Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL TESIS

PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING


UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DAN HASIL BELAJAR
GEOGRAFI PESERTA DIDIK KELAS X.1 DI SMA NEGERI 1 KANDIS

Disusun Oleh:

Desi Fitriani (18198007)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

3.1 Latar Belakang Masalah

Geografi merupakan ilmu pengetahuan untuk menunjang kehidupan

sepanjang hayat dan mendorong peningkatan kehidupan yang bidang kajiannya

memungkinkan peserta didik memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia

sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial dan ekologis dari eksistensi

manusia. Pembelajaran Geografi bukan hanya untuk menguasai tentang

pengetahuan belaka, tetapi juga untuk mampu menggunakan ilmu yang telah

dipelajari dan membentuk peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang

percaya diri dalam berperan serta secara produktif (Depdiknas).

Untuk mempelajari geografi sebagaimana tujuan tersebut di atas, maka

perlu memperhatikan aspek proses dalam pembelajaran. Proses pembelajaran pada

satuan pendidikan termasuk di dalamnya pembelajaran geografi, dapat

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang

cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.


Sebagai tahapan strategis pencapaian kompetensi dalam proses belajar

mengajar, dalam hal ini kegiatan pembelajaran geografi, maka perlu didesain dan

dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal.

Untuk mendukung kelancaran dan kebermaknaan kegiatan pembelajaran termasuk

pembelajaran geografi, guru dituntut untuk dapat menyusun dan mengembangkan

2
sendiri model pembelajaran yang sesuai. Model tersebut, dapat mengajak peserta

didik melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi

pelajaran melalui berbagai aktivitas, dengan demikian peserta didik diarahkan

untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru

yang diperlukan untuk kehidupannya.


Model yang baik adalah model pembelajaran yang mengikut sertakan

peserta didik secara aktif dan kreatif dimana guru bertindak sebagai fasilitator,

koordinator, mediator dan motivator dalam proses belajar mengajar. Adapun

Soekamto dalam Trianto (2007:5) mengemukakan maksud dari model

pembalajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”.

Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu

termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.


Fakta dan data menunjukkan bahwa kecenderungan di kalangan peserta

didik dewasa ini beranggapan bahwa Geografi merupakan mata pelajaran yang

menjemukan dan kurang menantang minat belajar, bahkan lebih dari itu geografi

dipandang sebagai mata pelajaran hafalan semata. Kenyataanya aktivitas belajar

siswa yang pasif, seperti malas bertanya, dan tidak fokus pada saat proses belajar-

mengajar diakibatkan oleh tidak adanya variasi guru dalam menyampaikan materi

pelajaran.
Kecenderungan tersebut selain membuat peserta didik merasa jenuh

terhadap pembelajaran juga akan mengurangi minat belajar peserta didik

sehingga diikuti juga dengan penurunan hasil belajar. Selain hal tersebut,

3
pembelajaran Geografi juga lebih berpusat pada Guru (teacher centered)

bukan berpusat pada Peserta didik (student center), aktivitas guru lebih menonjol dari

pada kegiatan peserta didik sehingga peserta didik tidak kreatif, tidak mandiri dalam

belajar dan belajar terbatas pada hafalan materi pelajaran saja. Faktor penyebab

ketidak mandirian peserta didik dalam belajar dapat dilihat dari aktifitasnya

seperti tidak mau mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan karena takut

salah, kurang semangat dan tidak antusias, rasa ingin tahu yang rendah sehingga

motifasinya juga rendah. Peserta didik hanya menunggu materi pembelajaran

yang di sajikan oleh guru.


Kehadiran guru dalam proses pembelajaran memegang peranan penting,

karena guru berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya kondisi yang

lebih baik bagi peserta didik untuk belajar. Guru harus bisa menciptakan situasi

yang menyenangkan sehingga dapat mendukung terlaksananya kegiatan

pembelajaran dengan baik serta mampu membimbing dan memotivasi peserta

didik untuk aktif. Selain itu guru juga bertanggungjawab atas tercapainya hasil

belajar peserta didik.


