OLEH :
PIZZA AGRADIANA
152.170.013
ABSTRAK
Kotatua Jakarta, sebuah kawasan di Utara Jakarta sebagai salah satu tempat wisata sejarah
Jakarta. Ironinya, kawasan dengan luas +334ha hanya dikenal oleh wisatawan dengan
keberadaan Museum Fatahillah dan sekitarnya saja. Adanya anggapan “belum wisata ke
kotatua kalau tidak mengunjungi Fatahillah”, telah menjadi acuan kalau Fatahillah adalah
Kotatua. Padahal dalam kawasan yang terdiri dari 5 zona pengembangan tersebut, juga
terdapat tempat menarik lainnya sebagai daya tarik wisata. Salah satunya kawasan Pasar Ikan
yang berada dalam zona Sunda Kelapa. Namun struktur jalan dan sirkulasi yang berliku antar
kedua kawasan ini membuat kawasan Pasar Ikan ini tidak terintegerasi dan kurang diminati
wisatawan Kotatua. Untuk itu dalam tulisan ini, akan membahas bahwa peran faktor
aksesibilitas sangatlah berpengaruh dalam mewujudkan keterhubungan/linkage antar zona
kawasan (kawasan Pasar Ikan dengan Taman Fatahillah).
Kata kunci : aksesibilitas, linkage kawasan.
PENDAHULUAN
Kawasan Kotatua, salah satu destinasi wisata di Jakarta yang telah menjadi ikon tersendiri bagi
wisatawan lokal maupun turis mancanegara. Saat mendengar kata kotatua, banyak yang
membayangkannya adalah bangunan Museum Fatahillah dan sekitarnya, wisatawan
beranggapan belum berwisata kotatua kalau tidak mengunjungi kawasan Fatahillah ini.
Padahal, dalam rencana induk kawasan kotatua, deliniasi area kotatua sangat luas sekitar
334Ha. Dalam deliniasi zona inti kotatua, selain kawasan Fatahillah terdapat juga kawasan
Sunda Kelapa, Museum Bahari/Pasar Ikan, dan Kali Besar. Salah satunya kawasan Pasar Ikan,
yang terletak paling utara dari kawasan kotatua ini. Belum banyak wisatawan yang
mengunjungi kawasan ini, mungkin karena tidak sekeren kawasan Fatahillah, namun masih
tetap menarik untuk ditelusuri.1
Kawasan Pasar Ikan sedang mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah DKI Jakarta
dalam menggalakkan upaya pelestarian terhadap bangunan - bangunan bersejarah Batavia
yang masih tersisa, salah satu upayanya melalui revitalisasi kawasan Pasar Ikan menjadi
Kawasan Sentra Wisata Bahari Jakarta yang terintegerasi dengan Kotatua 2. Dalam rencana
induk kawasan kotatua, juga disebutkan salah satu visinya adalah meningkatkan kualitas fisik
dan visual Kotatua dengan meningkatkan aksesibilitas.3
Faktanya, akses jalan dari kawasan Fatahillah harus memutar ke Jl.Kali Besar dahulu lalu
masuk ke Jl.Tongkol baru sampai ke kawasan Pasar Ikan, padahal dilihat dari pola jaringan
jalan yang ada dapat melalui Jl. Cengkeh menerus ke Jl.Tongkol lebih praktis. Namun sirkulasi
kendaraan kedua jalan ini berlawanan arah, jalannya 1 arah di sepanjang Jl.Cengkeh ke arah
Fatahillah, dan sepanjang Jl.Tongkol sirkulasi kendaraan jalan menjadi 2 arah ke arah Pasar
Ikan/Sunda Kelapa.
Sehingga timbul masalah tidak adanya integerasi/linkage kawasan yang baik antara kawasan
fatahillah dengan kawasan pasar ikan. Perbaikan dalam aspek linkage ini diperlukan untuk
mendukung Kota Tua agar dapat mempertahankan fungsinya sebagai destinasi wisata dan area
komersial.
