 0103518123

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN


PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,taufik dan hidayah-
Nya kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan makalah tentang“TEORI BELAJAR
VYGOTSKY” untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu. Tidak lupa kami juga
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah memberikan sumbangan baik
materi maupun idenya. Dan harapan kami semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan dan
sumber ilmu bagi para pembaca. Semoga untuk ke depannya kami dapat memperbaiki dan
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, Sehingga masih ada kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 14 November 2018

Penyusun

1 | Teori Vygotsky
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………. i

Daftar Isi …………………………………………………………………………………… ii

BAB I

Latar Belakang …………………………………………………………………………... 1

Rumusan Masalah ………………………………………………………………………. 2

Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………… 2

BAB II

Teori Vygotsky ………………………………………………………………………… 3

Bentuk Penerapan Teori ……………………………………………………………….. 5

Hakikat Pembelajaran Kontruktivisme ………………………………………………… 9

Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik …………………………………………... 10

Rancangan Pembelajaran Kontruktivistik ……………………………………………… 12

Penerapan Teori Belajar Vygotsky dalam Proses Pembelajaran Matematika …………. 14

BAB III

Simpulan ………………………………………………………………………………… 16

Saran …………………………………………………………………………………….. 16

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………….. 17

2 | Teori Vygotsky
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan manusia adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan


sosial dan budaya, yang merupakan suatu proses-proses perkembangan mental seperti
ingatan, perhatian, dan penalaran yang melibatkan pembelajaran dengan menggunakan
temuan-temuan masyarakat. Perkembangan kognitif sosial anak merupakan hal penting
untuk diperhatikan, karena merupakan kawasan yang membutuhkan pemrosesan yang sangat
serius dalam membentuk karakter dalam rangka meningkatkan potensi ingatan dan
penalaran yang lebih baik. Untuk memaksimalkan perkembangan, seharusnya anak bekerja
dengan teman yang lebih terampil (lebih dewasa) yang dapat memimpin secara sistematis
dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.
Lev Vygotsky adalah tokoh pendidikan yang melihat bagaimana pembelajaran itu terjadi
dipandang dari sisi sosial. Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang
dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog
berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah
abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir
abad ke-20.
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-an dan 1930-an.
Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-an. Sejak saat itulah,
tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget.
Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan
dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan
pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran
realitas batinnya sendiri.

1 | Teori Vygotsky
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan teori Vygotsky?
2. Bagaimanakah hakikat pembelajaran kontruktivisme?
3. Apasajakah aspek – aspek dalam pembelajaran kontruktivisme?
4. Bagaimanakah rancangan pembelajaran kontruktivisme?
5. Bagaimanakah penerapan teori belajar Vygotsky dalam proses pembelajaran
matematika?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori Vygotsky.
2. Untuk mengetahui bagaimana hakikat pembelajaran kontruktivisme.
3. Untuk mengetahui apasaja aspek – aspek dalam pembelajaran kontruktivisme.
4. Untuk mengetahui bagaimana rancangan pembelajaran kontruktivisme.
5. Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori belajar Vygotsky dalam proses
pembelajaran matematika.

BAB II
ISI

A. Teori Belajar Vygotsky

2 | Teori Vygotsky
Lev Vygotsky adalah tokoh pendidikan yang melihat bagaimana pembelajaran itu terjadi
dipandang dari sisi sosial. Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang
dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog
berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah
abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir
abad ke-20. Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-an dan
1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-an. Sejak
saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum
Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap
dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan
pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran
realitas batinnya sendiri.
Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang
tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan
bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran
melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem
matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu
berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-
bidang tersebut. Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak
lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan
fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan
memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih
tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih
tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu
berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota
kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman
dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran
batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan
anggota lain dalam kebudayaannya.
Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental
berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-

3 | Teori Vygotsky
keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi
langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi
sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental
anak-anak menjadi matang. Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri
beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh
lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah
mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses
belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses
pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual development dan potensial development
pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu
tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk
orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Menurut teori Vygotsky, Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual
development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat
melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Maksud dari
ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan
perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri,
perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan
perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat
memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks.
Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding merupakan suatu istilah pada
proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui Zone of proximal
developmentnya. Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar
bantuan selama tahap – tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab
yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan
guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk
lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri

4 | Teori Vygotsky
Penerapan Teori Belajar Vygotsky Dalam Interaksi Belajar Mengajar
Penerapan teori belajar Vygotsky dalam interaksi belajar mengajar mungkin dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif
mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak
bekerja dalam Zone of proximal developmnet dan guru menyediakan scaffolding bagi
anak selama melalui ZPD.
2. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga
berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak, kerja kelompok secara
kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak.
3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh
teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak
tertinggal dalam pelajaran. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya
melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan
mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan
scaffolding yang sesuai.