Oleh karena itu, keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran Geografi

bergantung pada kemampuan guru dalam memahami dan memilih suatu model

serta metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dalam

proses pembelajaran Geografi. Ketepatan penggunaan metode pembelajaran

tersebut sangat bergantung pada tujuan dan isi proses pembelajaran. Sebagaimana

diketahui masalah kemadirian belajar selama ini sering terabaikan, seperti yang

terjadi di SMA Negeri 1 Kandis.


Begitu juga dengan masalah hasil belajar, berdasarkan hasil observasi awal

yang dilakukan di SMA Negeri 1 Kandis diketahui bahwa Kriteria

4
Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran Geografi di kelas X adalah 65.

Namun pada kenyataanya, masih banyak peserta didik yang belum mampu

mencapai KKM yang telah ditetapkan tersebut.


Peneliti berasumsi bahwa penyebab dari berbagai masalah di atas adalah

ketidak tepatan model pembelajaran yang digunakan pada saat proses belajar

mengajar. Dalam pembelajaran Geografi dibutuhkan penggunaan model

pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam pembelajaran,

sehingga akan menumbuhkan minat belajar peserta didik

dan memberikan pengalaman nyata.


Peserta didik tidak hanya berangan-angan dengan materi yang disampaikan

oleh guru. Dengan memberikan pengalaman yang nyata kepada peserta didik

maka peserta didik akan mudah menerima materi.


Untuk memperoleh struktur informasi, peserta didik harus aktif, mereka

harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekedar

menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu, guru harus memunculkan

masalah yang mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan penemuan.

Dengan melakukan kegiatan penemuan, peserta didik belajar untuk menemukan

sendiri tentang konsep-konsep dalam belajar, sehingga konsep tersebut

akan masuk pada memori jangka panjang peserta didik jika materi sudah

masuk pada memori jangka panjang peserta didik maka peserta didik akan selalu

mengingat materi tersebut.


Permasalahan di atas dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya

berkaitan dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Model

pembelajaran adalah sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan

5
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan sebagai

suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya


model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi

atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam

model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan

rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.


Berdasarkan kondisi di atas, maka guru sebagai tenaga pendidik harus

melakukan suatu inovasi dalam pembelajaran geografi. Guru perlu

mengembangkan pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar siswa. Untuk itu perlu adanya perubahan pengajaran yang dilakukan oleh

guru, seperti penggunaan metode atau model pembelajaran yang bervariasi.


Dalam pembelajaran Geografi salah satu model yang dianggap tepat

digunakan yaitu model pembelajaran Discovery Learning yang dikemukakan oleh

Jerome Bruner. Menurut Jerome Bruner dalam Abdul Aziz Wahab (2007: 93),

penerapan model penemuan dalam pembelajaran IPS memberikan dorongan yang

kuat terhadap siswa karena secara pribadi siswa terlibat (baik fisik maupun

mental) dalam kegiatan belajar mengajar. Karena mengajar dengan mengunakan

model tersebut meminta/mensyaratkan siswa untuk menggunakan kemampuan

nalarnya secara induktif. Kemampuan yang dimaksud ialah kemampuan yang

digunakan untuk bernalar terhadap hal-hal yang bersifat khusus dari pengalaman

pribadi sampai ke generalisasi. Dengan menggunakan metode ini guru

memberikan kesempatan atau mendorong siswa untuk menemukan sendiri

informasi.
Dalam Discovery Learning peserta didik didorong untuk belajar sendiri

secara mandiri. Model ini menempatkan peserta didik sebagai pembelajar aktif

6
dalam membangun pengetahuan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan

kemadirian belajar untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-

eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu

sendiri. Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang

didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan

dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik

mengorganisasi sendiri.
Model discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur

sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan yang belum

diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya

ditemukan sendiri. Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai

prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada

perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini. Pada Discovery Learning lebih

menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak

diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan Discovery Learning

ialah bahwa pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada peserta

didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru.


Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru

berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta

didik untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat

membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan

tujuan. Kondisi seperti ini jingin merubah kegiatan belajar mengajar yang

teacher oriented menjadi student oriented. Dalam Discovery Learning hendaknya

guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem

7
solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan

dalam bentuk akhir, tetapi peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai

kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,

menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan bahan serta membuat

kesimpulan-kesimpulan. Diduga penggunaan model Discovery Learning akan

dapat meningkatkan kemandirian belajar dan meningkatkan hasil belajar peserta

didik.
Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Seringkali orang

menyalahartikan belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Bab II Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Ikapi, 2003: 15) yang

menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Jelaslah bahwa kata mandiri

telah muncul sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional kita. Karena itu

penanganannya memerlukan perhatian khusus semua guru, apalagi tidak ada mata

pelajaran khusus tentang kemandirian.


Kemandirian belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak

tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri

dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud

apabila peserta didik aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan,

mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam

8
pembelajaran yang dilalui dan peserta didik juga mau aktif dalam proses

pembelajaran. Setelah proses pembelajaran berakhir guru melakukan evaluasi

untuk memperoleh hasil belajar.


Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana

Sudjana (2009) mendefinisikan hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah

perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas

mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.


Langkah awal yang dapat dilakukan oleh guru dalam memperbaiki proses

pembelajaran adalah dengan mengubah paradigma teaching menjadi paradigma

learning. Dalam hai ini, guru tidak lagi berperan sebagai penyampai materi dan

peserta didik bukan berperan sebagai botol kosong yang akan diisi oleh guru.

Guru seharusnya tidak mendominasi kegiatan pembelajaran, sedangkan peserta

didik hanya duduk, diam, mendengar, mencatat, dan mentaati segala perlakuan

guru. Dalam hal ini pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang

bersifat kognitif saja, tetapi juga berorientasi pada bagaimana peserta didik bisa

belajar dari lingkungannya, dari pengalaman dan dari alam, sehingga mereka bisa

mengembangkan sikap kreatif dan daya pikir yang imajinatif.


3.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun yang menjadi

identifikasi masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:


1. Apakah dengan penerapan metode pembelajaran discovery learning

dapat meningkatkan kemandirian belajar peserta didik kelas X.1 di SMA

Negeri 1 Kandis?
2. Apakah penerapan metode pembelajaran discovery learning dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X.1 di SMA Negeri 1

Kandis?
3.3 Rumusan Masalah

9
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah dengan

menggunakan model Discovery Learning dapat meningkatkan kemandirian dan

hasil belajar Geografi peserta didik kelas X.1 di SMA Negeri 1 Kandis “.
3.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian untuk

meningkatkan kemandirian dan hasil belajar Geografi peserta didik kelas X.1 di

SMA Negeri 1 Kandis dengan menggunakan model Discovery Learning

BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
3.1 Landasan teori
3.1.1 Hakekat Geografi
Istilah geografi berasal dari kata dasar geo dan graphein (dalam bahasa

Yunani Kuno). Kata geo berarti ”bumi” dan graphein berarti ”menulis”

atau ”menjelaskan.” Dilihat dari asal kata geografi dapat dijelaskan

bahwa geografi merupakan gambaran bentuk bumi. Dalam gambaran

maupun tulisan yang menjelaskan bentuk bumi tersebut bahwa di dalam

geografi juga membahas masalah makhluk hidup terhadap lingkungannya

atau wilayah yang ditempati oleh makhluk hidup. Berdasarkan asal kata

geografi tersebut timbul beberapa pendapat para ahli mengenai geografi

di antaranya Menurut Bintarto Geografi memilki arti ”geografi ilmu

pengetahuan yang mencitra, menerangkan sifat bumi, menganalisis gejala

alam dan penduduk serta mempelajari corak khas mengenai kehidupan

dan berusaha mencari fungsi dari unsur bumi dalam ruang dan waktu.”
Pendapat yang sama Richard Hartshorne,”Geografi adalah disiplin

ilmu yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan karakter

variabel dari satu tempat ke tempat bumi sebagai dunia manusia”.

