Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pedesaan sangat identik dengan pertanian dan kehidupan masyarakat
yang sederhana dan senantiasa bergotong-royong dalam menghadapi
masalah. Pedesaan umumnya memiliki lahan pertanian yang luas dengan
jumlah penduduk yang relatif sedikit. Masyarakat desa dalam setiap
kehidupan sosial, ekonomi, dan budayanya selalu bersifat kekeluargaan dan
patuh terhadap norma aturan serta orang-orang tertentu (sesepuh) yang
mereka hormati.
Desa sebagai persekutuan hidup bersama memiliki karakteristik
perkembangan masyarakat yang lambat, adat yang khas dan mengikat
warganya, hubungan warga yang erat dan solidaritas tinggi, serta sarana dan
prasarana yang kurang lengkap. Masyarakat desa umumnya mencukupi
kehidupan sosial ekonomi dengan selalu memperhatikan alam sekitar. Mereka
mengambil dari alam sesuai dengan kebutuhannya, dalam mengelola usaha
tanipun mereka hanya menggunakan lahan seperlunya tanpa merusak
lingkungan.
Kehidupan masyarakat desa yang sederhana dan guyup tidak
selamanya mendatangkan ketentraman. Kadang-kadang diantara mereka ada
konflik-konflik sosial yang mereka selesaikan secara musyawarah. Praktikum
Sosiologi Pedesaan ini dilaksanakan untuk lebih mengenal, memahami, dan
mengetahui kehidupan masyarakat desa yang kompleks di segala bidang
kehidupan.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum sosiologi pedesaan adalah untuk melatih mahasiswa
mengenal lebih dalam perilaku masyarakat desa, kelembagaan hubungan
kerja agraris dan luar pertanian, kekosmopolitan petani, kelembagaan
pedesaan, pola komunikasi, organisasi sosial, konflik sosial dan adat istiadat
yang ada.

1
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum sosiologi pedesaan ini dilaksanakan pada hari Jumat sampai
dengan Minggu. Tepatnya pada tanggal 10 November 2016 sampai 12
November 2017. Praktikum sosiologi pedesaan ini di laksanakan di Desa
Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu socius yang berarti
kawan/teman dan logos yang berati kata, perkataan, atau pembicaraan. Istilah
sosiologi sebagai cabang ilmu sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan
Prancis dan ahli filsafat bernama Auguste Comte (1842) dalam bukunya yang
berjudul Cours De Philosophie Positive, sehingga ia dikenal sebagai Bapak
Sosiologi. Comte membedakan sosiologi menjadi sosiologi statis dan
sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum
statis yang menjadi dasar adanya masyarakat, sedangkan sosiologi dinamis
memusatkan perhatian pada perkembangan masyarakat dalam arti
pembangunan (Darmawaty, 2011).
Sosiologi dapat dilihat dalam dua pengertian dasar, yakni sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan dan sebagai metode. Sosiologi sebagai ilmu
pengetahuan merupakan kumpulan dari pengetahuan mengenai kajian
masyarakat dan kebudayaan. Sosiologi sebagai metode merupakan cara
berpikir untuk menangkap dan mengungkap realitas kehidupan yang terjadi di
masyarakat, melalui teori yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari struktur sosial, proses sosial, dan perubahan sosial
(Agung, 2009).
Sosiologi adalah tindakan sosial yang berarti mencari pengertian
subjektif atau motivasi yang terkait pada tindakan-tindakan sosial. Individu
dalam melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi,
pemahaman, dan penafsirannya atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu.
Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu
mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat
(Budiati, 2010).

3
Swingewood, berpendapat bahwa sosiologi adalah studi yang ilmiah
dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat. Sosiologi juga merupakan
studi mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial. Sosiologi adalah ilmu
tentang kehidupan masyarakat yang objek kajiannya mencakup fakta sosial,
definisi sosial, dan perilaku sosial yang menunjukkan hubungan interaksi
sosial dalam suatu masyarakat (Utami, 2014).
Sosiologi, dalam arti seutuhnya, bukanlah sekedar deretan konsep dan
teori yang harus dihafalkan. Bukan pula suatu bidang ilmu yang
membingungkan karena banyaknya hal yang mesti dipahami. Sosiologi
sebagai suatu ilmu pengetahuan tidak terpaku pada teori dan konsepsi belaka,
tetapi dapat pula diterapkan untuk memahami sekaligus merekomendasikan
solusi bagi fenomena sosial yang senantiasa berubah atau, dengan perkataan
lain sosiologi mencakup stabilitas (social statics) serta perubahan (social
dynamics) (Damanik, 2014).

B. Pedesaan
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan
nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa adalah suatu persekutuan
hidup bersama yang mempunyai kesatuan hukum organisasi, batas geografis
tertentu. Desa diawali dari manusia yang hidup bergerombol baik dalam satu
lingkungan yang besar atau kecil dan bertempat tinggal pada tempat tertentu
(Riyanto, 2015).
Ditinjau dari sudut administrasi, desa adalah suatu wilayah yang
ditempati sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah di bawah kepemimpinan
seorang kepala desa. Secara geografis, desa adalah hasil perpaduan antara
kegiatan kelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan ini
adalah suatu wujud yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,
ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi (Bagja, 2007).

4
Pedesaan adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat
dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi
terwujudnya pola kehidupan agraris penduduk ditempat itu. Sering dibedakan
antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan
(urban community) dalam masyarakat modern. Perbedaan masyarakat
pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual
(Hidayah, 2012).
Sebagian masyarakat pedesaan saat ini masih berada pada pola
kehidupan dan budaya pedesaan yang mengandalkan sumber kehidupan dari
pertanian subsistem yang pendapatannya tidak pasti dan rendah. Kegiatan
ekonomi serta pelayan pendidikan dan kesehatan masyarakat pedesaan masih
rendah jika dibandingkan dengan daerah perkotaan. Teknologi dan informasi
juga masih belum berkembang di daerah pedesaan (Sadikin, 2007).
Kini pembangunan di beberapa pedesaan mengalami perubahan
signifikan seiring pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK). Infrastruktur TIK kini menjangkau wilayah pedesaan
dengan semakin luasnya jaringan telepon seluler yang terintegrasi dengan
teknologi internet. Hasilnya desa-desa kini dapat menyelenggarakan
pelayanan publik yang baik, efektif, dan efisien (Badri, 2017).

C. Sosiologi Pedesaan
Menurut Jhon M Gillette (1922), sosiologi pedesaaan adalah cabang
sosiologi yang secara sistematis mempelajari komunitas-komunitas pedesaan
untuk mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan-
kecenderungannya dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan. Definisi
tersebut di atas adalah definisi sosiologi pedesaan lama. Definisi (klasik) yang
menggambarkan keadaan Barat secara umum memperlihatkan perbedaan
yang jelas dan bahkan dikotomis antar kawasan desa dan kota
(Zainuddin, 2009).
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat demikian
dinyatakan oleh ahli sosiologi Amerika Lester F. Ward dan William G.
Summer. Seorang sosiolog Amerika lainnya Franklin H. Giddings

5
melukiskannya sebagai “Ilmu pengetahuan tentang gejala-gejala masyarakat”.
Pedesaan (rural) dapat diartikan sebagai bentuk daerah otonom yang terendah
sesudah kota. Istilah desa dalam pemakaian sehari-hari sering disamakan
dengan perdesaan yaitu kawasan yang memiliki karakteristik desa.
Karakteristik yang menonjol pada perdesaan yang masih asli (tradisional)
diantaranya mengenai pola-pola interaksi sosial yang sangat erat, perilaku
individu, dan masyarakat yang masih tergantung kepada alam sehingga
kebudayaan yang mereka ciptakan masih sederhana yang aktivitas
ekonominya didominasi oleh sifat agraris yang subsisten (Sumbodo, 2008).
Ruang lingkup bidang kajian sosiologi mencakup struktur sosial,
proses sosial, mata pencaharian, pola perilaku, serta berbagai transformasi
ilmu pengetahuan dan teknologi. Maksud mempelajari sosiologi pedesaan
adalah untuk mengumpulkan keterangan mengenai masyarakat pedesaan dan
hubungan-hubungannya yang melukiskan tentang tingkah laku, sikap,
perasaan, motif, dan kegiatan manusia yang hidup dalam lingkungan
pedesaan itu. Hasil dari pengkajian dari sosiologi pedesaan dapat
dipergunakan sebagai penyedia dan pensuplai data dan informasi-informasi
yang sangat dibutuhkan dalam upaya-upaya pengembangan masyarakat
pedesaan, misalnya untuk suksesnya kegiatan penyuluhan pertanian
(Shahab, 2007).
Sosiologi pedesaan juga berperan penting dalam bidang pendidikan,
salah satunya adalah adanya mata kuliah sosiologi pedesaan. Maksud untuk
mempelajari sosiologi pedesaan adalah untuk mengumpulkan keterangan
mengenai masyarakat pedesaan dan hubungan-hubungannya yang melukiskan
setelitinya tingkah laku, sikap, perasaan, motif, dan kegiatan manusia yang
hidup dalam lingkungan pedesaan itu. Hasil dari penelitian sosiologi
pedesaan tadi dapat di pergunakan untuk usaha-usaha perbaikan penghidupan
dan kehidupan manusia pedesaan, misalnya usaha penyuluhan pertanian
(Ningsih, 2011).
Sosiologi pedesaan sama halnya dengan sosiologi perkotaan,
merupakan sosiologi pemukiman. Obyek sosiologi pedesaan adalah seluruh

6
penduduk di pedesaan yang terus menerus atau untuk sementara tinggal
disana. Sosiologi ini membahas, dalam situasi dan keadaan lingkungan
bagaimana manusia di pedesaan (tak perduli apakah ia petani atau bukan
petani, pekerja atau yang sedang berlibur) hidup dan bergaul sesama mereka,
bagaimana hubungan antara mereka dan dengan penduduk lainnya diatur,
pada nilai norma dan otoritas apa tindakan mereka berorientasi, dalam
kelompok dan organisasi mana berlangsung kehidupan mereka, masalah
mana yang muncul dan dengan bantuan proses sosial mana hal ini biasa
diselesaikan (Gouldner, 2010).

D. Kependudukan
Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari
persoalan dan keadaan dinamika kependudukan manusia, meliputi di
dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah
penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, perkawinan,
migrasi dan mobilitas sosial. Demografi juga mempelajari struktur dan proses
penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk meliputi jumlah, persebaran,
dan komposisi penduduk. Struktur ini dapat berubah-ubah yang disebabkan
oleh proses demografi yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Ketiga faktor
tersebut disebut dengan komponen pertumbuhan penduduk. Struktur
penduduk juga dapat ditentukan oleh perkawinan dan perceraian. Perubahan
struktur merupakan perubahan dalam jumlah maupun komposisi yang akan
memberikan pengaruh sosial, ekonomi, dan politis terhadap penduduk yang
tinggal disuatu wilayah (Faqih, 2010).
Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala
persoalan pembangunan. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang
bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah dan terkait dengan penduduk
atau dengan kata lain penduduk yang baik akan melahirkan sumber daya
manusia (SDM) yang baik pula. Jumlah penduduk yang besar tetap akan
berarti bila sebagian besar dari mereka mampu berkarya dan berpatisipasi
dalam pembangunan (Widyawati et al, 2016).

7
Analisis dan data kependudukan merupakan faktor penting dalam
pengambilan kebijakan baik kebijakan pemerintahan maupun organisasi
lainnya. Analisis kependudukan mencakup perolehan informasi dasar tentang
distribusi penduduk, karakteristik, dan perubahan-perubahannya, penerangan
sebab-sebab perubahan dari faktor dasar tersebut, dan penganalisaan segala
konsekuensi yang mungkin terjadi di masa depan sebagai hasil dari
perubahan-perubahan tersebut. Sistem informasi kependudukan adalah suatu
sistem yang memberikan data statistik kependudukan di suatu negara. Sistem
informasi kependudukan biasanya terdiri atas dua komponen yaitu komponen
yang berfungsi untuk melakukan pencatatan data kependudukan dan data vital
statistik. Masa yang akan datang nanti diharapkan data dan analisis
kependudukan Indonesia dapat diperoleh dengan mudah misalnya melalui
website (Larasati et al, 2012).
Tingkat pembangunan sebagai suatu ukuran tingkat kesejahteraan
mempunyai hubungan dengan peringkat peralihan demografi penduduk
sesuatu negara. Masyarakat yang proses penting kependudukannya bercirikan
kadar kelahiran dan kematian rendah berada di akhir proses peralihan
demografi dilihat sebagai mempunyai tingkat pembangunan relatif tinggi,
justeru kesejahteraan tinggi. Sebaliknya masyarakat yang bercirikan kadar
kelahiran dan kematian tinggi pula berada di permulaan dan awal proses
peralihan secara bandingan mengalami tingkat pembangunan rendah yang
menghasilkan taraf kesejahteraan rendah (Ahmad, 2011).
Terdapat beberapa masalah kependudukan yang kini sedang dihadapi
oleh bangsa Indonesia yaitu tingkat pertumbuhan penduduk yang masih
tinggi, besarnya struktur penduduk muda, hal ini membawa implikasi bagi
kehidupan sosial ekonomi penduduk secara keseluruhan, angka beban
tanggungan yang tinggi sebagai akibat dari besarnya struktur penduduk muda,
tingkat pengangguran yang masih tinggi, tingkat pendapatan yang rendah,
tingkat buta huruf tinggi, penyebaran geografi yang tidak merata, arus
urbanisasi semakin deras, daerah kota terlalu padat, angka kematian bayi
masih tinggi (Astuti,2015).

8
E. Sex Ratio
Sex Ratio digunakan untuk menunjukan perbandingan antara jumlah
penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Rasio jenis
kelamin dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut ini.
Jumlah Penduduk Laki − Laki
Sex Rasio = × 100
Jumlah Penduduk Perempuan
4.250.298 jiwa
= × 100
4.142.704 jiwa

= 102,59
= 103
Perhitungan tersebut menunjukan rasio jenis kelamin sebesar 103, yang
mengandung arti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 103
penduduk laki-laki. Rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa perbandingan
antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan
hampir berimbang (Mulyadi et al, 2017).
Secara teoritis, rasio jenis kelamin yang ideal umumnya berkisar
antara 98-102. Secara empiris, rasio jenis kelamin ketika bayi baru lahir
umumnya sekitar 105. Artinya, dari setiap 100 bayi perempuan terdapat 105
bayi laki-laki. Secara perlahan-lahan baik karena faktor imunitas bayi laki-
laki maupun karena pengaruh gaya, rasio jenis kelamin cenderung menurun
sehingga di suatu titik rasio jenis kelamin total mencapai angka ideal
(Haryono, 2011).
Penyajian data mengenai sex ratio dapat ditampilkan secara umum
(tanpa melihat kelompok umur). Dapat juga didasarkan kelompok umur
tertentu. Berdasarkan rumus diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jika sex
ratio = 100, berarti jumlah penduduk laki-laki seimbang dengan jumlah
penduduk perempuan, sex ratio < 100, berarti jumlah penduduk laki-laki lebih
kecil dari pada jumlah penduduk perempuan, dan sex ratio > 100, berarti
jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari pada jumlah penduduk perempuan
(Putra, 2012).
Kebiasaan-kebiasaan masyarakat atau kejadian-kejadian tertentu
disuatu wilayah dapat mengubah perbandingan jenis kelamin tersebut

9
menjadi perbandingan yang berat sebelah. Suku-suku bangsa yang sering
menjalankan pembunuhan anak karena terpaksa untuk mengatasi kebutuhan
hidup, rasio seks menjadi besar karena yang dikorbankan adalah anak
perempuan dimana nantinya dianggap kurang produktif untuk mencari bahan
makan. Ditempat-tempat yang tidak aman seperti perbatasan dua negara yang
bermusuhan, banyak penduduk laki-laki yang mengungsi karena merekalah
yang diancam. Dengan demikian rasio seks lebih kecil. Keadaan ini sering
terjadi di desa seperti banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi
untuk mendapatkan nafkah yang lebih banyak. Biasanya yang mengalir ke
kota lebih banyak kaum pria (Faqih, 2010).
Besar kecilnya sex ratio di suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa hal
antara lain petama, rasio jenis kelaminn waktu lahir (Sex ratio at
birth)dimana para demographer mengajukan bahwa perbandingan antara bayi
laki-lak dengan bayi perempuan pada waktu lahir berkisar antara 103-105
bagi laki-laki per 100 bayi perempuan. Kedua, pola mortalitas antara
penduduk laki-laki dan perempuan. Jika kematian laki-laki lebih besar
daripada jumlah kematian perempuan, maka rasio jenis kelamin semakin
kecil. Ketiga, pola migrasi antara penduduk laki-laki dan perempuan. Jika
suatu daerah memiliki rasio jenis kelamin lebih dari 100, maka hal ini berarti
di daerah tersebut lebih banyak penduduk perempuan, yang mungkin
disebabkan karena banyaknya penduduk laki-laki yang bermigrasi keluar dari
wilayah tersebut (Adioetomo et al, 2010).