Pembelajaran Kooperatif
Metode Pembelajaran Kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan
pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam
struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja
sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa metode pembelajaran
kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang

5 | Teori Vygotsky
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan, untuk itu harus
diterapkan lima unsur metode pembelajaran kooperatif yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk
menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian
rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain dapat mencapai tujuan mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan.
Pengajar yang efektif dalam metode pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa
dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam metode pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan
untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari
sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan
para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga
merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat
dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan
perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok.


Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif.

6 | Teori Vygotsky
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki
prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat
bahwa metode ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain metode pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-
orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai
latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai
satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan social
Tujuan penting ketiga dari metode pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada
siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial,
penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam
keterampilan sosial.

Peer Tutoring (Tutor Sebaya)


Peer Tutoring atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah tutor sebaya, ada
beberapa ahli ada yang meneliti masalah ini diantaranya, adalah Edward L. Dejnozken dan
David E. Kopel dalam American Education Encyclopedia menyebutkan pengertian tutor

7 | Teori Vygotsky
sebaya adalah sebuah prosedur siswa mengajar siswa lainnya. Tipe pertama adalah pengajar
dan pembelajar dari usia yang sama. Tipe kedua adalah pengajar yang lebih tua usianya dari
pembelajar. Tipe yang lain kadang dimunculkan pertukaran usia pengajar.
Pembelajaran dengan tutor sebaya dilakukan atas dasar bahwa ada sekelompok siswa
yang lebih mudah bertanya, lebih terbuka dengan teman sendiri dibandingkan dengan
gurunya. Dengan adanya tutor sebaya siswa yang kurang aktif menjadi aktf karena tidak
malu lagi untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat secara bebas, sebagaimana
diungkapkan oleh M. Saleh Muntasir bahwa dengan pergaulan antara para tutor dengan
siswa-siswanya mereka dapat mewujudkan apa yang terpendam dalam hatinya, dan
khayalannya. Pembelajaran dengan tutor sebaya tampaknya memudahkan siswa untuk
mengeluarkan pendapat atau pikiran dan kesulitan kepada temannya sendiri ketimbang
kepada guru, siswa lebih sungkan dan malu. Hal tersebut dimungkinkan karena diantara
siswa telah terbentuk bahasa mereka sendiri, tingkah laku, dan juga pertanyaan perasaaan
yang dapat diterima oleh semua siswa.
Jadi, pembelajaran dengan tutor sebaya akan membantu siswa yang kurang mampu atau
kurang cepat menerima pelajaran dari gurunya. Kegiatan tutor sebaya bagi siswa merupakan
kegiatan yang kaya akan pengalaman yang sebenarnya merupakan kebutuhan siswa itu
sendiri. Tutor maupun yang ditutori sama-sama diuntungkan, bagi tutor akan mendapat
pengalaman, sedang yang ditutori akan lebih kreatif dalam menerima pelajaran.
Kelebihan pembelajaran dengan tutor sebaya dapat meminimalisir kesenjangan yang
terjadi antara siswa yang prestasinya rendah dengan siswa yang prestasinya lebih tinggi
dalam suatu kelas. Selanjutnya siswa termotivasi dalam menyelesaikan tugas dan motivasi
itu diharapkan tumbuh dari terciptanya hubungan yang saling menentukan dan
membutuhkan antara guru, siswa yang prestasinya tergolong tinggi dan siswa yang
prestasinya rendah. Dampak semuanya ini, seorang guru dituntut untuk mempersiapkan,
memaksimalkan kemampuannya tanpa harus menjadi informatory (pemberi informasi) saja
tetapi guru juga berfungsi sebagai mediator, komunikator, dan fasilitator sehingga guru
mampu memberikan tugas yang sesuai dengan tingkat kematangan siswa yang pada
akhirnya dapat memotivasi siswa dalam peningkatan prestasi belajar.

