Tes Fungsi Ginjal New
Tes Fungsi Ginjal New
Fitriani Mangarengi
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNHAS
PENDAHULUAN
hati
ginjal
1
volume cairan ekstrasellular ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus serta reabsorbsi
dan sekresi tubulus.
Fungsi tersebut dilakukan oleh unit fungsional ginjal yang disebut nefron,
yang jumlahnya kurang lebih satu juta untuk setiap ginjal. Terdapat dua jenis
nefron yaitu nefron kortikal pada korteks dan nefron juksta medullar dekat
medulla. Kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua
nefron. Seseorang masih mampu bertahan hidup dengan jumlah nefron hanya
sekitar 20.000 atau sekitar 1% dari massa totalnya, sehingga hal ini
memungkinkan seseorang untuk menyumbangkan sebuah ginjalnya untuk
ditransplantasikan.
Filtrasi Glomerulus
2
darah dan molekul besar seperti protein secara efektif tertahan oleh ” pori-pori”
membrana filtrasi sedangkan air dan kristaloid dapat melewati membrana filtrasi
glomerulus.
Pada glomerulus terdapat tiga jenis zat yang mengalami filtrasi yaitu :
3
1. Elektrolit : yang paling penting adalah natrium (Na +), kalium
(K+), kalsium (Ca 2+), magnesium (Mg 2+), bikarbonat (HCO3 -),
klorida (Cl-) dan fosfat (HPO4 2-)
2. Non elektrolit : yang penting antara lain glukosa, asam amino,
dan metabolit yang merupakan produk akhir metabolisme protein
seperti urea, asam urat dan kreatinin
3. Air (H2O)
Tes faal ginjal bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan fungsi ginjal
dan menetapkan berat ringannya gangguan tersebut. Pada umumnya tes
tersebut menguji salah satu fungsi dasar ginjal yaitu fungsi filtrasi, reabsorbsi dan
sekresi.
Tiga kategori umum tes fungsi ginjal adalah :
1. Tes fungsi glomerulus (fungsi filtrasi) : tes klirens
2. Tes untuk mengetahui kerusakan glomerulus, kerusakan tubulus atau
keduanya : Blood Urea Nitrogen (BUN), rasio BUN- kreatinin serum,
kreatinin serum
3. Tes fungsi tubulus (fungsi reabsorbsi dan sekresi). Tes osmolalitas
serum dan urin.
Dari beberapa jenis tes fungsi ginjal ada yang bertujuan hanya untuk
mengevaluasi fungsi ginjal seperti tes kreatinin serum dan tes klirens
kreatinin. Penetapan kadar BUN selain merupakan tes fungsi ginjal dapat
juga untuk mengetahui defisit volume cairan. Tes osmolalitas serum dan urin
juga bertujuan mengetahui kebutuhan cairan dan keseimbangan cairan.
Aliran darah yang mensuplai ginjal (Renal Blood Flow = RBF) atau perfusi
ginjal berkisar 1200 ml per menit merupakan 25% dari curah jantung yang
jumlahnya sekitar 5000 ml per menit. Lebih dari 90 % perfusi ginjal adalah pada
korteks, sedangkan sisanya pada medulla. Jika kadar hematokrit seseorang
adalah 45%, maka aliran plasma ginjal (RBF) adalah 0,55 x 1200 = 660 ml per
menit. Kurang dari seperlima aliran plasma yaitu sekitar 125 ml permenit
mengalir melalui glomerulus ke kapsula Bowman dan inilah yang dikenal dengan
4
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Nilai LFG menunjukkan jumlah ultrafiltrat dari
darah yang masuk ke lumen tubulus dalam jangka waktu tertentu.
LFG digunakan secara luas sebagai indeks fungsi ginjal yaitu dengan
mengukur secara tidak langsung kapasitas glomerulus berdasarkan pengukuran
klirens ginjal. Dengan demikian untuk menilai penurunan fungsi ginjal / laju filtrasi
glomerulus yakni dengan mengukur klirens ginjal. Pengukurannya dapat
menggunakan paramater substansi endogen, maupun eksogen.