F. Struktur Sosial
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa struktur sosial adalah kerangka
yang dapat menggambarkan kaitan berbagai unsur dalam masyarakat.
Sementara itu, Soeleman B. Taneko menjelaskan bahwa struktur sosial adalah
keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yakni kaidah-
kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial serta
lapisan-lapisan sosial. Komponen dalam struktur sosial adalah status dan
peran seseorang dalam masyarakat (Setiadi et al, 2011)

10
Struktur sosial dianggap sebagai seperangkat hubungan sosial yang
teratur. Struktur sosial ini mengacu pada pola perilaku sosial stabil (stable
patterns of sosial behavior) yang dijumpai di dalam lembaga sosial (social
institutions). Struktur sosial tertentu, akurat hanya untuk jangka waktu
tertentu. Struktur sosial memiliki peran pening dalam menciptakan ketertiban,
keteraturan dalam kehidupan sosial, dan menghindarkan masyarakat dari
kekacauan. Terdapat tiga unsur struktur sosial. Pertama, sistem informatif,
memberikan dengan cita-cita dan niali-nilai. Kedua, sistem posisi, mengacu
pada status dan peran dari individu –individu, keinginan, aspirasi, dan
harapan dari individu-individu yang bervariasi, beberapa dan tidak terbatas.
Sebenarnya fungsi struktur sosial tergantung pada tugas dan peran yang tepat.
Ketiga, penegakan norma yang tepat, setiap masyarakat memiliki sistem
sanksi. Integrasi dan koordinasi dari berbagai bagian dari struktur sosial
tergantung pada kesesuaian norma-norma sosial (Jacky, 2015).
Pada Paguyuban Tionghoa Purbalingga (PTP) sajamisalnya yang
merupakan salah satu lembaga yang di dalamnya terdapat hubungan antara
individu dan kelompok Tionghoa dan menciptakan harapan-harapan bagi
perilaku individu khususnya golongan Tionghoa Purbalingga. Harapan-
harapan ini menghasilkan peranan-peranan (role) tertentu yang harus
dilaksanakan agar dapat memenuhi kebutuhan golongan Tionghoa dan tetap
berkembang dalam masyarakat Kabupaten Purbalingga. Paguyuban Tionghoa
Purbalingga ini memiliki kesatuan fungsional yang di dalamnya terdapat
suatu struktur sosial. Setiap manusia dalam Paguyuban Tionghoa Purbalingga
adalah unsur penting (Fitriyani, 2012).
Struktur sosial berdasarkan atas sistem kekerabatan kognatik
(ambilineal). Dapat dikatakan dimana sesorang bebas untuk
menentukanapakah akan ikut kelompok bapaknya, ibunya, istrinya,
kakeknya, dan seterusnya.Hal tersebut tergantung dimana dia akan nyaman.
Namun harus memilih satu dari itu (Marzali, 2016).
Pengembangan industri di pedesaan dapat dilihat dari perubahan
pemilikan dan penggunaan aset produksi utama bagi masyarakat pertanian

11
berupa lahan. Perubahan tersebut tidak dapat dihindarkan dalam proses
industrialisasi karena menyangkut input utama dalam produksi industri.
Uraian tersebut menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi dalam masyarakat
petani berpijak pada perspektif materialistik, dimana sumber perubahan
berasal dari sesuatu yang bersifat material yaitu modal berupa lahan.
Pembangunan kawasan industri yang kemudian diikuti oleh perkembangan
desa telah mengubah sejumlah fungsi lahan pertanian ke penggunaan non
pertanian. Industri juga menjadi faktor penarik bagi terserapnya tenaga kerja
dari luar pedesaan. Tidak hanya kondisi fisik desa saja yang berubah, namun
kondisi sosial desa ikut berubah karena adanya komunitas baru yang
bermukim di pedesaan. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya diikuti
oleh perubahan hubungan kerja dalam pertanian, jenis mata pencaharian
masyarakat petani, dan perubahan pada struktur sosial masyarakat tani yang
meliputi mobilitas sosial dan relasi sosial (Vanadiani, 2011).

G. Organisasi Sosial
Struktur sosial adalah pola-pola organisasi sosial, yaitu bagaimana
organisasi sosial berhubungan dengan organisasi sosial yang lain dan
masyarakatnya, individu yang menjadi bagian dari struktur yang ada. Saling
percaya diantara anggota organisasi sebagai dasar untuk menciptakan daya
tangga diantara anggota, dan juga dalam upaya untuk meningkatkan
keuntungan bersama. Kunci keberhasilan modal sosial adalah trust, dengan
trust orang-orang dapat bekerjasama dengan baik, dan tercipta prinsip bahwa
adanya kesediaan diantara mereka untuk menempatkan kepentingan bersama
di atas kepentingan pribadi. Trust merupakan energi yang dapat membuat
kelompok masyarakat atau organisasi bertahan (Cahyono, 2014).
Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai
sosial, pola-pola perilaku, organisasi susunan, lembaga-lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, wewenang,
dan interaksi sosial. Perubahan tersebut cakupannya sangat luas, maka
bilamana seseorang hendak membuat uraian tentang perubahan-perubahan
dalam masyarakat, perlulah terlebih dahulu ditentukan secara tegas perubahan

12
mengenai hal apa yang dimaksudkan. Perubahan-perubahan sosial adalah
segala perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola peri kelakuan diantara kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Para sosiolog maupun ahli-ahli lainnya, banyak
yang pernah mengemukakan tentang teori-teori perubahan sosial dan
kebudayaan. Program pembangunan desa dimaksudkan untuk membantu dan
mendorong masyarakat desa membangun berbagai fasilitas desa yang
dibutuhkan. Selain dari pada itu pula untuk mengisi dan meletakkan dasar-
dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan nasional yang sehat.
Kelembagaan gotong royong masyarakat turut menentukan maju mundurnya
pembangunan. Kelembagaan gotong royong masyarakat seperti: mapalus,
kerja bakti, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi keagamaan,
organisasi kepemudaan, karang taruna, dan lain-lain diharapkan turut
memberikan kontribusi dalam pembangunan (Lumintang, 2015).
Modal sosial menunjuk pada segi-segi organisasi sosial, seperti
kepercayaan, norma-norma, dan jaringan-jaringan sosial yang dapat
memfasilitasi tindakan kolektif. Modal sosial ditekankan pada kebersamaan
masyarakat untuk memperbaiki kualitas hidup bersama dan melakukan
perubahan yang lebih baik serta penyesuaian secara terus menerus. Dimensi
lain terkait modal sosial adalah tipologi modal sosial. Modal sosial dapat
berbentuk bonding ataupun bridging. Modal sosial yang berbentuk bonding
yaitu modal sosial dalam konteks ide, relasi, dan perhatian yang berorientasi
ke dalam (inward looking). Bentuk modal sosial semacam ini umumnya
muncul dan berada dalam masyarakat yang cenderung homogen. Berbeda
dengan bonding, modal sosial yang berbentuk bridging bersifat inklusif dan
berorientasi ke luar (outward looking). Bridging sosial capital ini mengarah
kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi oleh kelompok dengan memanfaatkan jaringan yang dimiliki
individu dalam kelompok. Bridging sosial capital diasumsikan dapat

13
menambah kontribusi bagi perkembangan pembangunan dengan melakukan
kontak dan interaksi dengan kelompok di luarnya (Kusumastuti, 2015).
Sistem organisasi sosial merupakan salah satu konsep sosiologi yang
mencakup sistem kekerabatan, kekeluargaan, perkumpulan atau asosiasi,
sistem kerjasama kelompok, dan sistem kenegaraan. Pengaruh luar yang
dibawa oleh globalisasi membawa banyak perubahan. Perubahan sistem
kekerabatan dan kekeluargaan di Indonesia, adalah contoh yang mudah kita
amati dalam masyarakat. Kesetaraan gender tentang pembagian peran suami
istri itu pada mulanya bukan bagian dari pandangan kebudayaan masyarakat
Indonesia. Adanya globalisasi mengubah pandangan itu dan menerimanya
sebagai bentuk kebudayaan baru (Abdullah, 2008).
Organisasi sosial dibedakan berdasarkan besar kecil jumlah
anggotanya. Berdasarkan kriteria tersebut, oranisasi sosial dapat dibagi
menjaga organisasi kecil, organisasi sedang, organisasi besar, dan organisasi
raksasa. Organisasi kecil merupakan organisasi yang anggota anggotanya
dapat berinteraksi secara langsung. Jumlah anggotanya paling banyak yaitu
30 orang. Angka ini tentu tidak mutlak, sepanjang anggota dapat berinteraksi
secara langsung walaupun anggotanya berjumlah 135 orang, organisasi
tersebut termasuk organisasi kecil. Organisasi ini hanya berlaku pada
masyarakat primitive. Pada masyarakat modern, angka 30 mungkin cukup.
Organisasi sedang merupakan organisasi tidak terlalu besar untuk
memungkinkan perkembangan hubungan antara setiap pasang anggota tetapi
cukup kecil sehingga orang-orang penting dapat berinteraksi secara langung
dengan semua yang lainnya. Jumlah anggota paling banyak yaitu 1000 orang.
Berarti 1000 orang terlalu besar jumlahnya sehingga hubungan antar orang
tidak mungkin dapat berkembang dengan baik. Beberapa orang penting,
seperti ketua dan manajer dapat berinteraksi secara langsung dengan semua
orang. Organisasi besar merupakan organisasi yang setiap anggota tidak dapat
berinteraksi secara langsung. Jumlahnya kurang lebih 5000 orang. Organisasi
raksasa merupakan organisasi yang memiliki anggota sangat banyak sehingga

14
tidak mungkin lagi dapat dikumpulkan dalam suatu tempat pada waktu
tertentu (Murdiyatmoko, 2007).

H. Penguasaan Tanah
Penguasaan Tanah Timbul dalam UUPA1960, tanah timbul adalah
tanah milik negara. Masyarakat dapat memiliki hak kuasa atas tanah timbul
dengan sepengetahuan dan izin negara. Adapun salah satu cara yang dapat
dilakukan warga untuk dapat memperoleh hak akses terhadap tanah timbul
adalah dengan sistem trukah, yakni pembagian lahan yang dilakukan oleh
pemerintah kepada warga Kampung Laut atas seluas tanah. Sistem ini
dilakukan sejak tahun 1980- an. Masyarakat dapat membuka lahan seluas 350
ubin bagi masing-masing rumahtangga dan menentukan sendiri letaknya. Saat
ini, sistem ini tidak dapat lagi dilakukan mengingat luasan lahan yang sudah
habis dibagi rata pada seluruh masyarakat Kampung Laut. Munculnya tanah
timbul pastinya menimbulkan persengketaan antara berbagai pihak yang
bersangkutan atas tanah tersebut (Sembiring dan Dharmawan, 2014).
Tingkat keberhasilan yang dapat dicapai petani dalam mendapatkan
akses dan penguasaan atas tanah ialah hak miliki, sewa, pinjam pakai, serta
tidak berhasil mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Terdapat
beberapa masalah yang dialami oleh petani yang mempengaruhi pemilihan
strategi yang digunakan petani untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas
lahan, seperti: (a) modal dan administrasi yang panjang dalam mengurus
tanah garapan secara legal, (b) keterbatasan lahan strategis yang terbatas, (c)
keberpihakan pemerintah desa kepada petani besar, (d) rendahnya solidaritas
antar petani, (e) kecemburuan sosial, dan (f) ketidakmampuan melawan
penguasa. Didukung dengan pandangan petani bahwa kekerasan tidak akan
menyelesaikan masalah serta akan makin mempersulit keadaan kaum kecil
seperti yang dinyatakan oleh petani kecil sebagai responden dalam penelitian
ini, kompromi dianggap merupakan jalan yang lebih baik dibanding dengan
melakukan aksi kekerasan serta perlawanan untuk mendapatkan akses dan
penguasaan atas lahan. Petani enggan untuk mengikuti apa yang dilakukan
oleh desa tetangga yang dianggap salah. Petani juga merasa tidak akan

15
mampu untuk melawan rezim kekuasaan perkebunan dan pemerintah
(Ariendi dan Kinseng, 2011).
Tanah merupakan sesuatu yang bernilai bagi masyarakat. Tanah
dianggap sebagai sesuatu yang bernilai, maka penguasaan tanah harus
disesuaikan dengan tata nilai yang hidup dan berkembang pada masyarakat
tersebut. Model yang menjelaskan hubungan masyarakat dengan tanah
beserta tata nilainya secara umum terbagi menjadi 3. Tata nilai tersebut
menjadi ideology maka ketiga mode tersebut berkembang sesuai dengan
sejarah dan kebudayaan masing-masing negara penganut ideologi tersebut.
Hukum yang mengatur penguasaan tanah juga berkembang sesuai dengan
ideologi yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Indonesia menyepakati
untuk membangun ideologi dan hukum tanahnya sesuai dengan kepribadian
bangsa yaitu Pancasila. Ideologi ini didasarkan pada nilai kolektivitas yang
mengakui hak individual atas tanah. Perkembangan dari tata nilai tersebut
mengalami benturan dan desakan dengan tata nilai lain, khususnya
individualisme, yang mengakibatkan terjadinya ketidakserasian atau
ketimpangan agraria. Upaya penguatan tata nilai Pancasila merupakan suatu
keniscayaan. Secara operasional, upaya penguatan tersebut dilakukan melalui
penguatan nilai kolektivitas tanah serta penguatan peran negara sebagai
regulator penguasaan tanah (Sembiring, 2011).
Cara-cara penguasaan dan pemanfaatan tanah yang teratur dan
dilembagakan didesa, baik oleh pemerintah desa maupun yang sudah menjadi
kebiasaan umum, tidaklah gambaran utuh ‘adem ayem’ dan ‘teraturnya’ desa
dan hubungan antarpelaku didalamnya. Ketidakpuasan dan kekecewaan kerap
dialami petani dan buruh tani dalam hubungan antar mereka atau dengan
pelaku lain. Kasus pelelangan tanah desa kerap membuat petani kecewa,
karena petani khususnya petani penyewa belum tentu mendapatkan tanah
yang diinginkannya karena persaingan dengan petani penyewa lain. Kasus
pembagian wilayah operasi traktor diawali perebutan lahan garapan traktor
dan masih menyimpan ketidakpuasan pada pemilik traktor lain. Persoalan –
persoalan buruh tani jarang yang terungkap, karena pengelompokan antar

16
buruh tani sering kali menyisihkan buruh tani lain yang dianggap sangat halus
dan sulit dideteksi dengan segera. Kenyataanya, potensi terjadinya konflik
sangatlah besar, terutama dalam konteks perubahan desa, baik secara internal
maupun karena pengaruh dari luar (Sadikin, 2007).
Tata masyarakat pedesaan di Jawa, pola-pola (hukum) adatnya, adat –
adat kebiasaannya, nilai-nilai agamanya, dan cara bercocok tanam serta cara
penguasaan tanah yang juga berhubungan dengan nilai-nilai kaum bangsawan
bercorak tradisional di kraton-kraton Jawa, telah mencapai tingkat kestabilan
dan integritas yang tinggi. Sebidang tanah pertanian tertentu yang pada waktu
tertentu mencakup cadangan tanah yang belum tergarap, merupakan milik
desa. Fakta penting yang perlu diingat tentang penguasaan tanah di Jawa ialah
bahwa dalam abad lalu hak-hak pribadi atas tanah semakin menonjol,
sehingga mengakibatkan melemahnya pengawasan komunal. Hak-hak
komunal tradisional di berbagai daerah yang tertinggal hanyalah perasaan
solidaritas kelompok yang samar, sebagai akibat semakin meluasnya
pemakaian uang dan individuasi dalam tingkah laku ekonomi
(Tjondronegoro dan Wiradi, 2008).

