Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

HASIL KEGIATAN

A. Gambaran Umum Lokasi


1. Letak
Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian
2.168 (7113 ft) meter di atas permukaan laut, terletak sekitar 17 km dari
pusat Kota Tasikmalaya. Secara geografis Gunung Galungung terletak di
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada titik koordinat 7.25°LS-
7°15'0"LS; 108.058°BT-108°3'30"BT, dan termasuk jenis gunung
stratovulkano (gunung berapi kerucut) yaitu pegunungan tinggi dan
mengerucut yang terdiri dar lava dan abu vulkanik yang mengeras.
Bagian barat tubuh gunung api termasuk Kabupaten Garut
sedangkan bagian timur termasuk Kabupaten Tasikmalaya. Wilayah
Kabupaten Garut lebih didominasi oleh tutupan lahan berupa hutan dan
perkebunan, sedangkan wilayah Kabupaten Tasikmalaya lebih merupakan
daerah pemukiman. Bagian gunung api Galunggung yang termasuk
Kabupaten Garut, berada dalam wilayah Kecamatan Singaparna.
Kabupaten Tasikmalaya, terdiri atas Kecamatan Leuwisari yang memiliki
5 (lima) desa dan Kecamatan Indihiang yang memiliki 8 desa (Badan
Geologi, 2014).

2. Luas daerah
Gunung Galunggung menempati daerah seluas lk 275 km2 dengan
diameter 27 km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di
bagian barat berbatasan dengan G. Karasak, dibagian utara dengan G.
Talagabodas, di bagian timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan
berbatasan dengan batuan tersier Pegunungan Selatan. Secara umum, G.
Galunggung dibagi dalam tiga satuam morfologi, yaitu: Kerucut Gunung
Api, Kaldera, dan Perbukitan Sepuluh Ribu.
Gunung Galunggung merupakan salah satu gunung yang menjadi
objek wisata, di wilayah ini terdapat beberapa daya tarik wisata yang
ditawarkan antara lain objek wisata dan daya tarik wanawisata dengan
areal seluas kurang lebih 120 hektare di bawah pengelolaan Perum
Perhutani. Objek yang lainnya seluas kurang lebih 3 hektar berupa
pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang,
kamar mandi dan bak rendam air panas.
Selain kawasan wisata Gunung Galunggung juga memiliki daerah
pertanian atau perkebunan mencangkup luas 54,8% (1991) dengan laju
pertumbuhan 0,059%. Daerah persawahan mencangkup 21% yang terdiri
atas sawah teknis (beririgasi permanen) dengan luas tiga (3) kali sawah
non-teknis, dan sawah nonteknis. Laju pertumbuhan pada tahun 1986 s/d
1991; sawah teknis 1,796% dan sawah non-teknis 0,188%. Daerah hutan
terdiri atas hutan produksi dan hutan cadangan yang berfungsi sebagai
hutan lindung, mencangkup luas 38,05%. Luas hutan produksi mencapai
lk3.953 Ha dan hutan cadangan lk2800 Ha.

3. Hidrologi
Obyek Wisata Gunung Galunggung memiliki potensi huidrologi dari
sungai-sungai yang membentangi disekelilingnya Tiga sungai utama yang
berhulu di daerah puncak, adalah: Cikunir sejauh 1,08 km, Cipanas sejauh
0,72 km, dan Cibanjaran sejauh 1,87 km. Selain itu terdapat potensi
hidrologi yang juga menjadi potensi wisata di Gunung Galungung,
diantaranya danau kawah, mata air panas Cipanas, serta di Cibanjaran dan
Cikuar sebagai sarana pemandian dan rekreasi.

4. Situasi Sekitar Lokasi


Keadaan topografi umumnya berbukit-bukit dengan jenis tanah
berpasir sebagai salah satu dampak dari letusan yang pernah terjadi.
Gunung Galunggung mengalami iklim hutan hujan tropis, curah hujan
tahunan rata-rata 2,072 mm. Meskipun mendapatkan hujan deras, namun
memiliki temperatur yang sedang. Suhu rata-rata harian 18 ° sampai
27,8 °C dan kelebaban udara sekitar 83-87 %. Dengan suhu yang rendah
dan kelembaban yang tinggi menyebabkan hamparan pasir di sekitar
lereng dan bibir kawah galunggung ditumbuhi oleh lumut dan paku-
pakuan.