Pengukuran yang menggunakan kreatinin sebagai parameter (klirens
kreatinin) adalah :
Persamaan Cockroft - Gault
MDRD Study (Modification of Diet in Renal Disease)
equation GFR (ml/min per 1.73 m2) =
0.881 × 186 × age−0.203 × S-Cr−1.154
(if female × 0.742)
Formula Schwartz (digunakan pada anak anak)
Persamaan Counahan - Barrat
Perhitungannya menggunakan variabel seperti umur, jenis kelamin, ras dan luas
permukaan tubuh.
C = UxV
B C = klirens ginjal (ml/menit)
U = kadar zat yang larut (marker) dalam urin (mg/dl)
V = volume urin yang diekskresikan dalam waktu
tertentu (ml/menit)
B = kadar zat yang larut (marker) dalam serum atau
plasma dan ditentukan pada saat pertengahan
pengumpulan sampel (mg/dl)
5
Marker yang digunakan untuk mengukur klirens ginjal dapat berupa
substansi endogen misalnya Kreatinin, Urea dan Cystatin C ataupun substansi
eksogen seperti Inulin, Iohexol dan senyawa radioaktif seperti I-Iothalamate,
Diethylenetriamine Pentacetic Acid(Tc-DPTA) serta Chromium Ethylnemediane
Tetracetic Acid (Cr-EDTA)
Klirens ginjal hanya dapat dihitung pada beberapa zat yang pola
ekskresinya stabil. Klirens ginjal yang akurat adalah dengan menggunakan
senyawa eksogen dengan beberapa karakteristik seperti tabel berikut :
Tabel 1. Karakteristik Senyawa Eksogen Petanda Ideal Tes Klirens ginjal
Tes baku emas untuk memprediksi nilai LFG adalah klirens inulin. Tes
klirens inulin tidak praktis dan sukar diterapkan karena membutuhkan teknik dan
waktu tertentu waktu pengambilan darah serta kesulitan pengumpulan urin yang
akurat sehingga tes ini lama dan rumit. Marker lain seperti Tc-DPTA sebagai tes
alternatif untuk memprediksi nilai LFG juga memberikan hasil yang sama baik
seperti tes klirens inulin, tetapi tes ini memakai marker yang menimbulkan
radiasi, dapat menyebabkan alergi serta mahal.
6
Tes fungsi ginjal yang paling umum digunakan untuk menilai LFG adalah
tes kreatinin serum dan tes kreatinin klirens. Tes kreatinin serum adalah tes
yang murah, cepat dan mudah untuk menilai LFG. Kreatinin serum adalah
perkiraan kasar untuk menilai LFG karena kadarnya dipengaruhi oleh senyawa-
senyawa tertentu dalam darah (kromogen non kreatinin) yang dapat
menyebabkan overestimasi. Perubahan massa otot dan proses inflamasi juga
berpengaruh terhadap penetapan LFG berdasarkan kreatinin serum. Kreatinin
selain difiltrasi bebas oleh glomerulus juga disekresi oleh tubulus proksimal.
Persamaan yang paling populer dan cukup akurat untuk menetapkan nilai
klirens kreatinin pada orang dewasa adalah persamaan Cockroft and Gault
yang mengunakan faktor koreksi usia, berat badan dan jenis kelamin.
7
Laki-laki 128 26
Perempuan 118 24
Pra analitik
Kadar kreatinin
SI Unit (mg/dl) µmol / L
Newborn 0,8 – 1,4 71-124
8
Infant 0,7-1,7 62-150
Anak < 6 tahun 0,3-0,6 27-54
Anak > 6 tahun 0,4-1,2 36-106
Dewasa laki-laki 0,6-1,3 53-115
Dewasa 0,5-1,0 44-88
perempuan
Dewasa usia Penurunan kadar kreatinin
lanjut berhubungan dengan penyusutan,
massa otot dan usia
9
Urease dan Glutamate Dehidrogenase (GLDH) :
urea dihidrolisis dengan urease untuk membentuk
ammonium dan karbonat. Pada reaksi kedua, 2-
oksaloglutarat bereaksi dengan ammonium dengan
adanya GLDH dan koenzim NADH untuk dioksidasi
menjadi NAD untuk masing-masing mol urea yang
dihidrolisis.
