Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH AKSESIBILITAS TERHADAP

LINKAGE KAWASAN DESTINASI WISATA


(STUDI KASUS: KAWASAN PASAR IKAN - TAMAN FATAHILLAH)
MATA KULIAH : ISU LINGKUNGAN BINAAN
DOSEN : Ir. HADI PRABOWO, MT.

OLEH :
PIZZA AGRADIANA
152.170.013

PASCA SARJANA JURUSAN MAGISTER ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2017
PENGARUH AKSESIBILITAS TERHADAP
LINKAGE KAWASAN DESTINASI WISATA
(STUDI KASUS: KAWASAN PASAR IKAN - TAMAN FATAHILLAH)
OLEH : PIZZA AGRADIANA, ST.

ABSTRAK
Kotatua Jakarta, sebuah kawasan di Utara Jakarta sebagai salah satu tempat wisata sejarah
Jakarta. Ironinya, kawasan dengan luas +334ha hanya dikenal oleh wisatawan dengan
keberadaan Museum Fatahillah dan sekitarnya saja. Adanya anggapan “belum wisata ke
kotatua kalau tidak mengunjungi Fatahillah”, telah menjadi acuan kalau Fatahillah adalah
Kotatua. Padahal dalam kawasan yang terdiri dari 5 zona pengembangan tersebut, juga
terdapat tempat menarik lainnya sebagai daya tarik wisata. Salah satunya kawasan Pasar Ikan
yang berada dalam zona Sunda Kelapa. Namun struktur jalan dan sirkulasi yang berliku antar
kedua kawasan ini membuat kawasan Pasar Ikan ini tidak terintegerasi dan kurang diminati
wisatawan Kotatua. Untuk itu dalam tulisan ini, akan membahas bahwa peran faktor
aksesibilitas sangatlah berpengaruh dalam mewujudkan keterhubungan/linkage antar zona
kawasan (kawasan Pasar Ikan dengan Taman Fatahillah).
Kata kunci : aksesibilitas, linkage kawasan.

PENDAHULUAN
Kawasan Kotatua, salah satu destinasi wisata di Jakarta yang telah menjadi ikon tersendiri bagi
wisatawan lokal maupun turis mancanegara. Saat mendengar kata kotatua, banyak yang
membayangkannya adalah bangunan Museum Fatahillah dan sekitarnya, wisatawan
beranggapan belum berwisata kotatua kalau tidak mengunjungi kawasan Fatahillah ini.
Padahal, dalam rencana induk kawasan kotatua, deliniasi area kotatua sangat luas sekitar
334Ha. Dalam deliniasi zona inti kotatua, selain kawasan Fatahillah terdapat juga kawasan
Sunda Kelapa, Museum Bahari/Pasar Ikan, dan Kali Besar. Salah satunya kawasan Pasar Ikan,
yang terletak paling utara dari kawasan kotatua ini. Belum banyak wisatawan yang
mengunjungi kawasan ini, mungkin karena tidak sekeren kawasan Fatahillah, namun masih
tetap menarik untuk ditelusuri.1
Kawasan Pasar Ikan sedang mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah DKI Jakarta
dalam menggalakkan upaya pelestarian terhadap bangunan - bangunan bersejarah Batavia
yang masih tersisa, salah satu upayanya melalui revitalisasi kawasan Pasar Ikan menjadi
Kawasan Sentra Wisata Bahari Jakarta yang terintegerasi dengan Kotatua 2. Dalam rencana
induk kawasan kotatua, juga disebutkan salah satu visinya adalah meningkatkan kualitas fisik
dan visual Kotatua dengan meningkatkan aksesibilitas.3
Faktanya, akses jalan dari kawasan Fatahillah harus memutar ke Jl.Kali Besar dahulu lalu
masuk ke Jl.Tongkol baru sampai ke kawasan Pasar Ikan, padahal dilihat dari pola jaringan
jalan yang ada dapat melalui Jl. Cengkeh menerus ke Jl.Tongkol lebih praktis. Namun sirkulasi
kendaraan kedua jalan ini berlawanan arah, jalannya 1 arah di sepanjang Jl.Cengkeh ke arah
Fatahillah, dan sepanjang Jl.Tongkol sirkulasi kendaraan jalan menjadi 2 arah ke arah Pasar
Ikan/Sunda Kelapa.
Sehingga timbul masalah tidak adanya integerasi/linkage kawasan yang baik antara kawasan
fatahillah dengan kawasan pasar ikan. Perbaikan dalam aspek linkage ini diperlukan untuk
mendukung Kota Tua agar dapat mempertahankan fungsinya sebagai destinasi wisata dan area
komersial.
Dari uraian di atas, maka untuk menjawab fenomena ini, dapat disimpulkan ke dalam
pertanyaan besar penelitian yakni :

1 https://ferdicullen.com/2017/08/17/ayo-ke-museum-menara-syahbandar-dan-museum-bahari/
2
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/13/17040081/Pasar.Ikan.Jadi.Sentra.Wisata
3 Pergub No.36 Tahun 2014, tentang rencana induk kawasan kotatua jakarta

1
“Bagaimana cara meningkatkan aksesibilitas jalan yang menghubungkan kedua kawasan
sehingga tercipta keterhubungan/linkage yang efisien bagi pengunjung/wisatawan Kotatua”.
Maksud dari penelitian ini adalah meninjau aspek linkage kawasan dari Taman Fatahillah ke
Pasar Ikan melalui aksesibilitas jalan yang menghubungkannya.
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah dapat mengeluarkan rekomendasi berupa jalan yang
potensial terhadap aspek keterhubungan/linkage antar kawasan, sehingga kawasan Pasar Ikan
dapat terintegerasi dengan kawasan Taman Fatahillah sebagai jalur destinasi wisata Kotatua.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi panduan dalam penataan aspek aksesibilitas /linkage
antar kawasan Taman Fatahillah dengan kawasan Pasar Ikan, dan dapat menghidupkan
kembali kawasan Pasar Ikan Luar Batang dengan memperhatikan potensi bangunan cagar
budaya yang ada dengan lingkungannya, serta mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial
masyarakat setempat.

