Anda di halaman 1dari 21

Ciri Khas Kerajaan Allah dalam perantaan Tuhan Yesus dan Para Rasul

Nama: Gabriel Marulitua Sijabat


19023000166
Prodi Akuntansi 1/D
Universitas Merdeka Malang
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan kita Yesus Kristus yang telah memberikan berkat sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ciri Khas Kerajaan Allah dalam
perantaan Tuhan Yesus dan Para Rasul” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Drs.
Ludovikus Seda pada mata kuliah pendidikan Agama Katolik. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Ciri Khas Kerajaan Allah dalam perantaan
Tuhan Yesus dan Para Rasul” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 9 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................2
1.3. Tujuan.........................................................................................................................2
BAB II Kerajaan Allah.................................................................................................................3
2.1. Kerajaan Allah ............................................................................................................3
2..2 Pewartaan kerajan Allah dalam perantaan Tuhan Yesus............................................6
2.3. Pewartaan Kerajan Allah dalam perantaan para rasul..............................................11
2.4 Tujuan pemberitahuan Kerajaan Allah..................................................................... 15
BAB III
PENUTUP .....................................................................................................................16
3.1. Kesimpulan................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................17
BAB I
1.1 Pendahuluan

Dalam Injil Matius 6:9-13, Yesus mengajarkan suatu doa kepada murid-murid-Nya, yang kita
kenal dengan Doa Bapa Kami. Dalam Doa Bapa Kami kita akan mengucapkan kata-kata “Datanglah
Kerajaan-Mu”. Tentu saja yang dimaksud Kerajaan-Mu adalah Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga. Apakah
yang dimaksud dengan Kerajaan Allah itu? Paham atau pengertian “Kerajaan Allah” tidak muncul begitu
saja pada zaman Yesus tetapi sudah berkembang sejak Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, bangsa
Israel sering menyebut Allah (Yahwe) sebagai Raja. Allah diimani mereka sebagai Raja yang kuat, yang
berkuasa, yang berdaulat. Kekuatan, kekuasaan dan kedaulatan Allah itu misalnya dialami oleh bangsa
Israel dalam peristiwa penyeberangan Laut Merah (lih. Kel 15:11-13; Ul 3:24; Bil 23:21 dst). Sebagai Raja,
Allah adalah Raja yang adil (baca Mzm 146:6-10), yang melindungi orang miskin (lih. Im 25: 35-55). I Raja
yang Mulia (Mzm 24: 8,10) Raja yang berkuasa atas seluruh bumi (lih. Mzm 47:8), dan berkuasa untuk
selama-lamanya (Mzm 29:10). Namun dalam hidupnya bangsa Israel sebagai bangsa terpilih, seringkali
mereka tidak setia kepada Allah Sang Raja yang selalu setia kepada mereka. Mereka sering menjauh dari
Allah. Perbuatan dosa inilah yang menyebabkan mereka jatuh dalam pembuangan dan penindasan oleh
bangsa lain. Pada masa bangsa Israel mengalami penindasan, Allah tetap menunjukkan kesetiaan-Nya
dengan mewartakan kehendak-Nya melalui perantaraan para Nabi. Para Nabi menegaskan bahwa akan
tiba saatnya Allah akan membela mereka, Allah akan membangun suatu dunia baru, dengan hati yang
baru (lih. Yeh 36:24-28), dengan perjanjian baru (lih. Yer 31:31-34). Dunia baru itu Allah untuk semua
bangsa (lih. Yes 2:1-5;19:16-25). Dalam dunia baru itu Allah akan menegakkan kembali pemerintahan-Nya
melalui anak-Nya sendiri, “dan namanya disebut orang Penasehat ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang
Kekal, Raja Damai” (Yes 9:5). Melalui kekuasaan-Nya yang besar Ia akan menegakkan kembali damai
sejahtera seperti pada pemerintahan Raja Daud. Dan ketika Yesus hidup, pada saat itu bangsa Israel
berada dalam penjajahan bangsa Romawi. Yesus menghidupkan kembali harapan tegak-Nya Kerajaan
Allah seperti yang pernah dilakukan oleh para Nabi.

Sedangkan Kisah Para Rasul menceritakan sejarah gereja Kristen awal setelah naiknya Yesus
Kristus ke surga. Amanat Kisah Para Rasul ini menjelaskan bagaimana pengikut-pengikut Yesus Kristus—
dengan pimpinan Roh Kudus—menyebarkan Kabar Baik tentang Yesus "di Yerusalem, di seluruh Yudea,
di Samaria, dan sampai ke ujung bumi" (1:8). Buku ini adalah cerita tentang pergerakan Kristen yang
dimulai di antara orang Yahudi lalu meluas menjadi suatu agama untuk seluruh dunia, tidak hanya untuk
orang Yahudi. Penulis kitab ini merasa perlu pula meyakinkan para pembacanya bahwa orang-orang
Kristen bukanlah suatu bahaya politik subversif terhadap Kekaisaran Romawi, tetapi bahwa agama Kristen
merupakan penyempurnaan agama Yahudi inti dari pengajaran Yesus ketika Ia berada di dunia ini, ialah
memberitakan tentang Kerajaan Allah atau Kerajaan Sorga yang akan datang. Namun, ketika orang
percaya Menaruh harapan mereka akan keberadaan kerajaan yang akan datang tersebut, apa Sebenarnya
yang di maksud Yesus dengan kerajaan itu sendiri?. Banyak bagian Alkitab yang Memaparkan mengenai
kerajaan itu, namun apakah kerajaan yang di maksud oleh Yesus Dalam pemberitaanNya sama dengan
yang dimengerti selama ini oleh orang percaya? Dan Sejauh mana pemberitaan mengenai kerajaan itu
mempengaruhi kehidupan orang percaya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian dan konsep Kerajaan Allah?

2. Jelaskan pewartaan Kerajaan Allah dalam perantaan Tuhan Yesus?

3. Jelaskan pewartaan Kerajaan Allah dalam perantaan Para Rasul?

4. Tujuan pemberitaan tentang Kerajaan Allah?

1.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dan konsepKerajaan Allah

2. Untuk mengetahui pewartaan Kerajaan Menurut Tuhan Yesus

3. Untuk Mengetahui pewartaan Kerajaan Menurut Para Rasul

4. Untuk mengetahui tujuan tentang Kerajaan Allah


Bab II
Isi

2.1 Pengertian Kerajaan Allah

Menurut Iman Katolik


Kerajaan Allah menurut pengajaran para Bapa Gereja memang dapat diartikan menjadi tiga
hal, dan hal ini diajarkan oleh Paus Benediktus XVI dalam bukunya Jesus of Nazareth, yaitu:
1) Yesus sendiri, karena seperti diajarkan oleh Origen, Yesus adalah Kerajaan Allah yang
menjelma menjadi manusia; 2) Kerajaan Allah ada di dalam hati manusia yang berdoa
memohon kedatangan Kerajaan Allah itu; 3) Gereja yang merupakan perwujudan Kerajaan
Allah di dalam sejarah manusia. (Joseph Ratzinger, Pope Benedict XVI, Jesus of Nazareth,
(Double Day, New York, USA, 2007), p.49-50).

Kerajaan Surga adalah kepenuhan Kerajaan Allah di Surga kelak, yang sebenarnya adalah
pemenuhan ketiga hal di atas sekaligus, sebab di Kerajaan Surga maka kita semua sebagai
umat beriman yang tergabung dalam Gereja, akan bersatu dengan Kristus yang adalah
Kepalanya, sehingga Kristus meraja di hati semua manusia.

