Anda di halaman 1dari 53

Analisis Protein

Protein

 Komponen berlebih dalam sel


 Hampir semuanya (kecuali yang disimpan) 
untuk fungsi biologis dan struktur sel
 Mempunyai berat molekul bervariasi  5000-
jutaan dalton
 Tersusun oleh unsur  H,C,N,O dan S
 Terdiri dari asam amino yang diikat oleh rantai
peptida
Protein

 Diklasifikasikan berdasarkan
 Komposisi
 Struktur
 Fungsi biologis
 Kelarutan protein

 Akan terdenaturasi oleh panas, asam, alkali, 8 M


urea, 6M guanidine-HCl, pelarut organik dan
detergen
 Denaturasi  mempengaruhi sifat kelarutan
protein
 Analisa protein dihadapkan pada kenyataan bahwa
komponen makanan mempunyai sifat kimia serupa.
 Example
 N non-protein dapat berasal dari asam amino bebas, peptida
kecil, asam nukleat, fosfolipid, gula amino, porphyrin, dan
beberapa vitamin, alkaloid, asam urat, urea dan ion
ammonium
 Nitrogen adalah unsur utama protein
 Namun kandungannya bervariasi dalam makanan
(13,4-19,1%)  karena komposisi asam amino
spesifik dari protein
Analisa Protein penting untuk

 Label Gizi
 Mengetahui sifat fungsional protein  pengolahan
makanan
 Menentukan aktivitas biologisnya  enzim
proteolitik untuk mengempukkan daging, pektinase
untuk mematangkan buah
ANALISA PROTEIN untuk mengetahui :

 Kandungan protein total


 Kandungan protein dalam campuran
 Kandungan protein selama isolasi dan purifikasi
 Nitrogen non protein
 Komposisi asam amino
 Nilai Gizi protein
Kandungan protein dalam makanan
Food item % protein (berat basah)
Sereal dan pasta
Beras merah (butir padi, mentah) 7.9
Beras putih (butir padi, biasa, mentah,diperkaya) 7.1
Tepung terigu, biji gandum 13.7
Tepung jagung (butiran, kuning) 6.9
Spageti (kering, diperkaya) 12.8
Pati jagung 0.3
Produk susu
Susu (whole, cair) 3.3
Susu skim (bubuk) 36.2
Keju 24.9
Yogurt (biasa, rendah lemak) 5.3
Cont….

Food item %ptotein (berat basah)


Buah dan sayur
Apel (mentah,dengan kulit) 0.2
Asparagus (mentah) 2.3
Strawberry (mentah) 0.6
Seladai (mentah, beku) 1.0
Kentang (whole, daging dan kulit) 2.0
Kacang-kacangan
Kedelai (biji matang, mentah) 36.5
Biji-bijian (semua jenis, mentah) 23.6
Tofu (mentah, keras) 15.8
Tofu (mentah, biasa) 8.1
Cont……..
Food item % protein

Daging, ayam dan ikan


Daging (potongan antara leher dan bahu) 18.5
Daging (kering, curing) 29.1
Ayam (broiler atau potong,daging dada saja, 23.1
mentah)
Ham (biasa, irisan) 17.6
Telur (mentah,utuh) 12.5
Cod (pasifik, mentah) 17.9
Tuna (putih,direndam dalam minyak, kering 26.5
padat)
Analisa Protein

 Kjeldahl
 Biuret
 Lowry
 Bradford dye-binding
 Formol
Metoda Kjeldahl

 Kjeldahl (Johan Kjeldahl asal Denmark (1883).


 Berdasarkan penetapan N
 Jumlah protein dengan cara ini  jumlah protein
kasar (crude protein)
 Kelemahan metode Kjeldahl :
 Senyawa bukan protein ada yang mengandung N,
walaupun jumlah nya lebih sedikit dari protein
 Untuk mengubah N menjadi protein  faktor
konversi
Prinsip cara Kjeldahl

 Protein dan komponen organik lainnya didestruksi


dengan asam sulfat yang ditambah dengan
katalisator.
 Hasil destruksi dinetralkan dengan alkali dan
ditampung dalam larutan asam borat.
 Anion borat yang terbentuk dititrasi dengan asam
standar untuk mengkonversi komponen sampel
menjadi nitrogen.
Tahap analisa metode Kjeldahl

Destruksi

Destilasi

Titrasi
Kadar Nitrogen atau Protein Kasar (PK)