GAMBARAN UMUM KAWASAN


A. Kawasan Pasar Ikan
Kawasan Pasar Ikan, merupakan titik awal perkembangan kota Jakarta. Perannya sangat
penting sebagai pelabuhan dan pelelangan ikan pada abad ke-16. tahun 1997, namun pada
tahun 1997 segala aktifitas pendaratan ikan di pelabuhan Sunda Kelapa ditutup (keputusan
Gubernur DKI No.268 tahun 1997), sehingga Pasar Ikan sebagai tempat pelelangan ikan
tidak lagi melakukan kegiatan bongkar muat dan pelelangan ikan dari jalur laut.
Menurut SK Gubernur No.36 tahun 2014, tentang Rencana Induk Kota Tua Jakarta, kawasan
Pasar Ikan Luar Batang masuk dalam zona inti dalam area pengendalian Kawasan Kota tua.

Gambar 1. Kawasan Pasar Ikan Luar Batang termasuk dalam zona inti
kawasan kotatua (sumber : peta rencana induk kotatua)

B. Kawasan Kotatua Jakarta


Kota Tua Jakarta merupakan salah satu kota tua yang ada di Indonesia, bahkan kedepannya
akan diusulkan kepada UNESCO untuk menjadi salah satu warisan budaya dunia. Dalam
proses pembentukan sebuah kota atau kawasan, Kota Tua Jakarta yang berkembang di
sepanjang aliran sungai Kali Besar memiliki embrio kawasan yang menjadi cikal bakal
pertumbuhan kota tua itu sendiri; yaitu kawasan di sekitar Kali Besar itu sendiri dan di
sekitar Taman Fatahillah.
Pada masa lalu, kawasan Kota Tua Jakarta (Oud Batavia) merupakan gerbang utama akses
masuk ke Jakarta melalui jalur perairan, salah satu jalur distribusi yang penting dengan
berpusat di Pelabuhan Sunda Kelapa.
Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta
Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis
dan sumber daya melimpah.4

4 (https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tua_Jakarta)

2
⚫ Batas Wilayah Kawasan Kota Tua :
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.36 Tahun 2014, tentang Rencana
Induk Kawasan Kotatua Jakarta, dinyatakan luas kawasan Kota Tua Jakarta adalah +334Ha.
Secara administratif, kawasan Kota Tua Jakarta meliputi 4 wilayah kecamatan, yaitu
kecamatan Penjaringan dan kecamatan Pademangan wilayah Jakarta Utara, serta kecamatan
Tamansari dan kecamatan Tambora dalam wilayah Jakarta Barat.
Dalam pembahasan ini, akan merinci area deliniasi penelitian kawasan Kotatua lebih
spesifik, yakni area Taman Fatahillah, yang menjadi ikon dari kawasan Kotatua Jakarta. Area
Taman Fatahillah ini dalam rencana pemerintah daerah DKI Jakarta akan terintegerasi
dengan area Sunda Kelapa (Pasar Ikan).
Gambar 2. Kawasan Taman Fatahillah termasuk dalam zona inti
kawasan kotatua (sumber : peta rencana induk kotatua)

⚫ Rencana Induk Kawasan Kotatua Jakarta


Dalam Peraturan Gubernur No.36 Tahun 2014, tentang rencana induk kawasan kotatua,
dijelaskan mengenai pengaturan kawasan kotatua sebagai pedoman dalam pengembangan
kotatua yang lebih baik. Strategi penataan kawasan kotatua Jakarta, sesuai dengan Rencana
Induk Kawasan Kotatua, diantaranya :
a. mempertahankan kondisi eksisting struktur dan morfologi kota yang masih tersisa serta
mengembalikan jejak Kotatua Jakarta sejauh hal tersebut memungkinkan guna
meningkatkan potensi ekonomi dan historis kawasan;
b. melakukan peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur secara
bertahap sehingga menunjang kegiatan kawasan;
c. perbaikan aksesibilitas dan Sarana Angkutan Umum Massal (SAUM) melalui manajemen
lalu-lintas yang terpadu;
d. melestarikan budaya masyarakat di kawasan Pasar Ikan, untuk memperkuat karakter
sosial budaya masyarakatnya dalam pembangunan;
e. mewujudkan kepedulian dan melibatkan peran masyarakat terhadap pengembangan
kawasan Pasar Ikan melalui sosialisasi, aktivitas sosial dan budaya, kerjasama antar
berbagai elemen masyarakat dan pemerintah melalui sistem manajemen perkotaan dan
sistem kelembagaan yang profesional dan transparan.
Rencana pengembangan kawasan Kotatua diwujudkan melalui penataan pada komponen
pembentuk karakter historis, estetika, sosial dan budaya ruang kota yang meliputi: struktur
jalan, tata guna lahan dan fungsi bangunan, tata bangunan, ruang terbuka dan lansekap,
distribusi intensitas lahan, wajah jalan dan elemen khusus kota.
Prinsip penataan struktur jalan di Kotatua antara lain:
a. mempertahankan dan mengembalikan pola struktur grid Kotatua; dan
b. mencegah perusakan pola tersebut akibat pengembangan kawasan.