Dari uraian di atas, maka untuk menjawab fenomena ini, dapat disimpulkan ke dalam
pertanyaan besar penelitian yakni :
1 https://ferdicullen.com/2017/08/17/ayo-ke-museum-menara-syahbandar-dan-museum-bahari/
2
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/13/17040081/Pasar.Ikan.Jadi.Sentra.Wisata
3 Pergub No.36 Tahun 2014, tentang rencana induk kawasan kotatua jakarta
1
“Bagaimana cara meningkatkan aksesibilitas jalan yang menghubungkan kedua kawasan
sehingga tercipta keterhubungan/linkage yang efisien bagi pengunjung/wisatawan Kotatua”.
Maksud dari penelitian ini adalah meninjau aspek linkage kawasan dari Taman Fatahillah ke
Pasar Ikan melalui aksesibilitas jalan yang menghubungkannya.
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah dapat mengeluarkan rekomendasi berupa jalan yang
potensial terhadap aspek keterhubungan/linkage antar kawasan, sehingga kawasan Pasar Ikan
dapat terintegerasi dengan kawasan Taman Fatahillah sebagai jalur destinasi wisata Kotatua.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi panduan dalam penataan aspek aksesibilitas /linkage
antar kawasan Taman Fatahillah dengan kawasan Pasar Ikan, dan dapat menghidupkan
kembali kawasan Pasar Ikan Luar Batang dengan memperhatikan potensi bangunan cagar
budaya yang ada dengan lingkungannya, serta mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial
masyarakat setempat.
Gambar 1. Kawasan Pasar Ikan Luar Batang termasuk dalam zona inti
kawasan kotatua (sumber : peta rencana induk kotatua)
4 (https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tua_Jakarta)
2
⚫ Batas Wilayah Kawasan Kota Tua :
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.36 Tahun 2014, tentang Rencana
Induk Kawasan Kotatua Jakarta, dinyatakan luas kawasan Kota Tua Jakarta adalah +334Ha.
Secara administratif, kawasan Kota Tua Jakarta meliputi 4 wilayah kecamatan, yaitu
kecamatan Penjaringan dan kecamatan Pademangan wilayah Jakarta Utara, serta kecamatan
Tamansari dan kecamatan Tambora dalam wilayah Jakarta Barat.
Dalam pembahasan ini, akan merinci area deliniasi penelitian kawasan Kotatua lebih
spesifik, yakni area Taman Fatahillah, yang menjadi ikon dari kawasan Kotatua Jakarta. Area
Taman Fatahillah ini dalam rencana pemerintah daerah DKI Jakarta akan terintegerasi
dengan area Sunda Kelapa (Pasar Ikan).
Gambar 2. Kawasan Taman Fatahillah termasuk dalam zona inti
kawasan kotatua (sumber : peta rencana induk kotatua)
3
KAJIAN PUSTAKA
Aksesibilitas Wilayah
Aksesibilitas, adalah konsep yang menghubungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara
geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. 7 Aksesibilitas
tersebut terdiri dari prasarana (sistem jaringan jalan) yang ada beserta ketersediaan sarana
untuk melakukan pergerakannya (angkutan pribadi maupun angkutan umum).
5 http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/673/jbptitbpp-gdl-aditioadin-33604-3-2009ta-2.pdf
6 http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0703773_chapter2x.pdf
7 Sukarto, Ir.Haryono. 2003. Sistem Transportasi, Hal.2. Jakarta: Penerbit PT.Medisa.
4
Menurut Black (1981) Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi
tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai
melalui transportasi.
Salah satu variabel yang dapat dinyatakan apakah tingkat aksesibilitas itu tinggi atau rendah
dapat dilihat dari banyaknya sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut. Semakin
banyak sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut, maka semakin mudah aksesibilitas
yang didapat begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka
semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989:91).