 Langkah dan Prinsip


1. Langkah ke-1 : Destruksi
 Jika suatu bahan (sampel) dipanaskan dalam
larutan asam sulfat pekat maka semua N akan lepas
dan diikat oleh asam sulfat membentuk amonium
sulfat dan sisa sampel (berwarna hijau)
Kadar Nitrogen atau Protein Kasar (PK)

 Langkah dan Prinsip


2. Langkah ke-2 : Destilasi
 Dengan destilasi menggunakan larutan NaOH 40%,
maka N akan dipisahkan/dilepaskan, ditampung
dan ditangkap atau diikat oleh larutan asam sulfat
(0,1 N) berindikator membentuk amonium sulfat
(berwarna ungu)
Kadar Nitrogen atau Protein Kasar (PK)

 Langkah dan Prinsip


3. Langkah ke-3 : Titrasi
 Jika larutan amonium sulfat hasil destilasi dititrasi
dengan NaOH (0,1 N) maka setelah mencapai
keseimbangan larutan hasil destilasi akan berubah
warna menjadi hijau kembali.
 Volume NaOH untuk titrasi diketahui.
 Titrasi juga dilakukan terhadap blanko, sehingga
volume NaOH untuk titrasi blanko diketahui.
Kadar Nitrogen atau Protein Kasar (PK)

 Langkah dan Prinsip


3. Langkah ke-3 : Titrasi
 Selisih volume NaOH dari sampel dan blanko
digunakan untuk menghitung kadar N dalam
sampel.

 Kadar PK = kadar N x 6,25


Tahap titrasi

 Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida


maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia
dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi
ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi
merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila
menggunakan indikator PP.
 Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah: HCl 0,1 N +
NaOH 0,1 N NaCl + H2O
 Kelebihan Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung
sebagai berikut:
 %N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH ×
14,008 × 100% Gram bahan x 1000
Metoda Kjeldahl - lanjutan

 Destruksi : Senyawa N + H2SO4  (NH4)2SO4


 Destilasi : (NH4)2SO4 + 2 NaOH  Na2SO4 + 2 NH4OH

 HCl + NH4OH  NH4Cl + H2O


 Titrasi balik : HCl + NaOHstandar  NaCl + H2O

Larutan stock NaOH perlu distandardisasi setiap hari kalau


mau dipakai karena tak stabil terhadap CO2
Untuk mempercepat digesti dapat ditambah K2SO4 atau
Na2SO4 untuk menaikkan ttk didih as.sulfat, namun jangan
terlalu berlebihan. Dapat juga ditambah katalis Hg, Cu, atau Se
Untuk 1 gr sampel diperlukan + 25 ml H2SO4 pekat yng
nantinya memerlukan > 72 ml lart. NaOH 50% untuk
mengalkaliskan agar siap didestilasi
Analisa Kjeldahl Mikro
 Untuk menghemat pemakaian reagensia, dikembangkan alat
destilasi mikro secara khusus. Dengan metoda ini diperlukan
sampel 0,1 – 0,2 gr , asam sulfat pekat kira –kira 3 mL, lart.
NaOH 40% sekitar 15 mL. Distilat yang diperlukan sekitar
15-20 mL.
 Metoda Kjeldahl Mikro menggunakan larutan asam borat 4%
sebagai penampung distilat; dan lart. HCl 0,05 N untuk
men-titarnya, dengan indikator campuran metil-oranye-metil
red atau metil merah-brom (cresol green) .
 Reaksi distilasi : HBO3 + NH4OH NH4BO3 + H2O
 Titrasi balik : HCl + NH4BO3 HBO3 + NH4Cl
 Distilasi diakhiri bila semua NH4OH atau NH3 telah terdis-
tilasi atau tetesan distilat tidak bersifat basis lagi .
 Distilat dititrasi dengan larutan.standar HCl 0,05 N
Perhitungan

 %N = N HCl (V. Sampel – V.blanko) x 14 x 100

Berat sampel(g)

Perhitungan selanjutnya  % N dikali dengan


faktor perkalian
Hasil analisis protein bakso
Dasar perhitungan

 Protein alamiah  unsur N rata-rata 16 % (dalam


protein murni)
 Jumlah protein :
Jumlah N x 100/16 atau
Jumlah N x 6,25
 Faktor perkalian 6,25  untuk bahan yang belum
diketahui komposisi unsu-unsur penyusunnya.
Faktor perkalian N beberapa bahan