B. Hakikat Pembelajaran Kontruktivisme

8 | Teori Vygotsky
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang siswa yang aktif
menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan
bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif
akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh
siswa itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan
tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi
secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran,
siswa yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang
lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar
siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu
mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa sehingga belajar lebih
diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan
pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi
dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
1. mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan.
2. mengutamakan proses,
3. menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social,
4. pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman
Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky (Karpov &
Bransford, 1995), yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang
menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran betbasis kegiatan, dan penemuan.
Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya telah memegang suatu peran penting.
Salah satu diantaranya adalah penekanannya pada hakekat sosial dari pembelajaran. Ia
mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman
sebaya yang lebih mampu. Pada proyek kooperatif, siswa dihadapkan pada proses berfikir
teman sebaya mereka: metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh
siswa, tetapi juga membuat proses berfikir siswa lain terbuka untuk seluruh siswa. Vygotsky

9 | Teori Vygotsky
memperhatikan bahwa pemecahan masalah yang berhasil berbicara kepada diri mereka
sendiri tentang langkah-Iangkah pemecahan masalah yang sulit. Dalam kelompok
kooperatif, siswa lain dapat mendengarkan pembicaraan dalam hati ini yang diucapkan
dengan keras oleh pemecah masalah dan belajar bagaimana jalan pikiran atau pendekatan
yang dipakai pemecah masalah yang berhasil ini.

C. Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik

Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi


(adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan
makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut diadaptasi terhadap
lingkungan yang dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
1. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu
dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian
orang itu berkembang.
2. Akomodasi,
dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk
membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap
lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat

10 | Teori Vygotsky
ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang
akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan
proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang
(disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada
pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Tingkatan pengetahuan atau
pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding,
berarti memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap
awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan
kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah
mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan
siswa dapat mandiri. Vigotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam
upayanya memecahkan permasalahan, yaitu
1. siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
2. siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
3. siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya
mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang
yang lebih tinggi menjadi optimum. Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa
pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat
disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi
intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan
pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri
internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada
penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Terdapat dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vigotsky adalah:
1. mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses
pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan
pengetahuan,

11 | Teori Vygotsky
2. Zona of Proximal Development (ZPD) Pembelajar sebagai mediator memiliki peran
mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan,
pengertian dan kompetensi.
Dalam interaksi sosial dikelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar siswa dalam
memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai memberi bantuan kepada siswa yang
mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara memecahkan masalah tersebut, maka
terjadi scaffolding, siswa yang mengalami kesulitan tersebut terbantu oleh teman yang lebih
pandai. Ketika guru membantu secukupnya kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajarnya, maka terjadi scaffolding. Konsep ZPD Vigotsky berdasar pada ide bahwa
perkembangan pengetahuan siswa ditentukan oleh keduanya yaitu apa yang dapat dilakukan
oleh siswa sendiri dan apa yang dilakukan oleh siswa ketika mendapat bantuan orang yang
lebih dewasa atau teman sebaya yang berkompeten (Daniels dan Wertsch dalam Slavin
2000: 47)

D. Rancangan Pembelajaran Kontruktivistik


Berdasarkan teori Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat
dirancang/didesain dalam model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:
1. Identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi.
Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya
dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi
yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal,
interview
2. Penyusunan program pembelajaran.
Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
3. Orientasi dan elicitasi
situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada
awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan
dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak
mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya
seharihari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi
gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama.

12 | Teori Vygotsky
Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir
dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri
untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan
terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.
4. Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi
yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang
telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat
kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
5. Resrtukturisasi ide, berupa:
a. tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang
kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk
meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya
itu.
b. konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan
mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan
melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami
konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka
didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan
sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan
ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru
yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator.
c. membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri
bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan
bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
6. Aplikasi.
Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju
konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut
dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia
menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara
eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
7. Review

13 | Teori Vygotsky
Dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung
dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi
terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali
bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten
tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan
bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.