Tingkat aksesibilitas wilayah juga bisa di ukur berdasarkan pada beberapa variabel yaitu
ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan.
Seperti keberagaman pola pengaturan fasilitas umum terjadi akibat berpencarnya lokasi
fasilitas umum secara geografis dan berbeda jenis dan intensitas kegiatannya. Kondisi ini
membuat penyebaran lahan dalam suatu wilayah menjadi tidak merata (heterogen), dan faktor
jarak bukan satu-satunya elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas.
(Miro dalam Fitriadi, 2017).
Faktor lain yang juga mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah topografi, sebab
dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan interaksi di suatu daerah.
Menurut Haryono Sukarto (2003, p.2), Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Untuk dua
tempat yang berdekatan, dikatakan aksesiblitas antara kedua tempat tersebut tinggi.
Sebaliknya, jika kedua tempat itu berjauhan, dapat dikatakan aksesibilitas antara keduanya
rendah. Namun, aksesibilitas ke tempat tertentu yang jauh letaknya, misal bandara, dapat
ditingkatkan dengan menyediakan sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan
kecepatan tinggi, sehingga waktu tempuh menjadi pendek.
Karena itu, penggunaan “jarak” sebagai ukuran aksesibilitas kuranglah tepat, dan digunakan
“waktu tempuh” yang mempunyai kinerja lebih baik dalam menyatakan aksesibilitas.
Klasifikasi tingkat aksesibilitas :
KONDISI PRASARANA JARAK AKSESIBILITAS
Jauh Rendah
Jelek
Dekat Menengah
Jauh Menengah
Baik
Dekat Tinggi
(sumber : Black dalam Haryono, 2003).
2009.
5
B. Jaringan Jalan
Jaringan jalan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran pelayanan umum,
tersedianya prasarana jalan baik kualitas maupun kuantitas sangat menentukan mudah dan
tidaknya suatu daerah dijangkau (tingkat aksesibilitas). Apabila aksesibilitas di suatu daerah
tinggi maka perkembangan wilayah akan mengalami kelancaran. Sehingga semakin baiknya
sistem jaringan jalan dalam suatu wilayah, semakin lancar pula distribusi barang, jasa
maupun informasi lainnya yang dapat memacu perkembangan wilayah tersebut.
Klasifikasi jalan umum menurut fungsinya :
1. Jalan Arteri, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan kriteria
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
2. Jalan Kolektor, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan kriteria perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah
jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan dengan kriteria
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
kriteria perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.
Dalam Rencana Induk Kawasan Kotatua, Prinsip penataan struktur jalan di kawasan Kotatua
antara lain:
1. mempertahankan dan mengembalikan pola struktur grid Kotatua; dan
2. mencegah perusakan pola tersebut akibat pengembangan kawasan.
C. Transportasi
Menurut Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan, pelayanan akses transportasi
umum erat kaitannya dengan tingkat pelayanan umum serta kelas jalannya, dimana
pembagian tersebut dijabarkan menurut fungsinya terhadap pelayanan transportasi umum.
Secara sederhana transportasi dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk
memindahkan barang atau orang dari suatu kegiatan tempat asal ke tempat tujuan tanpa
mengalami kerusakan dan tepat waktu. Produk dari transportasi adalah jasa angkutan yang
dihasilkan dari proses pemindahan tadi dan dengan menggunakan transportasi dapat
menciptakan suatu barang atau komoditi berguna menurut tempat (place utility) dan
berguna menurut waktu (time utility) .10
Menurut Fidel Miro (dalam pengantar sistem transportasi, hal.113), terdapat beberapa
masalah yang dirasakan oleh masyarakat pengguna moda transportasi jalan raya dalam kota,
salah satunya yakni rendahnya mobilitas dan aksesibilitas pada :
✓ Kendaraan pribadi, misalnya penundaan dan terbatasnya lahan parkir
✓ Kendaraan penumpang umum massal, misalnya :
- sistem operasi,
- frekuensi kedatangan tidak menentu,
- langkanya lokasi “park and ride” atau tempat pergantian moda (transit),
- terbatasnya rute pelayanan yang mengakibatkan terlalu jauhnya jarak berjalan kaki
- keterbatasan jumlah armada angkutan umum massal dibandingkan dengan jumlah
arus perjalanan masyarakat.
