Amatoxins;

toxin from Amanita mushroom

Anidah (F252180024)
Widya Aprilita M (F252180044)
Gina A. Anggi K. (F252180054)
Magister Profesional Teknologi Pangan
Pascasarjana IPB
2019
 Outline:

1. Latar Belakang
2. Struktur Kimia
3. Identifikasi Bahaya
4. Karakterisasi Bahaya
5. Outbreak
6. Mitigasi
7. Regulasi
 1. Latar Belakang
Jamur sebagai pangan
popular; rasa lezat, tekstur,
sumber protein, dsb
Kasus keracunan karena
konsumsi jamur seringkali
disebabkan salah
140 ribu spesies jamur
identifikasi jamur beracun
telah dikenali di seluruh
sebagai jamur konsumsi
dunia. 2000 diantaranya
dapat dikonsumsi. 700
spesies memiliki sifat
terapeutik (Lima et al.,
2012)
 Jamur beracun dikelompokan
berdasarkan komponen toksin:
1. siklopeptida
2. gyromitrin
3. muscarinecoprine
gyromitrin
4. isoxazole
5. orellanine
gastro 6. psilocybin
muscarine
intestinal
irritant coprine 7. gastrointestinal irritants

Siklopeptida • Siklopeptida merupakan komponen

toksin jamur yang paling tosik di
dunia →
psilocybin isoxazole Amatoksin > phallotoxins > virotoksin

• Siklopeptida penyebab 90–95%

orellanine kasus keracunan fatal pada
manusia yang berakibat kematian

• Amatoksin dihasilkan dari 3 genus:

• Amanita, Lepiota, Galerina
 2. Struktur Kimia
Amatoksin:
• Pertama kali diisolasi pada 1930,
Merupakan heat-stable toxin dalam
bentuk bicyclic octapeptides
• Larut dalam air
• Resistan terhadap degradasi oleh enzim
dan asam
• Terusun atas 9 komponen; α-amanitin,
β-amanitin, γ -amanitin, ε- amanitin,
amanin, amaninamide, amanullin, (Garcia et al., 2015)
amanullinic acid, and proamanullin

Paling toksik
 3. Identifikasi Bahaya
3 genus jamur penghasil Amatoksin:
Amanita sp. Galerina sp. Lepiota sp.
A. phalloides G. badipes L. Brunneoincarnata
A. virosa G. beinrothii L. Brunneolilacea
A. bisporigera G. fasciculate L. Castanea
A. decipiens G. helvoliceps L. Clypeolaria
A. hygroscopica G. marginata L. Clypeolarioides
A. ocreata G. sulciceps L. Felina
A. suballiacea G. unicolor L. Fulvella
A. tenuifolia G. venenata L. Fuscovinacea
A. verna L. Griseovirens
L. heimii
L. helveoloides
L. kuehneri
L. langei
L. lilacea
L. locanensis
L. Ochraceofulva
L. pseudohelveola
L. pseudolilacea
90% kasus lethal poisoning disebabkan 2
L. rufescens spesies:
L. Subincarnata the notorious death cap (A. phalloides)
anthophylla and destroying angel (A. virosa)

(Enjalbert et al., 2002)

 A. virosa
(destroying angel)

A. phalloides
(the notorious death cap)
 (A) Amanita phalloides (toxic). (B) Amanita caesarea (non-toxic).
Keduanya memiliki annulus & volva.

• Spesies jamur yang mengandung

Amatoksin sulit dibedakan dengan
jamur yang tidak beracun
• Beberapa ciri potensial dari spesies
Amanita seperti annulus (cincin) dan
volva (cup) juga ditemukan pada
beberapa spesies yang tidak beracun
• Amanita phalloides banyak tersebar di
seluruh Eropa
 4. Karakterisasi
Bahaya

• Highly toxic (intraperitoneal lethal dose 50

(LD50 ) 0.3 – 20 mg/kg, pada mencit putih]
menyebabkan kematian dalam 2–8 hari
• The lethal dose pada manusia (dari kejadian
keracunan) diestimasi 0,1 mg/kg bw, atau
lebih rendah, dan jumlah ini bisa terdapat
dalam 1 tubuh jamur.
• Amatoksin mudah diserap dari saluran
pencernaan manusia dan dapat dideteksi
secara radioimunologis 90-120 menit setelah
konsumsi
• Amatoksin tidak mengikat albumin, dan
didistribusikan ke hati dan ginjal dalam waktu
48 jam.
• Konsentrasi dalam ginjal ditemukan 6 – 90 kali
lebih tinggi dibanding dalam hati
 4. Karakterisasi
Bahaya