3
KAJIAN PUSTAKA

Aksesibilitas dalam Pariwisata


Dalam praktiknya, terdapat 3 komponen dasar pembentuk produk pariwisata dan tujuan
wisata, yaitu : Daya tarik wisata (Attraction), Amenitas dan Aksesibilitas. 5
Dari ketiga komponen tersebut, salah satu yang berpengaruh adalah aspek Aksesibilitas,
merupakan jaringan dan sarana prasarana yang menghubungkan suatu kawasan wisata dengan
wilayah lain, dan merupakan pintu masuk bagi wisatawan untuk mengunjungi tempat wisata.
Aksesibilitas dalam pariwisata berkenaan dengan tingkat kemudahan seorang wisatawan
mencapai suatu objek wisata. Aksesibilitas penting untuk diperhatikan, mengingat aspek
tersebut bisa memberikan pengaruh yang besar bagi para wisatawan.6
Suwantoro (2000: 56) menyatakan bahwa aksesibilitas adalah merupakan salah satu aspek
penting yang mendukung pengembangan pariwisata, karena menyangkut pengembangan lintas
sektoral. Tanpa dihubungkan dengan jaringan transportasi tidak mungkin sesuatu obyek
wisata mendapat kunjungan wisatawan. Obyek wisata merupakan akhir perjalanan wisata dan
harus memenuhi syarat aksesibilitas, artinya objek wisata harus mudah dicapai dan dengan
sendirinya juga mudah ditemukan.
Soekadijo (2003: 107- 108) mengungkapkan persyaratan aksesibilitas terdiri dari akses
informasi dimana fasilitas harus mudah ditemukan dan mudah dicapai, harus memiliki akses
kondisi jalan yang dapat dilalui dan sampai ke tempat obyek wisata serta harus ada akhir
tempat suatu perjalanan. Oleh karena itu harus selalu ada:
1. Akses informasi. Dengan adanya kemajuan, manusia
untuk menyalurkan segala bentuk keinginannya telah
menjadikan dunia ini sebagai suatu tempat tanpa
batas. Masukan informasi yang lengkap tentunya akan
menyebabkan para wisatawan semakin mudah untuk
menyeleksi kawasan-kawasan yang akan dikunjungi.
Informasi itu dapat berupa promosi dan publikasi.
2. Akses kondisi jalan menuju obyek wisata, dan jalan
akses itu harus berhubungan dengan prasarana
umum. Kondisi jalan umum dan jalan akses menentukan aksesibilitas suatu obyek wisata.
Aksesibilitas ini merupakan syarat yang penting sekali untuk obyek wisata.
3. Selanjutnya sebagai tempat akhir perjalanan, di tempat objek wisata harus ada terminal,
setidak-tidaknya tempat parkir. Baik jalan akses maupun tempat parkir harus sesuai dengan
kebutuhan yaitu sesuai dengan jumlah wisatawan yang diharapkan kedatangannya dan jenis
serta jumlah kendaraan yang diperkirakan akan digunakan oleh para wisatawan.
Apabila merujuk pada konsep destinasi wisata Gunn, aksesibilitas terbagi menjadi dua, yakni
Akses dan Linkage. Akses merupakan pintu masuk atau penghubung antara suatu kawasan
dengan kawasan lain, dalam hal ini dapat diartikan kawasan wisata satu dengan kawasan
wisata lain disekitarnya. Sedangkan linkage disini berarti penghubung antar berbagai
objek/kawasan wisata dalam suatu daerah. Linkage juga berkaitan dengan ketersediaan
prasarana/infrastruktur jalan sebagai prasarana penghubung antar kawasan wisata tersebut.

Aksesibilitas Wilayah
Aksesibilitas, adalah konsep yang menghubungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara
geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. 7 Aksesibilitas
tersebut terdiri dari prasarana (sistem jaringan jalan) yang ada beserta ketersediaan sarana
untuk melakukan pergerakannya (angkutan pribadi maupun angkutan umum).

5 http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/673/jbptitbpp-gdl-aditioadin-33604-3-2009ta-2.pdf
6 http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0703773_chapter2x.pdf
7 Sukarto, Ir.Haryono. 2003. Sistem Transportasi, Hal.2. Jakarta: Penerbit PT.Medisa.

4
Menurut Black (1981) Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi
tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai
melalui transportasi.
Salah satu variabel yang dapat dinyatakan apakah tingkat aksesibilitas itu tinggi atau rendah
dapat dilihat dari banyaknya sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut. Semakin
banyak sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut, maka semakin mudah aksesibilitas
yang didapat begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka
semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989:91).
Tingkat aksesibilitas wilayah juga bisa di ukur berdasarkan pada beberapa variabel yaitu
ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan.
Seperti keberagaman pola pengaturan fasilitas umum terjadi akibat berpencarnya lokasi
fasilitas umum secara geografis dan berbeda jenis dan intensitas kegiatannya. Kondisi ini
membuat penyebaran lahan dalam suatu wilayah menjadi tidak merata (heterogen), dan faktor
jarak bukan satu-satunya elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas.
(Miro dalam Fitriadi, 2017).
Faktor lain yang juga mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah topografi, sebab
dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan interaksi di suatu daerah.
Menurut Haryono Sukarto (2003, p.2), Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Untuk dua
tempat yang berdekatan, dikatakan aksesiblitas antara kedua tempat tersebut tinggi.
Sebaliknya, jika kedua tempat itu berjauhan, dapat dikatakan aksesibilitas antara keduanya
rendah. Namun, aksesibilitas ke tempat tertentu yang jauh letaknya, misal bandara, dapat
ditingkatkan dengan menyediakan sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan
kecepatan tinggi, sehingga waktu tempuh menjadi pendek.
Karena itu, penggunaan “jarak” sebagai ukuran aksesibilitas kuranglah tepat, dan digunakan
“waktu tempuh” yang mempunyai kinerja lebih baik dalam menyatakan aksesibilitas.
Klasifikasi tingkat aksesibilitas :
KONDISI PRASARANA JARAK AKSESIBILITAS
Jauh Rendah
Jelek
Dekat Menengah
Jauh Menengah
Baik
Dekat Tinggi
(sumber : Black dalam Haryono, 2003).