Atau jika kita melihat bahwa Kerajaan Surga adalah Kerajaan Allah di Surga kelak, maka di
sini pengertian “Kerajaan Allah” terlihat lebih luas artinya, karena mencakup Kerajaan-Nya
yang masih mengembara di dunia ini, yaitu Gereja-Nya. Gereja sebagai Kerajaan Allah ini
akan mencapai kesempurnaannya di dalam Kerajaan Surga. Maka Surga dan Kerajaan Surga
itu sama, hanya penekanannya agak berbeda. Kata “Surga” biasanya dipakai untuk
menyatakan tempat/ keadaan terberkati yang ilahi, biasanya untuk dikontraskan dengan
neraka. Sedangkan Kerajaan Surga biasanya untuk menekankan kesempurnaan Kerajaan
Allah, yang telah dibentuk Allah sejak awal mula, sejak dari masa Penciptaan, pembentukan
bangsa Israel (Kerajaan Allah di PL), dan Gereja (Kerajaan Allah di PB) yang akan terus
bertahan sampai akhir jaman, dan yang disempurnakan sebagai Kerajaan Surga

Menurut beberapa ayat-ayat di Alkitab

1. Injil Matius
Injil ini menunjukkan mengenai kedatangan Kerajaan Sorga (Mat 3:2), kerajaan yang
dimaksud disini adalah pelayanan Kristus yang sebentar lagi akan di mulai, perbuatan yang
akan dilakukan Yesus nantinya (Mat 4:17)1, maka kerajaan itu merupakan suatu penyataan
akan pekerjaan Allah melalui Kristus yang beberapa saat lagi akan dilakukan Yesus. Di
bagian lain (Mat 6:10) menggambarkan kerajaan itu merupakan sesuatu yang akan datang/
dinyatakan, situasi tertentu yang akan terjadi.
2. Injil Markus
Tidak jauh berbeda dengan Matius, Markus melihat kerajaan Allah juga merupakan
suatu kondisi yang akan datang, lewat apa yang nantinya akan dilakukan Kristus serta
dampaknya yaitu mempertobatkan dunia (Mrk 1:15)2
, menunjuk pada kondisi yang akan
datang ketika Yesus melakukan pelayananNya. Namun sekaligus juga menunjuk pada tempat
(Mrk 10:23) masuk ke dalam kerajaan Allah, sulit untuk mencapai tempat itu.

3. Injil Lukas
Bagian dari kitab ini, menunjukkan Kerajaan Allah itu bukan hanya sebagai suatu
kondisi melainkan suatu tempat, dimana Anak Allah menduduki tempat dimana Allah
bertahta berkaitan dengan kedudukan. Tempat yang kepadaNya Allah Bapa
mempercayakannya pada AnakNya Yesus (Luk 22:29, 30), sekaligus suatu hal yang menjadi
upah dari setiap yang mau percaya lebih dulu apa Tuhan3
Dalam bahasa apokaliptis, ‘Kerajaan Allah’ berarti suatu kenyataan tatanan transenden
di luar jangkauan waktu dan ruang yang telah menerobos ke dalam sejarah misi Yesus.4
oleh Yesus pada zaman itu (Aram) maka kerajaan Allah yang di maksud Yesus disini ialah
pemerintahan Allah sebagai Raja dan bukan wilayah kekuasaanNya.5
Kerajaan Allah juga merupakan janji penggenapan dari Allah untuk mendirikan
kerajaan Daud, Allah berjanji akan mengokohkan kerajaan orang-orang yang diberkatiNya
dan kepada orang yang dikasihiNya. Janji akan keturunan daripada Daud yang akan
memegang pemerintahan. Kerajaan yang penuh dengan kebenaran dan kemakmuran6
, kerajaan yang memperlihatkan penegakkan kerajaan Allah di dalam Kristus Yesus yang
telah
hadir di dunia. Kerajaan yang berrati pemerintahan dan kekuasaan yang dari Allah.
Dalam Matius 4 : 8 dan Lukas 4 : 5 ketika iblis mencobai Tuhan, ia menawarkan
‘kerajaan dunia’ sebagai imbalan jika Yesus mau menyembah padanya. Inilah yang di
maksudkan dengan hal ‘kerajaan’ dalam bahasa yang di pakai Yesus pada zaman itu,
menyiratkan kerajaan dalam arti daerah teritorial.7
Sedangkan dalam literatur para nabi mengembangkan dari segi eskatologi yang mengartikan
kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah – pelaksanaan kedaulatan Allah melalui
hukumNya.8

Akhirnya, orang-orang akan melihat kerajaan Allah sebagai manifestasi duniawi dari
kedaulatan Allah yang universal. Kerajaan adalah sebuah dunia di mana Allah memerintah,
sehingga kerajaan dipahami sebagai pemerintahan baik spiritual dan material.9
Pemerintahan
yang tidak memiliki batasan secara fisik maupun rohani.
Dari beberapa definisi di atas, pengertian dari ‘kerajaan Allah’ memiliki beberapa
perbedaan, namun perbedaan pengertian ini merupakan penyesuaian pengertian sesuai
dengan konteks penyampaian berita tentang Kerajaan Allah tersebut, agar lebih mudah untuk
dipahami oleh umat.
Sedangkan menurut kebanyakan ahli mengatakan bahwa sesuai dengan bahasa yang
dipakaiKerajaan adalah pemerintahan yang dikuasai seorang raja. Raja Kerajaan Allah adalah
Yesus Kristus yang sudah dibangkitkan. Ditakhtakannya dia sebagai raja di surga
digambarkan dalam sebuah penglihatan yang diberikan kepada nabi Daniel, yang menulis,
”Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, dan, lihat di sana! Seseorang seperti putra
manusia [Yesus] datang dengan awan-awan dari langit; dan ia diperbolehkan menemui
Pribadi Yang Lanjut Usia itu [Allah Yehuwa], dan ia dibawa ke hadapan Pribadi tersebut. Dan
kepadanya diserahkan kekuasaan dan kehormatan dan kerajaan, agar semua orang dari
berbagai bangsa, kelompok bangsa dan bahasa melayani dia. Kekuasaannya ialah kekuasaan
yang bertahan untuk waktu yang tidak tertentu, yang tidak akan berlalu, dan kerajaannya
ialah kerajaan yang tidak akan binasa.”—Daniel 7:13, 14.

Buku Daniel dalam Alkitab juga menunjukkan bahwa Kerajaan itu akan ditetapkan dengan
kokoh oleh Allah, akan mengakhiri semua pemerintahan manusia, dan tidak akan pernah
digulingkan. Pasal 2menjelaskan tentang patung besar yang dilihat raja Babilon dalam sebuah
mimpi terilham yang menggambarkan urutan kuasa-kuasa dunia. Nabi Daniel menafsirkan
mimpi itu. Pada ”akhir masa itu”, tulisnya, ”Allah yang berkuasa atas surga akan mendirikan
suatu kerajaan yang tidak akan pernah binasa. Dan kerajaan itu tidak akan beralih kepada
bangsa lain. Kerajaan itu akan meremukkan dan mengakhiri semua kerajaan ini, dan akan
tetap berdiri sampai waktu yang tidak tertentu.”—Daniel 2:28, 44.

