Anda di halaman 1dari 31

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar


Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri
A. Konsep Dasar Nyeri
Menurut Long (1996) dalam Asmadi (2008), nyeri adalah perasaan yang tidak
nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.
Menurut Prasetyo (2010) konsep atau nilai yang berkaitan dengan nyeri
meliputi :
1. Nyeri hanya dapat dirasakan dan digambarkan secara akurat oleh individu
yang mengalami nyeri tersebut.
2. Apabila pasien mengatakan bahwa dia nyeri, maka dia benar merasakan
nyeri walaupun anda tidak menemukan kerusakan pada tubuhnya.
3. Nyeri mencakup dimensi psikis, emosional, kognitif, sosiokultural dan
spiritual.
4. Nyeri sebagai peringatan adanya ancaman yang bersifat aktual maupun
potensial.

B. Fisiologi Nyeri
Menurut Mubarak (2007) sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer
yang khusus bertugas mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi
sentuhan panas, dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan
sensasi nyeri disebut resiseptor. Menurut Tamsuri (2006) reseptor nyeri
(nosiseptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri.
Organ tubuh yang berperan dalam reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Berdasarkan letaknya nosisepter dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian
tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan didaerah
viseral. Didalam tubuh manusia terdapat dua macam tansmiter impuls nyeri yang
berfungsi untuk menghantarkan sensasi nyeri dan sensasi yang lain seperti dingin,
hangat, sentuhan, dan sebagainya.
Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus saraf
yang terdiri dari dua yaitu neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter
mengirimkan impuls-impuls elektrik melewati rongga sinaps antara dua serabut
saraf, dan dapat bersifat sebagai penghambat atas dapat pula mengeksitasi.
Sedangkan neuromodulator bekerja secara tidak langsung dengan meningkatkan
atau menurunkan efek partikuler neurotransmiter (Tamsuri, 2006).

C. Klasifkasi nyeri
Menurut Prasetyo (2010), nyeri diklasifikasikan berdasarkan jenis nyeri yaitu:
1. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan
sampai berat) dan berlangsung dengan waktu yang singkat. Fungsi nyeri
akut adalah untuk memberi peringatan akan cidera atau penyakit yang akan
datang. Nyeri akut biasanya menghilang dengan atau tanpa pengobatan
setelah area yang rusak pulih kembali. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang
dari 6 bulan), biasanya akibat dari trauma, bedah, atau inflamasi. Contonya
seperti sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri otot, nyeri
saat melahirkan, nyeri sesudah tindakan pembedahan (Prasetyo, 2010).
2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari nyeri akut (lebih dari 6 bulan),
dengan intensitas bervariasi yaitu ringan sampai berat, penderita kanker
maligna biasanya akan merasakan nyeri kronis terus menerus dan
berlangsung sampai kematian. Nyeri kronis dibedakan dalam dua
kelompok besar yaitu nyeri kronis maligna dan nyeri kronis non maligna.
Menurut Tamsuri (2006), nyeri diklasifikasikan berdasarkan lokasi nyeri yaitu:
1. Nyeri kutaneus (superficial)
Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi, luka
bakar. Memiliki durasi yang pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi
yang tajam.
2. Nyeri somatis dalam (deep somatic pain)
Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta struktur penyokong lainnya,
bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya peregangan dan iskemia.
3. Nyeri viseral
Disebabkan oleh kerusakan organ internal, nyeri bersifat difus (singkat)
dan durasi cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya tumpul.

4. Nyeri sebar (radiasi)


Sensasi nyeri meluas dari daerah asal kejaringan sekitar. Nyeri biasanya
dirasakan saat berjalan/bergerak, bersifat intermiten atau konstan.
5. Nyeri fantom
Nyeri khusus yang dirasakan oleh pasien yang mengalami amputasi. Nyeri
dipersepsi berada pada organ yang telah diamputasi seolah-olah organnya
masih ada.
6. Nyeri alih (reffered pain)
Timbul akibat nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga
dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.

D. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Prasetyo (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
diantaranya:
Usia, merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada
individu. Pada lansia seorang perawat melakuan pengkajian lebih rinci ketika
lansia melaporkan adanya nyeri. Anak kecil yang belum dapat berbicara juga
belum dapat mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada
orang tuanya. Jenis kelamin, secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam
berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa laki-
laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan
dalam situasi yang sama ketika nyeri terjadi.
Makna nyeri, makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri
dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita yang merasakan
nyeri saat bersalin akan mempersiapkan nyeri secara berbeda dengan wanita
lainnya yang nyeri karena dipukul oleh suaminya. Lokasi dan tingkat keparahan
nyeri, nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada
masing-masing orang. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau
bisa menjadi nyeri yang berat. Kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing
individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul
berdenyut, terbakar dan lain-lain, sebagai contoh individu yang tertusuk jarum
akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena luka bakar.
Perhatian, tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi
persepsi nyeri, perhatian yang meningkat pada nyeri akan meningkatkan respon
nyeri, upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan pengalihan respon nyeri.
Konsep ini yang mendasari bermacam terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti
relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase. Ansietas
(kecemasan), hubungan nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang
dirasakan sering kali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri dapat
menimbulkan ansietas, contoh seseorang yang terkena kanker kronis merasa takut
dengan penyakitnya, itu akan meningkatkan persepsi nyerinya. Keletihan,
keletihan/ kelelahan akan meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan koping
individu.
Pengalaman sebelumnya, setiap orang akan belajar dari pengalaman nyeri,
tetapi pengalaman tersebut tidak membuat individu mudah dalam menghadapi
nyeri pada masa yang akan datang. Dukungan keluarga dan sosial, individu yang
mengalami nyeri sering kali membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari
keluarga atau teman terdekat. Walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien,
kehadiran orang terdekat akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan.
Menurut Mubarak (2007), latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor
yang memengaruhi reaksi dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh, individu dari
budaya tertentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan
dari budaya lain justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin
merepotkan orang lain.
E. Skala Pengukuran Nyeri / Itensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh
indvidu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
(Tamsuri, 2006)
a. Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS)
Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian. Pasien menilai nyeri
dengan skala 0 sampai 10, angka 0 diartikan tidak merasa nyeri, angka 10
diartikan nyeri yang paling berat yang pernah dirasakan (Prasetyo, 2010).

b. Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS)


Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menurus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.
Skala ini memberi kebebasan pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat
keparahan nyeri yang ia rasakan. Skala analog visual merupakan pengukur
keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi
setiap titik pada rankaian, dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu
angka (Prasetyo, 2010).

Tidak ada nyeri Nyeri paling


hebat

2.1.1 Pengkajian
Pengkajan nyeri yang faktual/terkini, lengkap, dan akurat akan memudahkan
perawat dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnosa, merencanakan
terapi pengobatan, dan memudahkan dalam mengevaluasi. Terdapat beberapa
komponen yang harus diperhatikan seoang perawat dalam memulai pengkajian
respon nyeri (Prasetyo, 2010).
Dorvan & Girton (1984) dalam Prasetyo (2010) mengidentifikasi komponen
tersebut diantaranya penentuan ada tidaknya nyeri, dalam melakukan pengkajian
nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri,
walaupun pada saat observasi perawat tidak menemukan luka atau cidera. Setiap
nyeri yang dilaporkan pasien adalah nyata, tetapi ada sebagian pasien
menyembunyikan nyerinya untuk menghindari pengobatan.

Menurut Prasetyo (2010), karakteristik nyeri dibagi dalam beberapa metode P, Q,


R, S, T, yaitu:
• Faktor Pencetus (P: provocate), perawat mengkaji tentang penyebab atau
stimulasi nyeri pada pasien. Perawat melakukan observasi dibagian tubuh yang
mengalami cidera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka
perawat dapat mengeksplorasikan perasaan pasien dengan menanyakan
perasaan apa yang dapat mencetus nyeri.
• Kualitas (Q: quality), kualitas nyeri adalah hal yang subjektif yang
diungkapkan pasien, pasien sering mendeskripsikan nyeri dengan kalimat:
berdenyut, tajam, tumpul, bepindah-pindah, perih, seperti tertindih, tertusuk.
Tiap-tiap pasien berbeda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
• Lokasi (R: region), mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pada pasien
untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan nyeri oleh pasien.
Untuk melokalisi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta pasien
untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, apabila nyeri bersifat
difus (menyebar) maka kemungkinan akan sulit untuk dilacak.
• Keparahan (S: severe), tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan
karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini pasien disuruh
menggambarkan nyeri yang dirasakannya sebagai nyeri ringan, sedang, berat.
Kesulitannya adalah makna dari setiap istilah berbeda bagi perawat dan pasien,
tidak ada batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang, berat.
Ini juga disebabkan karena pengalaman nyeri setiap orang berbeda-beda.
• Durasi (T: time), perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan durasi,
awitan, dan rangkaian nyeri, misalnya menanyakan “kapan nyeri mulai
dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “apakah nyeri yang
dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “seberapa sering nyeri
kambuh?”.
• Faktor yang memperberat/meringankan nyeri. Perawat perlu mengkaji faktor
yang memperberat keadaan pasien, misalnya peningkatan aktifitas, perubahan
suhu, stres dan lainnya.
Menurut Tamsuri (2006), pengkajian fisiologis dan perilaku terhadap nyeri
terkadang sulit dilakukan. Indikasi fisiologis dan perilaku tentang nyeri minimal
bahkan tidak ada. Perubahan fisiologis involunter dianggap lebih akurat sebagai
indikator nyeri dibandingkan laporan verbal pasien.
Tabel perbedaan respon fisiologis akut dan kronis (Tamsuri, 2006).
Nyeri Akut Nyeri Kronis