Urease
Urea + 2H2O 2 NH4+ + CO32-
Nilai rujukan :
Dewasa ( 18-60 tahun) : 6 – 20 mg/dl
Bayi ( < 1 tahun) : 4-19 mg/dl
Anak-anak : 5 – 18 mg/dl
10
prerenal azotemia, nekrosis tubuler akut, intake protein yang sangat kurang dan
penurunan sintesis urea (akibat penyakit hati berat)
Peningkatan rasio BUN – kreatinin dengan peningkatan kadar kreatinin
serum dihubungkan dengan postrenal azotemia.
Untuk memantau perjalanan dan prognosis penyakit ginjal diperlukan tes
serial BUN dan kreatinin serum. Peningkatan yang cepat dan progresif
menunjukkan keadaan akut atau suatu kronik eksaserbasi, sebaliknya
penurunan yang bermakna menunjukkan kearah perbaikan.
Rasio BUN – kreatinin dipakai untuk memonitor pasien dengan pemberian
obat jangka lama dan dosis tinggi yang berpotensi menyebabkan nefrotoksik
Tes Cystatin C
11
Menurut Christopher P Price dan Hazel Finney (2000) berdasarkan data-data
yang dihimpun dari berbagai penelitian , masih diperlukan penelitian lebih lanjut
apakah cystatin C dapat digunakan sebagai parameter tes fungsi ginjal. National
Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF K/DOQI)
(2002) juga berpendapat bahwa penerapan tes Cystatin di klinik masih
diperdebatkan. Walaupun Cystatin C tampaknya sangat menjanjikan sebagai
indeks fungsi ginjal, menurut Toffaletti dari NKF K/DOQI masih terlalu dini untuk
merekomendasikan tes ini karena belum cukup data yang mendukung
penerapannya di klinik.
LFG = 74,83
Cystatin C 1/ 0,75
12
LFG < 60 ml/menit per 1,73 m2 ini setara dengan kadar kreatinin serum > 1,5 mg
% pada pria dan > 1,3 mg% pada wanita.
URINALISIS
Urinalisis atau analisis urin adalah salah satu tes laboratorium yang tertua
dan sudah diketahui sejak zaman Hipocrates. Urinalisis merupakan tes awal
yang penting untuk dugaan adanya kerusakan ginjal. Analisis urin terdiri atas tes
makroskopik, mikroskopik dan kimia urin.
Tes kimia urin dapat dilakukan secara kering dengan memakai reagen
strip dan dapat pula dilakukan dengan reagen basah. Dengan memakai reagen
strip ( dipstik / carik celup ) , ini sangat mudah, cepat dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang cukup tinggi. Reagen strip berupa selembar plastik kaku
13
dimana salah satu sisinya ( area tes ) terdapat bahan penyerap berupa sellulosa
yang mengandung reagen – reagen spesifik terhadap salah satu zat yang
mungkin terdapat pada urin. Penilaian secara semikuantitatif dilakukan dengan
melihat skala warna pada area tes yang kemudian dibaca dengan alat automatik
berupa fotometer reflektans. Sampel urin yang dipakai sebaiknya urin pagi segar
tanpa pengawet dan tidak perlu disentrifus sebelum dites.