I. Stratifikasi Sosial
Semula pekerjaan yang dikenal oleh anggota masyarakat hanyalah
petani dan/atau buruh tani, pegawai dan penganggur. Muncullah
perkembangan adanya kelompok sosial lain yaitu pengrajin dengan berbagai
jenis dan lapisan, terdiri dari: buruh pengrajin, pengrajin dan pengrajin
pengusaha. Itulah diferensiasi sosial yang terjadi. Diferensiasi sosial yang
demikian ini muncul karena adanya perbedaan kekayaan/ pemilikan barang,
harga diri, dan pekerjaan, yang kemudian mempertajam stratifikasi sosial.
Manakah diantara petani dan pengrajin yang lebih tinggi kelas sosialnya,
menjadi proses yang terus bergulir di masyarakat ini (Karsidi, 2013).
Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya
pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas)
secara bertingkat, misalnya dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata
sedang dan strata rendah. Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan

17
pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau
bernilai — baik berharga atau bernilai secara sosial , ekonomi, politik,
hukum, budaya maupun dimensi lainnya — dalam suatu kelompok sosial
(komunitas). Simbol-simbol tersebut misalnya, kekayaan, pendidikan,
jabatan, kesalehan dalam beragama, dan pekerjaan. Berarti selama dalam
suatu kelompok sosial (komunitas) ada sesuatu yang dianggap berharga atau
bernilai, dan dalam suatu kelompok sosial (komunitas) pasti ada sesuatu yang
dianggap berharga atau bernilai, maka selama itu pula akan ada stratifikasi
sosial dalam kelompok sosial (komunitas) tersebut (Singgih, 2014).
Struktur sosial terdiri dari stratifikasi sosial, stratifikasi etnis dan
rasial, kepolitikan pembagian kerja secara seksual, keluarga/kekerabatan, dan
pendidikan. Superstruktur mencakup ideologi umum, agama, ilmu
pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Interaksi antara sistem sosial dan
sistem ekologi akan sangat menentukan bangun dari sumberdaya nafkah yang
tersedia bagi masyarakat adat. Kedua sistem tersebut selalu berada dalam
kondisi yang tidak statis, selalu mengalami perubahan tergantung pada
kestabilan di dalam tubuh sistem (resiliensi) dan besarnya tekanan dari luar
sistem (vulnerabilty) (Amrifo, 2012).
Stratifikasi sosial adalah sebuah peringkat terstruktur dari seluruh
kelompok masyarakat yang melangsungkan imbalan ekonomi yang tidak rata
dan kekuasaan yang tidak setara dalam suatu masyarakat. Terdapat empat
sistem umum stratifikasi yaitu perbudakan, kasta, estate, dan kelas sosial.
Setiap sistem stratifikasi dapat mencakup unsur-unsur dari lebih dari satu
jenis. Stratifikasi bersifat universal karena semua masyarakat memelihara
beberapa bentuk ketidaksetaraan sosial antar anggota. Ilmuwan sosial telah
menemukan bahwa ketidaksetaraan ada di semua masyarakat bahkan yang
paling sederhana sekalipun. Bergantung pada nilai-nilainya, masyarakat dapat
mengelompokkan orang ke jajaran yang berbeda berdasarkan pengetahuan
agama mereka, keterampilan berburu, kecantikan, keahlian bertualang, atau
kemampuan untuk memberikan perawatan kesehatan (Richard, 2007).

18
Terdapat dua teori klasik tentang stratifikasi sosial, yaitu teori-teori
dari Karl Marx dan Max Weber. Marx mengatakan dalam teorinya bahwa
stratifikasi soial terjadi karena kesenjangan dalam relasi atau hubungan
kepemilikan alat-alat produksi atau adanya kesenjangan akses terhadap alat-
alat produksi dalam masyarakat. Berbeda dengan Marx, stratifikasi sosial
terbentuk karena adanya fenomena ketimpangan atau kesenjangan distribusi
kekuasaan, privilese, dan prestise (Indera, 2016).

J. Konflik Sosial
Manusia sangat beragam karena dipengaruhi oleh faktor ras, etnis, agama,
dan status. Konflik selain banyak terjadi pada masyarakat kalangan menengah
ke bawah, juga dapat terjadi pada masyarakat yang memiliki lapisan sosial
kelas atas, misalnya konflik antaranggota dewan yang terjadi di dalam gedung
MPR/DPR. Pejabat-pejabat yang merupakan anggota dewan dari setiap fraksi
atau organisasi kepartaian saling mengajukan pendapat dan mempertahankan
argumentasinya dalam sidang. Tidak jarang para anggota dewan berselisih
dan berbeda pendapat. Berdasarkan contoh tersebut, dapat digaris bawahi
bahwa konflik merupakan proses sosial yang pasti akan terjadi di tengah-
tengah masyarakat yang dinamis. Konflik terjadi karena adanya perbedaan
atau kesalahpahaman antara individu atau kelompok masyarakat yang satu
dan individu atau kelompok masyarakat yang lainnya (Waluya, 2007).
Robert M.Z. mengatakan bahwa konflik diartikan sebagai perjuangan
untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status, kekuasaan, dan
sebagainya, yang tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik dapat
diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok
dan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan
(ekonomi, politik, sosial, dan budaya) yang relatif terbatas. Maurice Duverger
menyatakan bahwa konflik dan intergrasi bukan melulu dua aspek yang
kontradiktif di dalam politik, tetapi melengkapi satu sama lain. Konflik dan
tindak konflik merupakan suatu pilihan bagi setiap orang yang ada dalam
organisasi maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat (Ranjabar, 2013).

19
Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan
sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada
dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Menurut
pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan
dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Konflik dan integrasi sosial dari
masyarakat ini merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial.
Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya
persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Setiap kehidupan sosial tidak
ada satu pun manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari unsur
etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan dan sebagainya. Setiap konflik
ada beberapa yang dapat diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat
diselesaikan sehingga menimbulkan beberapa aksi kekerasan. Kekerasan
merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan
kekerasan dari model kekerasan yang terkecil hingga peperangan. Istilah
“konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti
bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan (Haryono, 2011).
Manusia di dunia ini pada dasarnya memiliki sejarah konflik dalam
skala antar perorangan sampai antar negara. Konflik yang bisa dikelola secara
arif dan bijaksana akan mendominasi proses sosial dan bersifat konstruktif
bagi perubahan sosial masyarakat dan tidak menghadirkan kekerasan. Namun
dalam catatan sejarah masyarakat dunia, konflik sering diikuti oleh bentuk-
bentuk kekerasan (Susan, 2009).
Sementara Ralf Dahrendrof menyebut konflik sebagai ciri dari suatu
masyarakat, ia menyebut bahwa suatu masyarakat akan selalu diwarnai oleh
dua kecenderungan yakni konflik dan konsesus, teori sosiologi akan bergerak
pada dua kecenderungan ini. Dahrendorf menyebut dua istilah utama yakni
wewenang dan posisi yang menjadi titik tolak dari kenyataan bahwa para
anggotanya dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni mereka yang
berkuasa dan yang dikuasai. Konsep ini akan merujuk pada tiga gagasan
besarnya yakni kekuasaan, kepentingan dan kelompok sosial yang akan
mendorong terjadinya konflik potensial dan konflik aktual yang berbenturan

20
karena memiliki kepentingan yang berbeda. Diferensiasi sosial yang disertai
dengan distribusi wewenang secara tidak adil dan tidak merata akan
mendorong terjadinya konflik sosial (Syarifuddin, 2013).

K. Kebudayaan
Kebudayaan dalam bahasa Belanda adalah cultuur, dalam bahasa
Inggris adalah culture, dalam bahasa Arab tsaqafah, berasal dari perkataan
Latin Colere” yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Berkembanglah arti
culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam”. Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal
dari bahasa Sansakerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang
berarti budi atau akal (Prasetya, 2013).
Kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Koentjaraningrat memberikan pengertiaan kebudayaan sebagai “keseluruhan
dari hasil budi dan karyanya itu”. Kebudayaan adalah keseluruhan dari apa
yang pernah diajarkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya. Jadi
kebudayaan merupakan produk budaya (Sudibyo, 2013).
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan
anggotanya, seperti kekuatan alam maupun kekuatan-kekuatan lainnya di
dalam masyarakat itu sendiri yang tidak selalu baik baginya. Kekuatan
tersebut muncul karena manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan, baik
di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat itu
sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat
itu sendiri. Dikatakan sebagian besar oleh karena kemampuan manusia adalah
terbatas dan dengan demikian kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil
ciptanya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan
(Ranjabar, 2013).
Budaya pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang senantiasa
diwariskan, ditafsirkan dan dilaksanakan seiring dengan proses perubahan
sosial kemasyarakatan. Pelaksanaan nilai-nilai budaya merupakan bukti

21
legitimasi masyarakat terhadap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman
nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan
sarana dalam membangun karakter warga negara, baik yang berhubungan
dengan karakter privat maupun karakter publik (Yunus, 2013).
Pengertian budaya lokal atau daerah yang ditinjau dalam faktor
demografi dengan polemik di dalamnya, wilayah administratif antara desa
dan kota menjadi kajian tersendiri. Perkotaan umumnya menjadi sentral dari
bercampurnya berbagai kelompok masyarakat baik lokal maupun pendatang
menjadi lokasi yang sulit didefinisikan. Wilayah desa menjadi sangat
memungkinkan untuk diidentifikasikan. Perkotaan dan lapisan atas
masyarakat sudah ada dan terus berkembang kebudayaan nasional, sedangkan
kebudayaan daerah dan tradisional menjadi semakin kuat bila jauh dari pusat
kota (Puspitasari, 2011).

L. Kosmopolitan
Kosmopolitan adalah seberapa banyaknya atau seringnya masyarakat
suatu desa itu keluar daerahnya, entah untuk mencari nafkah, melengkapi
kebutuhan rumah tangga, mengunjungi tempat hiburan, mengunjungi saudara,
dll. Alat transportasi yang digunakan juga memperhitungkan
kesejahteraannya entah itu mobil umum atau mobil pribadi. Kosmopolitan
untuk mencari nafkah contohnya transmigrasi ke Sumatra untuk bekerja dan
memanfaatkan lahan pertanian disana, ini disebabkan karena pemerintahlah
yang memegang hak penguasaan tanah, sedangkan petani menjadi penggarap.
Petani belum diberi hak penguasaan yang secukupnya agar dapat menjadi
pengelola penuh dalam usaha taninya. Struktur sosial masyarakat pedesaan
juga berubah mengikuti perubahan pola penguasaan tanah tersebut, karena
bagi komunitas agraris tanah adalah sumber daya utama kehidupannya
(Naisbit, 2007).
Kekosmopolitan masyarakat disuatu desa dapat dilihat dari tingkat
mobilitas sosial penduduknya baik mobilitas horizontal maupun mobilitas
vertikalnya. Mobilitas horizontal adalah perpindahan penduduk dari satu
tempat ke tempat lain, sedangkan mobilitas vertikal adalah pergeseran status

22
dari lapisan sosial yang satu ke lapisan lainnya. Hubungan desa dan kota pada
umumnya bertambah erat dengan cepat walaupun ada desa yang letaknya
terpencil. Hubungan ini tidak semata-mata ditentukan oleh letak dan jarak,
tapi juga dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan pedesaan yang berorientasi
pada perkotaan. Hubungan–hubungan tersebut tersalur melalui perdagangan,
tenaga kerja, maupun sarana komunikasi. Semakin eratnya hubungan ini
menjadikan mobilitas penduduk desa semakin meningkat misalnya petani
didesa yang baru panen akan pergi ke kota kecamatan yang biasanya
merupakan pusat pemasaran berbagai hasil pertanian dan penyaluran berbagai
bahan kelontong, kebutuhan rumah tangga buatan perkotaan serta hasil
industri dalam dan luar negeri (Paigen, 2007).
Tingkat kosmopolitan petani akan mempengaruhi cepat lambatnya
petani menerima inovasi, sehingga petani diharapkan lebih aktif dalam
mencari informasi baru. Peningkatan produktivitas padi dilakukan dengan
berbagai cara diantaranya dengan membentuk kelompok tani di desa-desa
dimana kelompok tani ini diharapkan dapat menjadi wadah dan sarana bagi
petani untuk berkomunikasi dengan pemerintah maupun dengan petani
lainnya. Tingkat kosmopolitan petani akan mempengaruhi sikapnya terhadap
kelompok tani, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat
kosmopolitan dengan sikap petani padi sawah terhadap kelompok tani.
Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), dengan
pertimbangan bahwa desa tersebut mempunyai sarana transportasi yang
lancar, dekat ke Lubuk Pakam dan Medan, sehingga diperkirakan mempunyai
tingkat kosmopolitan yang tinggi. Penentuan sampel secara acak sederhana
(Ernita, 2010).
Istilah kosmopolitanisme erat kaitannya dengan “warga dunia” atau
world citizenship. Seseorang mengidentifikasi dirinya dengan tidak merujuk
pada identitas atau nasionalisme tertentu. Gagasan tentang “warga dunia”
yang menjadi inti ajaran kosmopolitanisme muncul sekitar abad keempat
sebelum masehi di Yunani. Diogenes merupakan filsuf yang pertama kali
menyebut frasa Mohamad Rosyidin 276 Global & Strategis, Th. 8, No. 2

23
“warga dunia” ketika Yunani terpecah menjadi dua negara-kota, Athena dan
Sparta (Puspitasari, 2011).
Kosmopolitanisme pada dasarnya memberi ruang penting pada peran
individu dalam membentuk komunitas. Dampak globalisasi pada relasi-relasi
sosial, kosmopolitanisme menegaskan bahwa perbedaan kultur individu,
kelompok dan bangsa, dan dialog antar kelompok tersebut, sebagai batu
pijakan dalam membangun tatanan komunitas global. Secara umum
kosmopolitanisme merupakan harapan ideal tentang warga dunia tanpa
perbatasan, dan kosmopolitanisme bersumber dari inspirasi pemikiran
humanitas rasional, sebuah nilai yang terkandung dalam diri setiap manusia
(Rizqon,2011).

24
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian


Metode penelitian yang digunakan pada praktikum ini menggunakan
metode dasar deskriptif analisis, yaitu metode yang memusatkan perhatian
pada permasalahan yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak dari data
yang dikumpulkan, dianalisis, dan disimpulkan dalam konteks teori-teori
yang ada dan dari penelitian terdahulu.

B. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara, mahasiswa mendatangi responden. Wawancara di pandu
dengan kuisioner yang telah tersedia. Usahakan memperoleh data yang
objektif. Data penunjang dapat diperoleh dari masyarakat, baik mengenai
sejarah desa mauoun fenomena sosial yang ada.
2. Observasi, dengan melakukan pengamatan secara langsung atas keadaan
responden serta keadaan yang terjadi di daerah penelitian atau praktikum.
3. Pencatatan data-data yang diperlukan terutama monografi desa.

C. Jenis dan Sumber Data


1. Data Primer : data yang diperoleh secara langsung dari petani atau
responden dengan wawancara menggunakan kuisioner. Keseluruhan
jumlah petani responden berjumlah 23-28 orag yang terdiri dari:
a. 20 orang petani responden (bagi kelompok yang beraggotakan 4
orang praktikan) atau 25 orang petani responden (bagi kelompok
yang beranggotakan 5 orang praktikan). Responden yang terdiri dari
petani pemilik penggarap, penyewa, penyakap, dan buruh tani.
b. 3 orang tokoh masyarakat yang terdiri dari pamong desa, sesepuh
desa, dan tokoh agama.

2. Data Sekunder : data pendukung yang diperoleh dari suatu instansi


(pemerintah desa), bukan dari sumber aslinya. Data sekunder pada
umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun

25
dalam arsip, baik yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
Data sekunder yaitu dengan melakukan pencatatan, yang meliputi
keadaan alam, kependudukan, keadaan pertanian, sarana dan prasarana
sosial ekonomi.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif analisis
dengan menggunakan distribusi frekuensi. Pada kasus tertentu mahasiswa
dapat menulis secara lebih mendalam dan komprehensif, oleh karena itu
disarakan mahasiswa untuk menggali data lebih mandalam melalui indepth
interview. Penjelasan berdasarkan teori-teori atau hasil penelitian yang
relevan.