Macam Bahan Faktor perkalian


Bir, sirup, biji-bijian, ragi 6,25

Buah-buahan, teh anggur, gandum 6,25

Makanan ternak 6,25

Beras 5,95

Roti, gandum, makaroni, mie 5,70

Kacang tanah 5,46

Kedele 5,75

Kenari 5,18

Susu 6,38

Gelatin 5,55
 Dapat diaplikasikan pada semua jenis makanan
 Tidak mahal
 Akurat untuk protein kasar
 Dapat dimodifikasi untuk mengukur jumlah
kecil protein
 Mengukur total N organik, termasuk N yang
bukan protein
 Memakan waktu (2 jam)
 Ketelitian relatif rendah
 Reagen bersifat korosif
Metode Lowry

 Prinsip
 Reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi
asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin
dan triptofan (merupakan residu protein) akan
menghasilkan warna biru
 Merupakan kombinasi dari cara biuret
 Panjang gelombang
 750 nm  sensitifitas tinggi (konsentrasi protein
rendah)
 500 nm  sensitifitas rendah (konsentrasi protein
tinggi)
 Sangat sensitif
 50-100x lebih sensitif dari metoda biuret

 10-20 x lebih sensitif dari UV absorption methode

 Sama dengan Nesslerization (prosedur alternatif)

 Kurang dipengaruhi oleh turbiditas sampel


 Lebih spesifik
 Sederhana dapat dilakukan 1-1.5 jam
 Warna bervariasi pada protein yang berbeda
 Varna tidak terbatas pada konsentrasi
proteinsenyawa fenol dapat membentuk warna
biru sehingga dapat mengganggu hasil penetapan.
 Reaksi dapat dipengaruhi oleh  sukrosa, lipid,
buffer phosphat, monosakarida,heksoamin
Metode Lowry

 Konsentrasi protein diukur pada panjang


gelombang 600 nm
 Protein standar : Albumin serum darah sapi,
BSA
 Perlu membuat kurva standard
 Protein diencerkan (20-100 g)
 Larutan lowry ada 2 macam :
 Lowry A : fosfotungstat : fosfomolibdat (1:1) atau pereaksi folin

 Lowry B :
2 % natrium karbonat dalam NaOH 0,1N
 Kuprisulfat dan Na-K-tartrat 2 %
 1 ml larutan protein ditambah 5 ml lowry B,
digojog dan dibiarkan pada suhu kamar selama10
menit, kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojog
dan dibiarkan 20 menit.
 Absorbansi dibaca pada 650 nm
 Kurva standard dari BSA  harus hati-hati dalam
membuatnya (estimasi konsentrasi protein)
Metode Biuret

 Prinsip : ikatan peptida protein membentuk


komplek berwarna ungu dengan garam Cu pada
kondisi basa.
 Panjang gelombang  540 nm
 Intensitas warna  parameter kandungan protein
dalam bahan
 Warna yang terbentuk sering tidak identik  perlu
distandarisasi dengan protein yang sudah
diketahui
 5 ml reagen biuret dicampur dengan 1 ml
larutan protein (1-10 mg/ml).
 Reagen  copper sulfat, NaOH, dan
pottasium sodium tartrat  untuk
menstabilkan ion kupri dalam larutan alkalin
 Kemudian didiamkan dalam suhu kamar
selama 15-30 menit
 Penyaringan atau sentrifugasi sebelum
pembacaan absorbansi diperlukan jika
campuran reaksi tidak sempurna
 Kurva standard dibuat dari BSA
 Murah
 Cepat (30 menit)
 Penyimpangan warna jarang ditemukan
dibandingkan metode lain (lowry, Uvabsorption,
turbidimetri)
 Sangat sedikit substansi lain yang terdeteksi
 N dari non peptida dan non protein tidak
terdeteksi
 Kurang sensitif dibanding Lowry
 Penyerapan warna dapat dipengaruhi oleh pigmen
jika ada
 Konsentrasi tinggi dari garam ammonium
menimbulkan reaksi
 Variasi warna pada protein yang berbeda
 Bukan metode absolut perlu standarisasi warna
 Penyimpangan warna dapat terjadi di larutan akhir
jika tingginya lemak atau KH
Bradford Dye-Binding Methode

 Ketika Coomassie Brilliant Blue G-250 mengikat


protein terjadi perubahan warna dari merah menjadi
biru.
 Penyerapan maksimum pada panjang gelombang 
465 –595 nm
 Perubahan absorbansi pada 595 nm proporsi
konsentrasi protein sampel
Prosedur

 CBB G-250 dilarutkan dalam 95% etanol dan


diasamkan dalam 85%asam fosforat
 Sampel mengandug protein (1-100g/ml) dan
larutan standard BSA dicampur dengan Reagen
Bradford
 Dibaca pada 595 nm
Keuntungan