B. Kondisi Ekologis
1. Kantong Semar (Nephentes gymnamphora)
Gunung Galunggung merupakan salah satu ikon wisata alam yang
terdapat di Kabupaten Tasikmalaya, yang menyimpan kekayaan alam
berupa flora dan fauna dengan ciri khas tersendiri. Berbagai flora dan
fauna yang terdapat di Gunung Galunggung masih dapat bertahan
hingga saat ini, walaupun kondisi ekologis dan vegetasinya sudah tidak
lagi sealami beberapa periode ke belakang.
Observasi kelompok kami berfokus pada salah satu jenis flora
yang terdapat di Gunung Galunggung yaitu Kantong Semar (Nephentes
gymnamphora). Berikut merupakan taksonomi dari Kantong Semar
(Nephentes gymnamphora):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
: Nepenthaceae
Famili
Dumort. (1829)
: Nepenthes
Genus
L. (1753)
Spesies : Nepenthes gymnamphora
Status konsevasi dari Kantung semar (Nepenthes
gymnamphora) yang terdapat di Gunung Galunggung adalah Risiko
Rendah (Least Concern)(IUCN 2.3). Spesies dengan tingkat risiko
rendah (bahasa Inggris: Least Concern - LC) adalah kategori IUCN
yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk
ke dalam kategori mana pun. Spesies-spesies tersebut tidak termasuk ke
dalam spesies terancam atau mendekati terancam punah, atau juga
ketergantungan konservasi. Serta terdaftar dalam CITES sebagai
tumbuhan Appendiks II, yaitu daftar spesies yang tidak terancam
kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus
berlanjut tanpa adanya pengaturan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 spesies kantong semar
pinggang seksi (Nepenthes gymnamphora) termasuk tumbuhan yang
dilindungi.
Berdasarkan hasil observasi dan identifikasi di lapangan,
tumbuhan kantong semar (Nepenthes) yang ditemukan di kawasan
Gunung Galunggung berada pada ketinggian 1.180 mdpl dengan lokasi
yang paling banyak ditemukan adalah di sekitar bibir kawah. Dengan
deskripsi habitat berupa hamparan pasir yang sebagiannya terututpi oleh
tumbuhan lumut. Kondisi tanah agak miring, sebagian besar tertutupi
oleh hamparan lumut, tumbuhan yang hidup didominasi oleh tumbuhan
lumut, paku Gleichenia herba, semak, perdu, dan sebagian kecilnya
berupa pohon yang tingginya mencapai 3 meter
Tumbuhan kantong semar (Nepenthes) yang ditemukan di
kawasan Gunung Galunggung dideskripsikan sebagai berikut:
1. Akar: sistem perakaran tunggang;
2. Batang: berkayu dan tak bercabang, seringkali membentuk roset akar.
Batang memiliki warna hijau kemerahan dengan arah tumbuh
batang serong ke atas. Percabangan batang termasuk ke dalam
simpodial. Bentuk batang bulat dengan tepi batang rata (laevis).
Panjang batang rata-rata berkisar 25 s.d. 36,5 cm;
3. Daun: Daun tunggal, berwarna hijau kemerahan, bangun daun lanset,
termasuk ke dalam daun tak lengkap. Daun duduk memeluk batang,
duduk daun tersebar, lebar daun bervariasi mulai dari 3,7 hingga 5,0
cm sedangkan untuk panjang daun bervariasi antara 16 hingga 32,5
cm. Permukaan daun licin dan mengkilap, daun tebal dan berdaging.
Perincian bangun daun sebagai berikut: pangkal daun truncatus, tepi
daun rata (jnteger), ujung daun runcing (acutus), pola pertulangan
daun melengkung. Terdapat rambut-rambut halus pada daun
permukaan bawah (abaksial) dan permukaan batang; dan
4. Kantong: pada kantong muda berwarna hijau dengan sedikit bercak-
bercak merah, sedangkan pada kantong yang sudah tua sebagian
besar ditutupi oleh bercak merah. Panjang tangkai kantong bervariasi
mulai dari 8,7 hingga 16,5 cm, sedangkan panjang kantong sendiri
bervariasi mulai dari 8,0 hingga 41,5 cm. Bentuk kantong Nepenthes
yang ditemukan di Gunung Galunggung ada dua jenis, yaitu
Nepenthes dengan bentuk kantong upper (tangkai kantong berada di
belakang) dan lower (tangkai kantong berada di depan atau
samping). Bibir pada kantong membulat lebar, dengan penutup bibir
berbentuk oval. Pada kantong terdapat sayap berambut dengan warna
kemerahan.
Tumbuhan Nepenthes gymnamphora yang ditemukan di
Gunung Galunggung khususnya, dan umumnya Nepenthes yang
ditemukan di habitat lainnya, secara ekologis memiliki peran yang unik
dan penting. Hal tersebut dikarenakan tumbuhan Nepenthes ini
merupakan indikator iklim yang selalu basah (vanSteenis, 2006). Oleh
karena itu, tumbuhan ini seringkali hanya ditemukan di lokasi-lokasi
yang selalu basah. Kemudian, tumbuhan Nepenthes seringkali
ditemukan pada kondisi habitat yang ekstrem, dengan tanah yang sangat
miskin unsur hara (Bauer et. al., 2015).
Dengan demikian, terbentuknya kantong pada tumbuhan
Nepenthes sebagai alat tambahan/modifikasi dari daun untuk
memaksimalkan perolehan unsur hara/nutrisi dengan cara
mengekstraksi tubuh hewan-hewan kecil sebagai sumber nutrisi
tambahan. Oleh karena itu, untuk menarik hewan-hewan kecil seperti
serangga agar masuk ke dalam kantong, terdapat semacam nektar
sebagai penarik hewan-hewan tersebut untuk masuk ke dalam kantong,
yang didalamnya terdapat enzim yang mampu memecah dan
mengekstraksi tubuh hewan tersebut.
Persebaran Nepenthes gymnamphora ini selain ditemukan di
Pulau Jawa juga ditemukan di Pulau Sumatera.
2. Tumbuhan lainnya
Tumbuhan lain yang juga ditemukan di Gunung Galunggung
antara lain bunga edelweiss ( Javanese edelweiss), Divisi pteridophyta
atau paku-pakuan, Divisi Bryophyta (lumut), Famili Orchidaceae,
Famili Pinaceae (Pinus), tumbuhan berkayu, dll.
3. Satwa
Satwa yang sering di temukan di Gunung Glunggung antara lain :
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dan beberapa jenis burung lain, monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis), babi hutan, serangga seperti
capung, lebah dan kupu-kupu, ular, dll.
C. Upaya Konservasi yang dilakukan
D. Sosial Ekonomi Masyarakat
E. Dukungan dari Para Pihak

Anda mungkin juga menyukai