 Intensitas ringan sampai berat  Intensitas ringan sampai berat


 Respon saraf simpatis:  Respon saraf parasimpatis:
• Peningkatan nadi • Tanda vital normal
• Peningkatan denyut jantung • Kulit kering dan hangat
• Peningkatan tekanan darah • Pupil normal atau berdilatasi
• Diaforesis
• Dilatasi pupil
 Nyeri berhubungan dengan  Nyeri timbul terus menerus hingga
kerusakan jaringan atau proses sembuh
penyembuhan  Pasien tampak depresi dan menarik
 Pasien tampak cemas dan lemas diri
 Menyatakan nyeri  Tidak menyatakan nyeri kecuali
 Muncul perilaku nyeri seperti: ditananya
menangis, memegangi daerah yang  Perilaku nyeri tidak ada
sakit, mengusap daerah yang sakit

2.1.2 Analisa Data


Menurut Potter dan Perry (2005) dalam Prasetyo (2010), penegakan diagnosa
keperawatan yang akurat untuk pasien yang mengalami nyeri dilakukn
berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang cermat. Terdapat dua diagnosa
keperawatan utama yang dapat digunakan untuk menggambarkan nyeri yaitu nyeri
akut dan nyeri kronis.
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien berupa suatu
ungkapan terhadap situasi atau kejadian yang dialami pasien tersebut. Informsi
tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat. Data objektif adalah data yang dapat
diobservasi dan diukur, diperoleh dengan menggunakan panca indra selama
pemeriksaan fisik misalnya frekunensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat
badan, tinggi badan, suhu, tingkat kesadaran (Prasetyo, 2010).
Tabel contoh analisa data berdasarkan Nanda, Nic, dan Noc (Wilkinson,
2011)
Data Masalah Keperawatan Diagnosa
Kepeawatan

Data Subjektif: Nyeri akut Nyeri akut


Mengungkapkan secara verbal berhubungan dengan
atau melaporkan nyeri dengan luka post operasi
isyarat

Data objektif
- Posisi untuk menghindari nyeri
- Perubahan tonus otot (rentang
dari lemas tidak bertenanga
sampai kaku)
- Respon autonomik (diaforesisi,
perubahan tekanan darah,
pernafasan, nadi, dilatasi
pupil)
- Perilaku distraksi (melakuan
aktifitas lain)
- Perilaku ekspresif (gelisah,
merintih, menangis, menghela
nafas panjang)
- Wajah topeng (nyeri)
2.1.3 Rumusan Masalah
Contoh diagnosa keperawatan Nanda untuk Nyeri (Potter & Perry, 2005).
Ansietas yang berhubungan dengan:
- Nyeri yang tidak hilang
Nyeri yang berhubungan dengan:
- Cedera fisik atau trauma
- Penurunan suplai darah ke jantung
- Proses melahirkan normal
Nyeri kronik yang berhubungan dengan:
- Jaringan parut
- Kontrol nyeri yang tidak adekuat
Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan:
- Nyeri maligna kronis
Ketidakefektipan koping individu berhubungan dengan:
- Nyeri muskuloskeletal
- Nyeri insisi
Risiko cidera berhubungan dengan:
- Penurunan resepsi nyeri
Difisit perawatan diri berhubungan dengan:
- Nyeri muskuloskeletal
Disfungsi seksual berhubungan dengan:
- Nyeri artritis panggul
Gangguan pola tidur berhubungan dengan:
- Nyeri punggung bagian bawah

2.1.4 Perencanaan
Menurut Potter dan Perry (2005) untuk setiap diaknosa yang telah
teridentifikasi, perawat menegembangkan rencana keperawatn untuk kebutuhan
pasien. Perawat dan pasien bersama-sama mendiskusikan tentang harapan dan
tindakan untuk mengatasi nyeri. Apabila perawat memberi asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami nyeri, maka tujuan berorientasi pada pasien yang
mencakup hal-hal berikut:
1. Pasien mengatakan merasa sehat dan nyaman
2. Pasien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
3. Pasien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
4. Paisen menjelaskan faktor-faktor penyebab ia merasa nyeri
5. Pasien menggunakan terapi yang diberikan dirumah dengan aman
Sedangkan menurut Tamsuri (2006), perencanaan asuhan keperawatan pada nyeri
akut meliputi:
1. Tujuan: nyeri berkurang/teratasi
2. Kriteria hasil:
- pasien mengatakan kenyamanan menjadi lebih baik
- gejala yang berhubungan dengan nyeri berkurang/hilang
- pasien memperagakan usaha untuk mengurangi nyeri, menguraikan
obat yang digunakan
- pasien menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan
tindakan penurunan rasa nyaman