 Cepat (2 menit)
 Dapat diciptakan
 Sensitif
 Tidak terpengaruh ammonium sulfat, KH (sukrosa)
atau kation (K+,Na+ dan Mg+2)
 Dapat mengukur protein atau peptida dengan BM 
4000 da.
Kelemahan

 Terpengaruh dengan deterjen non-ionik dan ionik


(triton X-100 dan sodium dodesyl sulfat), namun
karena dalam jumlah kecil (0,1%) masih dapat
terkontrol.
 Komplek protein dengan larutan dapat berikatan
dengan kuvet dari kwarsa  harus menggunakan
kuvet plastik atau kaca
 Variasi warna  standard protein harus dipilih
dengan hati-hati.
Perbandingan metode

 Kjeldahl  memerlukan sedikit preparasi. ukuran


partikel 20 mesh sudah cukup. Sedangkan metode
lain memerlukan preparasi lebih banyak.
 Kjeldahl  mengukur jumlah total N, sedangkan
metode lain mengukur sifat-sifat protein
 Biuret  mengukur kombinasi ikatan peptida
 Lowry  mengukur kombinasi ikatan peptida dan
asam amino triptofan dan tirosin
 Kjeldahl, dan Biuret lebih rendah sensitivitasnya
dibanding Lowry, Bradford
Titrasi Formol

 Penetapan protein pada susu


 Prinsip:
 Jika formaldehida ditembahkan pada susu yang telah
dinetralkan, akan bereaksi dengan gugus amino dari protein,
terjadi konversi dari –NH2 menjadi –N=CH2 dan
meningkatkan keasaman protein. Peningkatan keasaman
diukur secara titrasi dengan NaOH dan indikator pp
 % protein = Vol titran x 0.17
Kualitas Nilai Gizi Protein

 Kualitas Nilai Gizi Protein ditentukan oleh


komposisi AA dan digestibility (daya cerna)
protein.
 Antinutrisi dapat mempengaruhi Kualitas Nilai
Gizi Protein ex. Tripsin inhibitor
 Beberapa metode uji mutu protein menggunakan
informasi tentang AA essensial dalam makanan
 AA essensial  tidak dapat disintesis tubuh
sehingga harus ada dalam diet.
Penentuan Kualitas Protein

 Protein digestibility-Koreksi Skor Asam Amino


 Menentukan komposisi AA dalam makanan
 Menghitung skor asam amino (mg AA dalam 1 g protein/mg AA
dalam 1 g reference protein).
 In vivo  tikus jantan dengan diet standard + 10 % protein atau
tanpa protein. Kemudian dihitung True Digestibility
 True digestibility  N yang terserap (N makanan-N feses)/N yang
masuk.
 PDCAAS  SAA x %true digestibility
 Untuk nutritional labeling (50 g = Daily value for protein  (g
protein/serving x PDCAAS value)/50 g protein.
 PER (protein efficiency ratio)
 menguji kualitas protein secara in vivo dengan mengukur
pertumbuhan (berat badan) tikus per gram protein yang
dikonsumsi
 Menentukan kandungan N sampel kemudian menghitung
kandungan proteinnya
 Membuat diet standard +10 % protein dan diet standard +10%
casein sebagai kontrol
 Memberi makan dan air minum selama 28 hari secara ad
libitum (bebas).
 Catat berat badan tikus awal dan setiap 7 hari sekali sampai
hari ke 28
 Catat makanan yang terkonsumsi selama 28 hari.
 Hitung PER menggunakan rata-rata berat badan dan total
rata-rata konsumsi.
 Hitung faktor koreksi  PER protein uji/ PER casein kontrol
Protein Characterization
1. Determination of Amino
52
Acid Composition

 The peptide is first hydrolyzed into its constituent amino acids by heating it in
6M HCl at 110ºC for 24 hrs.
 The amino acids are then separated by HPLC.
 They are measured by reacting them with a compound called ninhydrin. Alpha
Amino acids will be given an intense blue color while imino acids (proline,
hydroproline) will be given a yellow color.
 The concentration of a single amino acid is proportional to the light absorbance
of the solution after adding ninhydrin.
 The elution profile of the amino acids is obtained. Eluting is the separation, by
washing, of one solid from another.
 The identity of the amino acid is revealed by its elution volume, which is the
volume of buffer needed to remove the a.a. from the column.
53

Anda mungkin juga menyukai