✓ Pejalan kaki
Misalnya penundaan, keamanan terancam akibat interaksi dengan kendaraan bermotor,
terutama pada penyeberangan sebidang.
✓ Pergerakan angkutan barang
Misalnya kurang tersedianya fasilitas untuk bongkar muat barang, perlambatan (kurang
lancarnya kegiatan bongkar muat barang).
D. Dimensi Jalan
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.34 Tahun 2006 tentang Jalan, dijabarkan mengenai
pembagian jalan umum berdasarkan lebar jalannya, yakni :
10Abdul Wahab. Dampak peningkatan kualitas jalan lingkar barat Enrekang terhadap pengembangan kawasan pertanian.
2009.
6
1. Jalan arteri primer 11 meter
2. Jalan arteri sekunder 11 meter
3. Jalan kolektor primer 9 meter
4. Jalan kolektor sekunder 9 meter
5. Jalan lokal primer 7,5 meter
6. Jalan lokal sekunder 7,5 meter
7. Jalan lingkungan primer 6,5 meter
8. Jalan lingkungan sekunder 6,5 meter dan 3,5 meter.
E. Kualitas Jalan
Kualitas jalan terkait dengan bahan yang digunakan sesuai dengan ketentuan teknis.
Berdasarkan bahan, kualitas jalan diperinci menjadi jalan aspal, jalan batu (perkerasan) dan
jalan tanah. Kondisi kualitas jalan yang memadai akan memperlancar arus transportasi yang
berdampak pada sektor perekonomian yang semakin berkembang.11
Menurut World Bank ada kaitan infrastruktur jalan dengan biaya transportasi yaitu apabila
kualitas infrastruktur jalan suatu daerah buruk maka akan mengakibatkan kenaikan biaya
transportasi sehingga menurunkan daya saing produk-produk daerah tersebut dibanding
produk daerah yang lain. Buruknya kulitas jalan di suatu daerah atau negara menempatkan
biaya transportasi yang lebih tinggi dibanding dengan suatu daerah yang memiliki
infrastruktur jalan yang baik.12
F. Topografi
Topografi itu sangat erat hubungannya dengan perencanaan fisik konstruksi jalan.
Sumaatmadja (1988) mengatakan faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas
adalah topografi, sebab dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan
interaksi di suatu daerah.
7
d. Elemen sumbu, mirip dengan elemen koridor yang bersifat spasial, namun
perbedaannya ada pada dua daerah yang dihubungkan oleh elemen tersebut yang sering
mengutamakan salah satu daerah tersebut.
e. Elemen irama, menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.
8
Seperti yang telah diurai diatas, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan
kawasan destinasi wisata adalah aspek aksesibilitas, yang terdiri dari akses dan linkage.
Dari penjelasan beberapa teori mengenai aksesibilitas dan linkage, maka dalam kawasan
destinasi wisata dapat dikaitkan aspek aksesibilitas berpengaruh terhadap linkage kawasan
wisata yang saling berhubungan. Dalam hal ini kawasan Taman Fatahillah dengan kawasan
Pasar Ikan saling berhubungan sebagai kawasan destinasi wisata yang berada dalam satu zona
(Kawasaan Kotatua).
KERANGKA KONSEP
Dalam penelitian ini, penulis mencoba menstrukturkan konsep yang akan menjadi pembahasan
penelitian. Berikut bagan alur pikir penulis dalam merumuskan pembahasan :
Analisa Aksesibilitas
Akses Linkage
9
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan teknik analisa data yang
digunakan adalah analisa deskriptif kuantitatif dan analisis korelasi.