Dapat disimpulkan, beberapa variabel yang menentukan aksesibilitas wilayah, yakni :


A. Sistem Jaringan
Perpindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain selalu melalui jalur-jalur
tertentu. Tempat asal dan tujuan dihubungkan satu sama lain dengan suatu jaringan
(network) dalam ruang. Jaringan tersebut dapat berupa jaringan jalan, yang merupakan
bagian dari sistem transportasi.8
Sistem jaringan jalan menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1985) bahwa sistem
jaringan jalan terbagi atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan yang berperan sebagai pelayanan
jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat Nasional dengan simpul jasa
distribusi yang kemudian berwujud kota, sedangkan sistem jaringan jalan sekunder adalah
sistem jaringan jalan yang berperan sebagai pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di
dalam kota.9

8 Transportasi dan Aksesibilitas Pedesaan,


http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-
BAGJA_WALUYA/GEOGRAFI_DESAKOTA/Aksesibilitas_desa.pdf
9 Abdul Wahab. Dampak peningkatan kualitas jalan lingkar barat Enrekang terhadap pengembangan kawasan pertanian.

2009.

5
B. Jaringan Jalan
Jaringan jalan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran pelayanan umum,
tersedianya prasarana jalan baik kualitas maupun kuantitas sangat menentukan mudah dan
tidaknya suatu daerah dijangkau (tingkat aksesibilitas). Apabila aksesibilitas di suatu daerah
tinggi maka perkembangan wilayah akan mengalami kelancaran. Sehingga semakin baiknya
sistem jaringan jalan dalam suatu wilayah, semakin lancar pula distribusi barang, jasa
maupun informasi lainnya yang dapat memacu perkembangan wilayah tersebut.
Klasifikasi jalan umum menurut fungsinya :
1. Jalan Arteri, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan kriteria
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
2. Jalan Kolektor, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan kriteria perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah
jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan dengan kriteria
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
kriteria perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.
Dalam Rencana Induk Kawasan Kotatua, Prinsip penataan struktur jalan di kawasan Kotatua
antara lain:
1. mempertahankan dan mengembalikan pola struktur grid Kotatua; dan
2. mencegah perusakan pola tersebut akibat pengembangan kawasan.
C. Transportasi
Menurut Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan, pelayanan akses transportasi
umum erat kaitannya dengan tingkat pelayanan umum serta kelas jalannya, dimana
pembagian tersebut dijabarkan menurut fungsinya terhadap pelayanan transportasi umum.
Secara sederhana transportasi dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk
memindahkan barang atau orang dari suatu kegiatan tempat asal ke tempat tujuan tanpa
mengalami kerusakan dan tepat waktu. Produk dari transportasi adalah jasa angkutan yang
dihasilkan dari proses pemindahan tadi dan dengan menggunakan transportasi dapat
menciptakan suatu barang atau komoditi berguna menurut tempat (place utility) dan
berguna menurut waktu (time utility) .10
Menurut Fidel Miro (dalam pengantar sistem transportasi, hal.113), terdapat beberapa
masalah yang dirasakan oleh masyarakat pengguna moda transportasi jalan raya dalam kota,
salah satunya yakni rendahnya mobilitas dan aksesibilitas pada :
✓ Kendaraan pribadi, misalnya penundaan dan terbatasnya lahan parkir
✓ Kendaraan penumpang umum massal, misalnya :
- sistem operasi,
- frekuensi kedatangan tidak menentu,
- langkanya lokasi “park and ride” atau tempat pergantian moda (transit),
- terbatasnya rute pelayanan yang mengakibatkan terlalu jauhnya jarak berjalan kaki
- keterbatasan jumlah armada angkutan umum massal dibandingkan dengan jumlah
arus perjalanan masyarakat.
✓ Pejalan kaki
Misalnya penundaan, keamanan terancam akibat interaksi dengan kendaraan bermotor,
terutama pada penyeberangan sebidang.
✓ Pergerakan angkutan barang
Misalnya kurang tersedianya fasilitas untuk bongkar muat barang, perlambatan (kurang
lancarnya kegiatan bongkar muat barang).
D. Dimensi Jalan
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.34 Tahun 2006 tentang Jalan, dijabarkan mengenai
pembagian jalan umum berdasarkan lebar jalannya, yakni :

10Abdul Wahab. Dampak peningkatan kualitas jalan lingkar barat Enrekang terhadap pengembangan kawasan pertanian.
2009.

6
1. Jalan arteri primer 11 meter
2. Jalan arteri sekunder 11 meter
3. Jalan kolektor primer 9 meter
4. Jalan kolektor sekunder 9 meter
5. Jalan lokal primer 7,5 meter
6. Jalan lokal sekunder 7,5 meter
7. Jalan lingkungan primer 6,5 meter
8. Jalan lingkungan sekunder 6,5 meter dan 3,5 meter.
E. Kualitas Jalan
Kualitas jalan terkait dengan bahan yang digunakan sesuai dengan ketentuan teknis.
Berdasarkan bahan, kualitas jalan diperinci menjadi jalan aspal, jalan batu (perkerasan) dan
jalan tanah. Kondisi kualitas jalan yang memadai akan memperlancar arus transportasi yang
berdampak pada sektor perekonomian yang semakin berkembang.11
Menurut World Bank ada kaitan infrastruktur jalan dengan biaya transportasi yaitu apabila
kualitas infrastruktur jalan suatu daerah buruk maka akan mengakibatkan kenaikan biaya
transportasi sehingga menurunkan daya saing produk-produk daerah tersebut dibanding
produk daerah yang lain. Buruknya kulitas jalan di suatu daerah atau negara menempatkan
biaya transportasi yang lebih tinggi dibanding dengan suatu daerah yang memiliki
infrastruktur jalan yang baik.12
F. Topografi
Topografi itu sangat erat hubungannya dengan perencanaan fisik konstruksi jalan.
Sumaatmadja (1988) mengatakan faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas
adalah topografi, sebab dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan
interaksi di suatu daerah.