26
IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL

A. Keadaan Umum
Keadaan umum menerangkan tentang sejarah desa, kondisi geografis,
keadaan penduduk, struktur organisasi atau kepemerintahan, sarana prasarana
yang dimiliki, organisasi sosial yang ada, sistem penguasaan lahan, stratifikasi
sosial, konflik sosial, serta kebudayaan yang terdapat di Desa Jatinom,
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri. Uraian keadaan umum ini
merupakan penjabaran dari data sekunder atau monografi desa. Berikut ini
merupakan penjabaran dari keadaan umun yang ada di Desa Jatinom,
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri.
1. Sejarah Desa
Asal usul nama Desa Jatinom tidak diketahui secara pasti. Namun
menurut cerita orang Jatinom asli nama Jatinom dahulu desa tersebut
mempunyai pohon jati yang banyak dan masih muda-muda. Seiring
perkembangan zaman, pohon jati tersebut punah sehingga untuk
mengenang kejayaan desa tersebut saat mempunyai pohon jati muda maka
desa tersebut dinamakan Desa Jatinom.
Zaman dahulu ada seorang nenek yang pertama kali menempati
Desa Jatinom dan beliau juga sudah membuat Desa Jatinom yang semula
hutan menjadi desa yang dapat ditempati oleh penduduk. Penduduk Desa
Jatinom awalnya belum mengenal agama Islam, kemudian terdapat 2
orang kiai yang membangun masjid untuk menyiarkan agama islam.
Akhirnya Desa Jatinom semakin berkembang dan banyak penduduk baru
yang tinggal di Desa Jatinom.
2. Kondisi Geografis
a. Lokasi Desa
Desa Jatinom merupakan bagian dari wilayah di Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri. Batas-batas dari wilayah Desa Jatinom
antara lain sebelah utara berbatasan dengan Desa Ngabeyan, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Sembukan, sebelah timur berbatasan

27
dengan Desa Tempursari, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa
Tremes. Luas Desa Jatinom adalah 300.555 Ha, yang meliputi luas
tanah sawah seluas 165.280 Ha, tanah kering seluas 113.430 Ha, tanah
negara/pangonan 15.445 Ha, dan tanah bengkok seluas 6.400 Ha.
b. Topografi
Ketinggian rata-rata Desa Jatinom ini adalah 348 meter diatas
permukaan air laut. Topografi dari Desa Jatinom sebagian besar adalah
berbukit. Lahan di Desa Jatinom ini didominasi oleh sawah, ladang, dan
pekarangan.
c. Jarak dari Pusat Administratif dan Pemerintahan
Desa Jatinom letaknya cukup strategis karena jaraknya yang
tidak terlalu jauh dengan jalan raya. Desa Jatinom mempunyai jarak
yang dekat dengan pusat administrarif dan pemerintahan. Antara lain
jarak dari desa ke kecamatan adalah 10 km, jarak dari desa ke
kabupaten 50 km, serta jarak dari desa ke provinsi 150 km.
3. Kependudukan
Keadaan penduduk suatu wilayah sangat dinamis, selalu berubah.
Pertambahan penduduk di suatu wilayah sangat tergantung dari jumlah
kelahiran, jumlah kematian, jumlah penduduk yang datang, serta jumlah
penduduk yang pergi. Di bawah ini akan dijabarkan tentang pertambahan
penduduk, kepadatan pemduduk, keadaan penduduk menurut jenis
kelamin, keadaan penduduk menurut umur, keadaan penduduk menurut
tingkat pendidikan, keadaan penduduk menurut mata pencaharian serta
keadaan penduduk menurut agama di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo,
Kabupaten Wonogiri.
a. Pertambahan Penduduk
Pertambahan penduduk dan mobilitas penduduk di suatu daerah
dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, maupun migrasi sehingga
pertambahan penduduk setiap tahun mengalami perubahan. Kadang
mengalami pertambahan kadang mengalami pengurangan karena
faktor-faktor tersebut. Pertambahan penduduk di Desa Jatinom,

28
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri pada tahun 2016 dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1.1 Pertambahan Penduduk dan Mobilitas Penduduk di Desa
Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri
Tahun 2016.
Mobilitas
Bulan Awal Lahir Mati Datang Pergi Pertambahan
(L) (M) (I) (E) Penduduk
Agustus 2016 5958 63 32 29 9 51
Σ 5958 63 32 29 9 51
Sumber: Data Sekunder
Berdasarkan data diatas dapat dihitung pertambahan penduduk
pada tahun 2016 tentang pertambahan penduduk dari segi mobilitas
meliputi lahir, mati, datang dan pergi menggunakan rumus diatas.
Berikut merupakan salah satu contoh perhitungan pertambahan
penduduk pada bulan Agustus tahun 2016.
P = (L-M) + (I-E) = (63-32) + (29-9)
= 31 + 20
= 51
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut didapat pertambahan
penduduk. Hal ini menyatakan bahwa penduduk banyak yang keluar
dan masuk desa. Dari data sekunder di atas dapat disimpulkan bahwa
jumlah penduduk pada bulan Agustus 2016 mengalami peningkatan
jumlah penduduk sebesar 51 jiwa.
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per luas wilayah.
Kepadatan penduduk terbagi menjadi 2 yaitu kepadatan penduduk
secara agraris dan kepadatan penduduk secara geografis. Kepadatan
penduduk secara agraris adalah banyaknya jumlah penduduk per satuan
luas lahan pertanian yang ada pada daerah tersebut.

29
Tabel 4.1.2 Kepadatan Penduduk di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2016
Tahun Jumlah Penduduk Luas Wilayah (km2)
2016 5.958 300.555

Sumber : Data Sekunder


Kepadatan penduduk secara agraris dapat dihitung dengan
rumus berikut ini.
∑ penduduk (jiwa) 5958
KPA = luas lahan di desa (Ha)=165.280 = 0,036 jiwa/Ha

Perhitungan diatas menunjukkan kepadatan penduduk secara


agraris di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri
dengan akumulasi 0,036 jiwa per hektar. Jadi per hektar hanya ada
0,036 jiwa yang menempati suatu wilayah. Kepadatan penduduk secara
gografis adalah banyaknya jumlah penduduk per satuan luas wilayah.
Kepadatan penduduk secara geografis dapat dihitung dengan rumus
berikut ini.
∑ penduduk (jiwa) 5958
KPA = = = 0,02 𝑗𝑖𝑤𝑎/𝑘𝑚2
luas wilayah (Km2) 300555
Perhitungan diatas menunjukkan kepadatan penduduk secara
agraris di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri
dengan akumulasi 0,02 jiwa per km2. Jadi per km2 hanya ditempati oleh
0,02 jiwa saja. Hal ini menunjukkan bahwa lahan pemukiman di Desa
Jatinom tidak padat akan penduduk.
c. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Keadaan penduduk berdasarkan jenis kelamin akan
bermanfaat dalam penentuan sex ratio. Sex ratio adalah
perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
penduduk perempuan. Khusus dalam pembahasan ini sex ratio
mempunyai hubungan dengan jumlah pria atau wanita yang
akan banyak berperan dalam usahatani. Kepadatan penduduk

30
menurut jenis kelamin dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
Jumlah
penduduk laki−laki
Sex ratio = 𝑋 100
jumlah penduduk perempuan

Tabel 4.1.3 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Jatinom,


Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2016.
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki Perempuan
Jumlah penduduk tahun 2016 2.953 3.005
% 49,56 50,44
Sumber : Data Sekunder
d. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Perhitungan kepadatan penduduk menurut umur berkaitan erat
dengan perhitungan Angka Beban Tanggungan dimana perbandingan
antara jumlah penduduk usia produktif dan non produktif.
Pengelompokan penduduk dalam usia produktif (15-59) tahun dan usia
non-produktif (0-14 tahun dan >60 tahun). Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 4.1.4 Keadaan Penduduk Menurut Usia di Desa Jatinom,
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2016.
No Usia Laki-laki Perempuan
1 0-07 bulan 280 291
2 08-14bulan 250 270
3 15-21 tahun 350 359
4 22-28 tahun 387 367
5 29-35 tahun 297 317
6 36-42 tahun 365 366
7 43-49 tahun 345 356
8 50-59 tahun 298 318
9 60 ke atas 381 361
Jumlah 2.953 3.005
% 49,56 50,44
Sumber : Data Sekunder

31
Perhitungan Angka Beban Tanggungan (ABT) menggunakan
rumus :
Jumlah Penduduk Usia Non Produktif
ABT = 𝑋 100%
Jumlah Penduduk Usia Produktif
2542
ABT = 3416 𝑋 100% = 74,41%

Angka beban tanggungan (ABT) adalah perbandingan jumlah


penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif.
Melalui pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
menghitung ABT adalah untuk mengetahui jumlah penduduk yang
berada dalam usia masa aktif kerja dan jumlah penduduk yang tidak
dalam usia aktif kerja. Usia produktif yaitu antara 15-59 tahun
sedangkan usia non produktif yaitu antara 0-14 tahun dan 60 tahun
keatas. Dari data dapat diketahui bahwa angka beban tanggungan
(ABT) sebesar 74,41% dengan jumlah penduduk usia non produktif
sebesar 2542. Angka beban tanggungan yang cukup tinggi
menunjukkan kesejahteraan mesyarakat belum bisa tercapai secara
maksimal. Hal ini karena sebagian besar penduduk Desa Jatinom masih
berprofesi sebagai pelajar yang belum masuk penduduk usia produktif.
e. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan
Keadaan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat
digunakan sebagai parameter kemajuan suatu daerah. Suatu daerah
yang rata-rata penduduknya telah berpendidikan biasanya sudah
mengalami kemajuan (modern). Dibawah akan disajikan tabel keadaan
penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri.

32
Tabel 4.1.5 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa
Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri
Tahun 2016.
No Tingkat pendidikan Laki-laki Perempuan
1 Tamat Akademi / Perguruan Tinggi 15 10
2 Tamat SLTA 256 241
3 Tamat SLTP 295 230
4 Tamat SD 346 330
5 Tidak Tamat SD 36 107
6 Tidak Sekolah 28 153
7 Belum Sekolah 37 64
Jumlah 1.013 1.135
% 47,16 52,84
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan data di atas, tampak bahwa tingkat pendidikan
warga Desa Jatinom masih sangat rendah, terbukti dari tingginya
tamatan SD dan rendahnya warga yang meneruskan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Sebagian besar pendidikan penduduk yaitu
tamatan SD dengan jumlah 676 orang, kemudian tamatan SLTP dengan
jumlah 525 orang, tamatan SLTA dengan jumlah 497 orang, dan
Tamatan Akademi/Perguruan Tinggi dengan jumlah 25 orang. Hal ini
menujukkan bahwa warga Desa Jatinom masih kurang memberikan
perhatian terhadap pendidikan.
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang ada dikarenakan
kesadaran dari masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan
di desa mendatang. Rendahnya pendidikan belum tentu didasari dari
perekonomian masyarakat yang kurang mampu karena banyak dari
warga yang sebenarnya mampu namun tingkat pendidikannya masih
rendah. Mereka lebih suka memanfaatkan pendapatan mereka sendiri
untuk hal lain diluar pendidikan, seperti konsumsi maupun tambahan
modal usaha.

33
f. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian
Banyaknya macam serta jumlah mata pencaharian dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk yang
berada di suatu wilayah. Penduduk Desa Jatinom memiliki beragam
mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Macam mata pencaharian serta jumlah penduduk Jatinom yang bekerja
tersebut dapat dijelaskan dengan tabel berikut ini.
Tabel 4.1.6 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa
Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri
Tahun 2016.
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
1. Petani 2.253
2. Buruh Tani 180
3. Pengusaha Sedang/Besar 250
4. TNI 1
5. PNS 25
6. Pengusaha Kecil 86
7. Pedagang 62
8. Buruh Industri 75
9. Buruh Bangunan 76
10. Pensiunan PNS/ TNI/ Polri 20
11. Lain-lain 428
Jumlah 3.468
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan data yang ada, maka dapat dilihat bahwa mayoritas
mata pencaharian masyarakat Desa Jatinom adalah sebagai petani
sebesar 2253 orang, kemudian pencaharian berikutnya secara berturut
turut adalah buruh tani sebanyak 180 orang, pengusaha sedang/besar
sebanyak 250 orang, pegawai negeri/ab sebanyak 25 orang, pengusaha
kecil sebanyak 86 orang, pedagang sebanyak 62 orang, buruh industri
sebanyak 75 orang, buruh bangunan 76 orang, pensiunan
PNS/TNI/polri sebanyak 20 orang, dan lain-lain sebanyak 428 orang.

34
Mata pencaharian minoritas di Desa Jatinom yaitu TNI sebanyak 1
orang. Jumlah total penduduk Desa Jatinom yang bekerja sebesar 3.468
orang.
Keragaman mata pencaharian penduduk Desa Jatinom ini
menunjukkan bahwa Desa Jatinom belum cukup maju dan modern.
Walaupun banyak yang bekerja di sektor pertanian, masih banyak
warga yang bekerja diluar sektor pertanian yaitu sebagai buruh
bangunan. Hal ini karena hasil yang didapat dari pertanian belum bisa
memenuhi kebutuhan hidup mereka dimana dengan bekerja diluar
pertanian tersebutlah mereka bisa memperoleh tambahan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
g. Keadaan Penduduk menurut Agama
Keadaan penduduk menurut agama adalah jumlah penduduk
pada suatu wilayah berdasarkan atas agama yang dipeluk oleh
penduduk di wilayah tersebut. Perlu diketahui agama yang diakui oleh
bangsa Indonesia ada 5 yaitu Islam, Kristen, Buddha, Hindu dan
Konghucu. Keadaan penduduk Desa Jatinom menurut agama yang
dianutnya disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1.7 Keadaan Penduduk menurut Agama di Desa Jatinom,
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2016.
No. Agama Jumlah
1. Islam 3.720
2. Kristen 9
3. Buddha 4
4. Hindu 6
Jumlah 3.739
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan informasi yang diperoleh keadaan penduduk Desa
Jatinom menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk memeluk agama
Islam dengan jumlah 3.720 jiwa. Agama Islam umumnya berkembang
baik di kalangan masyarakat orang Jawa. Hal ini tampak nyata pada

35
bangunan-bangunan khusus untuk beribadah orang-orang beragama
Islam. Selain itu terdapat 9 jiwa yang memeluk agama Kristen, 4 jiwa
memeluk agama Buddha, serta 6 jiwa memeluk agama Hindu.
4. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa

BADAN
PERWAKIL LURAH DESA
AN DESA

JOGO PTD CARIK DESA


BOYO
MODIN KEMIS
SUYANTO

URUSAN URUSAN URUSAN


PEMERINTAH PEMBANGUNAN PEMERINTAH

J.WIDODO
MU’ALIMIN

KEBAYAN 1 KEBAYAN 2 KEBAYAN 3


KISWANTO WANJONO ALI MURSIDI

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Jatinom, Kecamatan


Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2016.
Bagan di atas terlihat bahwa struktur pemerintahan desa, tertinggi
berada di tangan lurah desa, yang mana lurah desa berkoordinasi dengan
Badan Perwakilan Desa (BPD). Selain lurah desa, pemerintahan desa juga
terdiri dari unsur staf dan unsur teknis lapangan. Unsur staf ini terdiri dari
modin, jogo boyo, PTD dan carik desa.
Kepala desa dalam melaksanakan tugasnya membawahi dan
dibantu oleh carik desa, dimana carik desa juga membawahi dan dibantu
oleh beberapa kepala urusan yaitu, kepala urusan pemerintah,
pembangunan, dan umum. Dalam hal teknis lapangan yang terdiri dari
bidang pertanian dan irigasi lurah desa membawahi dan dibantu oleh
modin, jogo boyo dan PTD. Dalam hal pengaturan wilayah, lurah desa
membawahi dan dibantu oleh para kebayan, yang dibagi menjadi 3

36
kebayan, yaitu kebayan 1, kebayan 2, dan kebayan 3. Masing-masing
kebayan desa tersebut mempunyai tugas dan kewajiban sendiri-sendiri,
tapi secara keseluruhan mereka saling membantu dan bekerjasama dalam
melaksanakan dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Kepala desa memiliki tugas dan kewajiban dalam melaksanakan
sistem pemerintahan antara lain memimpin penyelenggaraan pemerintahan
desa, membina kehidupan masyarakat, membina perekonomian desa,
memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, mendamaikan
perselisihan masyarakat di desanya, mewakili desanya di dalam dan di luar
pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya, dan melaksanakan
peraturan daerah dan keputusan kepala desa. Selain itu ada Badan
Perwakilan Daerah (BPD) yang memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban kepala desa, meminta keterangan kepada pemerintah
desa, pejabat desa dan warga masyarakat, mengajukan rancangan
peraturan daerah, mengadakan perubahan rancangan peraturan daerah,
menetapkan peraturn tata tertib BPD, serta mengajukan pertanyaan dan
keuangan. Badan Perwakilan Daerah (BPD) juga memiliki kewajiban
antara lain mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI,
mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 serta mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku, membina demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa, dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat di desa.
Kepala desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh carik.
Fungsi carik desa ini antara lain melaksanakan urusan surat menyurat,
kearsipan dan pelaporan urusan keuangan dan urusan administrasi umum
serta pelayanan teknis dan administrasi perangkat desa, melaksanakan
koordinasi terhadap yang dilakukan oleh perangkat desa, melaksanakan
pengumpulan bahan, pengolahan data dan perumusan program-program
serta petunjuk-petunjuk keperluan pembinaan penyelenggaraan tugas
pemerintah desa, pembangunan dan pembina kemasyarakatan,
melaksanakan pemantauan dan pelayanan kepada masyarakat dibidang