Raja Kerajaan Allah tidak memerintah sendirian. Selama pelayanannya di bumi, Yesus
meyakinkan para rasulnya yang setia bahwa mereka, bersama yang lain, akan dibangkitkan
ke surga dan duduk di atas takhta. (Lukas 22:28-30) Yang ia maksud bukan takhta harfiah,
karena sebagaimana Yesus tunjukkan, Kerajaan itu akan berkedudukan di surga. Alkitab
menerangkan bahwa rekan penguasa ini berasal dari ”setiap suku dan bahasa dan umat dan
bangsa”. Mereka akan menjadi ”suatu kerajaan dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan
mereka akan memerintah sebagai raja-raja atas bumi”.—Penyingkapan (Wahyu) 5:9, 10.

Konsep Kerajaan Allah

Apakah Kerajaan Allah sudah datang? Ada beberapa pandangan mengenai hal ini, yaitu:

1. Pandangan Gereja Katolik. Gereja Katolikmenyamakan Kerajaan Allah dengan gereja


yang ada di dunia ini. Melalui hierarki gereja, Kristus diwujudkan sebagai Raja dari
Kerajaan Allah, ruang lingkup kerajaan adalah sama dengan batas kekuasaan dan kekuatan
gereja di dunia ini. Perluasan kerajaan terjadi melalui misi dan perkembangan gereja di
dunia.
2. Pandangan Gereja Reform. Para reformator lebih menekankan makna rohani dari
Kerajaan Allah, di mana Kerajaan Allah adalah: gereja yang tidak “terlihat”/gereja yang
am. Di mana Kristus adalah Raja dari Kerajaan Allah yang memiliki kekuasaan secara
absolut. Dan para pengikutnya telah dibebaskan oleh kuasa sang Raja dengan tujuan hanya
menyembah sang Raja saja.
3. Pandangan Gereja Liberal. Pandangan ini dikembangkan lebih secara moralistis
sehingga Kerajaan Allah disamakan dengan tersebarnya damai, kasih, dan kebenaran di
dunia ini.[1]
Konsep Kerajaan Allah dalam Perjanjian Lama

Satu-satunya cara untuk memahami dengan baik pesan atau makna Kerajaan Allah yang
disampaikan Yesus adalah dengan melihat kembali konsep ini sedikit ke belakang menurut
tradisi Perjanjian Lama, sebab apa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus bersumber dari
Perjanjian Lama (bdk. Mat. 5:17-19). Konsep Kerajaan Allah ini tentu tidak asing bagi
kalangan Yudaisme yang pada saat itu yang memang erat memegang Perjanjian Lama.

Pada umumnya, para ahli setuju bahwa konsep Kerajaan Allah yang berkembang dalam
Yudaisme bukan dalam makna area kekuasaan atau sebuah teritorial dengan seorang raja
yang memerintah atasnya. Kerajaan Allah ju ga tidak boleh dipahami dalam pengertian
modern seperti halnya kekaisaran Jepang atau konsep kerajaan Inggris (Kingdom). Frasa ini
bertendensi simbolik saja.

Kata Ibrani untuk kerajaan adalah malkuth. Seorang ahli Perjanjian Baru, C. H.
Dodd mengatakan bahwa malkuth merupakan kata benda abstrak yang dapat
berarti kedudukan atau martabat raja (kingship), kuasa pemerintahan (kingly rule),
pemerintahan (reign), atau kedaulatan (sovereignty). Secara sederhana, ia mengartikan the
malkuth of God (Kerajaan Allah) sebagai: “God reigns as King” atau bertakhtanya Allah
sebagai raja.

Dengan demikian, frasa Kerajaan Allah dapat diartikan, “. . . the idea of God, and the term
‘kingdom’ indicates that spesific aspect, attribute or activity of God, in which He is revealed
as King or sovereign Lord of His people, or of the universe which He created.” Kaufmann
Kohler, seorang theolog Yahudi, memberikan definisi lain tetapi serupa (dan menguraikan
secara lebih jelas tentang King of the universe yang dipaparkan Dodd), “Reign or sovereignty
of God as contrasted with the kingdom of the worldly powers. The hope that God will be
King over all the earth, when all idolatry will be banished, is expound in prophecy and
song.” (Pemerintahan atau kedaulatan Allah berbeda dengan kerajaan kekuasaan duniawi.
Harapan bahwa Allah akan menjadi Raja atas seluruh bumi, ketika semua penyembahan
berhala akan dibuang, adalah menjelaskan nubuat dan lagu).

Dari dua definisi ini terlihat satu pengertian yang sama bahwa Kerajaan Allah sama sekali
tidak menunjuk kepada sebuah lokasi atau tempat yang istimewa dan penuh dengan
kebahagiaan (seperti gambaran surga yang banyak dipahami orang Kristen selama ini), tetapi
menunjuk kepada pemerintahan Allah atas umat-Nya dan atas semesta ciptaan-Nya, yang
berbeda bahkan bertolak belakang dari pemerintahan dunia ini. Hal ini dapat dipahami lebih
jauh dengan memerhatikan pandangan John Meier, seorang theolog Katolik, yang
mempertegas bahwa definisi ini berlaku untuk menunjukkan relasi yang erat antara Allah
sebagai Raja dengan umat sebagai hamba-hamba yang diperintah-Nya, bukan dalam
pengertian suatu cakupan teritorial, “Hence his action upon and his dynamic relationship to
those ruled, rather than any delimited territory, is what is primar
2.1 Pewartaan Kerajaan Allah dalam perantaan Tuhan Yesus

Pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia.