Parameter yang dapat diketahui pada tes strip bervariasi, ada yang dapat
menentukan 3, 5, 10 parameter. Saat ini telah ada 11 parameter. Parameter
tersebut adalah : berat jenis (BJ), pH, Lekosit, Nitrit, Protein, Glukosa, Keton,
Urobilinogen, Bilirubin, Hemoglobin , Vitamin C.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam tes carik celup :
1. Penanganan carik celup
2. Teknik penggunaaan
3. Pemantapan kualitas
TEKNIK PENGGUNAAN
14
Cara penggunaan :
Urin dicampur dengan baik
Carik celup dimasukkan ke dalam urin secara lengkap
Tiriskan, letakkan pada selembar tissue
Membaca hasil dalam ruang yang terang,
membandingkan dengan standar atau menggunakan alat
semiotomatik/otomatik
Lakukan konfirmasi tes bila diperlukan
PEMANTAPAN KUALITAS
Gunakan bahan kontrol positif dan negatif tiap ganti shift
Larutkan bahan kontrol sesuai petunjuk
Gunakan kontrol positif dan negatif setiap menggunakan reagens baru
atau reagens yang baru dibuka.
Catat hasil kontrol dalam chart dengan menuliskan nomor lot reagens.
1. Berat Jenis
Menunjukkan konsentrasi ion pada urin. Jika terdapat kation pada urin
maka proton akan dibebaskan oleh complexing agent dan menyebabkan
perubahan warna pada indikator. Area tes mengandung indikator
bromthymolblue yang akan memproduksi perubahan warna sesuai dengan
peningkatan BJ dari biru, biru-hijau, sampai kuning.
Nilai rujukan : 1,010 – 1,020
15
Pengukuran BJ urin dengan carik celup :
Tidak mengukur total solut dalam urin
Mengukur solut dalam bentuk ion sehingga dapat menilai fungsi pemekat
dan sekresi ginjal
2. pH
pH urin : mengukur konsentrasi ion H dan tidak dipengaruhi oleh zat lain.
3. Lekosit / esterase
Esterase ada dalam granula azurofil netrofil, eosinofil, basofil, monosit dan
makrofag. Tidak bereaksi dengan limfosit. Sebagai penanda inflamasi karena
dapat mendeteksi sejumlah lekosit.
Area tes mengandung indoksil ester dan garam diazo. Adanya granulosit
esterase yang berasal dari netrofil pada urin akan memecahkan indoksil ester
16
menjadi indoksil yang kemudian bereaksi dengan garam diazo membentuk
warna ungu. Tinggi rendahnya intensitas warna ungu yang terbentuk
menunjukkan banyaknya lekosit pada urin.
Nilai rujukan : negatif
4. Protein (albumin)
Area tes mengandung buffer sitrat, protein absorban serta indikator tetra-
bromfenolblue. Pada pH 3 indikatornya berwarna kuning (untuk urin normal)
yang akan berubah menjadi kuning hijau sampai biru dengan peningkatan kadar
protein pada urin.
Nilai rujukan : negatif
Tes ini hanya sensitif untuk albumin. Albumin dengan berat molekul rendah
melewati glomerulus dan reabsorbsi di tubuli. Pada tes carik celup ini, tidak
mengukur protein lain seperti : hemoglobin, mioglobin dan protein Bence Jones
Dapat memberikan hasil positif palsu pada keadaan : pH urin alkali akibat
pemakaian obat, pengawet urin.. Negatif palsu pada keadaaan penderita
memakai obat yang memberikan warna urin(phenazopyridine), beet.
5. Nitrit
Prinsip dasarnya adalah Griess’s test yang mendeteksi nitrit dalam urin yang
secara tidak langsung merupakan indikator adanya pembentukan nitrit. Bakteri
penyebab infeksi saluran kemih umumnya mengubah nitrat menjadi nitrit.
17
Area tes mengandung senyawa aromatik amin dan zat kromogen yang bereaksi
dengan nitrit membentuk warna merah.
Nilai rujukan : negatif
Mendeteksi adanya gugus nitrit dan sebagai tes saring adanya bakteriuria.
Faktor yang mempengaruhi tes nitrit : jenis mikroorganisme, faktor diet, retensi
urin dalam kandung kemih, penundaan pemeriksaan dan penggunaan
antibiotika.