37
pemerintahan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, melaksanakan
penyiapan dan penyusunan program kerja tahunan dan pelaporannya, dan
melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa sesuai dengan
bidang tugasnya. Tugas dari carik desa adalah melaksanakan pembinaan
dan pelaksanaan administrasi pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan serta membantu kepala desa dalam pelayanan
ketatausahaan.
Unsur Pelaksana Teknis Lapangan terdiri dari Bidang Pertanian
dan Irigasi yang selanjutnya disebut Pamong Tani Desa dan Bidang Sosial
Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Modin, Jogo Boyo dan PTD.
Tugas dari kepala urusan pemerintahan adalah menyusun rencana,
mengevaluasi pelaksanaan dan penyusunan laporan dibidang pemerintahan
dan keuangan, tugas dari kepala urusan ekonomi pembangunan adalah
menyusun rencana dan pengendalian mengevaluasi pelaksanaan di bidang
pembangunan dan ekonomi desa, tugas dari kepala urusan kesejahteraan
sosial adalah menyusun rencana dan pengendalian mengevaluasi
pelaksanaan di bidang kesejahteraan sosial masyarakat, tugas dari kepala
urusan keuangan adalah melakukan tugas-tugas di bidang keuangan desa,
dan tugas dari kepala urusan umum adalah melakukan tugas-tugas
dibidang kewirausahaan , kearsipan, dan kepegawaian. Ada juga kebayan
yang membantu tugas dari kepala desa yaitu dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa didalam wilayah kerjanya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, membantu pelaksanaan tugas kepala desa,
melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
serta ketentraman dan ketertiban, melaksanakan keputusan dan
kebijaksanaan kepala desa, membantu kepala desa dalam kegiatan
pembinaan ketentraman dan kerukunan warga, membina dan
meningkatkan swadaya gotong royong, melaksanakan kegiatan
penyuluhan program pemerintah, serta melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh kepala desa.

38
5. Sarana dan Prasarana
a. Sarana Transportasi
Prasarana merupakan faktor utama dalam perkembangan desa.
Prasarana perhubungan berperan penting bagi hubungan antara desa dan
kota, dan sebaliknya terutama dalam bidang ekonomi. Sarana dan
prasarana yang tersedia dalam desa sangat diperlukan karena
mempermudah masyarakat desa untuk berhubungan dengan daerah
luar, sehingga proses interaksi dan bisnis dapat berjalan dengan lancar.
Sarana transportasi yang ada dan sering digunakan oleh warga Desa
Jatinom sebagai berikut :
Tabel 4.1.8 Tabel Sarana Transportasi di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2016.
No Prasarana Jumlah
1. Sepeda Motor 68
2. Sepeda 541
3. Mobil Pribadi 12
4. Mobil Taksi -
5. Bus -
6. Oplet / Clot 12
7. Truk 1
8. Gerobak Dorong 47
9. Becak 2
Jumlah 683
Sumber : Data Sekunder
Data diatas menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Desa
Jatinom memiliki sepeda dan juga kendaraan sepeda motor, bahkan ada
yang memiliki mobil pribadi untuk alat transportasi sehari-hari mereka.
Dari tahun ke tahun sarana transportasi pribadi terus bertambah, hal ini
menunjukkan bahwa keadaan ekonomi warga Desa Jatinom juga
semakin meningkat. Berdasarkan kepemilikan sarana transportasi
pribadi tersebut, maka Desa Jatinom bisa dikatakan sebagai desa yang

39
memiliki tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang cukup walaupun
masih ada penduduk yang kekurangan.
Mayoritas penduduk di Desa Jatinom adalah petani, dengan
mobilitas yang relatif rendah tidak seperti penduduk perkotaan sehingga
sarana transportasi belum menjadi kebutuhan yang penting. Sarana
transporatasi masih jarang digunakan, hanya pada saat tertentu,
misalnya ke kota menjual hasil usahatani, berkunjung ke rumah saudara
atau anak, dan hajatan. Sarana transportasi di Desa Jatinom ini
kebanyakan melintas di jalan desa dan jalan lintas distrik (dusun).
Untuk pergi ke sawah atau tegal kebanyakan penduduk lebih memilih
berjalan kaki atau menggunakan sepeda.
b. Sarana Perhubungan
Sarana perhubungan di Desa Jatinom adalah jalan yang terdiri
dari jalan desa dan jalan dusun atau yang sering disebut jalan
putar/lintas distrik. Panjangnya jalan yang melintasi Desa Jatinom dapat
dilihat dari tabel di bawah ini. Sarana transportasi pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1.9 Sarana Perhubungan di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri. Tahun 2016.
No. Sarana Perhubungan Total
1. Jalan Kelas III A 3 km
2. Jalan Kelas V 14 km
3. Jalan Beratu 18 km
4. Jembatan 3 unit
Sumber : Data Sekunder
Data diatas menunjukkan bahwa Desa Jatinom memiliki sarana
perhubungan yang berupa jalan dengan total panjang 35 km terdiri atas
jalan kelas III A sepanjang 3 km, jalan kelas V sepanjang 14 km, jalan
kelas V 18 km. Selain jalan, Desa Jatinom juga memiliki sarana
perhubungan berupa jembatan dengan jumlah 3 unit. Prasarana yang
tersedia ini bisa memudahkan warga Desa Jatinom untuk mengkases
informasi informasi ke luar desa atau bahkan keluar kabupaten. Akses

40
pasar untuk menjual hasil pertanian juga semkin mudah sehingga secara
tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan warga Desa Jatinom.
c. Sarana Perekonomian
Selain sarana perhubungan, sarana perekonomian juga
merupakan faktor penting bagi warga Desa Jatinom untuk bisa
mengakses informasi-informasi seputar perekonomian. Terdapat
beberapa sarana perekonomian di Desa Jatinom yang mampu
membantu masyarakat dalam hal perekonomian. Sarana Perekonomian
di Desa Jatinom terbagi atas beberapa bagian, seperti lembaga
keuangan, industri kecil dan menengah, jasa pengangkutan, usaha
perdagangan, usaha jasa bbm, usaha jasa keterampilan, dan usaha jasa
hukum. Berikut ini akan disajikan sarana perekonomian yang ada di
Desa Jatinom.
Sarana perekonomian juga merupakan sarana yang penting bagi
warga Desa Jatinom untuk bisa mengakses informasi-informasi seputar
perekonomian. Terdapat beberapa sarana perekonomian di Desa
Jatinom yang mampu membantu masyarakat dalam hal perekonomian.
Sarana Perekonomian di Desa Jatinom terbagi atas beberapa bagian,
seperti lembaga keuangan, industri kecil dan menengah, jasa
pengangkutan, usaha perdagangan, usaha jasa BBM, usaha jasa
keterampilan, dan usaha jasa hukum. Berikut sarana perekonomian
yang ada di Jatinom bisa dilihat dalam tabel.

41
Tabel 4.1.10 Sarana Perekonomian di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2016.
Nama Jumlah Persentase
Lembaga Keuangan
a. Keuangan Non Bank 1 unit 0.81%
Industri Kecil dan Menengah
a. Industri Makanan 14 unit 11.29%
b. Industri Alat rumah Tangga 2 unit 1.61%
c. Industri Material 1 unit 0.81%
d. Industri Kerajinan 3 unit 2.42%
e. Rumah Makan 4 unit 3.23%
Jasa Pengangkutan
a. Pemilik Angkutan 2 unit 1.61%
Usaha Perdagangan
a. Usaha Toko 12 unit 9.68%
b. Toko Kelontong 15 unit 12.10%
c. Cat Mobil 2 unit 1.61%
Usaha Jasa BBM
a. SPBU 1 unit 0.81%
b. Pengecer BBM 4 unit 3.23%
Usaha Jasa Keterampilan
a. Tukang Kayu 16 unit 12.90%
b. Tukang Batu 25 unit 20.16%
c. Tukang Jahit 12 unit 9.68%
d. Tukang Cukur 3 unit 2.42%
e. Tukang Service 1 unit 0.81%
f. Tukang Gali Sumur 2 unit 1.61%
g. Tukang Pijat 3 unit 2.42%
Usaha Jasa Hukum
a. Pengacara 1 unit 0.81%
Jumlah 124 unit 100.00%
Sumber : Data Sekunder

42
Sarana perekonomian di Desa Jatinom berupa toko, warung,
lembaga keuangan, dan lain-lain. Jumlah yang paling banyak adalah
sebagai tukang batu. Hal ini karena adanya sejumlah penduduk yang
berkeinginan untuk menambah penghasilan melalui kegiatan lain. Hal
ini menyebabkan tingkat kebutuhan warga Desa Jatinom semakin
meningkat pula karena para penduduk desa berkeinginan untuk mencari
sumber penghasilan lain yang kemudian akan menambah kebutuhan
mereka.
Perkembangan dari tahun ke tahun, penduduk sudah menjadikan
pekerjaan petani sebagai pekerjaan tetap dan tidak mau pindah
pekerjaan jadi sarana perekonomian mereka hanya ada di kalangan
tertentu saja. Unit perekonomian yang resmi dari pemerintah desa ada
tetapi tidak berpotensi besar dikarenakan proses yang terlalu berbelit-
belit. Adanya sarana prasarana perekonomian akan mempengaruhi
kegiatan masyarakat menjadi semakin dinamis dan menggambarkan
tingkat kemajuan desa.
d. Sarana Komunikasi
Komunikasi di desa pada umumnya antar personal biasa artinya
komunikasi lewat lisan tentang suatu pesan. Alat komunikasi mampu
memudahkan warga untuk berkomunikasi dengan warga lain. Sarana
komunikasi memberikan manfaat untuk kemudahan akses informasi.
Tabel 4.1.11 Sarana Komunikasi di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2016.
Sarana Komunikasi Jumlah Persentase
TV Pribadi 51 17.77%
Radio 236 82.23%
Jumlah 287 100%
Sumber : Data Sekunder
Data hasil pengamatan mengenai sarana komunikasi di Desa
Jatinom dapat dipahami bahwa penduduk Desa Jatinom belum maju
dan belum mampu mengakses informasi secara maksimal. Frekuensi

43
hubungan antar warga dengan kerabat yang jaraknya jauh mengalami
hambatan karena sarana komunikasi seperti telepon seluler sangat
terbatas. Kurangnya sarana-sarana komunikasi tersebut menghambat
warga untuk berkomunikasi dengan warga lain di luar Desa Jatinom.
Sebagian besar warga Desa Jatinom hanya menerima informasi dari
televisi dan tidak menerapkan secara langsung inovasi-inovasi baru
yang mereka dapat melalui televisi, misalnya berkaitan dengan
pengolahan tanah pertanian. Mereka banyak yang mengakses acara
hiburan.
e. Sarana Pendidikan
Pendidikan merupakan cerminan kualitas manusia sebagai
individu yang memiliki kualitas seperti bobot, tenaga, daya tahan, dan
kualitas nonfisik seperti kecerdasan, emosi, budi dan iman memerlukan
masukan yang mencukupi seperti gizi, lingkungan dan pendidikan.
Kualitas dari pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara
berfikirnya. Pendidikan yang tinggi akan berpengaruh pula dengan
kemajuan di suatu desa. Makin tinggi pendidikan masyarakat di
pedesaan maka akan makin banyak inovasi yang diciptakan, sehingga
desa tersebut akan cepat maju. Berikut adalah sarana pendidikan di
Desa Jatinom.
Tabel 4.1.12 Sarana Pendidikan di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2016
Sarana Pendidikan Jumlah Persentase
SMP 1 14.29%
SD 2 28.57%
TK 2 28.57%
Tempat Bermain Anak 1 14.29%
Lembaga Pendidikan Agama 1 14.29%
Jumlah 7 100%
Sumber : Data Sekunder

44
Sarana pendidikan yang dimiliki oleh Desa Jatinom secara
umum telah memnuhi syarat untuk wajib belajar 9 tahun, karena di
Desa Jatinom terdapata SD dan SMP. Bagi orang tua yang ingin
menyekolahkan anaknya ke jenjang SMA harus keluar desa, karena di
Desa Jatinom tidak terdapat gedung SMA. Data hasil pengamatan
mengenai sarana pendidikan di Desa Jatinom maka dapat diketahui
bahwa dengan adanya fasilitas pendidikan berupa bangunan sekolah
tersebut anak-anak penduduk desa dapat bersekolah dengan jarak antar
sekolah dan rumah dekat, selain itu dengan adanya pendidikan maka
warga mampu mengasah pengetahuan dan ketrampilan sehingga
mampu membuat warga desa memiliki pengetahuan yang baik dan luas.
f. Sarana Olahraga
Sarana olahraga merupakan fasilitas yang disediakan oleh desa.
Sarana olahraga ini untuk menunjang kesehatan masyarakatnya.
Olahraga akan membuat masyarakat menjadi terhibur dari segala
aktivitas rutin yang dijalankan, sehingga akan mengembalikan energi
yang hilang. Kesadaran masyarakat akan pentingnya olahraga
diharapkan bisa tumbuh dengan adanya sarana olahraga ini. Berikut
adalah tabel sarana olahraga di Desa Jatinom.
Tabel 4.1.13 Sarana Olahraga di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2016
Sarana Olahraga Jumlah Persentase
Lapangan bulu tangkis 2 33,3%
Meja pingpong 1 16,7%
Lapangan Sepak Bola 1 16,7%
Lapangan voli 2 33,3%
Jumlah 6 100%
Sumber : Data Sekunder
Sarana olahraga yang dimiliki oleh Desa Jatinom cukup lengkap
yaitu, adanya lapangan bulutangkis, meja pingpong, lapangan
sepakbola, dan lapangan voli. Hal ini menunjukkan bahwa antusias

45
warga Desa Jatinom dalam bidang olahraga ternyata cukup bagus. Di
samping sibuk untuk mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari,
ternyata warga desa juga tidak lupa untuk berolahraga sekaligus
menghibur diri dan bisa lebih menjalin sillaturahmi antar warga desa.
Berdasarkan data sekunder yang dimiliki oleh kelompok kami,
Desa Jatinom memiliki sarana kesenian karawitan. Karawitan
merupakan kesenian memainkan alat-alat musik tradisional. Desa
Jatinom kesenian karawitan dimainkan dua kali seminggu sebagai
sarana hiburan masyarakat desa.
g. Sarana Ibadah
Sarana ibadah yang dimiliki oleh Desa Jatinom cukup banyak.
Desa Jatinom merupakan salah satu desa yang mengutamakan
keberadaan tempat ibadah. Maka dari itu dengan adanya sarana yang
disediakan diharapkan mampu membuat warga Desa Jatinom menjadi
warga yang beriman dan bertaqwa. Warga Desa Jatinom merupakan
warga yang seluruh penduduknya beragama Islam, sehingga sarana
yang disediakan ialah masjid dan musholla. Berikut tabel sarana ibadah
di Desa Jatinom.
Tabel 4.1.14 Sarana Ibadah di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2016
Sarana Peribadatan Jumlah Persentase
Masjid 7 70%
Musholla 3 30%
Jumlah 10 100%
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan data tentang kependudukan berdasarkan agama
yang dianutnya, maka dapat dilihat bahwa mayoritas agama yang dianut
oleh penduduk Desa Jatinom adalah agama Islam. Hal ini menyebabkan
rumah ibadah yang ada di Desa Jatinom di dominasi oleh masjid dan
musholla. Jumlah masjid dan musholla yang ada di Desa Jatinom cukup
banyak, kondisi bangunannya masih layak dan bisa digunakan, hal ini