Ia memanggil orang supaya siap siaga menerima Kerajaan Allah bila datang. Dalam
hubungan ini mengesanlah betapa ditekankan oleh Yesus sifat “rahmat” Kerajaan:
“Bapa memberikan Kerajaan” (Luk 12:32; juga 22:29). Oleh karena itu orang harus
menerima Kerajaan “seperti kanak-kanak” (Mrk 10:14 dsj.; lih. juga Luk 6:20 dsj.).
Tawaran rahmat itu sekaligus merupakan tuntutan mutlak: “Kamu tidak dapat
sekaligus mengabdi kepada Allah dan kepada mamon (uang)” (Mat 6:24).
Kerajaan Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus
menerimanya dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik, sebab
Kerajaan Allah, kendatipun berarti Allah dalam kerahiman-Nya, juga merupakan
kenyataan bagi manusia. Kerajaan Allah harus diwujudnyatakan dalam kehidupan
manusia. Pengharapan akan Kerajaan tidak tertuju kepada suatu peristiwa yang akan
terjadi dalam masa yang akan datang, melainkan diarahkan kepada Allah sendiri
dan menjadi kenyataan dalam penyerahan itu sendiri, kalau manusia boleh bertemu
dengan Allah.
Menurut intisarinya, Sabda Bahagia berasal dari Yesus sendiri. Versi yang tertua
barangkali termaktub dalam Luk 6:20b-21: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin,
karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang
ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini
menangis, karena kamu akan tertawa.”
Yang menarik perhatian yaitu intisari Sabda itu menyatakan “berbahagia” bukan
orang-orang saleh melainkan orang miskin, orang lapar, dan orang yang menangis.
Dengan demikian Yesus memaklumkan suatu “revolusi” yang membalikkan nilai-nilai
dan tata hubungan. Maksud Sabda Bahagia itu dapat diuraikan sekitar pokok-pokok
ini: ketegangan eskatologis yang mewarnainya, yang dituju oleh sabda-sabda ini, serta
sikap hidup mereka, dan siapakah yang secara konkret termasuk golongan mereka
yang dinyatakan berbahagia oleh Yesus. Dan akhirnya harapan yang beralasan.
Ketegangan eskatologis ini terungkap dalam pewartaan bahwa Kerajaan Allah
“sudah dekat”. Ungkapan ini berarti rangkap: di satu pihak Kerajaan Allah sudah terasa
sekarang ini, tetapi di pihak lain penyelesaiannya belum tiba dan kesempurnaannya
masih dinanti-nantikan. Oleh karena itu, terdapat ketegangan antara “sudah” dan
“belum”. Sekarang pemerintahan Allah sudah membayangi dunia kita ini, tetapi
belum datang dalam kesempurnaannya. Dengan kata lain, masa depan sudah mulai.
Mengapa orang “miskin” atau “sengsara” ini dinyatakan berbahagia oleh Yesus?
Ucapan “berbahagialah, hai kamu...” ada sangkut pautnya dengan sikap hidup atau
cara hidup yang dapat dimiliki justru oleh orang-orang semacam itu. Justru mereka
yang miskin dan menderita, singkatnya yang tidak memiliki apa-apa dan tak berdaya
di dunia ini, paling condong mengharapkan segalanya dari Tuhan. Satu-satunya
sandaran mereka ialah Tuhan. Satu-satunya kekayaan dan kekuatan mereka adalah
Tuhan. Tuhan adalah segala-galanya untuk mereka. Mereka inilah yang dinyatakanPewartaan
Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia.
Ia memanggil orang supaya siap siaga menerima Kerajaan Allah bila datang. Dalam
hubungan ini mengesanlah betapa ditekankan oleh Yesus sifat “rahmat” Kerajaan:
“Bapa memberikan Kerajaan” (Luk 12:32; juga 22:29). Oleh karena itu orang harus
menerima Kerajaan “seperti kanak-kanak” (Mrk 10:14 dsj.; lih. juga Luk 6:20 dsj.).
Tawaran rahmat itu sekaligus merupakan tuntutan mutlak: “Kamu tidak dapat
sekaligus mengabdi kepada Allah dan kepada mamon (uang)” (Mat 6:24).
Kerajaan Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus
menerimanya dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik, sebab
Kerajaan Allah, kendatipun berarti Allah dalam kerahiman-Nya, juga merupakan
kenyataan bagi manusia. Kerajaan Allah harus diwujudnyatakan dalam kehidupan
manusia. Pengharapan akan Kerajaan tidak tertuju kepada suatu peristiwa yang akan
terjadi dalam masa yang akan datang, melainkan diarahkan kepada Allah sendiri
dan menjadi kenyataan dalam penyerahan itu sendiri, kalau manusia boleh bertemu
dengan Allah.
Menurut intisarinya, Sabda Bahagia berasal dari Yesus sendiri. Versi yang tertua
barangkali termaktub dalam Luk 6:20b-21: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin,
karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang
ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini
menangis, karena kamu akan tertawa.”
Yang menarik perhatian yaitu intisari Sabda itu menyatakan “berbahagia” bukan
orang-orang saleh melainkan orang miskin, orang lapar, dan orang yang menangis.
Dengan demikian Yesus memaklumkan suatu “revolusi” yang membalikkan nilai-nilai
dan tata hubungan. Maksud Sabda Bahagia itu dapat diuraikan sekitar pokok-pokok
ini: ketegangan eskatologis yang mewarnainya, yang dituju oleh sabda-sabda ini, serta
sikap hidup mereka, dan siapakah yang secara konkret termasuk golongan mereka
yang dinyatakan berbahagia oleh Yesus. Dan akhirnya harapan yang beralasan.
Ketegangan eskatologis ini terungkap dalam pewartaan bahwa Kerajaan Allah
“sudah dekat”. Ungkapan ini berarti rangkap: di satu pihak Kerajaan Allah sudah terasa
sekarang ini, tetapi di pihak lain penyelesaiannya belum tiba dan kesempurnaannya
masih dinanti-nantikan. Oleh karena itu, terdapat ketegangan antara “sudah” dan
“belum”. Sekarang pemerintahan Allah sudah membayangi dunia kita ini, tetapi
belum datang dalam kesempurnaannya. Dengan kata lain, masa depan sudah mulai.
Mengapa orang “miskin” atau “sengsara” ini dinyatakan berbahagia oleh Yesus?
Ucapan “berbahagialah, hai kamu...” ada sangkut pautnya dengan sikap hidup atau
cara hidup yang dapat dimiliki justru oleh orang-orang semacam itu. Justru mereka
yang miskin dan menderita, singkatnya yang tidak memiliki apa-apa dan tak berdaya
di dunia ini, paling condong mengharapkan segalanya dari Tuhan. Satu-satunya
sandaran mereka ialah Tuhan. Satu-satunya kekayaan dan kekuatan mereka adalah
Tuhan. Tuhan adalah segala-galanya untuk mereka. Mereka inilah yang dinyatakap
nanggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus

Pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia.


Ia memanggil orang supaya siap siaga menerima Kerajaan Allah bila datang. Dalam
hubungan ini mengesanlah betapa ditekankan oleh Yesus sifat “rahmat” Kerajaan:
“Bapa memberikan Kerajaan” (Luk 12:32; juga 22:29). Oleh karena itu orang harus
menerima Kerajaan “seperti kanak-kanak” (Mrk 10:14 dsj.; lih. juga Luk 6:20 dsj.).
Tawaran rahmat itu sekaligus merupakan tuntutan mutlak: “Kamu tidak dapat
sekaligus mengabdi kepada Allah dan kepada mamon (uang)” (Mat 6:24).
Kerajaan Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus
menerimanya dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik, sebab
Kerajaan Allah, kendatipun berarti Allah dalam kerahiman-Nya, juga merupakan
kenyataan bagi manusia. Kerajaan Allah harus diwujudnyatakan dalam kehidupan
manusia. Pengharapan akan Kerajaan tidak tertuju kepada suatu peristiwa yang akan
terjadi dalam masa yang akan datang, melainkan diarahkan kepada Allah sendiri
dan menjadi kenyataan dalam penyerahan itu sendiri, kalau manusia boleh bertemu
dengan Allah.
Menurut intisarinya, Sabda Bahagia berasal dari Yesus sendiri. Versi yang tertua
barangkali termaktub dalam Luk 6:20b-21: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin,
karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang
ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini
menangis, karena kamu akan tertawa.”
Yang menarik perhatian yaitu intisari Sabda itu menyatakan “berbahagia” bukan
orang-orang saleh melainkan orang miskin, orang lapar, dan orang yang menangis.
Dengan demikian Yesus memaklumkan suatu “revolusi” yang membalikkan nilai-nilai
dan tata hubungan. Maksud Sabda Bahagia itu dapat diuraikan sekitar pokok-pokok
ini: ketegangan eskatologis yang mewarnainya, yang dituju oleh sabda-sabda ini, serta
sikap hidup mereka, dan siapakah yang secara konkret termasuk golongan mereka
yang dinyatakan berbahagia oleh Yesus. Dan akhirnya harapan yang beralasan.
Ketegangan eskatologis ini terungkap dalam pewartaan bahwa Kerajaan Allah
“sudah dekat”. Ungkapan ini berarti rangkap: di satu pihak Kerajaan Allah sudah terasa
sekarang ini, tetapi di pihak lain penyelesaiannya belum tiba dan kesempurnaannya
masih dinanti-nantikan. Oleh karena itu, terdapat ketegangan antara “sudah” dan
“belum”. Sekarang pemerintahan Allah sudah membayangi dunia kita ini, tetapi
belum datang dalam kesempurnaannya. Dengan kata lain, masa depan sudah mulai.
Mengapa orang “miskin” atau “sengsara” ini dinyatakan berbahagia oleh Yesus?
Ucapan “berbahagialah, hai kamu...” ada sangkut pautnya dengan sikap hidup atau
cara hidup yang dapat dimiliki justru oleh orang-orang semacam itu. Justru mereka
yang miskin dan menderita, singkatnya yang tidak memiliki apa-apa dan tak berdaya
di dunia ini, paling condong mengharapkan segalanya dari Tuhan. Satu-satunya
sandaran mereka ialah Tuhan. Satu-satunya kekayaan dan kekuatan mereka adalah
Tuhan. Tuhan adalah segala-galanya untuk mereka.