Menurut Tamsuri (2006) dan Wilkinson (2011) dalam buku Nic dan Noc,
intervensi yang dapat dilakukan yaitu:
Wilkinson (2011)
Intervensi Rasional
- Lakukan pengkajian nyeri yang - Untuk mengetahui sejauh mana
komprehensif meliputi lokasi, nyeri terjadi
karakteristik, durasi, keparahan nyeri
- Minta pasien untuk menilai nyeri - Mengetahui tingkat skala nyeri
atau ketidakmampuan pada skala 0- pasien
10
- Bantu pasien mengidentifikasi - Untuk mengetahui tindakan yang
tindakan kenyamanan yang efektif nyaman dilakukan bila nyeri muncul
dimasa lalu, seperti distraksi,
relaksasi, kompres hangat
- Bantu pasien untuk lebih berfokus
pada aktifitas, bukan pada nyeri dan - Untuk mengalihkan rasa nyeri yang
rasa tidak nyaman dengan dialami pasien agar pasien lupa akan
melakukan pengalihan melalui nyerinya dengan melakukan
televisi, radio, tape, dan interaksi aktifitas
dengan pengunjung
- Gunakan pendekatan yang positif
untuk mengoptimalkan respon - Agar pasien tahu manfaat obat yang
pasien terhadap analgesik misalnya, diberikan kepadanya sehingga nyeri
“obat ini akan mengurangi rasa nyeri berkurang
anda”.
- Intruksikan pasien untuk - Agar perawat lebih mengetahui
menginformasikan kepada perawat nyeri yang dialami pasien ketika
jika peredaan nyeri tidak dapat nyeri tidak dapat diatasi
dicapai - Memberikan rasa nyaman
- Lakukan perubahan posisi nyaman,
ganti linen tempat tidur bila
diperlukan

Rasional
Tamsuri (2006) - Dapat menggunakan skala 0-10
Intervensi - Pengatahuan yang memadai
- Kaji derajat nyeri memberi orientasi tentang penyakit
- Jelaskan penyebab nyeri, berapa yang lebih baik
lama nyeri akan berlangsung - Ketakutan dapat menjadi faktor
yang meningkatkan sensasi nyeri
- Berikan informasi yang akurat untuk
mengurangi rasa takut - Tindakan nyeri noninvasif antara
lain relaksasi, stimulasi kutan,
- Ajarkan tindakan penururnan nyeri distraksi
noninvasif
- Mengurangi nyeri
- Berikan analgetik

Untuk menetapkan rencana perawatan yang efektif, maka perawat membina


hubungan yang terapeutik dengan pasien dan memberi penyuluhan nyeri kepada
pasien (Potter & Perry, 2005).
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
PROGRAM DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN USU
2.2.1 Pengkajian
BIODATA

IDENTITIAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 41 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Kapten Sumarsono Karya II, Gang. Swadaya
No. 24A
Tanggal Masuk RS : Minggu, 31 Mei 2014
No. Register : 04.02.01201400036CI.001
Ruangan / kamar : Ruang VII dan VIII / Melati III
Golongan darah :A
Tanggal pengkajian : Selasa, 3 Juni 2014
Tanggal operasi : Senin, 2 Juni 2014
Diagnosa Medis : Prostatitis post Dj Stent

I. KELUHAN UTAMA

Pasien mengatakan setelah pelepasan alat dj stent, nyeri dirasakan dibagian luka
operasi di dekat pangkal paha, di perut bawah sebelah kiri, nyeri timbul ketika
merubah posisi, terkadang nyeri terasa di pinggang, saat buang air kecil juga nyeri
masih terasa, tetapi pola buang air kecil sudah normal.
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provocativ/palliative
1. Apa penyebabnya
Pasien mengatakan nyeri muncul ketika merubah posisi dan ketika
buang air kecil, terkadang nyeri muncul tidak diketahui apa
penyebabnya.
2. Hal-hal yang memperbaiki
Pasien mengatakan jika nyeri pada saat buang air kecil dia merubah
posisi buang air kecil berdiri menjadi duduk, dan nyeri akibat luka
insisi dia hanya beristirahat.

B. Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan
Pasien mengatakan nyeri dihipokondria sinistra kuadran 3, nyeri
disekitar penis saat buang air kecil.
2. Bagaimana dilihat
Ketika nyeri muncul terlihat meringis.

C. Region
1. Dimana lokasinya
Pasien mengatakan nyeri terkadang panas disekitar luka operasi
dibagian hipokondria sinistra kuadran 3, nyeri juga terasa disekitar
penis.
2. Apakah menyebar
Hanya menyebar dibagian pinggang.

D. Severity
Pasien mengatakan nyeri mengganggu, karena tidak biasa beraktifitas
seperti biasa.
E. Time
Saat ingin melakukan perubahan posisi dan saat buang air kecil.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


A. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang serius
sebelumnya, hanya demam atau flu biasa.
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Pasien mengatakan jika demam ia meminum air hangat dan
mengkonsumsi obat yang dibeli di apotek, jika 3 hari tidak sembuh
barulah pasien berobat kebidan dekat rumahnya.
C. Pernah dirawat/dioperasi
Pasien belum pernah dirawat atau dioperasi sebelumnya, ketika terkena
penyakit prostatitis inilah pasien dirawat dan dioperasi.
D. Lama dirawat
Tidak ada.
E. Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi.
F. Imunisasi
Tidak lengkap.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


A. Orang tua
Orang tua tidak memiliki riwayat penyakit seperti pasien dan riwayat
penyakit keturunan.
B. Saudara kandung
Pasien mengatakan anak pertama (kakak) meninggal karena penyakit
typus, anak ketiga dan keenam (abang dan adik) meninggal karena
demam tinggi, anak ketujuh (adik) mengalami kebutaan sejak SMA.