Menurut Sugiyono (14:2015), metode penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Pengumpulan data yang dilakukan meliputi dua macam survei, yakni observasi langsung
sebagai data primer (melalui survei lapangan, observasi, pengukuran dan dokumentasi tingkat
aksesibilitas jalan yang menghubungkan kawasan taman fatahillah dengan kawasan pasar ikan
sebagai destinasi wisata) dan studi literatur (sebagai data sekunder).
Adapun dalam rencana penelitian ini variabel penelitiannya terdiri atas :
a. Tingkat aksesibilitas :
1. Sistem Jaringan Jalan
2. Transportasi
3. Dimensi Jalan
4. Kualitas Jalan
b. Pola linkage antar kawasan
1. linkage visual (garis, koridor, sumbu, irama)
2. Linkage struktural
3. Linkage kolektif
No. Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran Instrumen
Tingkat Aksesibilitas
1. Jaringan Jalan Pola jaringan jalan Peta dasar
eksisting yang Observasi
menghubungkan
kawasan taman
fatahillah dengan
pasar ikan
2. Transportasi - Jenis moda Ordinal (macam) Observasi
transportasi yang foto
melewati jalan
sampel
- Jumlah trayek
angkutan/kendaraa
n umum yang
melewati jalan
sampel.
3. Dimensi Jalan Dimensi / ukuran Ordinal (meter) Peta dasar
jalan sampel
4. Kualitas Jalan Kelayakan kualitas observasi
jalan sampel untuk
dilalui
Populasi dalam rencana penelitian ini lebih melihat kepada jaringan jalan eksisting yang
digunakan sebagai akses penghubung kawasan taman fatahillah ke kawasan pasar ikan yang
dimanfaatkan saat ini.
Sedangkan sampel yang diambil dalam rencana penelitian ini adalah ruas jalan cengkeh - jalan
tongkol, sebagai akses utama yang menghubungkan kawasan taman fatahillah ke kawasan
pasar ikan.
10
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Menurut Kevin Lynch (1981), dalam teori Good City Form, menjelaskan bahwa suatu kota dapat
dikatakan memiliki bentuk yang baik, apabila kota tersebut memenuhi kriteria vital, sensible,
well fitted, accessible, dan well controlled, dan sejalan dengan nilai Efficiency & Justice (Meta
Kriteria). Bentuk kota yang baik, harus terintegrasi secara baik dengan berbagai nilai-nilai yang
terkandung didalamnya. Hal tersebut penting untuk menjadikan kota tersebut mampu untuk
menjaga keberlangsungannya, dan hubungannya dengan kota-kota yang lain. Bentuk kota yang
baik senantiasa bersifat terbuka, fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan waktu.
Pada hakikatnya, kota yang baik adalah kota yang bermanfaat bagi penduduknya, dengan
segala kesempatan dan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya, dalam
bertempat tinggal, bekerja, bersekolah, beribadah, bersosialisasi, berbelanja bahkan berwisata.
Salah satunya adalah kebutuhan akan berwisata, tempat berwisata di Jakarta yang terkenal
diantaranya adalah Kawasan Kotatua. Dalam kawasan ini terdapat satu zona yang imageable
dan menjadi ikon kawasan ini yaitu Taman Fatahillah. Padahal cakupan kawasan Kotatua ini
sangat luas dan mempunyai ciri khas tersendiri di masing-masing zonanya. Diantaranya zona
Sunda Kelapa, termasuk didalamnya kawasan Pasar Ikan, yang mempunyai ciri khas
kebaharian, dari segi bangunan cagar budaya yang terdapat di zona ini (Musuem Bahari,
Menara Syahbandar, Pelabuhan Sunda Kelapa, Galangan Kapal VOC, Pasar Ikan, Pasar
Akuarium, Bangunan Heksagonal).