Perumpamaan

Perumpamaan yang dipakai Yesus untuk menjelaskan tentang Kerajaan Allah


biasanya diambil dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Kalau pendengarnya sebagian
besar para petani maka dalam mewartakan Kerajaan Allah Yesus menggunakan
perumpamaan biji sesawi, lalang di antara gandum, pembajak sawah, penabur benih
dan sebagainya. Kalau berhadapan pendengarnya nelayan maka Yesus menggunakan
perumpamaan pukat, jala, dan sebagainya. Meski demikian perumpamaan yang
disampaikan oleh Yesus diharapkan dapat diambil pesannya oleh siapapun yang
mendengarnya. “Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar” (Mat 13:45; lih.
Luk 14:35). Orang yang mendengarkan perumpamaan Yesus diharapkan mampu
menafsirkan, menanggapi, dan mengambil sikap sendiri.
Beberapa contoh perumpamaan yang digunakan Yesus untuk mewartakan
Kerajaan Allah adalah sebagai berikut:

1. Perumpamaan Seorang Penabur (Mark 4:3-8,13-20)


Perumpamaan ini hendak menjelaskan bahwa dalam karya Yesus untuk
menegakkan Kerajaan Allah betapapun ada kegagalan, karya-Nya itu akan meng-
hasilkan buah panen yang berlimpah, melebihi apa yang diperkirakan manusia.
Oleh karena itu pengikut Yesus tidak perlu berkecil hati dan mudah putus asa bila
mengalami berbagai kegagalan.

2. Perumpamaan tentang Benih yang Tumbuh (Mrk 4:26-29)


Perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa Kerajaan Allah seumpama benih
yang sudah ditaburkan, lalu ia akan tumbuh sendiri, bahkan petani sering tidak
mengetahui kapan ia akan bertunas atau kapan akan ke luar bunga dan kapan
persisnya buah terbentuk. Demikian pula tumbuhnya Kerajaan Allah seringtidak bisa diamati
pasti, tergantung sepenuhnya pada Allah, bukan usaha tidak bisa diamati pasti, tergantung
sepenuhnya pada Allah, bukan usaha
manusia. Bahkan, manusia tidak memaksa supaya cepat, atau memperlambat
pertumbuhannya. Pada saatnya yang tepat Allah sendiri yang akan menegakkan
Kerajaan Allah.

3. Perumpamaan tentang Lalang di antara Gandum (Mat 14:24-30)


Kerajaan Allah yang diwartakan dan ditawarkan oleh Yesus kepada semua orang.
Untuk tegaknya Kerajaan Allah tidak harus dengan cara segera menghabisi yang
jahat, melainkan memberi kesempatan mereka untuk bertobat, sebab Kerajaan
Allah sendiri yang akan menghakimi mereka, bukan manusia. Allah mencintai
dan menghendaki semua manusia yang baik dan yang jahat. Tegaknya Kerajaan
Allah justru terjadi bila yang baik dan yang jahat bisa hidup bersama dan dengan
penuh kesabaran serta kasih mendorong yang jahat menjadi baik.

4. Perumpamaan tentang Pukat (Mat 13:47-50)


Kerajaan Allah itu bagaikan pukat, yang ketika ditebarkan akan mendapatkan
bermacam-macam ikan, ada yang besar dan ada yang kecil, ada yang beracun dan
tidak. Demikian pula, dalam Kerajaan Allah dikembangkan sikap tidak mudah
menghakimi orang lain, merasa diri yang paling baik dan paling layak menjadi
warga Kerajaan Allah, dan yang lain dengan segala kejahatannya dianggap tidak
layak masuk Kerajaan Allah. Biarlah Allah sendiri yang memilah-milah antara
yang baik dan yang tidak baik.

5. Perumpamaan tentang Harta Terpendam dan Mutiara Berharga (Mat 13:44-46)


Demi Kerajaan Allah, manusia harus memandang Allah sebagai harta yang paling
berharga. Untuk itu ia harus berani meninggalkan segala miliknya yang selama ini
dianggap paling berharga dalam hidupnya. Hidup dalam Kerajaan Allah adalah
hidup yang penuh suka cita, sekalipun untuk mencapainya seseorang harus berani
meninggalkan segalanya.

Yesus bukan saja berbicara tentang Kerajaan Allah, tetapi juga memberi kesaksian
tentang Kerajaan Allah dengan tindakan-tindakan-Nya. Memang ada kesatuan antara
Sabda dan karya-Nya. Ia tampil sebagai nabi, tetapi juga sebagai tabib. Unsur hakiki nabi
dan tabib, masing-masing mewakili unsur perkataan dan perbuatan, yang merupakan
kesatuan yang tak terpisahkan dalam hidup Yesus. Kesatuan antara Sabda dan karya
Yesus itu bersifat sedemikian rupa sehingga kebenaran perkataan Yesus itu tampak
dalam perbuatan-Nya; dan arti perbuatan Yesus diberitahukan dalam perbuatan-Nya.

Tindakan Yesus Menyatakan Kerajaan Allah.


Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus tidak ditujukan pada kelompok atau
golongan tertentu, tetapi ditujukan untuk semua orang. Ia merangkul semua
orang yang baik maupun yang jahat agar dapat merasakan keselamatan. Tegaknya
Kerajaan Allah justru terjadi bilamana yang baik maupun yang jahat dapat hidup
berdampingan dalam kebersamaan dan dengan penuh kesabaran serta kasih
mendorong yang jahat menjadi baik. Bukan malah mengucilkan yang jahat dan
berdosa. Maka Yesus dekat dengan sesama-Nya, Ia juga sangat terbuka kepada
semua orang. Ia bergaul dengan semua orang. Ia tidak mengkotak-kotakkan
dan membuat kelas-kelas di antara manusia. Yesus tidak mau merangkul hanya
sekelompok orang dan menyingkirkan kelompok yang lainnya. Ia akrab dengan
semua orang. Bahkan Yesus mau bergaul dengan orang-orang yang dianggap
berdosa (lih. Luk 7:36-50, 19:1-10). Sikap Yesus yang mau bergaul dengan orang-
orang yang berdosa dan najis amat tidak sesuai dengan adat sopan-santun dan
peraturan agama yang berlaku pada saat itu. Yesus telah menjungkirbalikkan
peraturan-peraturan yang telah mapan. Bagi orang Yahudi pada umumnya yang
masih memegang kuat tradisi mereka, sikap Yesus yang seperti itu tidak bisa
dibiarkan dan tidak bisa ditolerir, karena dianggap akan mengganggu, merusak
dan membahayakan tatanan hidup yang sudah mapan.