Teori Linkage (Linkage Theory)


Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang
lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau distrik yang satu dengan yang lain. Garis ini
bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang berbentuk segaris dan
sebagainya.
Teori Linkage berkaitan dengan faktor fungsi, dimana terori ini mempersyaratkan adanya garis
penghubung fungsional antar elemen di dalam kawasan kota (Trancik, 1986: p.106). Esensi
fungsi dalam sistem kota harus diperhatikan. Garis dapat berbentuk jalan, ruang terbuka linier,
atau bentuk lain yang menyatukan fungsi kegiatan antar elemen. Dengan dasar ini dapat dibuat
kesatuan sistem antar kegiatan secara koheren sehingga hubungan atau pergerakannya
menjadi efisien.
Linkage merupakan penghubung satu kawasan dengan kawasan lain. Terdapat tiga pendekatan
yang membagi elemen perkotaan, dapat dilihat dibawah ini (Zahnd, 1999: 108-129):
A. Linkage visual; merupakan dua atau lebih unsur kota dihubungkan menjadi satu kesatuan
secara visual. Elemen linkage visual terdiri dari garis, koridor, sisi, sumbu, dan irama.
Terdapat lima elemen yang dapat menjelaskan linkage visual, yaitu:
a. Elemen garis, menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa.
Untuk massa tersebut bisa dipakai sebuah deretan bangunan ataupun sebuah deretan
pohon yang memiliki rupa masif.
b. Elemen koridor, yang dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon)
membentuk sebuah ruang.
c. Elemen sisi, sama dengan elemen garis yang menghubungkan dua kawasan dengan satu
massa. Perbedaannya dibuat secara tidak langsung, sehingga tidak perlu dirupakan
dengan sebuah garis yang massanya agak tipis, bahkan hanya merupakan sebuah wajah
yang massanya kurang penting.

11Website pemerintah daerah kabupaten Bantul. https://www.bantulkab.go.id/datapokok/0806_status_kualitas_jalan.html


12Sry Devi Tarigan. Analisis pengaruh kualitas infrastruktur jalan terhadap harga hasil pertanian di kecamtan Dolok Silau.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.1 No.6, Juni 2013.

7
d. Elemen sumbu, mirip dengan elemen koridor yang bersifat spasial, namun
perbedaannya ada pada dua daerah yang dihubungkan oleh elemen tersebut yang sering
mengutamakan salah satu daerah tersebut.
e. Elemen irama, menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.

Gambar. Lima Elemen Linkage Visual.


(Sumber: Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu, 1999)
B. Linkage struktural; merupakan hubungan dua daerah dengan mengutamakan satu
daerah, dapat juga berarti menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi
satu kesatuan tatanan. Menyatukan kawasan-kawasan kota melalui bentuk jaringan
struktural yang lebih dikenal dengan sistem kolase (collage). Tidak setiap kawasan
memiliki arti struktural yang sama dalam kota, sehingga cara menghubungkannya secara
hierarkis juga dapat berbeda.
Ada 3 elemen linkage struktural yang mencapai hubungan secara arsitektural, yaitu:
– Tambahan: melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.
– Sambungan: memperkenalkan pola baru pada lingkungan kawasan.
– Tembusan: terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada di sekitarnya dan akan
disatukan sebagai pola-pola yang sekaligus menembus di dalam suatu kawasan.

C. Linkage kolektif; memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota satu


dengan lainnya. Dalam teori linkage, sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan
pergerakan yang merupakan kontribusi yang sangat penting. Linkage memperhatikan dan
mempertegaskan hubungan-hubungan dan pergerakan-pergerakan (dinamika) sebuah
tata ruang perkotaan (urban fabric).
Teori ini terbagi menjadi 3 tipe yaitu:
⚫ Compositional form
Bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi. Dalam tipe ini
hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung.
⚫ Mega form
Susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan
hirarkis.
⚫ Group form
Bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang terbuka. Kota-
kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan pola ini.
Keterkaitan secara fisik dapat dilihat melalui beberapa elemen kota, seperti adanya jalan
sebagai penghubung, koridor pejalan kaki, jajaran elemen landsekap berupa pohon ataupun
elemen vertikal ruang kota yang dominan (seperti jajaran bangunan tinggi). Jenis elemen
penghubung ini sangat tergantung dengan fungsi yang dihubungkannya dan skala layanan
fungsi tersebut. Semakin vital dan semakin luas layanan suatu fungsi kota, semakin kuat pula
elemen penghubungnya. Secara sederhana, Roger Trancik (1986) mengatakan ”Linkage is
simply the glue of the city”.

8
Seperti yang telah diurai diatas, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan
kawasan destinasi wisata adalah aspek aksesibilitas, yang terdiri dari akses dan linkage.
Dari penjelasan beberapa teori mengenai aksesibilitas dan linkage, maka dalam kawasan
destinasi wisata dapat dikaitkan aspek aksesibilitas berpengaruh terhadap linkage kawasan
wisata yang saling berhubungan. Dalam hal ini kawasan Taman Fatahillah dengan kawasan
Pasar Ikan saling berhubungan sebagai kawasan destinasi wisata yang berada dalam satu zona
(Kawasaan Kotatua).