46
karena warga desa melakukan kerja gotong royong dalam memperbaiki
atau merenovasi bangunan yang biasanya dilakukan ketika ada
kerusakan bangunan. Kelayakan rumah-rumah peribadatan yang ada di
Desa Jatinom membuktikan bahwa kehidupan beragama di Desa
Jatinom ini masih sangat bagus.
6. Organisasi Sosial
Desa Jatinom juga mempunyai beberapa organisasi sosial.
Organisasi PKK adalah perkumpulan ibu-ibu yang diadakan setiap bulan
sekali dengan kegiatan arisan yang bertujuan untuk mengumpulkan ibu-ibu
sehingga terjalin hubungan yang erat antara ibu-ibu yang berada di Desa
Jatinom. Jenis kegiatan dari PKK antara lain arisan, simpan pinjam,
kerajinan tangan dan lain-lain. PKK berperan serta dalam membantu
pembangunan desa, serta membangun kesejahteraan masyarakat
khususnya wanita. Anggotanya adalah warga Desa Jatinom yang berjenis
kelamin perempuan dan sudah menikah. Kepengurusan inti dipegang oleh
istri-istri pejabat pemerintahan desa atau pamong desa, dan
kepengurusannya dibentuk melalui musyawarah, yang terdiri dari ketua,
sekretaris, bendahara, serta seksi-seksi yang memiliki beberapa program
kerja dalam upaya untuk ikut serta dalam membangun kesejahteraan
masyarakat Desa Jatinom.
Organisasi Karang Taruna adalah organisasi milik para remaja atau
pemuda yang berada di suatu desa. Desa Jatinom ini juga terdapat Karang
Taruna dengan berbagai macam kegiatan seperti bersih-bersih desa,
mengadakan lomba, dan lain-lain. Di bentuknya organisasi ini dengan
tujuan agar para pemuda menjadi lebih kreatif dan aktif dalam membangun
desa serta menjalin keakraban para pemuda.
Organisasi Kelompok Tani adalah organisasi yang didirikan oleh
petani dan beranggotakan hanya petani. Organisasi ini mempunyai
kegiatan seperti sosialisasi pembibitan, pemupukan dan permusyawarahan
tentang keadaan pertanian di Desa Jatinom. Kelompok petani Desa
Jatinom berkumpul tiap awal bulan keperluannya yaitu membahas

47
masalah-masalah atau kendala-kendala yang ada dalam pertanian. Lalu
dengan adanya pembahasan bersama maka akan didapatkan keputusan
bersama untuk mengatasi masalah tersebut. Mengenai keanggotaannya
diperoleh dari warga petani Desa Jatinom itu sendiri, selain membahas
tentang masalah petanian, kelompok tani ini berkumpul untuk melakukan
kegiatan simpan pinjam untuk anggota.
Karawitan merupakan organisasi yang terdiri dari para orang tua
maupun pemuda yang memainkan alat musik tradisional. Desa Jatinom
mengadakan acara rutin tiap dua kali dalam seminggu. Karawitan ini
dibentuk untuk memberikan hiburan dan juga mengikuti lomba-lomba
yang diadakan kecamatan maupun kabupaten.
7. Penguasaan Tanah
a. Sistem penggunaan tanah
Sistem penggunaan tanah yang diterapkan pada Desa Jatinom
adalah hak milik. Lahan pertanian milik pribadi dimana seseorang
mempunyai kuasa penuh atas tanah sawah yang dimilikinya termasuk
“sewalik” atau sertifikat hak milik. Tanah tersebut secara umum
digunakan untuk bercocok tanam.
b. Penggunaan Tanah secara tradisional (adat)
Bentuk penguasaan tanah secara tradisional (adat) yang masih
dijumpai di Desa Jatinom adalah tanah bengkok. Tanah bengkok yaitu
tanah yang diberikan kepada perangkat desa.Pembagian tanah
ditentukan menurut tingkat jabatan suatu perangkat desa, dan tanah ini
diberikan turun-temurun kepada generasi perangkat desa selanjutnya.
c. Status penguasaan tanah
Cara-cara penguasaan dan pemanfaatan tanah di Desa Jatinom
termasuk teratur dan dilembagakan di desa, baik oleh pemerintah desa.
Sudah menjadi kebiasaan umum, hubungan antarpelaku didalamnya
status penguasaan tanah di Desa Jatinom sudah jelas. Penguasaan tanah
di Jawa sudah berabad lalu hak-hak pribadi atas tanah semakin
menonjol, sehingga mengakibatkan melemahnya pengawasan komunal.

48
Hak-hak komunal tradisional di berbagai daerah yang tertinggal
hanyalah perasaan solidaritas kelompok yang samar, sebagai akibat
semakin meluasnya pemakaian uang dan individuasi dalam tingkah
laku ekonomi.
8. Stratifikasi Sosial
a. Struktur Pelapisan Masyarakat Berdasarkan Kekayaan

Sangat
kaya

Kaya

\
Tidak
Kaya

Gambar 4.2 Struktur Pelapisan Masyarakat berdasarkan Kekayaan. Di


Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri
Tahun 2016.
Keterangan:
a) Sangat kaya = 60%
b) Kaya = 30%
c) Tidak kaya = 10%
Berdasarkan data tersebut, pada lapisan pertama yaitu rumah
tangga yang tidak kaya terdapat 10% yaitu sebagai PNS (Pegawai
Negeri Sipil). Lapisan kedua yaitu rumah tangga yang kaya terdapat
30% sebagai buruh bangunan. Lapisan ketiga yaitu rumah tangga yang
sangat kaya terdapat 60% sebagai buruh tani dan pemilik penggarap
(mempunyai sawah sendiri dan digarap sendiri).
Rumah tangga tangga yang tidak kaya dapat berpindah menjadi
lebih mampu ataupun kaya dengan cara bantuan dari pemerintah yang
langsung diberikan kepada petani, sehingga petani dapat memperbaiki

49
hidup menjadi lebih baik. Tetapi juga ada yang tidak bisa berpindah
stratifikasinya, yaitu buruh tani yang sudah lanjut usia. Kebanyakan
dari buruh lanjut usia ini sudah pasrah akan nasibnya, sehingga tidak
mempunyai keinginan untuk merubah nasibnya.
b. Stratifikasi masyarakat berdasarkan status petani

Penyewa

Penyakap

Buruh Tani

Penggarap

Gambar 4.3 Struktur Pelapisan Petani berdasarkan Status Penguasaan


Lahan di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten
Wonogiri Tahun 2016
Keterangan:
a) Penyewa = 4%
b) Penyakap = 4%
c) Buruh Tani = 16%
d) Penggarap = 76%
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sebagian besar
penduduk yang berada di Desa Jatinom berstatus sebagai pemilik
penggarap, serta sebagian kecil berstatus buruh tani. Lapisan penggarap
bisa menjadi lapisan buruh tani apabila mereka mengalami kerugian
besar dan tidak memiliki tabungan. Desa Jatinom memiliki buruh tani
yang cukup banyak dan petani penyewa dan penyakap namun hanya
sedikit.

50
9. Konflik Sosial
Adapun berbagai macam bentuk konflik sosial yang berada di desa
Jatinom, yaitu:
a. Internal masyarakat lokal
Masalah yang dihadapi yaitu masalah adat istiadat. Masalah ini
disebabkan karena adanya perbedaan dalam melakukan tata cara dalam
adat istiadat tersebut. Masalah redam seiring berjalannya waktu.
b. Masyarakat lokal dengan dunia usaha
Masalah yang dihadapi antara masyarakat lokal dengan dunia
usaha yaitu hasil panen yang kurang maksimal karena mahalnya pupuk.
Permasalahan tersebut kemudian terselesaikan dengan adanya subsidi
dari pemerintah. Masalah lainnya yaitu pendapatan petani yang tidak
menentu karena harga gabah yang tidak stabil dan masalah tersebut
belum terselesaikan sampai sekarang.
c. Masyarakat lokal dengan pemerintah
Masalah yang terjadi adalah subsidi atau bantuan pemerintah
yaitu adanya kecemburuan sosial karena bantuan pemerintah yang
diberikan tidak merata. Seiring berjalannya waktu masalah tersebut
redam dengan sendirinya. Kedua yaitu kurang percayanya masyarakat
kepada program pemerintah karena selama ini pemerintah hanya
memberi janji-janji dan sampai sekarang belum ada penyelesaiannya.
10. Kebudayaan
Rumah masyarakat desa Jatinom memiliki bentuk pada umumnya.
Biasanya memiliki 2 kamar, dapur pada ruang samping, ruang keluarga
yang dirangkap dengan ruang tamu yang berdekatan dengan kamar, serta
halaman depan rumah yang cukup luas. Bagian belakang rumah biasanya
terdapat hewan ternak dan sumur. Pembuatan rumah, ruang tamu di buat
besar bertujuan agar dapat dipakai sebagai tempat rapat, menerima tamu
penting atau kumpul keluarga besar karena biasanya para perangkat desa
pun memiliki denah rumah seperti ini agar memudahkan dalam tempat
rapat dan menerima tamu.

51
Teras

Lumbung
Ruang Tamu

Dapur

Ruang Makan

Kamar Tidur Kamar Tidur


Kamar Mandi

Gambar 4.4 : Denah Rumah di Desa Jatinom


Desa Jatinom, masyarakat yang bekerja sebagai petani
menggunakan alat-alat pertanian seperti pada umumnya. Alat-alat tersebut
seperti bajak sapi, sabit, linggis, cangkul, traktor, serta mesin-mesin lain
yang mendukung pertanian. Secara umumnya peralatan pertanian yang
digunakan di Desa Jatinom tidak jauh berbeda fungsi dan bentuknya
dengan peralatan petani pada umumnya.
Adat istiadat yang berada di Desa Jatinom ini adalah wiwitan,
khitanan, mitoni, dan mantu. Wiwitan yaitu kegiatan yang dilakukan petani
seperti berdo’a kepada Tuhan supaya mendapat hasil panen yang
melimpah. Khitanan adalah suatu kegiatan sunatan laki-laki yang diadakan
dengan perayaan. Mitoni adalah kegiatan syukuran karena bayi yang
berada di dalam kandungan sudah mencapai 7 bulan. Desa Jatinom juga
memiliki adat istiadat seperti saling gotong royong jika ada hajatan besar
dari salah satu warga dengan menyumbang beras, jagung dan lain
sebagainya.

52
B. Karakteristik Responden
1. Identitas Keluarga Responden
a. Identitas Responden Menurut Umur dan Status Penguasaan Lahan
Status petani berdasarkan penguasaan lahan dibagi menjadi
petani pemilik penggarap, penyewa, penyakap, dan buruh tani.
Mayoritas jenis petani yaitu petani pemilik penggarap dan buruh tani.
Buruh tani memiliki kapasitas terbesar dengan perekonomian yang
rendah.
Tabel 4.2.1 Identitas Responden Menurut Umur dan Status Penguasaan
Lahan di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten
Wonogiri Tahun 2017
No Nama Petani Umur (tahun) Status Penguasaan Lahan
Suami Istri 1 2 3 4
1 Kasno 72 - - - √ -
2 Dinem - 70 √ - - -
3 Laminem - 60 - - - √
4 Mariman 55 - √ - - -
5 Sudar 57 - √ - - -
6 Karmorejo 70 - √ - - -
7 Sukiman 59 - √ - - -
8 Sarti - 57 √ - - -
9 Mino 60 - - - - √
10 Parmin 55 - √ - - -
11 Satiyem - 60 √ - - -
12 Sarino 65 - √ - - -
13 Sri - 40 - - - √
14 Pariyem - 52 - - - √
15 Sukiyem - 53 √ - - -
16 Hartoyo 55 - √ - - -
17 Naryo 60 - √ - - -
18 Andi 55 - √ - - -
19 Tarni - 64 √ - - -
20 Tukino 35 - √ - - -
21 Sukir 50 - √ - - -
22 Parto 78 - √ - - -
23 Kasni - 58 √ - - -
24 Samadi 60 - √ - - -
25 Heri 35 - - √ - -
∑ 19 1 1 4
% 76 4 4 16
Sumber : Data Primer

53
Keterangan :
1. Pemilik Penggarap 3. Penyakap
2. Penyewa 4. Buruh Tani
Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa di Desa Jatinom
mayoritas petaninya adalah petani pemilik penggarap. Dari data,
diketahui bahwa persentase terbesar terletak pada responden yang
merupakan petani pemilik penggarap yaitu sebesar 76%, penyewa 4%,
penyakap 4%, dan buruh tani 16%. Persentase terkecil terletak pada
penyakap yaitu sebesar 4%, hal ini dikarenakan mayoritas petani adalah
petani pemilik penggarap yang mengolah lahannya sendiri dengan
bantuan buruh tani. Identifikasi umur bertujuan untuk mengetahui
masyarakat yang masih produktif bekerja atau non produktif bekerja,
umur produktif dapat melakukan pekerjaan sehingga dapat memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.
Secara umum responden memilih sebagai petani pemilik
penggarap. Sebagian besar petani memiliki lahan sendiri dan digarap
sendiri karena menurut mereka dengan mengolah lahan dengan tenaga
sendiri, mereka dapat mengabdikan dirinya sepanjang hari pada lahan
atau sawah milik mereka. Selain itu mereka juga dapat menghasilkan
produksi yang maksimal tanpa mengeluarkan biaya tambahan, seperti
membayar buruh ataupun melakukan bagi hasil kepada petani penyewa.
b. Identitas Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga dan Tingkat
Pendidikan
Masyarakat desa pada umumnya memiliki anggota keluarga
yang tergolong besar dengan jumlah anak lebih dari 2 orang. Begitu
juga dengan masyarakat di Desa Jatinom ini. Kebanyakan dari mereka
memiliki banyak anak. Tingkat pendidikan masyarakat di desa ini juga
masih rendah. Namun, juga ada petani yang menyekolahkan anaknya ke
jenjang lebih tinggi dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik daripada orang tuanya, serta dapat menambah taraf
pendidikan di Desa Jatinom.

54
Tabel 4.2.2 Identitas Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga
dan Tingkat Pendidikan di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
N Jumlah Anggota Keluarga Pendidikan
o. Pria Wanita Suami Istri Anak
0- 4- 15 >6 0- 4- 15 >6 S SM SM A P
4 15 - 5 4 15 - 5 D P A K T
65 65
1 - 1 - 1 - - 1 - - - - - - - -
2 - - 1 - - - 1 1 - - - - - 1 -
3 - - 1 - - - 2 1 SD SD - - 1 - -
4 1 1 2 1 1 1 1 1 SMP SD - - - 1 -
5 1 - 2 - - - 2 - SD SD - - 2 - -
6 - - 1 1 - - 2 - SD SD 1 1 - - -
7 - - 3 - - - 2 - S-1 SMP - - - 1 2
8 - - 2 - - - 3 - SD SD - 2 1 - -
9 - - 2 - - - 2 - SD SD 2 - - - -
10 - - 3 - - - 2 - SD SD - - 2 - 1
11 - - 1 - 1 1 2 - - SD - - 1 - -
12 - - 2 - - - 2 1 SD SD - - 1 - -
13 - - 2 - - - 1 - SD SD - - - 1 -
14 - - 2 - - - 1 - - - - - - 1 -
15 - - 3 - 1 - 2 - SD SD - - 1 1 -
16 - - 1 - - - 2 - SMA SMP - - - - 1
17 - - 1 - - - 1 - SMP SD - - - - -
18 - - 1 1 - - 1 1 SD SMA - - 1 - -
19 - - - - - - 1 - - SD - - - - -
20 - - 1 - - 1 1 - SD SD 1 - - - -
21 - 1 2 - - - 1 - SMP SD 1 - - - 1
22 - - 1 1 - - 2 1 SMP SD - - 3 - -
23 - - 3 - - - 1 - SD SD - - 1 - 1
24 - - 2 - - - 1 - SD SD - - 1 - -
25 - 1 3 - - 1 2 - SMK SMK - - - - -
∑ 2 4 42 5 3 4 39 6 5 3 15 6 6
% 1. 3. 40 4. 2. 3. 37 5. 14 8.6 42.9 17 17
9 8 % 8 9 8 .1 7 .3 % % .1 .1
% % % % % % % % % %

Sumber : Data Primer

55
Data hasil pengamatan identitas responden menurut jumlah
anggota keluarga dan tingkat pendidikan di Desa Jatinom menunjukkan
bahwa jumlah pria terbanyak pada usia 15-65 tahun yaitu sebanyak 40
% dan begitu pula dengan jumlah wanita terbanyak yaitu pada usia 15-
65 tahun yaitu sebanyak 37,1%, hal ini menunjukkan jika sebagian
besar masyarakat Desa Jatinom termasuk dalam usia produktif, sisanya
adalah balita dan anak-anak usia sekolah yaitu usia antara 0-4 tahun.
Jumlah presentasi anggota keluarga pria yang masih berusia 0-4 tahun
adalah 1,9% dan usia pada wanita adalah 2,9%. Usia antara 5-14 tahun,
jumlah presentasi anggota keluarga pria yang masih berusia 5-14 tahun
adalah 3,8% dan usia pada wanita adalah sebesar 3,8%. Usia >65 tahun,
jumlah presentasi anggota keluarga pria yang berusia >65 tahun adalah
4,8% dan usia pada wanita adalah sebesar 5,7% juga. Pendidikan anak
terbanyak adalah di tingkat SMP dan SMA yaitu sebesar 51,5%.
Mayoritas pendidikan masyarakat Desa Jatinom adalah SMP dan SMA,
hal ini menunjukkan jika masyarakat menganggap pendidikan penting.
Mayoritas pendidikan masyarakat di Desa Jatinom adalah SMP
ini menunjukkan bahwa dahulu masyarakat di Desa Jatinom
menganggap pendidikan tidak terlalu penting. Masyarakat berpikir
bahwa pendidikan tinggi untuk anak-anaknya akan menambah
pengeluaran mereka. Saat ini, mayoritas keluarga responden pada usia
produktif, maka beban suami (KK) semakin kecil.
2. Perilaku Responden dalam Kegiatan Mencari Nafkah
a. Arti Hidup Cukup Bagi Petani
Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah merasa puas
akan sesuatu. Bila sudah memiliki yang satu maka akan muncul
keinginan untuk memperoleh atau mendapatkan sesuatu yang lainnya.
Begitu pula tentang definisi hidup cukup yang setiap orang mempunyai
ukuran yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam
mengartikan hidup cukup itu sendiri. Berikut tabel arti hidup cukup
bagi petani di Desa Jatinom.