a. Sikap Yesus terhadap Kaum Pendosa


Bagi orang Yahudi dosa itu menular seperti kuman, tinggal serumah dengan
orang jahat, apalagi makan bersama dengan mereka berarti kena dosa
itu sendiri, menjadi orang berdosa. Maka seorang yang saleh tidak boleh
bergaul dengan yang tidak saleh. Seorang Yahudi akan rusak namanya kalau
berhubungan dengan seorang kafir. Kaum pendosa harus dijauhi, disingkirkan
dan dikucilkan. Mereka dianggap tidak layak hidup di tengah-tengah
masyarakat pada umumnya Dan Yesus? Ia telah melanggar semua peraturan dan adat. Ia
bergaul dengan
para pegawai pajak yang dianggap umum sebagai koruptor dan pemeras. Ia
bertemu dan menyapa orang-orang setengah kafir seperti bangsa Samaria,
mendatangi negeri-negeri orang kafir dan berbicara akrab dengan mereka
(Mat 15:21-28).

b. Sikap Yesus terhadap Wanita


Anggapan masyarakat Yahudi adalah bahwa wanita itu penggoda. Oleh
karenanya orang laki-laki, terlebih seorang guru agama tidak boleh berbicara
dengan seorang perempuan yang belum dikenalnya.
Bagaimana sikap Yesus? Ia bergaul bebas dengan wanita. Bahkan ada wanita-
wanita tertentu yang tetap mengikuti-Nya ke mana pun Dia pergi. Yesus juga
menyapa dan bergaul dengan wanita-wanita kafir yang belum dikenal-Nya
seperti wanita Samaria. Ia tidak saja bergaul dengan sembarang wanita, tetapi
juga berusaha dan membela wanita-wanita sundal yang tertangkap basah (Yoh
8:1-11).