Hasil positif palsu bila ada phenazopyridine yang dapat memberikan warna pada
urin, proliferasi bakteri urin. Negatif palsu bila vitamin C ≥ 25 mg/dL, adanya zat
yang menghambat pembentukan nitrit( antibiotika) dan bakteriuria berat (karena
nitrit akan direduksi lagi menjadi nitrogen).
6. Glukosa
Area tes mengandung enzim buffer yaitu glukosa oksidase dan glukosa
peroksidase serta zat kromogen o-tolidine atau iodida yang memberikan
perubahan warna jika terdapat glukosa dalam urin. Jika zat kromogennya
adalah 0-tolidine, perubahan warna menjadi biru, sedangkan jika zat
kromogennya iodida warna menjadi coklat dengan adanya glukosuria.
Nilai rujukan : negatif
Glukosa difiltrasi oleh glomeruli dan reabsorbsi kembali di tubuli. Hasil positif
palsu dipengaruhi oleh zat yang bersifat oksidator atau kontaminasi dengan
peroksida. Negatif palsu dipengaruhi oleh : vitamin C ≥ 50 mg/dL, aspirin,
levodopa. Juga bila sudah terjadi glikolisis (penundaan spesimen). Ketonuria
berat mengganggu glukose oksidase.
7. Keton
18
Benda-benda keton dalam urin berupa aseton (2%), asam asetoasetat (20%)
dan asam hidroksi butirat (78%). Karena benda keton mudah menguap maka
untuk tes harus memakai urin segar.
8. Urobilinogen
19
dipengaruhi oleh obat golongan sulphonamide, para amino salycilacid. Obat
/makanan yang mewarnai urin (phenazopyridine, beet). Negatif palsu
dipengaruhi oleh penundaan / penyimpanan spesimen yang tidak baik.
9. Bilirubin
Senyawa diazo bersama buffer asam pada area tes bereaksi dengan bilirubin
dalam urin sehingga memberikan perubahan warna, tergantung pada jenis
senyawa diazo yang dipakai. Jika menggunakan diazotized 2,4-dichloroaniline
perubahan warna dari kuning sampai jingga – coklat.
Nilai rujukan : negatif
Mendeteksi bilirubin direk 0,4-0,8 mg/dL, tergantung jenis reagen yang dipakai.
Memberikan hasil positif palsu bila urin berwarna (phenazopyridine). Negatif
palsu , dipengaruhi oleh : vitamin C ≥ 25 mg/dL, kadar nitrit yang tinggi,
penundaan spesimen karena telah terjadi oksidasi atau hidrolisis.
Bilirubin urin
Glukuronida – BILIRUBIN – glukuronida larut dan reaktif
Didiamkan – hidrolisis
Glukurinida +glukuronida +BILIRUBIN BEBAS tak larut dan kurang reaktif
Didiamkan – oksidasi
Glukuronida +glukuronida + BILIVERDIN hijau dan tak reaktif
10. Hemoglobin
Area tes mengandung tetrametilbenzidin atau ortho-tolidin. Zat tes bersama
dengan hemoglobin yang berfungsi sebagai peroksida organik akan membentuk
warna hijau sampai biru tua.
Nilai rujukan : negatif.
20
Positif palsu : dipengaruhi oleh zat oksidatif kuat (sabun, detergent), peroksidase
bakteri. Negatif palsu bila ada vitamin C ≥ 5 mg/dL, obat (catopril), berat jenis
tinggi.
11. Vitamin C
Area tes mengandung reagen Tillmann. Adanya vit. C menyebabkan perubahan
warna dari biru-hijau ke orange.
INTERPRETASI
Lihat algoritme
1.
21
Biakan urin
Jenis bakteri
Jumlah koloni bakteri / ml urin
Tes resistensi
Tes ulang
2.