Dalam penelitian ini, untuk membentuk karakter arsitektur kota yang baik, salah satunya
melalui faktor accessible (aksesibilitas). Dalam kaitannya dengan aspek pariwisata sebagai
destinasi wisata, kawasan Kotatua Jakarta, hanya terkenal di zona Fatahillah, sebagian besar
wisatawan yang datang hanya mengunjungi zona ini dan hanya mengenal Taman Fatahillah.
Padahal disekitarnya masih banyak tempat menarik untuk dikunjungi. Salah satunya kawasan
Pasar Ikan, yang terletak paling utara dari kawasan kotatua ini, belum banyak wisatawan yang
mengunjungi kawasan ini. Karena itu, penulis mencoba meneliti faktor aksesibilitas antar
kedua zona tersebut, dalam rangka untuk meningkatkan integerasi kawasan kotatua secara
luas, dan membentuk ikatan karakter kawasan kotatua di kedua zona tersebut.
11
2. ANALISA MIKRO KAWASAN KOTATUA JAKARTA
⚫ Sistem Sirkulasi Kendaraan
Sistem sirkulasi pada kawasan ini direncanakan cukup
efisien dengan menggunakan pola jalan yang berbentuk
grid. Namun pola grid tersebut belum termanfaatkan
secara efektif karena dukungan pelayanan angkutan
umum yang masih terbatas pada jalan-
jalan utama kawasan. Hal ini menyebabkan terjadinya
kelebihan volume kendaraan pada jalan-jalan tertentu,
sedangkan jalan-jalan lainnya kurang dimanfaatkan.
Beban jalan yang terlalu tinggi ini menyebabkan
terjadinya kemacetan pada titik-titik tertentu, terutama
pada waktu puncak (peak hour) pagi dan sore hari.
Selain masih kurangnya pelayanan angkutan umum yang
melalui kawasan Kota Tua, sampai saat ini belum terlihat
keterkaitan antar moda, misalnya bagaimana menghubungkan antara ‘busway’,
kereta api dan angkutan umum di dalam kawasan.
⚫ Sirkulasi Manusia
Pada awalnya, pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta lebih diarahkan sebagai kawasan
yang memperhatikan jalur pejalan kaki seperti halnya konsep pengembangan kota di
Eropa dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dari disain jalan yang memberikan ruang bagi
para pejalan kaki. Namun saat ini banyak jalur pejalan kaki yang tidak dapat dimanfaatkan
dan bahkan pada beberapa ruas jalan sudah rusak. sumber : olahan penulis
Situasi jalan jl.cengkeh lebih didominasi pejalan kaki karena terdapat area parkir di jl.cengkeh
(sumber : foto survey penulis 11/2/2018)
Situasi jalan jl.tongkol lebih didominasi kendaraan bermotor (sumber : foto survey penulis 11/2/2018)
⚫ Transportasi
12
Berbagai macam moda transportasi yang melewati kawasan kotatua menuju sunda
kelapa/pasar ikan, seperti bis, mobil, motor, mikrolet, bajaj, taksi, ojek, sepeda ontel, kuda
delman. Semua moda tersebut dapat melalui akses jalan yang ada dengan mudah, namun
tidak untuk berjalan kaki. Akses untuk pejalan kaki kurang nyaman dan tidak aman,
padahal akses pejalan kaki dapat melalui jl.cengkeh dan jl.tongkol sebagai akses jalan yang
potensial untuk berjalan kaki.