KERANGKA KONSEP
Dalam penelitian ini, penulis mencoba menstrukturkan konsep yang akan menjadi pembahasan
penelitian. Berikut bagan alur pikir penulis dalam merumuskan pembahasan :

Salah satu upaya pelestarian yaitu revitalisasi kawasan Dalam rencana


Pasar Ikan menjadi Kawasan Sentra Wisata Bahari Jakarta induk kawasan
yang terintegerasi dengan Kotatua. kotatua, salah
satu visinya
adalah
meningkatkan
akses jalan dari kawasan Fatahillah harus memutar ke Jl.Kali kualitas fisik
Besar dahulu lalu masuk ke Jl.Tongkol baru sampai ke dan visual
kawasan Pasar Ikan, dilihat dari pola jaringan jalan yang ada Kotatua dengan
dapat melalui Jl. Cengkeh menerus ke Jl.Tongkol lebih praktis. meningkatkan
aksesibilitas.

Akibatnya, menyebabkan kurangnya integerasi/keterhubungan


antar kawasan tersebut.

Analisa Aksesibilitas

Akses Linkage

Panduan aksesibilitas sebagai aspek


keterhubungan/linkage kawasan

dapat menjadi acuan / panduan dalam pengembangan pariwisata


antar kawasan Taman Fatahillah dengan kawasan Pasar Ikan

Gambar. Bagan alur pikir penelitian


(sumber : olahan penulis)

9
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan teknik analisa data yang
digunakan adalah analisa deskriptif kuantitatif dan analisis korelasi.
Menurut Sugiyono (14:2015), metode penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Pengumpulan data yang dilakukan meliputi dua macam survei, yakni observasi langsung
sebagai data primer (melalui survei lapangan, observasi, pengukuran dan dokumentasi tingkat
aksesibilitas jalan yang menghubungkan kawasan taman fatahillah dengan kawasan pasar ikan
sebagai destinasi wisata) dan studi literatur (sebagai data sekunder).
Adapun dalam rencana penelitian ini variabel penelitiannya terdiri atas :
a. Tingkat aksesibilitas :
1. Sistem Jaringan Jalan
2. Transportasi
3. Dimensi Jalan
4. Kualitas Jalan
b. Pola linkage antar kawasan
1. linkage visual (garis, koridor, sumbu, irama)
2. Linkage struktural
3. Linkage kolektif
No. Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran Instrumen
Tingkat Aksesibilitas
1. Jaringan Jalan Pola jaringan jalan Peta dasar
eksisting yang Observasi
menghubungkan
kawasan taman
fatahillah dengan
pasar ikan
2. Transportasi - Jenis moda Ordinal (macam) Observasi
transportasi yang foto
melewati jalan
sampel
- Jumlah trayek
angkutan/kendaraa
n umum yang
melewati jalan
sampel.
3. Dimensi Jalan Dimensi / ukuran Ordinal (meter) Peta dasar
jalan sampel
4. Kualitas Jalan Kelayakan kualitas observasi
jalan sampel untuk
dilalui
Populasi dalam rencana penelitian ini lebih melihat kepada jaringan jalan eksisting yang
digunakan sebagai akses penghubung kawasan taman fatahillah ke kawasan pasar ikan yang
dimanfaatkan saat ini.
Sedangkan sampel yang diambil dalam rencana penelitian ini adalah ruas jalan cengkeh - jalan
tongkol, sebagai akses utama yang menghubungkan kawasan taman fatahillah ke kawasan
pasar ikan.

10
ANALISA DAN PEMBAHASAN

Menurut Kevin Lynch (1981), dalam teori Good City Form, menjelaskan bahwa suatu kota dapat
dikatakan memiliki bentuk yang baik, apabila kota tersebut memenuhi kriteria vital, sensible,
well fitted, accessible, dan well controlled, dan sejalan dengan nilai Efficiency & Justice (Meta
Kriteria). Bentuk kota yang baik, harus terintegrasi secara baik dengan berbagai nilai-nilai yang
terkandung didalamnya. Hal tersebut penting untuk menjadikan kota tersebut mampu untuk
menjaga keberlangsungannya, dan hubungannya dengan kota-kota yang lain. Bentuk kota yang
baik senantiasa bersifat terbuka, fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan waktu.
Pada hakikatnya, kota yang baik adalah kota yang bermanfaat bagi penduduknya, dengan
segala kesempatan dan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya, dalam
bertempat tinggal, bekerja, bersekolah, beribadah, bersosialisasi, berbelanja bahkan berwisata.
Salah satunya adalah kebutuhan akan berwisata, tempat berwisata di Jakarta yang terkenal
diantaranya adalah Kawasan Kotatua. Dalam kawasan ini terdapat satu zona yang imageable
dan menjadi ikon kawasan ini yaitu Taman Fatahillah. Padahal cakupan kawasan Kotatua ini
sangat luas dan mempunyai ciri khas tersendiri di masing-masing zonanya. Diantaranya zona
Sunda Kelapa, termasuk didalamnya kawasan Pasar Ikan, yang mempunyai ciri khas
kebaharian, dari segi bangunan cagar budaya yang terdapat di zona ini (Musuem Bahari,
Menara Syahbandar, Pelabuhan Sunda Kelapa, Galangan Kapal VOC, Pasar Ikan, Pasar
Akuarium, Bangunan Heksagonal).
Dalam penelitian ini, untuk membentuk karakter arsitektur kota yang baik, salah satunya
melalui faktor accessible (aksesibilitas). Dalam kaitannya dengan aspek pariwisata sebagai
destinasi wisata, kawasan Kotatua Jakarta, hanya terkenal di zona Fatahillah, sebagian besar
wisatawan yang datang hanya mengunjungi zona ini dan hanya mengenal Taman Fatahillah.
Padahal disekitarnya masih banyak tempat menarik untuk dikunjungi. Salah satunya kawasan
Pasar Ikan, yang terletak paling utara dari kawasan kotatua ini, belum banyak wisatawan yang
mengunjungi kawasan ini. Karena itu, penulis mencoba meneliti faktor aksesibilitas antar
kedua zona tersebut, dalam rangka untuk meningkatkan integerasi kawasan kotatua secara
luas, dan membentuk ikatan karakter kawasan kotatua di kedua zona tersebut.