Urinalisis lengkap
22
(+) (-)
(+) (-)
Massif
Sindroma nefrotik
4. Berat jenis
Oligouria
Ureum,kreatinin,asam urat
Gagal ginjal
Anamnesis
Akut kronik
Kekurangan volume plasma : GNK
Perdarahan Nefropati diabetika
Luka bakar Nefritis intersitial
Syok Hipertensi renal
23
Keracunan : CCl4, etilen glikol Penyakit kolagen, SLE
Obstruksi saluran kemih Penyakit ginjal obstruktif
GNA Nefropati toksik
Sindroma nefrotik
----- fm -----
Daftar bacaan :
24
7. Hardjoeno dkk, Interpretasi Hasil Tes Laboratorioum Diagnostik Bagian Dari
Standar Pelayanan Medik, Lephas, Makassar, 2006,137
8. Jaffe MS and MC Van BF, Davis Laboratory and Diagnostic Test Handbook,
FA Davis Co, Philadelphia, 1997, 350 - 5.
9. Jones GRD, Lim EM, The National Kidney Foundation Guideline on
Estimation of Glomerular Filtration Rate in The Clinical Biochemisry Reviews,
The Australian Association oc Clinical Biochemist, Perth, vol 24(3), august
2003, 95-97
10. Kaniawati M dan Lies Gantini , Cystatin C Serum sebagai Penanda
Glomerular Filtratipon Rate dalam Informasi Laboratorium No3, Prodia, 2002,
5-7.
11. Bakri S : Deteksi Dini dan Upaya-Upaya Pencegahan Progresifitas Penyakit
Ginjal Kronik dalam Jurnal Medika Nusantara, Makassar, 2005, 36-40
12. www.kidneyfoundation/Kdoqi.gov. National Kidney Fondation, Clinical
Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease Evaluation, Classification and
Stratification : part 5, In Evaluation of laboratory Measurment for Clinical
Assesment of Kidney Disease, NKFK/DOQI Guidelines 2002
13. Laterza OF., Price CP., Scott MG., Cystatin C. An Improved Estimator of
Glomerular Filtration Rate?, In Clinical Chemistry, American Association for
Clinical Chemistry Inc., 2002 : 48(5), page : 699-707
14. Postlethwaite RJ ed, Glomerular Filtration Rate, In Clinical Pediatric
Nephrology, Butterworth Heinemann, 1994, 89-98
15. Goldmisth DI., Novello AC., Clinical and Laboratory Evaluation of Renal
Function, In Pediatric Kidney Disease, 2nd ed., vol 1st, little Brown and Co,
Boston, 1992 :461-473
16. Hellerstein S., Berenbom M., Alon U et al, The Renal Clearance and Infusion
Clearance of Inulin are Similar but not Identical. In Kidney International,
Blackwell Scientific Publication, vol 44, 1993, 1058-1061
17. Bajaj G., Alexander SR., Browne R et al, 125 Iodine-Iothalamate Cleaance in
Children A Simple Method to Measure Glomerular Filtration ;In Pediatric
Nephrology, spriger, Vol 10(1), Feb 1996, page : 25-28
18. Cole M, Price L, Parry A., Estimating of Glomerular Filtration Rate
InPaediatric Cancer Patients Using 51 Cr-EDTA Population Pharmakokinetics
British Journal of Cancer, vol 90, 2004, 60-64
19. Sukandar E, Sulaiman R, Sindroma Nefrotik dalam Ilmu Penyakit Dalam II,
editor Soeparman, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990 :282-305
20. Corey HE., Spitzer a., Renal Blood Flow and Glomerular Filtration Rate
During Development, In Pediatric Kidney Dsease, 2nd ed., Vol 1st, Little Brown
and Co., Boston, 1992 : 49-72
25
21. Whelton A., Watson AJ., Rock RC., Nitrogen Metabolites and Renal Function ;
In Fundamentals of Clinical Chemistry, 4 th ed, WB Saunders Co, Phladelphia,
1996, page 569-592
22. Roche Diagnostics : Urea / BUN kit, 2003 : 1-4
23. Wirawan R : Pitfall urinalisis dengan carik celup, Roche Fair, 2008
24. Terry Kotrla, MS, MT (ASCP), Austin Community College Examination of
Urine
25. Manual Reagen Strips Mulitistik 20 SG, Bayer Diagnostic
---fm-unhas-2012---
26