10
Berdasarkan penjabaran makna geografi dapat di simpulkan bahwa

geografi merupakan gambaran bentuk bumi yang menganalisis fenomena

alam dari aspek fisik dan social meluputi suatu wilayah yang ada di

permukaan bumi. Untuk itu dalam dunia pendidikan pembelajaran

geografi sangat dibutuhkan dalam mengenali fenomena-fenomena alam

maupun social yang terjadi di lingkungan mahkluk hidup.


3.1.2 Pembelajaran Geografi

Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang

memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu

sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran seharusnya merupakan

kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan

pelayanan agar peserta didik belajar. Untuk itu, harus dipahami

bagaimana peserta didik memperoleh pengetahuan dari kegiatan

belajarnya. Jika guru dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan,

maka guru akan dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi

peserta didiknya.

Menurut Sudjana (2000) dalam Sugihartono, dkk (2007)

pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh

pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan

belajar. Sedangkan Nasution (2005) dalam Sugihartono, dkk (2007: 80)

mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktifitas mengorganisasi atau

mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan

anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian

ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga,

11
perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan

belajar peserta didik. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun

oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat

meningkatkan kemampuan berfikir peserta didik, serta dapat

meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai

upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan

sengaja oleh pendidik untuk mentransfer ilmu pengetahuan,

mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai

metode sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar secara

efektif dan efisien sehingga akan mendapatkan hasil yang seoptimal

mungkin. Pembelajaran adalah aktifitas guru dalam pembelajararan yang

dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik sehingga tercipta proses

pembelajaran yang menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

3.1.3 Kemandirian Belajar

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah ”berdiri

sendiri”. Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak

menggantungkan diri kepada orang lain, peserta didik dituntut untuk

memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa

maupun bernegara (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1990). Sedangkan

Menurut Stephen Brookfield (2000) mengemukakan bahwa kemandirian

12
belajar merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh diri sendiri,

kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya.

Kemandirian belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri

tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung

jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Kemandirian

belajar akan terwujud apabila peserta didik aktif mengontrol sendiri segala

sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan

sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan peserta didik juga

mau aktif dalam proses pembelajaran.

Anak yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari

kegiatan belajarnya, dia tidak perlu disuruh bila belajar dan kegiatan

belajar dilaksanakan atas inisiatif dirinya sendiri. Untuk mengetahui

apakah peserta didik itu mempunyai kemandirian belajar maka perlu

diketahui ciri-ciri kemandirian belajar. Menurut Sardiman sebagaimana

dikutip oleh Ida Farida Achmad (2008) menyebutkan bahwa ciri-ciri

kemandirian belajar yaitu meliputi:

a. Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan

bertindak atas kehendaknya sendiri.

b. Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan.

c. Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk

mewujudkan harapan.

d. Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif

dan tidak sekedar meniru.

13
e. Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk

meningkatkan prestasi belajar.

f. Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan

tanpa mengharapkan bimbingan dan tanpa pengarahan orang lain.

Dari uraian diatas peserta didik dikatakan mandiri apabila: 1)

Berani bertanya dan mengemukakan pendapat, 2) Semangat dan antusias

dalam mengikuti pembelajaran, 3) Memiliki motivasi yang tinggi dalam

belajar, 4) Bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukan dalam

belajar dan 5) Disiplin dalam mengikuti proses belajar mengajar.

3.1.4 Belajar

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata

mengumpulkan atau menghapal fakta-fakta yang terjadi dalam bentuk

informasi atau materi pelajaran. Adapula orang yang memandang belajar

sebagian latihan belaka, seperti yang tampak pada latihan membaca.

Menurut Oemar Hamalik (2005) menyatakan bahwa, “ Belajar adalah

suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang

dinyatakan dalam cara tingkah laku yang baru berkat pengalaman dan

latihan”.