56
Tabel 4.2.3 Arti Hidup Cukup Bagi Petani di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No. Uraian ∑ %
1. Apakah yang diartikan hidup cukup oleh responden
a. Asal bisa makan sehari-hari sekeluarga 4 16
b. Asal bisa makan, membeli pakaian sekedarnya, mempunyai 5 20
rumah sederhana
c. Asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah dan 11 44
bisa menyekolahkan anak
d. Asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah, 5 20
membiayai sekolah, dan bisa membeli kebutuhan sekunder
seperti tanah, TV, sepeda motor, dll
Sumber : Data Primer
Data hasil pengamatan mengenai arti hidup cukup bagi petani di
Desa Jatinom yang diperoleh menunjukkan bahwa arti hidup cukup
bagi petani di Desa Jatinom ialah asalkan mereka bisa makan, membeli
pakaian, mempunyai rumah, membiayai sekolah, dan bisa membeli
kebutuhan sekunder seperti tanah, TV, sepeda motor,dan lain-lain.
Dengan presentase sebesar 16% untuk petani yang menganggap arti
hidup asal bisa makan sehari-hari sekeluarga,sedangkan untuk petani
yang menganggap asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai
rumah sederhana sebesar 20%, dan untuk petani yang menganggap asal
bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah sederhana, bisa
menyekolahkan anak adalah sebesar 44% serta untuk petani yang
menganggap asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah,
membiayai sekolah, dan bisa membeli kebutuhan sekunder seperti
tanah, TV, sepeda motor, dll sebesar 5%. Hal ini menunjukkan jika
sebagian masyarakat Desa Jatinom tingkat kesejahteraannya belum
cukup baik. Dalam hal ini mereka masih termasuk masyarakat yang
masih rendah tingkat kemajuan yang disebabkan oleh perkembangan
zaman.
b. Kegiatan Mencari Nafkah
Setiap orang mempunyai orientasi yang berbeda dalam kegiatan
mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut di
dasarkan atas kebutuhan dan usaha untuk dapat mencukupi

57
kebutuhannya sehari-hari juga. Orientasi yang berbeda dalam kegiatan
mencari nafkah juga dikarenakan keinginan masing-masing individu
yang berbeda.
Tabel 4.2.4 Kegiatan Mencari Nafkah di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
N Uraian ∑ %
o
2. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah baik usaha tani maupun
usaha lainnya petani bekerja
a. Sekedar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari 22 84,8
b. Berkeinginan memiliki sesuatu (misal menaikkan status 2 7,7
dengan membeli tanah/rumah/barang-barang sekunder/naik
haji
c. Berkeinginan memperbesar usahanya atau membuka usaha 1 3,85
baru atau bekerja diladangnya
d. Lainnya 1 3,85
3. Selain usaha mencukupi kebutuhan hidupnya atau memenuhi
keinginannya
a. Sekedar melakukan usaha yang ada, pasrah (menerima) apa 5 18,5
adanya
b. Berkeyakinan usaha sehat ini bisa memberi hasil yang baik 11 40,75
c. Berusaha memberi tambahan penghasilan dengan 11 40,75
berusaha/bekerja di bidang lain
d. Berkeinginan pindah usaha (meninggalkan pekerjaan tani) 0 0
setelah memiliki usaha/pekerjaan baru
e. Lainnya 0 0
4. Apakah Bapak/ Ibu ingin memperbaiki nasib yang lebih baik
dari sekarang?
a.Selalu ingin memperbaiki 22 88
b. Kadang muncul keinginan memperbaiki 3 12
c.Tidak pernah berkeinginan untuk memperbaiki 0 0
5. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah, petani selalu
berorientasi/ berpedoman pada
a. Pengalaman-pengalaman orang tua sebelumnya 17 56,7
b. Berdasarkan kemampuan yang ada saat ini 10 33,3
c. Belajar pada penyuluh atau pengusaha lain, mencari 2 6,7
informasi baru untuk usahanya dan melakukan perencanaan
kerja
d. Lainnya 0 0
9. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah dan kegiatan sosial
petani
a. Bekerja berdasaran petunjuk/nasihat orang tua, tokoh 11 44
masyarakat (kepala desa, ulama, penyuluh)
b. Bekerja dengan mengutamakan kerjasama dengan warga 13 52
desa
c. Lainnya 1 4
Sumber: Data Primer

58
Data hasil pengamatan mengenai kegiatan dalam mencari
nafkah di Desa Jatinom menunjukkan baik dalam usaha tani atau usaha
lainnya responden bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari terdapat 22 responden (84,8%), yang memiliki sesuatu
(misal menaikkan status dengan membeli tanah) terdapat 2 responden
(7,7%), dan yang berkeinginan memperbesar usahanya atau membuka
usaha baru atau bekerja di bidang lainnya terdapat 1 responden
(3,85%). Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Jatinom rata-rata
bermata pencaharian sebagai petani. Kalaupun mereka bekerja pada
sektor luar pertanian, pada musim bertani, mereka memilih
meninggalkan pekerjaan luar sektor pertanian untuk mengolah dan
menunggu lahan mereka dari masa tanam sampai dengan masa panen.
Pada warga masyarakat yang berkeinginan memiliki sesuatu misal,
menaikkan status dengan membeli tanah biasanya hanya berlaku bagi
petani yang sudah mempunyai pemikiran ke depan. Petani yang ingin
mengubah statusnya menjadi lebih baik dengan cara bekerja di luar
pertanian.
Selain usaha mencukupi kebutuhan hidupnya atau memenuhi
keinginannya, responden yang sekedar melakukan usaha yang
ada/pasrah menerima apa adanya terdapat 5 responden dengan
persentase 18,5%. Petani tidak banyak berharap memiliki usaha di
bidang lain karena mereka takut mencoba dan takut jika usahanya
mengalami kerugian, walaupun sebenarnya para petani selalu ingin
memperbaiki nasibnya. Petani yang berkeyakinan usaha sehat ini bisa
memberi hasil yang baik dalam usaha mencukupi kebutuhan hidupnya
terdapat 11 responden, dengan persentase 40,75%. Petani yang
berusaha memberi tambahan penghasilan dengan berusaha/bekerja di
bidang lain terdapat 11 responden atau sebesar 81,5%, dan tidak ada
petani yang berkeinginan pindah usaha (meninggalkan usaha tani) yang
terdapat di Desa Jatinom.

59
Kegiatan mencari nafkah petani di Desa Jatinom selalu
berpedoman pada pengalaman-pengalaman orang tua sebelumnya
sebanyak 17 responden atau sebesar 56,7 %. Hal tersebut dikarenakan
sejak dari zaman dahulu mayoritas mata pencaharian warga Desa
Jatinom adalah sebagai petani. Jadi teknik bertani yang baik sudah ada
pada diri petani sejak mereka masih kecil. Ada juga yang bertani
berdasarkan kemampuan yang ada saat ini yaitu dengan jumlah
responden sebanyak 10 responden dengan persentase 33,3%, hal ini
terjadi karena banyak dari mereka yang telah memiliki keahlian
bercocok tanam dari orang tua mereka sejak mereka masih kecil
sehingga setelah mereka dewasa kemampuan tentang bertani telah
melekat pada diri mereka. Petani yang berkemampuan yang ada saat ini
adalah petani modern. Mereka tidak perlu menggunakan hewan untuk
membajak sawah mereka, tapi menggunakan traktor. Apabila mereka
tidak mempunyai traktor, mereka memilih menyewa dengan
memberikan sejumlah uang tertentu demi untuk mendapatkan hasil
panen yang optimal. Petani dalam melakukan pekerjaannya selalu
dipengaruhi/didasarkan atas kesadaran diri sendiri, di sini mereka
menyadari bahwa setiap hari mereka membutuhkan makan dan
memerlukan hal-hal lain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
harinya.Orientasi setiap individu dalam kegiatan mencari nafkah baik
dalam usaha tani maupun usaha lainnya adalah berbeda satu dengan
yang lain. Dalam kegiatan mencari nafkah dan kegiatan sosial petani,
para petani lebih mengutamakan bekerja berdasaran petunjuk/nasihat
orang tua, tokoh masyarakat (kepala desa, ulama, penyuluh) sebanyak
11 responden dengan persentase 44% dan tidak jauh berbeda dengan
para petani yang juga mengutamakan kerja sama dengan warga yaitu
sebesar 13 orang dengan persentase 52%.

60
c. Keputusan dalam Usaha Tani
Tabel 4.2.5 Keputusan dalam Usahatani di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No. Uraian ∑ %
6. Setiap ada inovasi atau sesuatu yang baru dalam praktek
usahatani, responden :
a. Langsung menerapkan 7 28
b. Kadang-kadang menerapkan 12 48
c. Tidak menerapkan 6 24
7. Ketika mengambil keputusan, responden :
a. Selalu melibatkan anggota keluarga lain 20 80
b. Kadang-kadang melibatkan 2 8
c. Tidak pernah melibatkan 3 12
8. Yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan :
a. Keluarga 9 40
b. Suami 5 25
c. Istri 7 35
d. Anak 1 4
Sumber : Data Primer
Setiap petani membutuhkan pengetahuan dari pihak penyuluh
agar petani bisa mengetahui tentang inovasi yang ada pada saat ini dan
bisa menerapkan pada kegiatan usaha taninya. Petani di Desa Jatinom
jika mendapat penyuluhan tidak selalu menerapkan inovasi tersebut.
Petani yang langsung menerapkan sebanyak 7 responden atau sebesar
28%, petani yang kadang-kadang menerapkan sebanyak 12 responden
atau 48%, petani yang tidak pernah menerapkan sebanyak 6 responden
atau sebesar 24%. Petani lebih memilih berpedoman pada kegiatan
pertanian dahulu dikarenakan mereka takut jika langsung menerapkan
inovasi akan menyebabkan kerugian. Para penyuluh harus berupaya
lebih dan meyakinkan petani untuk menerapkan inovasi yang baru.
Dalam mengambil keputusan setiap melakukan sesuatu
misalnya mengenai pekerjaan, petani yang selalu melibatkan anggota
keluarga lain sebanyak 20 responden atau sebesar 80%, petani yang
kadang-kadang melibatkan anggota keluarga sebanyak 2 orang atau 8%,
dan yang tidak pernah melibatkan anggota keluarga sebanyak 3
responden atau 12%. Pengambilan keputusan sangatlah perlu, maka
perlu melibatkan keputusan anggota keluarga lain agar bisa mendapat

61
masukan atau saran yang bermanfaat, sehingga tidak salah dalam
mengambil keputusan. Para petani paling banyak melibatkan keluarga
sebanyak 9 responden atau sebesar 40%. Lainnya hanya melibatkan
pasangan mereka, yaitu yang melibatkan suami terdapat 5 responden
atau (25%), dan yang melibatkan istri terdapat 7 responden atau 35%.
Petani yang melibatkan anak mereka dalam pengambilan keputusan
terdapat 1 responden atau 4%.
d. Penggunaan Pendapatan Petani
Kebutuhan manusia pada dasarnya berbeda antara satu dengan
yang lainnya tergantung dari berapa besar pendapatan yang diperoleh
keluarga tersebut. Semakin besar pendapatan suatu keluarga maka
kebutuhan yang diperlukanpun akan semakin bertambah. Bagi sebagian
besar masyarakat di Desa Jatinom, pendapatan mereka digunakan
untuk konsumsi.
Tabel 4.2.6 Penggunaan Pendapatan Petani di Desa Jatinom,
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No. Uraian ∑ %
10. Untuk apa sajakah pendapatan petani digunakan :
a. Konsumsi 25 50
b. Tabungan 13 26
c. Investasi 11 22
d. Lainnya 1 2
11. Dalam bentuk apa petani menabung ?
a. Barang berharga (harta kekayaan, spt : rumah, alat 3 12,5
transportasi, alat rumah tangga, perhiasan/emas batangan)
b. Uang tunai di rumah 14 58,7
c. Ditabung di bank 3 12,5
d. Lainnya 4 16,7
12. Tujuan menabung
a. Keperluan mendadak 15 42,9
b. Modal usaha 8 22,9
c. Pendidikan anak 5 14,3
d. Naik haji 1 2,9
e. Lainnya 6 17
13. Dalam bentuk apa petani melakukan investasi
a. Investasi alat dalam usaha tani (cangkul, sabit, dll) 10 47,6
b. Membeli tanah 8 38,1
c. Investasi usaha lain (luas usaha tani, seperti membuka 3 14,3
warung, berdagang dan industri rumah tangga)
d. Lainnya 0 0
Sumber : Data Primer

62
Data hasil pengamatan mengenai penggunaan pendapatan petani
di Desa Jatinom yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa mayoritas
pendapatan petani digunakan untuk konsumsi sebanyak 25 responden
dengan persentase 50%. Penduduk Desa Jatinom mayoritas adalah
masyarakat dengan keadaan ekonomi yang cukup, sehingga pendapatan
mereka hanya cukup untuk konsumsi atau makan sehari-hari, kalaupun
menabung dengan jumlah yang sangat sedikit, itupun bila pendapatan
untuk konsumsi ada yang tersisa. Jumlah petani yang mempunyai
tabungan adalah 13 responden dengan persentase 26%. Petani yang
pendapatannya digunakan untuk investasi sebanyak 11 responden atau
22%, dan petani yang menggunakan pendapatannya untuk hal lainnya
terdapat 1 orang atau 2%. Petani yang memiliki tabungan biasanya
menabung dalam bentuk barang berharga, uang tunai di rumah,
ditabung di bank, maupun dalam bentuk lainnya. Petani yang menabung
dalam bentuk barang berharga seperti rumah, alat transportasi, alat
rumah tangga, perhiasan, dsb terdapat 3 orang atau sebesar 12,5%.
Petani yang menabung dalam bentuk uang tunai di rumah memiliki
persentase terbesar, yaitu sebanyak 14 responden atau 58,7%. Petani
yang menabung di bank yaitu 3 orang atau 12,5%, dan petani yang
menabung dalam bentuk lainnya terdapat 4 orang atau 16,7%.
Bagi warga yang berpenghasilan cukup enggan untuk ke bank
karena mereka takut nantinya tidak mampu lagi menabung di bank, lagi
pula mereka takut bila ada potongan biaya tiap bulannya. Mereka lebih
suka mempunyai tabungan dengan menyimpan uangnya dirumah.
Kebanyakan warga Desa Jatinom yang menabung mempunyai tujuan
untuk menghadapi kebutuhan mendadak sebanyak 15 responden atau
sebesar 42,9% sebagai contoh bila mendadak ada salah satu anggota
yang jatuh sakit. Petani dengan tujuan menabung untuk modal usaha
sebanyak 8 petani atau 22,9%. Petani dengan tujuan menabung untuk
pendidikan anak sebanyak 5 petani atau 14,3%. Petani yang memiliki
tujuan menabung untuk naik haji hanya ada 1 responden atau 2,9%, dan