2.3 Pewartaan Kerajaan Allah menurut para rasul

Pada bagian awal Kisah Para Rasul, istilah “Kerajaan Allah” muncul dua kali, yaitu pada
Kisah Para Rasul 1:3 dan 6. Istilah ini tampaknya menjadi tema dasar di awal Kisah Para
Rasul. Hal ini didukung oleh fakta bahwa hal “Kerajaan Allah” menjadi pokok pembicaraan
antara Yesus dan murid-murid-Nya, yang kini dinamakan rasul-rasul. Yesus mengajarkan
mereka perihal Kerajaan Allah dan menjelaskan bahwa waktu dan saat pemulihan Kerajaan
Allah secara genap akan ditentukan Allah sendiri. Disini “Kerajaan Allah” dipandang dari
segi “ke-akan-an”.
Pokok mengenai “Kerajaan Allah akan dipulihkan sepenuhnya” didukung juga oleh ucapan
dua malaikat yang tiba-tiba hadir sesudah Yesus diangkat naik ke surga. Menurut mereka,
Yesus akan datang kembali sebagaimana Ia pergi. Kedatangan-Nya kembali tentu
mengingatkan pembaca pada ramalan di dalam Lukas bahwa pada saat kedatangan-Nya
kembali, Kerajaan Allah secara genap akan dipulihkan (Luk.19:11-27; 21:27).
Tema “Kerajaan Allah” juga didukung oleh detail lain dalam episode kenaikan ini, yaitu
“awan” (Kis.1:9). Awan yang menyertai Yesus naik ke surga menggambarkan awan yang
akan menyertai Yesus turun pada kedatangan-Nya kembali, ketika Ia datang sebagai raja dari
Kerajaan Allah. Hal ini dikatakan (tokoh) Yesus sendiri di dalam Lukas 21:27, “Pada waktu
itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan
kemuliaan-Nya.
Jadi, pada episode kenaikan di dalam Kisah Para Rasul, tema dasarnya ialah “Kerajaan
Allah”. Dalam hal ini Kerajaan Allah dilihat dari dimensi keakanan. Sebagaimana di dalam
Lukas, Kerajaan Allah pada prinsipnya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi “sudah hadir”
(Luk.4:21; 11:20; 16:16; 17:21) dan dimensi “akan hadir” (Luk.12:40; 17:24; 19:11-27;
21:27; 22:16, 18, 30; 23:42). Dengan demikian, bila kedua dimensi ini dipadukan, dapat
disimpulkan bahwa Kerajaan Allah telah hadir pada saat Yesus berkarya di bumi dan akan
terus digenapi secara sempurna sampai pada kedatangan-Nya kembali ke bumi.
Dimensi keakanan Kerajaan Allah pun tersirat dalam harapan para rasul akan kehadiran
Kerajaan itu secara penuh. Harapan ini tersirat di dalam episode yang terjadi tak lama
sesudah episode kenaikan yaitu “Matias dipilih menggantikan Yudas” (Kis.1:15-26). Pada
dirinya, kisah ini memang bercerita tentang pengangkatan Matias sebagai rasul kedua belas
untuk menggantikan Yudas Iskariot yang berkhianat dan telah mati. Namun, secara tersirat,
kisah ini mengungkapkan pengharapan akan kedatangan Kerajaan Allah secara penuh. Dasar
penafsiran ini ialah keterangan Lukas 22:30 bahwa para rasul akan menghakimi kedua belas
suku Israel di dalam Kerajaan Allah yang akan datang. Penalarannya adalah bahwa untuk
menghakimi kedua belas suku dibutuhkan kedua belas rasul sehingga “harus” diangkat rasul
kedua belas mencerminkan pengharapan para rasul akan datangnya Kerajaan Allah secara
penuh.
Selain itu, istilah “Kerajaan Allah” juga muncul dua kali secara eksplisit dibagian akhir Kisah
Para Rasul (28:23 dan 31). Konteks dari istilah ini “Kerajaan Allah” ini adalah pemberitaan
Paulus di Roma. Dalam konteks ini, berita tentang Kerajaan Allah selalu disertai dengan
berita tentang Yesus. Artinya, “Kerajaan Allah” di sini lebih dipandang dari dimensi
“kesudahan”, yaitu Kerajaan Allah sudah datang melalui diri Yesus.
Namun, tema “Kerajaan Allah” juga secara implisit diungkapkan dibagian akhir Kisah Para
Rasul. Di dalam Kisah Para Rasul 28:20 diungkapkan bahwa Israel mengharapkan pemulihan
Kerajaan Allah secara penuh (bnd. Kis.1:6). Dalam hal ini Kerajaan Allah lebih dipandang
dari dimensi keakanan.
Jadi, pada bagian awal maupun diakhir Kisah Para Rasul tampaknya tema “Kerajaan Allah”
ingin ditekankan. Namun, karena muncul diawal dan diakhir, maka terbentuklah struktur
pemelukan (inklusio), yang secara tak langsung mengungkapkan bahwa berita mengenai
Yesus – yang diberitakan baik melalui perkataan maupun perbuatan para rasul disepanjang
cerita Kisah Para Rasul – adalah berita mengenai Kerajaan Allah (bnd. Kis.8:12; 14:22; 19:8;
20:25). Maka diagram inklusio Kerajaan Allah di seluruh Kisah Para Rasul adalah sebagai
berikut:
AWAL TENGAH AKHIR
Kerajaan Allah - karya dan ajaran para rasul - Kerajaan Allah
Kerajaan Allah telah hadir dan akan hadir secara penuh, maka salah satu efek retorika yang
diharapkan terjadi pada pembaca ialah pembaca diajak untuk percaya pada kehadiran-Nya
dan berpartisipasi dalam Kerajaan Allah yang sedang berkembang menuju penggenapannya
secara sempurna. Pembaca diajak untuk berpartisipasi penuh sebab keterlibatan mereka
mengandung resiko sebagaimana yang sudah mereka saksikan sendiri dalam hidup Yesus (di
Injil Lukas) dan para rasulnya (di Kisah Para Rasul), misalnya dimusuhi, dianiaya, dibunuh,
atau dipenjarakan.
Peramalan
Ramalan mengenai kenaikan Yesus ke surga sudah diungkapkan di dalam Lukas 24:25-27.
Dalam ramalan yang telah dinyatakan oleh para nabi dan seluruh Kitab Suci itu sekarang
digenapi. Yesus sendiri juga sudah meramalkan, dalam bentuk cerita perumpamaan, bahwa Ia
akan pergi kepada Allah untuk dinobatkan menjadi raja dan akan datang kembali sebagai raja
(Luk.19:12). Jadi, pada dasarnya kenaikan ke surga merupakan kepergiaan-Nya untuk
dinobatkan menjadi raja.
Namun, dalam episode kenaikan di dalam Kisah Para Rasul bukan kepergiaan-Nya itu yang
ditekankan. Di dalam Kisah Para Rasul 1 hal yang ditekankan justru beberapa ramalan yang
masih akan digenapi. Ada empat ramalan, yang disebutkan dalam pasal pertama:
1. Ayat 5: ramalan bahwa rasul-rasul akan dibaptis dengan Roh Kudus sesuai dengan janji
Bapa;
2. Ayat 7: ramalan bahwa Kerajaan Allah akan dipulihkan, tetapi mengenai waktu dan
saatnya Allah Bapa sendiri yang menentukan;
3. Ayat 8: ramalan bahwa para saksi akan bersaksi sampai ke ujung bumi;
4. Ayat 11: ramalan bahwa Yesus yang diangkat naik ke surga itu akan datang dengan cara
yang sama sebagaimana Ia pergi.
Keempat ramalan itu memiliki kaitan erat satu sama lain. ramalan kedua mengenai pemulihan
Kerajaan Allah, akan terjadi pada saat ramalan keempat digenapi yaitu saat Yesus datang
kembali. Kerajaan Allah akan digenapi secara penuh pada kedatangan Yesus kembali. Sebab,
pada kedatangan-Nya kembali, Yesus akan datang sebagai raja dalam kemuliaan-Nya untuk
secara penuh memerintah Kerajaan Allah itu (Luk.19:11-29; 23:42; Kis.3:21; 17:31).
Namun, sebelum pengenapan kedua ramalan tersebut, ramalan pertama dan ketiga akan
digenapi terlebih dahulu. Sebab, berita mengenai Injil Kerajaan Allah harus diberitakan lebih
dahulu sampai ke ujung bumi; dan sehubungan dengan tugas pemberitaan Injil ini para rasul
perlu diperlengkapi dulu dengan Roh Kudus, sebagaimana yang dialami Yesus dahulu
(Luk.3:22; 21:12-13; Kis.1:5; 2:17-20).[3]
Transposisi adalah pergeseran dalam ruang dan waktu
Menurut laporan Lukas dalam Kisah para Rasul, mengira bahwa Kerajaan Allah akan
diwujudkan tanpa suatu transposisi iman dari Yerusalem ke seluruh dunia. Mereka bertanya
kepada Yesus, mungkin dengan rasa tidak sabar dan prihatin,: Tuhan, maukah Engkau pada
masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” perhatian mereka terutama sekali masih tertuju
pada kedaulatan politis. Yesus dengan segera menekan pengharapan ini dan menjelaskan
kepada mereka bahwa transposisi iman harus terjadi terlebih dulu. Katanya, “kamu akan
menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan diseluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”
(Kis.1:6-8).[4]
Karya Kristus melalui umat
Sebagaimana Injil Lukas mengetengahkan penggenapan janji-janji Perjanjian Lama, Kisah
Para Rasul menceritakan realisasi janji Kristus kepada murid-Nya. Kisah Para Rasul
merupakan lanjutan dari semua “yang dikerjakan dan diajarkan Yesus” (Kis.1:1), yang
direalisasikan dan hidup dan pelayanan para rasul. Injil Lukas berakhir dengan perintah untuk
“tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kuasa dari tempat tinggi”
(Luk.24:49); Kisah Para Rasul dimulai dengan turunnya kuasa tersebut (Kis.2). Selain itu,
pengajaran para rasul dalam Kisah Para Rasul berakar pada perbuatan-perbuatan Allah dalam
Kristus yang memuncak kepada pencurahan Roh Kudus, dengan cara yang sama seperti
pelayanan Yesus berkembang dalam terang perbuatan-perbuatan Allah dalam Perjanjian
Lama. Apa yang Yesus kerjakan dan ajarkan itu merupakan awal dari Kerajaan Allah, yang
disempurnakan ketika Ia datang kembali. Namun waktu diantara kedua kejadian itu bukan
sekedar masa antara di mana kesaksian-kesaksian lisan dikemukakan, melainkan lebih
merupakan perluasaan Kerajaan Allah yang diperkenalkan Yesus melalui kuasa Roh Kudus.
[5]

Kisah Para Rasul 1:6


Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini
memulihkan kerajaan bagi Israel?
Seluruh pelayanan Yesus seolah-olah sangat tidak menguntungkan. Pusat dari berita-Nya
adalah Kerajaan Allah (Mrk.1:14); tetapi, kesulitan yang ada adalah bahwa hal yang
dimaksud Yesus dengan Kerajaan Allah itu berbeda dengan Kerajaan Allah bagi orang lain.
Orang-orang Yahudi selalu membanggakan dirinya sebagai umat pilihan Allah. Dengan
demikian mereka bermaksud menyatakan bahwa mereka ditentukan secara pasti menerima
kesempatan yang istimewa dan sebagai bangsa yang mendominasi dunia. Seluruh bagian
sejarah membuktikan, bahwa secara manusia hal itu tidak akan pernah terjadi. Palestina
adalah sebuah negeri yang kecil, tidak lebih dari 120 mil panjangnya dan 40 mil lebarnya.
Negeri ini merdeka, tetapi kemudian menjadi bagian dari kerajaan Babel, Persia, Yunani dan
Romawi. Oleh karena itu, orang-orang Yahudi mengharapkan suatu saat nanti, di mana Allah
akan memasuki sejarah manusia secara langsung dan saat itu Dia dengan kekuatan-Nya akan
menciptakan kedaulatan dunia yang mereka impikan. Mereka memahami kerajaan secara
politis. Bagaimana pemahaman Yesus tentang kerajaan? Mari kita lihat Doa Bapa Kami.
Dalam doa ini ada dua petisi yang berdampingan:”Datanglah Kerajaan-Mu; Jadilah
kehendak-Mu di bumi seperti di surga”. Sekarang, menurut corak karakteristik Ibrani, seperti
dalam mazmur, bila ada dua hal yang mengambil bentuk paralel, maka yang kedua akan
menguatkan yang pertama. Demikian juga dengan dua petisi ini. Petisi kedua adalah arti dari
petisi pertama. Oleh karena itu, kita lihat bahwa kerajaan yang Yesus maksudkan ialah suatu
masyarakat di dunia, di mana kehendak Allah akan terjadi s ecara sempurna, seperti di surga.
Oleh karena itu, nyata sekali bahwa kerajaan itu didasari bukan oleh kekuasaan, melainkan
oleh kasih.[6]
Kedatangan kerajaan-Nya, Kisah Para Rasul 1:3b. Hal ini mengacu kepada pemerintahan
Allah atas hati dan kehidupan orang yang percaya kepada-Nya (Mat.6:33; 1 Yoh.3:1-9;
Rm.14:17). Jika kita membaca keempat Injil, kita akan mendapati bahwa para rasul memiliki
pandangan politik yang kuat atas kerajaan itu dan terutama memperhatikan kedudukan dan
hak-hak mereka. Sebagai orang Yahudi yang loyal, mereka ingin mengalahkan musuh-musuh
mereka dan membangun suatu kerajaan yang kokoh di bawah pemerintahan Mesias sebagai
raja mereka. Mereka tidak menyadari bahwa pertama-tama harus ada perubahan spiritual di
dalam hati bangsa itu (Luk.1:67-69). Tuhan Yesus tidak memarahi mereka karena mereka
“banyak tanya” mengenai kerajaan yahudi yang akan datang (Kis.1:6). Bagaimanapun juga,
Ia telah membuka pikiran mereka untuk memahami kitab suci (Luk.24:44). Jadi, seharusnya
mereka sudah mengerti apa yang mereka tanyakan itu. Tetapi Allah tidak mengungkapkan
kepada kita jadwal-Nya, maka sia-sia saja kalau kita berspekulasi. Yang penting bukanlah
ingin tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi justru bergiat pada masa kini untuk
menyebarkan berita tentang Kerajaan rohani Allah. Inilah penekanan lain dari Kisah Para
Rasul.[7]