C. Penyakit keturunan yang ada


Pasien mengatakan tidak ada penyakit keturunan dari kelurga.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tidak ada yang mengalami gangguan jiwa dalam keluarga.
E. Anggota keluarga yang meninggal
Pasien mengatakan ada tiga orang anggota keluarga yang telah
meninggal yaitu kakak, abang, dan adik.
F. Penyebab meninggal
Pasien mengatakan kakaknya meninggal karena penyakit typus, abang
dan adiknya meninggal karena demam tinggi.

VI. RIWAYAT OBSTETRIK


Tidak ada pemeriksaan.
VII. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL
A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang agar bisa kembali
berkumpul dengan keluarganya.
B. Konsep Diri
- Gambaran diri
pasien mengatakan tidak merasa malu akan penyakitnya.
- Ideal diri
pasien mengatakan ingin cepat sembuh.
- Harga diri
pasien mengatakan yakin akan kesembuhannya.
- Peran diri
pasien mengatakan ia adalah tulang punggung bagi anak dan
istrinya.
- Identitas
pasien mengatakan ia adalah seorang ayah dan kepala keluarga.
C. Keadaan emosi
Stabil, ketika berbicara kooperatif.
D. Hubungan sosial
- Orang yang berarti
Keluarga dan orang tua.
- Hubungan dengan keluarga
Hubungan dengan keluarga terjalin dengan harmonis.
- Hubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan hubungan dengan tetangga atau orang yang ada
disekitarnya terjalin baik.
- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tidak ada.
E. Spiritual
- Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan dia seorang muslim dan percaya dengan adanya
Allah SWT.
- Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan dia ikut pengajian yang ada didaerah tempat
tinggalnya, sering adzan dimesjid dan shalat 5 waktu.

VIII. STATUS MENTAL


• Tingkat kesadaran : Compos mentis
• Penampilan : Rapi
• Pembicaraan : Kooperatif
• Alam perasaan : Sadar
• Afek : Stabil
• Interaksi selama wawancara : Kooperatif
• Persepsi : Normal
• Proses fikir : Normal
• Isi fikir : Normal
• Waham : Tidak ada waham
• Memori : Normal

IX. PEMERIKSAAN FISIK


Pengkajian dilakukan pada tanggal: Selasa, 3 Juni 2014
A. Keadaan umum
Pasien terlihat lemah, meringis ketika menahan nyeri, gelisah.
B. Tanda-tanda vital
- Suhu tubuh : 370C
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 80 x/i
- Pernafasan : 22 x/i
- Skala nyeri :6
- TB : 166 cm
- BB : 65 kg
C. Pemeriksaan head to toe
Kepala dan rambut
- Bentuk : bulat, simetris, tidak ada masa
- Ubun-ubun : tertutup dan keras
- Kulit kepala : bersih

Rambut
- Penyebaran dan keadaan rambut : penyebaran rambut rata dan
bersih
- Bau : tidak ada
- Warna kulit : coklat atau sawo matang

Wajah
- Warna kulit : Sawo matang
- Struktur wajah : Bulat, tidak ada edema

Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan
Mata lengkap, simetris kanan dan kiri
- Palpebra
Tidak ada tanda peradangan

- Konjungtiva dan sklera


Normal, konjungtiva tidak enemis, skelera tidak ikterus, tidak ada
tanda pembengkakan
- Pupil
Pupil isokor
- Cornea dan iris
Normal, tidak ada peradangan dan pengapuran
- Visus
Tidak menggunakan alat bantu seperti kaca mata
- Tekanan bola mata
Tidak dilakukan pemeriksaan

Hidung
- Tulang hidung dan posisi septum nasi
Normal, simetris
- Lubang hidung
Simetris kanan dan kiri
- Cuping hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung

Telinga
- Bentuk telinga
Simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan
- Ukuran telinga
Normal, simetris kanan dan kiri
- Lubang telinga
Normal, bersih tidak ada kotoran telinga
- Ketajaman pendengaran
Baik

Mulut dan faring

- Keadaan bibir
Mukosa normal
- Keadaan gusi dan gigi
Baik
- Keadaan lidah
Bersih
- Orofaring
Tidak dilakukan pemeriksaan, karena pasien dapat menelan

Leher
- Posisi trachea : Normal, tidak ada masa
- Thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
- Suara : Normal, jelas
- Kelenjar limfe : Normal, tidak ditemukan adanya
pembesaran
- Vena jugularis : Tidak dilakuan pemeriksaan
- Denyut nadi karotis : Normal, denyut teraba

Pemeriksaan integumen
- Kebersihan : Bersih
- Kehangatan : Normal
- Warna : Sawo matang
- Turgor : Kembali <3 detik
- Kelembaban : Normal, kulit tampak lembab, tidak ada lesi
kulit
- Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan pada kulit

Pemeriksaan payudara dan ketiak


- Ukuran dan bentuk
Tidak dilakukan pemeriksaan
- Warna payudara dan areola
- Tidak dilakukan pemeriksaan
- Kondisi payudara dan putting
Normal, Bulat
- Produksi ASI
Tidak memproduksi ASI karena laki-laki
- Aksilla dan clavicula
Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan thoraks/dada
- Inspeksi thoraks (normal, burel chest, funnel chest, pigeon chest,
flail chest, kifos koliasis)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- Pernafasan (frekuensi, irama)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- Tanda kesulitan bernafas
Tidak ada, karena tidak menggunakan otot bantu pernafasan dan
pernafasan cuping hidung tidak ada