E. Penerapan Teori Belajar Vygotsky dalam Proses Pembelajaran Matematika


Teori Vygotsky mengenai peranan interaksi sosial dan daerah perkembangan terdekat
(zone of proximum development) mempunyai beberapa implikasi terhadap pembelajaran
Matematika. Pembelajaran Matematika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan-
kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif siswa dalam bermatematika (doing
mathematics). Oleh karena itu landasan sosial bagi pembelajaran Matematika merupakan
suatu keharusan.
Implikasi teori Vygotsky ini diperkuat dengan posisi filsafat konstruktivisme sosial yang
berkeyakinan bahwa pengetahuan Matematika suatu bentukan (konstruksi) secara sosial
(Ernest, 1991:42). Jadi pentingnya interaksi sosial dalam pembelajaran Matematika
merupakan imperatif dari dua arah: dari segi psikologis siswa yang belajar dan dari segi
bahan Matematika yang dipelajari. Mengingat proses belajar mula-mula berlangsung pada
taraf sosial, maka proses pembelajaran Matematika di kelas hendaknya bersifat interaktif,
baik antara siswa dan guru maupun antar siswa. Interaksi ini mengarah sampai kepada
terjadinya intersubjektivitas, yakni kecocokan di kedua belah pihak yang memungkinkan
keduanya mampu mengerti, memeriksa, bernegosiasi, dan saling memanfaatkan sudut
pandang pihak lain.
Di samping kegiatan interaktif, guru Matematika di kelas perlu juga menyediakan
kesempatan secukupnya bagi siswa untuk mengalami internalisasi. Agar tersedia kesempatan
untuk internalisasi pada diri siswa, guru tidak boleh tergesa-gesa dalam memfasilitasi
kegiatan pembelajaran dan perlu memberikan jeda waktu di sela-sela kesatuankesatuan
kegiatan di kelas. Selain itu guru disarankan untuk:
a. Peka terhadap pengetahuan yang mungkin diberikan siswa dalam situasi belajar.
b. Mengusahakan pemecahan masalah interaktif sebagai panduan bagi belajar siswa.

14 | Teori Vygotsky
c. Menyajikan beberapa masalah yang menantang.
d. Mendorong, menggali, dan menerima penyelesaian dan strategi yang berbeda.
e. Mengusahakan agar siswa menerangkan dan memberikan alasan bagi pendapat mereka
(Jones & Thornton, 1993:19).
Interaksi sosial dalam pembelajaran Matematika jangan hanya dibatasi dalam bentuk
kegiatan interaktif di kelas, tetapi juga mencakup interaksi siswa dengan konteks sosial
budaya yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran Matematika di kelas
perlu menghadirkan masalah-masalah kontekstual tersebut, karena kegiatan yang melibatkan
masalah-masalah ini menjadi bermakna secara sosial bagi siswa. Bahkan dalam pendekatan
pendidikan Matematika realistik, masalah kontekstual semacam itu dijadikan titik pangkal
(starting point) bagi proses pembelajaran Matematika.

BAB III
PENUTUP

15 | Teori Vygotsky
A. Simpulan
1. Teori belajar Vygotsky memberi penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran.
Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau
belajar dalam zone of proximal development. Zone of proximal developmnet merupakan
celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah
seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang
anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman
sebaya.
2. Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding
yaitu memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal
pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada
anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu
melakukannya sendiri.
3. Metode Pembelajaran Kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan
pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam
struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
4. Pembelajaran dengan tutor sebaya adalah sebuah prosedur siswa mengajar siswa lainnya.
Pembelajaran dengan tutor sebaya dilakukan atas dasar bahwa ada sekelompok siswa
yang lebih mudah bertanya, lebih terbuka dengan teman sendiri dibandingkan dengan
gurunya.
B. Saran
Guru memang harusnya mengerti bagaimana kondisi secara keseluruhan dari peserta
didiknya. Mulai dari kondisi kemampuan berpikir, kebiasaan, lingkungan dan juga interaksi
social dalam keseharian. Guru harus mampu mengembangkan setiap apa saja yang dapat
dikembangkan dalam diri peserta didik. Sehingga penting bagi seorang guru dalam
memahami dan mempelajari segala ilmu yang dapat digunakan untuk mendidik generasi
penerus bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

http://209.85.175.104/search?
q=cache:7gu3mjv7a8J:www.gerejatoraja.com/downloads/MODEL_PEMBELAJARAN_K

16 | Teori Vygotsky
ONSTRUKTIVISTIK.doc+Vygotsky&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl=id Download tanggal 01
Juni 2008

http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/ Download tanggal 01 Juni 2008 Clark, D. 2000.


Constructivism.

http://www.nwlink.com/~donclark/history/history.html. Download tanggal 30 Mei 2010

Marcy P Driscoll, (2000) Psychology of Learning For instruction, Second edition Florida State
University Nur, Mohamad dan Wikandari, P. Retno. 2004. Pengajaran Berpusat kepada
Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. UNESA, PSMS. Oahar, Ratna
Willis. (1988). Konstruktivisma dalam Mengajar dan Belajar (Makalah)

Ormrod, Jeanne Ellis. 1995. Educational Psychology Principles and Aplications, New Jersey,
Prentice Hall.

Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology-Theory and Practice. Fourth Edition. Boston,
Allyn and Bacon.

Supamo, Paul 2006, Filsafat Konstruktivisme dam Pendidikan. Yogyakarta,

Vygotsky’s Educational Theory in Cultural Context, Cambridge Universty press, 2003


https://www.karyaku.web.id/2015/01/pembelajaran-matematika-berdasarkan_28.html

17 | Teori Vygotsky

Anda mungkin juga menyukai