2.1 Tujuan pemberitaan Kerajaan Allah


a. Mengembalikan Umat
Pemberitaan tentang kerajaan Allah merupakan fokus Yesus Kristus ketika Ia
menjalankan tugasNya di dunia. Membawa kembali setiap orang yang percaya untuk
menyadari apa yang sedang menunggu di hadapan mereka. mengembalikan fokus umat yang
seringkali tertuju pada hal-hal yang dapat hilang di dunia ini, dan menggantikannya pada hal
yang bernilai kekal. 1 Tes 2:12, 1 Kor 15:50
b. Mengokohkan Tahta Keturunan Daud
Yesus adalah pewaris takhta Daud, yang telah dinubuatkan nabi-nabi, yang menggenapi
“perjanjianNya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham” (Kej 12:7)
dan sebagai pewaris dinasti Daud (1 Raj 2:33), Yesus datang menawarkan pembebasan dari
penindas yg menghalangi kebebasan beribadah kepada Allah, pengharapan, damai sejahatera,
kesempatan untuk mengejar kebenaran, dan untuk mengalami keselamatan ketika dosa
diampuni dan pembebasan dari perhambaan serta hukuman mati, sebagaimana janji Allah
pada keturunan Daud yang akan selalu mendapt selamat sampai selama-lamanya.
“Dan Ia telah memberikan kuasa kepadaNya untuk menghakimi karena Ia adalah Anak
Manusia” (Yoh 5:27).
Yesus juga mengatakan keputusan untuk semua “dihari” dimana anak manusia datang
untuk mendirikan kerajaanNya dalam (Mat 7:22; Lk 17:30–35)10. Allah Bapa yang
menugaskan AnakNya untuk datang kedunia, melakukan tugas tanggung jawabNya terkhusus
untuk pemulihan kerajaan yang Bapa berikan pada Anak. Maka tujuan pemberitaan Kerajaan
Allah adalah untuk mengingatkan akan ada saat dimana Allah menegakkan pemerintahan
AnakNya, Kristus untuk berada di kursi pemerintahan dan akan mengadili setiap kita.

c. Kesulitan Masuk Kerajaan Allah


Hidup menjadi manusia yang baru, di lahirkan dan di baharui di dalam Kristus,
membuat kita dapat menikmati Kerajaan yang tak tergoyahkan tersebut. “Jawab Yesus: Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak
dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Yoh 3:5). Ada tuntutan yang terlebih dulu harus kita
penuhi ketika ingin menikmati Kerajaan itu. Dan karena Kerajaan itu bukanlah kerajaan yang

Bab III
Kesimpulan

Walaupun sejatinya hal Kerajaan Allah ini tidak dapat dijelaskan secara gambling,
tetapi dari penjelasan dalam Injil Sinoptik dan beberapa bagian dari surat-surat sedikit
membantu kita untuk memahami maksud sebenarnya dari Allah menyampaikantentang
Kerajaan Allah dan mengapa kita perlu mengetahui dan mengerti bahwa Kerajaan itu tidak
hanya dilihat sebagai suatu bentuk penegakan kekuasaan tetapi juga merupakan suatu masa/
kondisi/ situasi yang sedang dialami manusia dimasa penantian zaman akhir ini.Sebagai
Murid Yesus, kita harus mampu meneladani apa yang telah dilakukan-Nya, menyandarkan
hidup kita kepada kekuatan Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan hidup kita. Dan
kalau Yesus mewartakan Kerajaan Allah melalui tindakan belas kasih, kitapun juga mesti
mampu berbuat belas kasih pada sesama terutama mereka yang menderita, yang
tersingkirkan, dan kurang mendapat perhatian.

Daftar Pustaka

Komkat KAS. 1997. Mengikuti Yesus Kristus. Jilid 2 dan 3. Yogyakarta:


Kanisius.http://www.katolisitas.org/apakah-arti-kerajaan-allah/
John Drane, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis (Jakarta: BPK Gunung
Mulia,
2012).
Barclay, William, 2010. Pemahaman Alkitab Setiap Hari. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Brink, 1993. Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Wiersbe, Warren W. 2002. Dinamis Di dalam Kristus. Bandung: Yayasan Kalam Hidup
https://books.google.co.id/books?
id=e7CSXZy9m2QC&pg=PA81&dq=kerajaan+Allah+menurut+Kisah+para+rasul&hl=id&s
a=X&ved=0ahUKEwjCgreumNPRAhWGt48KHfqnDWkQ6AEIHTAB#v=onepage&q=keraj
aan%20Allah%20menurut%20Kisah%20para%20rasul&f=false
https://books.google.co.id/books?
id=1KNouGdrMr0C&pg=PA8&dq=kerajaan+Allah+menurut+Kisah+para+rasul&hl=id&sa=
X&ved=0ahUKEwjCgreumNPRAhWGt48KHfqnDWkQ6AEINjAH#v=onepage&q=kerajaa
n%20Allah%20menurut%20Kisah%20para%20rasul&f=false
https://books.google.co.id/books?
id=Lbi6HyzKz3IC&pg=PA184&dq=kerajaan+Allah+menurut+Kisah+para+rasul&hl=id&sa
=X&ved=0ahUKEwjC-
LXKmNPRAhXEtI8KHT6bCwY4ChDoAQgzMAY#v=onepage&q=kerajaan%20Allah
%20menurut%20Kisah%20para%20rasul&f=false

[1] William Barclay, 2010. Pemahaman Alkitab Setiap Hari. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hal.1-6.
[2] Ds. H. V. D. Brink, 1993. Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hal. 11.

Anda mungkin juga menyukai