Pemeriksaan paru
- Palpasi getaran suara
Tidak dilakukan pemeriksaan
- Perkusi
Tidak dilakukan pemeriksaan
- Auskultasi (suara nafas, suara ucapan, suara tambahan)
Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan jantung
- Inspeksi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi (bentuk, benjolan):
Bentuk simetris, tidak ada benjolan, terdapat luka insisi
dihipokondria sinistra kuadran 3
- Auskultasi
Tidak dilakukan pemeriksaan
- Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascietas, hepar, lien)
Tidak dilakukan pemeriksaan

- Perkusi (suara abdomen):


Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya


- Genitalia ( rambut pubis, lubang uretra)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- Anus (lubang anus, kelainan pada anus)
Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan


otot, edema) :
Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien dapat berjalan dan
menggerakkan tangan
Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis): Tidak dilakukan
pemeriksaan
Fungsi motorik : Dapat berjalan, dapat menggerakkan ekstremitas atas
dan bawah, dapat mengangkat beban ringan
Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas
dingin, getaran) : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks (bisep, trisep, brachioradialis, patelar, tenson achiles,
plantar) :
Tidak dilakukan pemeriksaan
X. POLA KEBIASAAN SEHARI HARI
I. Pola makan dan minum
- Frekuensi makan/hari : 3 kali sehari
- Nafsu/selera makan : normal
- Nyeri ulu hati : tidak ada
- Alergi : Tidak ada alergi
- Mual dan muntah : tidak ada
- Waktu pemberian makan : pagi, siang, sore
- Jumlah dan jenis makan : 1 porsi nasi biasa

- Waktu pemberian cairan/minum


Pasien minum sendiri ketika haus
- Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah)
Tidak ada

II. Perawatan diri/personal hygiene


- Kebersihan tubuh : Bersih
- Kebersihan gigi dan mulut : Bersih
- Kebersihan kuku kaki dan tangan : Bersih

III. Pola kegiatan/Aktivitas


- Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti
pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.
Pasien melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, misalnya
mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan sendiri walaupun
dalam keadaan sakit ketika dirawat dirumah sakit.
- Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit
Selama dirawat pasien tetap melakukan shalat, walaupun shalat
berbaring ditempat tidur karena tidak tahan membungkuk

IV. Pola eliminasi


1. BAB
- Pola BAB : 1 kali sehari
- Karakter feses : lunak
- Riwayat perdarahan : tidak ada
- BAB terakhir : beberapa jam setelah operasi
- Diare : Tidak ada
- Penggunaan laksatif :Tidak ada
2. BAK
- Pola BAK : 5 x sehari
- Karakter urine : Kuning keruh
- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK
nyeri masih ada karena baru saja operasi pengambilan alat dj stent
yang di pasang di uretra pasien
- Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tidak ada
- Penggunaan diuretik : Tidak ada
- Upaya mengatasi masalah
Diberi analgesik dan beristirahat

V. Mekanisme koping
- Adaptif
 Bicara dengan orang lain
 Mampu menyelesaikan masalah
 Teknik relaksasi
 Aktivitas konstruksi
o Olah raga
- Maladaptif : Tidak ada
2.2.2 ANALISA DATA

NO DATA Penyebab Masalah Keperawatan


1. Tanggal: 3 Juni 2014 Prostatitis post dj stent Ganguan Rasa Nyaman;
DS : Nyeri
• pasien mengatakan
nyeri diluka insisi, Luka insisi (agen
masih ada terasa nyeri penyebab cedera,
saat berkemih dan misalnya biologi (luka
merubah posisi, pasien operasi)
mengatakan skala nyeri
6
Stimulasi Reseptor
DO : Nyeri (peptida, serotin,
• tampak lemah, skala dan prostaglandin)
nyeri 6, tampak
meringis saat merubah
posisi, terkadang nyeri Gangguan Rasa
dipinggang dan sekitar Nyaman
luka
• perilaku ekspresif
(misalnya gelisah) saat Nyeri
nyeri
• tanda-tanda vital
TD: 120/80 mmHg,
HR: 80 x/i, RR: 22 x/i

2. Tanggal: 5 Juni 2014 Prostatitis dj stent Hipertermia


DS:
• pasien mengatakan
tubuhnya demam Terpajan pada
(panas), lemah, sedikit lingkungan yang panas
pusing (cuaca panas)

DO:
• Terlihat lemah, kulit Peningkatan laju
teraba hangat, gelisah, metabolisme
turgor masih normal,
tidak ada tanda
peradangan dilokasi Dehidrasi ringan
insisi (rubor, kolor,
dolor, tumor tidak ada),
terlihat kepanasan, Hipertermia
mukosa bibir kering

• Tanda-tanda vital
TD: 110/70 mmHg, HR:
90 x/i, RR: 24 x/i, T:
37,70C

2.2.3 Rumusan Masalah


a. Masalah Keperawatan
• Gangguan Rasa Nyaman; Nyeri
• Hipertermia

b. Diagnosa Keperawatan (Prioritas)


• Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan luka insisi (agen
penyebab cidera), peningkatan stimulasi reseptor nyeri (peptida, serotin,
prostaglandin) ditandai dengan tampak lemah, meringis, skala nyeri 6,
nyeri saat merubah posisi dan berkemih, terkadang nyeri dipinggang
dan sekitar luka, perilaku ekspresif (gelisah), TD: 120/80 mmHg, HR:
80 x/i, RR: 20 x/i.

• Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme,


dehidrasi ringan ditandai dengan lemah, gelisah, kulit teraba hangat,
turgor masih normal, mukosa bibir kering, kepanasan, T: 37,70C, TD:
110/70 mmHg, HR: 90 x/i, RR: 24 x/i

2.2.4 Perencanan

PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL


No.
Perencanaan Keperawatan
Dx
1 Tujuan dan kriteria hasil :
- Mengatakan nyeri berkurang atau hilang, sakal nyeri 0.
- Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/istirahat dengan cepat.
- Menunujukan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual.

Intervensi Rasional
Mandiri
• Kaji skala nyeri (0-10) • Mengetahui seberapa besar tingkat
nyeri yang dialami pasien
• Berikan posisi nyaman ketika nyeri • Untuk mengurangi atau
muncul meringankan rasa nyeri sampai
pada tingkat yang dapat diterima
pasien
• Untuk meringankan rasa nyari
• Ajarkan tekhnik relaksasi (tarik
nafas dalam) ketika nyeri muncul

• Kaji tanda-tanda vital • Mengetahui keadaan umum pasien

• Bantu pasien mengidentifikasi • Membantu pasien mengidentifikasi


tingkat kenyamanan yang efektif, nyeri yang dialami agar dapat
seperti memperhatikan meringankan dan mengurangi nyeri
lokasi/intensitas nyeri (0-10), sampai pada kenyamanan yang
relaksasi, atau kompres hangat diterima pasien
dingin disekitar nyeri

• Bantu pasien untuk fokus pada • Untuk mengalihkan rasa nyeri yang
aktifitas, bukan pada nyeri dan rasa dialami pasien agar pasien lupa
tidak nyaman dengan pengalihan akan nyerinya dengan melakukan
melalui menonton TV yang ada aktifitas
diruangan, berinteraksi dengan
orang disekitarnya

Kolaborasi • Untuk mengurangi rasa nyeri


• Gunakan tindakan pengendalian
nyeri jika nyeri belum berat, ketika
nyeri sudah berat laporkan kepada
dokter atau kolaborasi pemberian
analgetik

2 Tujuan dan kriteria hasil


- Hipertermia tidak terjadi/berkurang
- Tidak terjadi dehidrasi
Intervensi Rasional
Mandiri
• Kaji tanda-tanda vital • Mengetahui keadaan umum pasien

• Pantau suhu setiap 2 jam • Untuk mengetahui peningkatan dan


penurunan suhu akibat cuaca
• Pantau hidrasi (misalnya, turgor • Untuk mengetahui tingkat dehidrasi
kulit, kelembaban membran
mukosa)

• Anjurkan kepada pasien untuk • Mempercepat proses pengeluaran


banyak minum air (sedikitnya 4 panas didalam tubuh, agar tidak
liter sehari) terjadi dehidrasi

• Anjurkan kepada pasien/keluarga


• Untuk mengurangi rasa panas,
untuk mengganti pakaian dengan
memudahkan panas didalam tubuh
bahan yang mudah meyerap
keluar
keringat

• Anjurkan kepada keluarga memberi


• Mempercepat proses pengeluaran
kompres dingin di aksilla, kening,
panas
tengkuk, dan lipatan paha

Kolaborasi
• Kolaborasi penggunaan antipiretik
jika perlu • Obat penurun panas

2.2.5 Implementasi dan Evaluasi

PELAKSANAAN KEPERAWATAN / CATATAN PERKEMBANGAN


Hari/tanggal No. Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP)
Rabu, 4 I Jam: 13.00 WIB
Juni 2014 08.30 • Mengukur skala nyeri (0-10)
S: pasien mengatakan
09.00 masih lemah dan masih
• Memberikan posisi nyaman terasa nyari dipinggang
ketika nyeri muncul (misalnya dan sekitar luka insisi,
semi fowler) pasien mengatakan
skala nyeri 6,
10.00 menggunakan tekhnik
• Mengajarkan tekhnik relaksasi relaksasi jika nyeri
ketika nyeri muncul (tekhnik muncul
tarik nafas dalam)
10.15 O: skala nyeri 6,
terlihat lemah, jika
11.00 • Mengukur tanda-tanda vital berjalan masih terlihat
menahan nyeri, sudah
mulai menggunakan
• Membantu pasien tekhnik relaksasi,
mengidentifikasi tingkat gelisah masih ada, TD:
kenyamanannya seperti 120/80 mmHg, HR: 80
menanyakan skala nyeri, lokasi x/i, RR: 20 x/i
nyeri, mengajarkan tekhnik Meminum tablet asam
relaksasi dan mengajarkan cara mefenamat 500 mg
12.00 mengompres hangat atau dingin
ketika nyeri timbul A: masalah teratasi
sebagian