Belajar menurut Suryono Hariyanto (2012) adalah suatu aktivitas

atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan

keterampilan memperbaiki perilaku sikap dan mengkokohkan kepribadian.

Agus Suprijono (2012) menyatakan belajar adalah perubahan perilaku

yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman. Belajar menurut

14
Winkel adalah aktivitas mental/psikis yang berlansung dalam interaksi

aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya

adalah aktivitas mental (psikis) yang merupakan tahapan perubahan-

perubahan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap yang relatif menetap

sebagai hasil pengakuan dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan

proses kognitif, perubahan itu bersifat konstan dan berbekas.

3.1.5 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.

Nana Sudjana (2009) mendefinisikan hasil belajar peserta didik pada

hakikatnya adalah perubahan ingkah laku sebagai hasil belajar dalam

pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006) juga menyebutkan hasil

belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi

hasil belajar. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan berakhirnya

pengajaran dari puncak proses belajar. Hasil belajar sebagai salah satu

indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa

hasil belajar dalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik

setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan

15
tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar

dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan

data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan peserta

didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

3.1.6 Model pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola

yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di

kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang

akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-

tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan

pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2010: 51).

Menurut Joyce & Weil (1971) dalam Mulyani Sumantri, dkk

(1999: 42) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan

memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan

para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar

mengajar. Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagi pedoman bagi

perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan

melaksanakan proses belajar mengajar. Di samping itu pula, setiap model

16
pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan

peserta didik dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan

sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan ini,

diantaranya pembukaan dan penutupan pembelajaran yang berbeda antara

satu dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat

menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi

ciri sekolah pada dewasa ini.

Pada akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan sistem

pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan

memberikan peran yang berbeda kepada peserta didik, pada ruang fisik,

dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem syaraf banyak konsep

dan informasi-informasi dari teks buku bacaan, materi ajar peserta didik,

di samping itu banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang

akan dicapai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan

pemahaman bacaan dan lembar kegiatan peserta didik (Trianto, 2010: 55).

Dari uraian di atas dapat pula disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan model pembelajaran adalah metode yang digunakan oleh guru

untuk meningkatkan kreatifitas peserta didik dalam proses belajar

mengajar.

3.1.7 Model Discovery Learning


Dalam buku panduan pembelajaran mata pelajaran geografi

pendidik harus merencanakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum

dengan menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran yang

17
mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan

penyingkapan/penelitian, serta dapat menghasilkan karya kontekstual, baik

individual maupun kelompok. Pendidik disarankan untuk menggunakan

menggunakan model pembelajaran antara lain model inkuiri, discovery,

problem, dan projek. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk

menggunakan salah satu model yaitu model Discovery Learning.

Kemendikbud dalam buku panduan pembelajaran mata pelajaran

geografi menyatakan model Discovery Learning adalah teori belajar yang

menempatkan peserta didik sebagai pembelajar aktif dalam membangun

pengetahuan yang diharapkan. Langkah-langkah operasionalnya adalah

sebagai berikut.

a. Menciptakan stimulus

Kegiatan penciptaan stimulus (rangsangan) dilakukan pada saat

peserta didik melakukan aktivitas mengamati fakta atau fenomena

dengan cara melihat, mendengar, membaca, atau menyimak. Fakta yang

disediakan dimulai dari yang sederhana hingga kompleks atau

fenomena yang menimbulkan kontroversi. Disamping itu, guru

menyiapkan instruksi-instruksi yang jelas untuk penugasan dalam setiap

tahapan. Selain itu, pendidik dapat memulai kegiatan pembelajaran

dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas

belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi

belajar yang dapat membantu peserta didik dalam mengeksplorasi

18
bahan. Ketika memberikan stimulus, guru dapat menggunakan teknik

bertanya, dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

mengarahkan peserta didik pada kondisi internal yang mendorong

eksplorasi. Dengan demikian, peserta didik terlibat secara aktif dalam

bereksplorasi.

b. Menyiapkan pernyataan masalah

Tahap kedua, guru memberi kesempatan kepada peserta didik

untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang relevan dengan bahan

pelajaran. Kemudian peserta memilih salah satu masalah dan

dirumuskan dalam bentuk pernyataan singkat.

c. Mengumpulkan data/mencoba

Tahap ketiga, ketika eksplorasi berlangsung, peserta didik

mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk

membuktikan benar atau tidaknya pernyataan masalah tersebut.