1. ANALISA MAKRO KAWASAN KOTATUA JAKARTA


⚫ Sistem Transportasi dan Sirkulasi
Dalam sistem transportasi dan sirkulasi,
kawasan Kota Tua Jakarta memiliki posisi yang
strategis karena terletak pada simpul dan jalur
pergerakan yang menghubungkan antar
moda angkutan darat, laut dan udara. Untuk
angkutan darat terdapat Stasiun Jakarta Kota yang
melayani rute kereta api dalam kota Jakarta dan
daerah lain di luar Jakarta. Selain itu, pada
kawasan ini terdapat jalan-jalan arteri primer,
seperti arah barat-timur terdapat jalan
Mangga Dua, Jembatan Batu, Asemka,
Petongkangan, Perniagaan/KH.M.Mansyur dan
arah utara–selatan terdapat jalan Gajah sumber : olahan penulis
Mada/Hayam Wuruk, Pintu Besar Utara/Selatan.
Kawasan Kota Tua juga dilewati oleh Jalan Tol dalam kota yang menuju Bandara
Internasional Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok. Di dalam kawasan
sendiri, terdapat Pelabuhan Sunda Kelapa, yang berfungsi sebagai pelabuhan antar pulau
(inter-insuler) bagi barang dan orang. Pelabuhan Sunda Kelapa ini memiliki nilai historis
yang sangat penting sebagai cikal bakal berkembangnya kegiatan di kawasan Kota Tua.

11
2. ANALISA MIKRO KAWASAN KOTATUA JAKARTA
⚫ Sistem Sirkulasi Kendaraan
Sistem sirkulasi pada kawasan ini direncanakan cukup
efisien dengan menggunakan pola jalan yang berbentuk
grid. Namun pola grid tersebut belum termanfaatkan
secara efektif karena dukungan pelayanan angkutan
umum yang masih terbatas pada jalan-
jalan utama kawasan. Hal ini menyebabkan terjadinya
kelebihan volume kendaraan pada jalan-jalan tertentu,
sedangkan jalan-jalan lainnya kurang dimanfaatkan.
Beban jalan yang terlalu tinggi ini menyebabkan
terjadinya kemacetan pada titik-titik tertentu, terutama
pada waktu puncak (peak hour) pagi dan sore hari.
Selain masih kurangnya pelayanan angkutan umum yang
melalui kawasan Kota Tua, sampai saat ini belum terlihat
keterkaitan antar moda, misalnya bagaimana menghubungkan antara ‘busway’,
kereta api dan angkutan umum di dalam kawasan.
⚫ Sirkulasi Manusia
Pada awalnya, pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta lebih diarahkan sebagai kawasan
yang memperhatikan jalur pejalan kaki seperti halnya konsep pengembangan kota di
Eropa dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dari disain jalan yang memberikan ruang bagi
para pejalan kaki. Namun saat ini banyak jalur pejalan kaki yang tidak dapat dimanfaatkan
dan bahkan pada beberapa ruas jalan sudah rusak. sumber : olahan penulis

3. ANALISA AKSESIBILITAS KAWASAN PASAR IKAN - TAMAN FATAHILLAH


⚫ Jaringan Jalan
Jaringan jalan untuk kendaraan bermotor, yang
menghubungkan zona Fatahillah dengan zona Sunda
Kelapa, utamanya melalui jl.kali besar timur menuju
jl.nelayan timur, menerus ke jl.tongkol dan berakhir
di jl.pakin (no.1). sebaliknya, untuk menuju zana 2
fatahillah, dari sunda kelapa/pasar ikan, dapat
melalui jl.tongkol menerus ke jl.cengkeh langsung
menemukan kawasan fatahillah (no.2).
1

Situasi jalan jl.cengkeh lebih didominasi pejalan kaki karena terdapat area parkir di jl.cengkeh
(sumber : foto survey penulis 11/2/2018)

Situasi jalan jl.tongkol lebih didominasi kendaraan bermotor (sumber : foto survey penulis 11/2/2018)

⚫ Transportasi

12
Berbagai macam moda transportasi yang melewati kawasan kotatua menuju sunda
kelapa/pasar ikan, seperti bis, mobil, motor, mikrolet, bajaj, taksi, ojek, sepeda ontel, kuda
delman. Semua moda tersebut dapat melalui akses jalan yang ada dengan mudah, namun
tidak untuk berjalan kaki. Akses untuk pejalan kaki kurang nyaman dan tidak aman,
padahal akses pejalan kaki dapat melalui jl.cengkeh dan jl.tongkol sebagai akses jalan yang
potensial untuk berjalan kaki.

Berbagai jenis moda transportasi yang melewati jl.cengkeh dan jl.tongkol


(sumber : foto survey penulis 11/2/2018)
⚫ Kualitas Jalan
Jalan eksisting yang digunakan sebagai jalur sirkulasi kendaraan yang menghubungkan
kedua kawasan sudah berupa jalan aspal, dalam kondisi baik. Untuk jalan trotoar bagi
pejalan kaki berupa jalan conblok yang lebih tinggi dari jalan kendaraan, namun terdapat
kendala di beberapa titik trotoar yang mengganggu aktivitas pejalan kaki menjadi tidak
nyaman, seperti letak pohon di tengah trotoar, aktivitas kios di pinggir trotoar yang
memakai lahan trotoar, dan sebagainya.