• Membantu pasien untuk fokus P: intervensi


pada aktifitasnya bukan pada dilanjutkan
nyerinya seperti
menganjurkannya menonton TV
yang ada diruangan,
menganjurkan untuk bercakap-
12.45 cakap dengan orang yang ada
disekitarnya atau dengan pasien
yang ada disebelahnya

• Memberikan analgetik oral asam


mefenamat

Kamis, 5 I Jam: 13.00 WIB


Juni 2014 08.45 • Mengukur skala nyeri (0-10)
• Memberikan posisi nyaman S: Pasien mengatakan
09.00 ketika nyeri muncul (misalnya masih lemah, gelisah,
semi fowler) nyeri masih terasa
tetapi tidak seperti
kemarin, pasien
mengatakan skala nyeri
09.15 • Menganjurkan tekhnik relaksasi 4
ketika nyeri muncul (tekhnik
tarik nafas dalam)
O: Skala nyari 4,
09.45 melakuan tekhnik
• Mengukur tanda-tanda vital retaksasi sendiri,
10.00 terlihat lemah, gelisah,
jika berjalan masih
• Membantu pasien berhati-hati, mau
mengidentifikasi tingkat berinteraksi dengan
kenyamanannya seperti orang yang
menanyakan skala nyeri yang disekitarnya, menonton
dirasakan, lokasi nyeri, TV
menganjurkan tekhnik relaksasi TD: 110/80 mmHg,
dan menganjurkan mengompres HR: 80 x/i, RR: 20 x/i
hangat atau dingin ketika nyeri
11.00 timbul

• Membantu pasien untuk fokus A: Masalah teratasi


pada aktifitasnya bukan pada sebagian
nyerinya seperti
menganjurkannya menonton TV P: Intervensi
yang ada diruangan, dilanjutkan
menganjurkan untuk bercakap-
cakap dengan orang yang ada
disekitarnya atau dengan pasien
yang ada disebelahnya

Kamis, 5 Dx II Jam: 11.30 WIB


Juni 2014 09.45 • Mengukur tanda-tanda vital (TD,
HR, RR,T ) S: pasien mengatakan
panas sudah tidak ada,
10.00 • Mengukur suhu setiap 2 jam masih terasa lemas,
untuk melihat penurunan atau banyak minum
kenaikan suhu
O: turgor kulit normal,
• Memantau hidrasi (lihat turgor
10.15 mukosa sudah lembab
kulit kembali cepat atau lambat,
karena pasien banyak
lihat kelembaban mukosa)
minum, pasien mau
10.20 mengganti pakaian
• Menganjurkan kepada pasien dengan pakaian yang
untuk banyak minum air longgar, TD: 110/80
(sedikitnya 4 liter sehari) agar mmHg, HR: 80 x/i,
tidak terjadi dehidrasi, dan RR: 20 x/i, T: 370C
mempercepat proses penurunan Meminum tablet
panas parasetamol 500 mg

10.25 • Menganjurkan kepada


pasien/keluarga untuk mengganti
pakaian dengan bahan yang
mudah meyerap A: masalah teratasi
keringat/pakaian yang longgar
agar mempercepat proses P: intervensi dihentikan
pelepasan panas dalam tubuh

10.30 • Menganjurkan kepada keluarga


memberi kompres dingin di
aksilla, kening, tengkuk, dan
lipatan paha

10.00 • Memberikan antipiretik oral


tablet paracetamol

Jumat, 6 I Jam: 13.00 WIB


Juni 2014 08.30 • Mengukur skala nyeri (0-10)
S: Pasien mengatakan
08.45 skala nyeri 3, nyeri
• Memberikan posisi nyaman sudah berkurang, dan
ketika nyeri muncul (misalnya mengatakan saat ini dia
semi fowler) senang karena sudah
diperbolehkan pulang
09.00
• Menganjurkan tekhnik relaksasi A: skala nyeri 3,
ketika nyeri muncul (tekhnik terlihat gembira, lemah
tarik nafas dalam) masih ada,
10.00 menggunakan tekhnik
relaksasi, dapat
11.00 • Mengukur tanda-tanda vital mengatur posisi
nyaman sendiri,
bercakap-cakap dengan
• Membantu pasien orang disekitarnya dan
mengidentifikasi tingkat menonton TV, jalan
kenyamanannya seperti masih berhati-hati
menanyakan skala nyeri yang
dirasakannya, lokasi nyeri,
menganjurkan tekhnik relaksasi TD: 120/80 mmHg,
12.00 dan menganjurkan mengompres HR: 82 x/i, RR: 20 x/i,
hangat atau dingin ketika nyeri T: 36,70C
timbul
• Membantu pasien untuk fokus A: Masalah teratasi
pada aktifitasnya bukan pada
nyerinya seperti P: intervensi dihentikan
menganjurkannya menonton TV
yang ada diruangan,
menganjurkan untuk bercakap-
cakap dengan orang yang ada
disekitarnya atau dengan pasien
yang ada disebelahnya

Anda mungkin juga menyukai