Situasi jalan trotoar di jl.cengkeh dan jl,.tongkol. (sumber : foto survey penulis 11/2/2018)
KESIMPULAN
13
Kawasan Pasar Ikan dengan Taman Fatahillah, saat ini belum ada integerasi yang baik dalam
penciptaan aksesibilitasnya, sehingga wisatawan yang berkunjung ke Kotatua, lebih sering
mengunjungi zona Fatahillah daripada zona Sunda Kelapa (Pasar Ikan). untuk itu penulis
melakukan kajian/penelitian yang meneliti aspek aksesibilitas yang dapat menghubungkan
kedua kawasan tersebut. Penulis mendapati bahwa dalam struktur jalan eksisting, ditemukan
jalan yang potensial sebagai akses yang baik untuk keterhubungan/linkage antar kawasan,
yakni Jalan Cengkeh - Jalan Tongkol. Dalam struktur ruang kawasan, kedua jalan ini secara
langsung membentuk sebuah linkage visual (berupa garis, sumbu irama) dan linkage struktural
yang baik. Sehingga kedua jalan ini berpotensi besar untuk digunakan sebagai akses utama
yang menghubungkan kawasan Taman Fatahillah dengan kawasan Pasar Ikan.
Namun penelitian ini belum lengkap, untuk itu diperlukan kajian lebih lanjut yang dapat
meneliti lebih dalam aspek lain yang dapat meningkatkan keterhubungan/linkage antar
kawasan ini melalui Jl.Cengkeh dan Jl.Tongkol.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Analitycal Study of Kotatua Jakarta. UNESCO.
Anonim. 2014. Lampiran Rencana Induk KotaTua Jakarta. Dinas Tata Kota Jakarta. Jakarta.
Anonim. 2014. Rencana Induk KotaTua Jakarta. Dinas Tata Kota Jakarta. Jakarta.
Black . J.A. 1981. Urban Transportation Planning: Theori and Practise. London: Cromm Helm.
Bintarto. 1983. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Fitriadi. 2017. Pengaruh tingkat aksesibilitas terhadap perubahan fungsi hunian menjadi fungsi
komersil di kecamatan kembangan jakarta barat. Jakarta. Universitas Trisakti.
Gamal, Suwantoro. 2000. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi
Heuken, SJ,Adolf. 2014. Atlas Sejarah Jakarta. Penerbit: Cipa Loka Caraka. Jakarta.
Lynch,Kevin. 1981. A Theory of Good City Form, MIT Press, Cambridge.
Markus, Zahnd, 1999, Perancangan Kota Secara Terpadu, Penerbit Kanisius.
Miro, Fidel. 1997. Sistem Transportasi Kota. Bandung: Penerbit Tarsito.
Miro, Fidel. 2012. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
R.G. Soekadijo. 2003. Anatomi Pariwisata. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukarto, Ir.Haryono. 2003. Sistem Transportasi. Jakarta: Penerbit PT.Medisa.
Tarigan, Sry Devi. Analisis pengaruh kualitas infrastruktur jalan terhadap harga hasil pertanian
di kecamatan Dolok Silau. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.1 No.6, Juni 2013.
Trancik, Roger. 1986. Finding Lost Space: Theories of Urban Design. New York: Van Nostrand
Reinhold Company.
Undang-Undang RI No.11 Tahun 2010, tentang cagar budaya.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.36 Tahun 2014, tentang rencana induk kawasan kotatua
jakarta.
https://ferdicullen.com/2017/08/17/ayo-ke-museum-menara-syahbandar-dan-museum-
bahari/ , diakses 13/1/2018
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/13/17040081/Pasar.Ikan.Jadi.Sentra.Wisata
http://megapolitan.kompas.com/read/2017/07/26/17252491/usai-revitalisasi-sunda-
kelapa-ingin-dibuat-tur-pasar-ikan-hingga, diakses 13/1/2018
http://papua.bisnis.com/read/20160415/77/538445/wali-kota-jakarta-utara-konsep-
revitalisasi-wisata-bahari-sudah-lengkap, diakses 13/1/2018
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl-tammilasmi-30426-4-2008ts-3.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-
BAGJA_WALUYA/GEOGRAFI_DESAKOTA/Aksesibilitas_desa.pdf , diakses 21/1/2018
14