Pembuktian ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan

(collecting) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,

mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji

coba dan sebagainya. Dengan demikian, peserta didik secara aktif

menemukan pengetahuan baru yang berhubungan dengan

permasalahan yang dihadapi.

d. Mengolah Data

Tahap keempat, peserta didik melakukan pengolahan data

dan informasi yang telah diperoleh baik melalui wawancara,

19
observasi, dan model lainnya, lalu ditafsirkan. Semua informasi yang

telah dikumpulkan, semuanya diolah, diacak, dan diklasifikasikan.

e. Memverifikasi data

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara

cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya jawaban atas

pernyataan masalah. Verifikasi bertujuan agar proses belajar akan

berjalan dengan baik dan kreatif. Berdasarkan hasil pengolahan dan

tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan terdahulu itu kemudian

dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Menarik kesimpulan

Tahap generalisasi atau menarik kesimpulan adalah proses

menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan

berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan

memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi,

dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah

menarik kesimpulan, peserta didik harus memperhatikan proses

generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan materi

pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang

mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses

pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

Manfaat pemilihan model discovery learning antara lain:

20
a. membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan

keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha

penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung

bagaimana cara belajarnya;

b. menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer pengetahuan karena

pemerolehannya bersifat pribadi;

c. menimbulkan rasa senang pada peserta didik karena tumbuhnya

rasa penyelidikan dan berhasil;

d. memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai

dengan dengan keecepatannya sendiri;

e. menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya

dengan melibatkan akal dan motivasinya;

f. membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya karena

memperoleh kepercayaan diri bekerjasama dengan yang lainnya;

g. membantu peserta didik menghilangkan keraguan karena mengarah

pada kebenaran yang final yang dialami dalam keterlitbatan

kegiatannya;

h. mendorong peserta didik berpikir secara intuitif, inisiatif, dalam

merumuskan hipotesis;

i. dapat mengembangkan bakat, motivasi, dan keingintahuan;

j. kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan belajar

dari berbagai jenis sumber belajar.

21
3.2 Kerangka Berfikir
Metode pembelajaran konvensional menyebabkan proses

pembelajaran di dominasi oleh guru sehingga peserta didik menjadi tidak

berminat atau kurang termotifasi untuk belajar. Hasil pembelajaran yang

didapat kurang maksimal atau tidak mencapai standar yang telah

ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan metode pembelajaran yang lebih

berpusat kepada diri peserta didik, berjalan secara menyenangkan dan

menarik minat peserta didik. Salah satu metode pembelajaran tersebut

adalah model Discovery learning.


Kerangka berfikir penelitian ini sebagai berikut :

Model Kemandirian Hasil


Discovery Belajar Belajar
Learning
1. Stimulation Independence Nilai :
Problem statement Self Management UH
Data collection Desire for learning UTS
Sesuai dengan Problem-solving.
Data Processing bagan diatas langkah US
persiapan sebelum
Verification UAS
Generalization
pembelajaran dilaksanakan guru adalah : UN
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
b. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal,

minat, gaya belajar, dan sebagainya).


c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara

induktif (dari contoh-contoh generalisasi).


e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,

ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik.


f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari

yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke

simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

22
Pembelajaran dengan Discovery learning dapat meningkatkan

aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Selain itu juga dapat

meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyampaikan pendapat

di muka umum.
3.3 Hipotesa Tindakan
Hipotesa tindakan penelitian ini adalah :
Penggunaan model Discovery Learning dapat meningkatkan

kemandirian dan hasil belajar Geografi peserta didik kelas X.1 di SMAN

1 Kandis.

23

Anda mungkin juga menyukai