• Gejala keracunan amatoksin mulai dari

gangguan gastroenterological hingga
kematian.
• Amatoksin memiliki kemampuan untuk
mengikat dan menghambat aktivitas RNA
polimerase II (RNAP II) non-kovalen dalam
inti sel, berkontribusi pada penghambatan
sintesis mRNA, yang menghambat sintesis
protein dan kematian sel.
• Pada beberapa kasus keracunan akut
menyebabkan kerusakan hati dan
membutuhkan transplantasi hati,
 5. Outbreak
Year Outbreak
1981 1981, Berks County, Pennsylvania, USA. A
people were poisoned (one fatally) after
ingesting Amanita phalloides,
Oktober The occurred in Oregon in October,1988,
1988 and involved the intoxication of five people
who consumed stir-fried Amanita
phalloides. The poisonings were severe,
three of the five people had undergone liver
transplants for treatment of amanitin-
induced liver failure
2006 an outbreak occurred among two families in
Minnesota who consumed Amanita
bisporigera; this mushroom produces
amatoxin. The outbreak affected nine
persons and resulted in one death.
Outreach efforts were focused on Hmong
residents, including new arrivals in
Minnesota
Sumber: www.cdc.gov
Year Outbreak
December In December 2016, 14 cases of Amanita
2016 phalloides poisoning were identified by the
California Poison Control System (CPCS). All
patients in this outbreak had gastrointestinal
manifestations of intoxication leading to
dehydration and hepatotoxicity. Three
patients received liver transplants; all patients
recovered, although one (a child) had
permanent neurologic impairment.
In California, A. phalloides species grow in a
symbiotic relationship with coast live oak and
other hardwood trees. They can be especially
abundant in the early wet winter months,
though the foggy coastal climate and warmer
temperatures can support mushroom growth
throughout the year
October a middle-aged ethnic Karen* man from Burma
2018 was evaluated at a hospital emergency
department with altered mental status,
vomiting, diarrhea, incontinence, sweating,
swelling of the lip and tongue, and excessive
salivation after consumption of Amanita
muscaria. The man recovered and was
discharged 8 days after admission.
 5. Outbreak
Laporan tahunan BPOM 2017:
2 kasus terkait keracunan toksin jamur

Tidak ada
keterangan jenis
toksin

Sumber: BPOM, 2017

 6. Mitigasi
1. Mengeksplorasi dan mendokumentasikan
jamur di setiap negara secara luas.
2. Mendirikan pusat quality control dan sertifikasi
untuk produk jamur konsumsi secara nasional
maupun internasional
3. Mendirikan pusat toksikologi regional untuk
mengedukasi public mengenai bahaya
konsumsi jamur liar
4. Melakukan pelatihan terhadap petugas medis
dan Rumah sakit untuk manajemen keracunan
jamur yang efektif terhadap setiap jenis toksin
jamur
5. Melatih ahli jamur berlisensi untuk identifikasi
jamur liar untuk tujuan perdagangan
6. Mengadakan program kesadaran public
tentang bahaya & manfaat dari jamur,
terutama di awal musim penghujan, melalui
sarana media local maupun regional.
7. Memasukan materi mengenai jamur ke dalam
kurikulum sekolah dan universitas
8. Dalam hal penelitian dan pengembangan
jamur inovatif, lembaga penelitian harus yang
dilengkapi dengan laboratorium dan sumber
daya manusia untuk menghasilkan tenaga
teknis untuk mengoperasikan dan mengelola
usaha pertanian jamur dengan mengorganisir
secara berkala seminar, lokakarya, dan
pelatihan pelatih tentang jamur. Dengan cara
ini, teknologi bisa dan meluas dengan
sempurna ke penduduk desa atau petani
9. Pasar yang terkelola dengan baik untuk
memfasilitasi perdagangan produk
10. Mempromosikan budidaya jamur yang bisa
dimakan untuk mengurangi ketergantungan
masyarakat pada jamur liar.
 7. Regulasi

The mushroom
Eropa: inspector →
mushroom
classification
Minister for Agriculture Decree 12/2019 of 1 April 2019 certificate

amending Minister for Rural Development Decree No

107/2011 of 10 November 2011
placed next to
on the collection, processing and marketing of wild batch of
mushrooms placed on the market for culinary use mushrooms in
and Minister for Rural Development Decree No marketplaces
24/2012 of 19 March 2012
on the gathering of underground mushrooms
retain the doc for 2
years following the
last entry
List: 75 mushroom species
 7. Regulasi
FDA: (code of practices)
• Guidance Document for a Model Wild-
harvested Mushroom Program
(Updated 5/5/2014)
• developed by the Conference for Food
Protection Wild-harvested Mushroom
Committee
1. Resources & criteria to select wild
mushroom species for service or sale;
2. Record-keeping and traceability to
assure safety of wild-harvested
mushrooms;
3. Written buyer specifications that
include:
a. Identification by the scientific name
and the common name of the
mushroom species;
b. A statement that the mushroom was
identified while in the fresh state;
c. The name and contact information of
the person who identified the
mushroom and the mushroom seller;
d. A statement as to the qualifications
and training of the identifier,
specifically related to mushroom
identification.
 • Prosiding Seminar on “Mushroom Compsumption and Poisoning Risk”, held at 14th January 2014,
Khumaltar, Nepal. Organizes by Nepal Academy of Science and Technology (NAST) and Ministry of

Referensi •
Science, Technology and Environment (MoSTE), Editor Jay Kant Raut, PhD
Gracia J, Costa VM, Carvalho A, Baptista P, de Pinho PG, Bastos ML, Carvalho F. 2015. Amanita phalloides
poisoning: Mechanism of toxicity and treatment. Food and chemical toxicology. 86: 41 – 55.
• Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR). Centers for Disease Control and Prevention. 2018.
https://search.cdc.gov/search/index.html?query=mushroom+intoxication&sitelimit=&utf8=%E2%9C%93&
affiliate=cdc-main [Diakses pada 27 Desember 2019]
• European Commision. Minister for Agriculture Decree 12/2019 of 1 April 2019.
https://ec.europa.eu/growth/tools-
databases/tris/en/search/?trisaction=search.detail&year=2018&num=525. [Diakses pada 26 Desember
2019]