Situasi jalan trotoar di jl.cengkeh dan jl,.tongkol. (sumber : foto survey penulis 11/2/2018)

3. ANALISA LINKAGE KAWASAN PASAR IKAN - TAMAN FATAHILLAH


Elemen linkage yang merupakan elemen penghubung satu tempat dengan tempat yang lain
atau suatu aktivitas dengan aktivitas yang lainnya di Kawasan Pasar Ikan dengan Kawasan
Taman Fatahillah. Hasil analisis ini dapat diketahui pola hubungan antar tempat dan antar
aktivitas di kedua kawasan yang berpengaruh pada perkembangan kawasan Kotatua.
⚫ linkage visual (garis, koridor, sumbu, irama)
Linkage visual, untuk garis dapat dilihat dari
jaringan jalan yang menghubungkan zona
fatahillah dengan zona sunda kelapa. Koridor
Kampung Kauman ini adalah Jalan Cengkeh
dan Jalan Tongkol yang membentuk ruang.
Untuk sumbu pada kedua kawasan yaitu
Museum Fatahillah dan Pasar Ikan/Menara
Syahbandar.
⚫ Linkage struktural : pola struktur kotatua
adalah pola grid. Secara struktural, kawasan ini
cukup jelas, ada hirarki yang menghubungkan
kawasan fatahillah dengan pasar ikan, yakni
melalui jl.cengkeh - jl.tongkol.
⚫ Linkage kolektif : berupa megaform, dengan adanya penghubung berupa garis lengkung
yang menghubungkan kawasan fatahillah dengan kawasan pasar ikan (yakni jl.cengkeh -
jl.tongkol).

KESIMPULAN

13
Kawasan Pasar Ikan dengan Taman Fatahillah, saat ini belum ada integerasi yang baik dalam
penciptaan aksesibilitasnya, sehingga wisatawan yang berkunjung ke Kotatua, lebih sering
mengunjungi zona Fatahillah daripada zona Sunda Kelapa (Pasar Ikan). untuk itu penulis
melakukan kajian/penelitian yang meneliti aspek aksesibilitas yang dapat menghubungkan
kedua kawasan tersebut. Penulis mendapati bahwa dalam struktur jalan eksisting, ditemukan
jalan yang potensial sebagai akses yang baik untuk keterhubungan/linkage antar kawasan,
yakni Jalan Cengkeh - Jalan Tongkol. Dalam struktur ruang kawasan, kedua jalan ini secara
langsung membentuk sebuah linkage visual (berupa garis, sumbu irama) dan linkage struktural
yang baik. Sehingga kedua jalan ini berpotensi besar untuk digunakan sebagai akses utama
yang menghubungkan kawasan Taman Fatahillah dengan kawasan Pasar Ikan.
Namun penelitian ini belum lengkap, untuk itu diperlukan kajian lebih lanjut yang dapat
meneliti lebih dalam aspek lain yang dapat meningkatkan keterhubungan/linkage antar
kawasan ini melalui Jl.Cengkeh dan Jl.Tongkol.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Analitycal Study of Kotatua Jakarta. UNESCO.
Anonim. 2014. Lampiran Rencana Induk KotaTua Jakarta. Dinas Tata Kota Jakarta. Jakarta.
Anonim. 2014. Rencana Induk KotaTua Jakarta. Dinas Tata Kota Jakarta. Jakarta.
Black . J.A. 1981. Urban Transportation Planning: Theori and Practise. London: Cromm Helm.
Bintarto. 1983. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Fitriadi. 2017. Pengaruh tingkat aksesibilitas terhadap perubahan fungsi hunian menjadi fungsi
komersil di kecamatan kembangan jakarta barat. Jakarta. Universitas Trisakti.
Gamal, Suwantoro. 2000. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi
Heuken, SJ,Adolf. 2014. Atlas Sejarah Jakarta. Penerbit: Cipa Loka Caraka. Jakarta.
Lynch,Kevin. 1981. A Theory of Good City Form, MIT Press, Cambridge.
Markus, Zahnd, 1999, Perancangan Kota Secara Terpadu, Penerbit Kanisius.
Miro, Fidel. 1997. Sistem Transportasi Kota. Bandung: Penerbit Tarsito.
Miro, Fidel. 2012. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
R.G. Soekadijo. 2003. Anatomi Pariwisata. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukarto, Ir.Haryono. 2003. Sistem Transportasi. Jakarta: Penerbit PT.Medisa.
Tarigan, Sry Devi. Analisis pengaruh kualitas infrastruktur jalan terhadap harga hasil pertanian
di kecamatan Dolok Silau. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.1 No.6, Juni 2013.
Trancik, Roger. 1986. Finding Lost Space: Theories of Urban Design. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
Undang-Undang RI No.11 Tahun 2010, tentang cagar budaya.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.36 Tahun 2014, tentang rencana induk kawasan kotatua
jakarta.

https://ferdicullen.com/2017/08/17/ayo-ke-museum-menara-syahbandar-dan-museum-
bahari/ , diakses 13/1/2018
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/13/17040081/Pasar.Ikan.Jadi.Sentra.Wisata
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/07/26/17252491/usai-revitalisasi-sunda-
kelapa-ingin-dibuat-tur-pasar-ikan-hingga, diakses 13/1/2018
http://papua.bisnis.com/read/20160415/77/538445/wali-kota-jakarta-utara-konsep-
revitalisasi-wisata-bahari-sudah-lengkap, diakses 13/1/2018
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl-tammilasmi-30426-4-2008ts-3.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-
BAGJA_WALUYA/GEOGRAFI_DESAKOTA/Aksesibilitas_desa.pdf , diakses 21/1/2018

14

Anda mungkin juga menyukai