63
petani yang memiliki tujuan lain dalam menabung terdapat 6 petani
atau 17%.
Sangat sulit untuk mencari pinjaman dengan tetangga mereka.
Dalam melakukan investasi pada sektor pertanian, petani yang
berinvestasi dalam bentuk alat alat pertanian seperti cangkul, sabit, dan
lain-lain terdapat 10 responden atau 47,6%. Petani yang tidak
mempunyai cangkul, akan meminjam kepada petani lain, padahal
cangkul tersebut juga dipakai sendiri oleh yang punya. Mereka harus
menunggu yang punya selesai mengerjakan terlebih dahulu baru
mereka dapat meminjam, hal itu dapat menyebabkan hasil panen tidak
akan dapat berproduksi secara maksimal. Petani yang berinvestasi
dalam bentuk membeli tanah sebanyak 8 petani atau 38,1%. Petani
yang berinvestasi dalam bentuk lain seperti membuka warung,
berdagang, atau industri rumah tangga, terdapat 3 petani atau 14,3%.

e. Tingkat Kerukunan Masyarakat


Manusia sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup
tanpa bantuan orang lain tapi bukan berarti kita tergantung pada orang
lain pula. Dalam kehidupan bermasyarakat setiap orang mempunyai
peranan yang berbeda dalam melaksanakan statusnya sebagai makhluk
sosial. Sama halnya dengan masyarakat Desa Jatinom yang memiliki
tingkat sosial berbeda tiap individunya.
Tabel 4.2.7 Tingkat Kerukunan Masyarakat di Desa Jatinom,
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No. Uraian  %
14. Kalau seseorang mendapatkan bantuan (sumbangan) apakah ia
harus membalas memberikan bantuan kepada setiap orang yang
telahmemberikan bantuan ?
a. Ia harus membalas 9 36
b. Boleh membalas, boleh tidak membalas 14 56
c. Tidak diharuskan memberikan balasan 2 8
15. Kalau jawaban pada nomor 10 adalah a atau b. Bila sumbangan
harus dibalas, apakah bantuan tersebut :
a. Boleh lebih sedikit dari sumbangan yang pernah diterima 15 50
b. Sama besarnya dengan nilai sumbangan yang pernah diterima 15 50
Sumber : Data Primer

64
Data hasil pengamatan mengenai perilaku petani dalam kegiatan
sosial di Desa Jatinom diperoleh tingkat kerukunan masyarakat Desa
Jatinom, sehingga dapat disimpulkan bahwa bila seseorang mendapat
bantuan (sumbangan) ia boleh membalas terdapat 9 responden atau
36%, boleh untuk tidak membalas atas bantuan yang telah mereka
terima dengan jumlah responden sebanyak 14 responden atau 56%, dan
tidak dihatuskan memberikan balasan sebanyak 2 responden atau 8%.
Jika ada seseorang yang tidak mampu membalas sumbangan tersebut
maka tidak ada sanksi yang berarti hanya saja mereka merasa tidak
enak atau sungkan dengan orang-orang yang telah memberi mereka
bantuan (sumbangan).
Masing-masing petani juga memiliki pendapat sendiri dalam
membalas bantuan (sumbangan) yang ia dapat. Sebanyak 15 petani atau
50% berpendapat bahwa membalasnya boleh lebih sedikit dari
sumbangan yang ia terima. Petani lain yang memiliki pendapat
membalas sama besarnya dengan nilai bantuan yang ia terima ada
sebanyak 15 petani atau 50%.
f. Kegiatan Panen Masyarakat
Tabel 4.2.8 Kegiatan Panen Masyarakat di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No. Uraian  %
16. Dalam melakukan kegiatan panen, petani :
a. Menebaskan kepada orang lain 9 25
b. Dikerjakan oleh anggota keluarga dibantu kerabat 13 36,1
c. Dikerjakan tetangga (wanita) warga desa tentu saja (yang 10 27,8
diundang saja)
d. Dikerjakan tetangga (wanita) warga desa siapa saja tanpa 0 0
dibatasi jumlahnya
e. Lainnya 4 11,1
Sumber : Data Primer
Data hasil pengamatan mengenai kegiatan panen masyarakat di
Desa Jatinom yang diperoleh dari kegiatan panen masyarakat diperoleh
dari 25 responden terdapat 9 orang (25%) responden memilih
ditebaskan kepada orang lain, 13 orang (36,1%) responden memilih

65
dikerjakan oleh anggota keluarga atau kerabat. Sebanyak 10 orang
(27,8%) responden memilih untuk dikerjakan tetangga(wanita) yang
diundang, dan sebanyak 4 orang (11,1%) responden memilih untuk
dikerjakan tetangga (wanita) warga desa siapa saja tanpa sibatasi
jumlahnya. Responden memilih demikian dikarenakan mengerjakan
sendiri lebih susah, lebih baik membayar atau bagi hasil kepada
penyewa untuk menggarap sawah/ladangnya karena lebih praktis dan
juga dapat menikmati hasil panen dari ladang/sawah milik mereka
sendiri.
3. Kelembagaan Hubungan Kerja Luar Pertanian
1) Mata Pencaharian dan Motivasi Bekerja di Luar Pertanian
Kebutuhan manusia yang terus bertambah dari waktu ke waktu
menuntut manusia untuk bekerja lebih giat dari biasanya. Salah satu
cara yang sering ditempuh adalah dengan mencari pekerjaan lain di luar
pekerjaan pokoknya. Selain untuk menambah penghasilan, tambahan
pendapatan yang diperoleh digunakan untuk biaya sekolah anak.
Tabel 4.2.9 Mata Pencaharian dan Motivasi Bekerja di Luar Pertanian
di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten
Wonogiri Tahun 2017

No Pekerjaan Pendapatan Motivasi


Pertahun (RP)
2 Ternak sapi 1.300.000,00 Mencari tambahan
3 Ternak Sapi 1.300.000,00 Ingin sukses dalam hidup
4 Serviselektronik 7.300.000,00 Mencukupi kebutuhan
5 Tokokelontong 3.650.000,00 Mencukupi kebutuhan hidup
6 Berjualankelapa 14.600.000,00 Mencari tambahan
11 Pedagang soto 15.600.000,00 Mencukupi kebutuhan hidup
16 Ternak 1.000.000,00 Mencukupi kebutuhan
17 Berjualan mie ayam 36.500.000,00 Mencukupi kebutuhan
18 Beternak 985.500,00 Meningkatkan taraf hidup
19 Berdagang 36.500.000,00 Mencukupi kebutuhan
20 Beternak kambing 620.000,00 Mencukupi kebutuhan
21 Berjualan nasi 29.200.000,00 Mencukupi kebutuhan
25 Buruh pabrik 16.425.000,00 Meningkatkan taraf hidup
Total Pendapatan 164.980.000
Sumber : Data Primer

66
Data hasil pengamatan mengenai mata pencaharian dan motivasi
bekerja di luar pertanian di Desa Jatinom yang bersumber dari 25
responden dapat diketahui bahwa penduduk Desa Jatinom mempunyai
pekerjaan sampingan di luar pertanian yaitu sebagai peternak,
pedagang, tukang servis, dan buruh pabrik. Penghasilan diluar pertanian
tersebut dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhannya yang
tidak didapat dari hasil pertanian dan untuk ditabung untuk memenuhi
kebutuhannya dihari yang akan datang. Selain itu pekerjaan di luar
pertanian itu bagi mereka hanyalah pekerjaan sampingan, pekerjaan
pokok mereka tetap sebagai petani karena mereka merasa lebih tentram
jika mempunyai persedian padi tetapi tidak punya uang daripada
mempunyai uang tapi tidak punya persediaan padi.
2) Fasilitas dan Cara Mendapatkan Pekerjaan di Luar Pertanian
Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam
mendapatkan pekerjaan lain diluar sektor pertanian. Berbagai macam
usaha pun dilakukan untuk mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan yang
berbeda ini tentu saja mendatangkan fasilitas tertentu sesuai dengan
jenis pekerjaan yang dilakukannya
Tabel 4.2.10 Fasilitas dan Cara Mendapatkan Pekerjaan di Luar
Pertanian di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No. Uraian  %
3 Selain mendapat upah responden tersebut :
a. Mendapat jaminan lainnya (makanan, hadiah lebaran) 5 29,4
b. Ikut membantu dalam kegiatan rumah tangga majikan 0 0
c. Digolongkan dalam istilah tertentu : buruh, masih 1 5,9
saudara/kerabat, buruh dengan kontrak kerja, buruh
lepas/tanpa ikatan.
d. Lainnya 11 64,7
4 Yang memberikan pekerjaan di luar pertanian tersebut :
a. Mencari atau usaha sendiri 11 68,75
b. Ikut saudara 0 0
c. Diajak teman atau saudara 1 6,25
d. Lainnya 4 25
Sumber : Data Primer

67
Data hasil pengamatan mengenai fasilitas dan cara mendapatkan
pekerjaan di luar pertanian di Desa Jatinom diperoleh bahwa pada
musim kemarau banyak dari mereka yang menjadi buruh. Selain
mendapatkan upah, buruh tersebut masih saudara/kerabat, buruh dengan
kontrak kerja, buruh lepas/tanpa ikatan sebanyak 1 responden dengan
persentase 5,9%. Buruh yang mendapat jaminan lainnya misal berupa
makanan atau hadiah lebaran sebanyak 5 (29,4%) responden. Dalam
mencari pekerjaan di luar sektor pertanian terdapat 11 responden
(68,75%) yang mencari pekerjaan sendiri tanpa bantuan, dan diajak
teman sebanyak 1 responden (25%).
4. Kelembagaan Hubungan Kerja Keluarga Petani
Tabel 4.2.11 Kelembagaan Hubungan Kerja di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No Uraian Σ
1. Apakah pekerjaan orang tua responden?
a. Petani 25
b. Pegawai 0
c. Serabutan 0
d. Lainnya 0
Sumber : Data primer
Tabel 4.2.12 Kelembagaan Hubungan Kerja di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No. Uraian  %
2a. Apakah orang tua responden masih ikut bekerja dalam usaha
tani responden?
a. Ya 2 8
b. Tidak 23 92
c. Tidak semua, sebutkan - -
2b. Kalau ya, apakahmerekadiberiupah?
a. Ya - -
b. Tidak 2 100

Sumber : Data Primer


Dari tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa semua orang
tua responden (100%) berprofesi sebagai petani. Sebanyak 92% atau 23
orang dari orang tua tersebut tidak ikut dalam usaha petani. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa orang tua dari responden kurang berperan

68
aktif dalam usaha tani. Hal itu dikarenakan mungkin karena faktor umur,
sehingga orang tua koresponden tidak aktif lagi dalam usaha tani, bahkan
ada orang tua koresponden yang sudah meninggal. Jumlah orang tua petani
yang masih aktif dalam usaha petani sebanyak 2 orang atau 8%. Orang tua
petani yang masih aktif tersebut tidak diberi upah apapun, selain karena
hanya bertujuan untuk membantu anak untuk mengelola lahan, orang tua
petani juga tinggal dengan anaknya, sehingga biaya hidup orang tua
ditanggung penuh oleh anak.
a. Kelembagaan Pertanian/Pedesaan
1) Asal Modal Usaha Tani
Dalam kegiatan pertanian petani memerlukan modal.
Modal petani biasanya berasal dari keluarga, pinjaman, atau milik
sendiri. Modal dapat berupa uang maupun barang.
Tabel 4.2.13 Asal Modal Usaha Tani di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No Uraian Σ %
1. Dalam menjalankan usahatani dari manakah Bapak/Ibu
memperoleh modal usaha?
a. Milik sendiri/Keluarga/Tabungan 18 72
b. Pinjam dari tetangga/kerabat 2 8
c. Pinjam dari lembaga keuangan 2 8
d. a dan b 3 12
e. a dan c 0 0
2. Untuk menjalankan usahatani, apabila Bapak/Ibu harus
meminjam modal, dari siapakah modal dimaksud berasal?
Mengapa saudara pilih sumber modal tersebut?
a. Keluarga (saudara, anak) 4 57,1
b. Majikan 0 0
c. Tetangga 1 14,3
d. Lembaga keuangan (bank, koperasi) 2 28,6
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel, asal modal usaha tani yang terbesar yaitu
dari milik sendiri/keluarga/tabungan yaitu sebesar 72% atau
sebanyak 18 responden dengan alasan para petani takut terlilit
hutang, ada juga yang pendapatannya sudah lebih dari cukup,
sehingga tidak perlu meminjam ke tetangga ataupun lembaga
keuangan. Sebanyak 2 reponden (8%) memperoleh modal usaha dari

69
tetangga/kerabat, dan sebanyak 2 responden (8%) memperoleh
modal usaha dari lembaga keuangan.
Beberapa petani biasanya kekurangan modal, sehingga perlu
meminjam demi menambah modal untuk usaha taninya. Petani
biasanya meminjam pada keluarga, kerbat, tetangga, maupun
lembaga keuangan yang ada di daerah tersebut. Berdasarkan data
yang diperoleh, sebanyak 4 petani (57,1%) meminjam kepada
keluarga untuk menambah modal usaha. Sebanyak 1 petani (14,3%)
meminjam kepada tentangga, dan 2 orang petani (24,6) meminjam
kepada lembaga keuangan untuk meminjam modal guna
menjalankan usahatani.
2) Asal Saprodi
Sarana produksi merupakan aspek terpenting dalam
menunjang kegiatan pertanian. Sarana produksi dapat berupa alat
maupun bahan. Sarana produksi dapat diperoleh melalui membeli
atau menyewa.
Tabel 4.2.14 Asal Saprodi di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No. Uraian  Asal Cara Pembayaran
1 Cangkul 25 Milik Sendiri Tunai
2 Sabit 18 Milik Sendiri Tunai
3 Traktor 23 Milik Sendiri Tunai
4 Pupuk Kandang 2 Milik Sendiri Tunai
5 Pupuk Kimia 1 Pasar Tunai
6 Benih 5 Pasar Tunai
7 Alat Semprot 7 Milik Sendiri Tunai
8 Penggiling padi 8 Milik Sendiri Tunai

Sumber : Data Primer


Sarana produksi usaha tani setiap anggota keluarga berbeda
dan yang paling banyak dipakai di Desa Jatinom antara lain cangkul,
sabit, traktor, pupuk kandang dan pupuk kimia, benih, semprot dan
mesin pompa. Untuk sarana produksi seperti cangkul, sabit, semprot
dan mesin pompa diperoleh dari membeli sendiri atau warisan orang
tua yang dibeli secara tunai. Namun untuk traktor diperoleh dari

70
menyewa yang pembayarannya dilakukan setelah traktor selesai
dipakai dan secara tunai. Sarana pupuk kandang adalah milik sendiri
yaitu dari hewan ternak yang dimiliki responden, sedangkan pupuk
kimia diperoleh dengan cara membeli di pasar dengan pembayaran
tunai. Benih didapatkan dari membeli sendiri di pasar,
pembayarannya dilakukan secara tunai.
3) Manfaat dan Pemasaran Hasil
Desa Jatinom merupakan desa yang memiliki lahan pertanian
yang luas sehingga memungkinkan untuk memperoleh hasil panen
yang tinggi. Hasil panen yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk
dijual sehingga mencukupi kebutuhan keluarga. Namun sebagian
petani memanfaatkan hasil panen untuk konsumsi.
Tabel 4.2.15 Manfaat dan Pemasaran Hasil di Desa Jatinom,
Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun
2017
No. Uraian  %
5. Cara pemanfaatan hasil usaha tani yang diperoleh
responden :
a. Dikonsumsi semua 2 7.4
b. Dijual semua 2 7.4
c. Sebagian dikonsumsi sebagian dijual 23 85.2
d. Lainnya 0 0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel, diketahui bahwa hasil usaha tani yang
diperoleh responden rata-rata dijual dikonsumsi sebagian meskipun
ada juga yang dijual semua. Jumlah responden yang mengonsumsi
sendiri adalah 2 orang (7.4%), responden yang hasil taninya dijual
semua ada 2 orang (7.4%). Responden yang hasil taninya sebagian
dijual dan sebagian lagi dikonsumsi sendiri ada 23 responden
(85.2%).
6. Hubungan Kerja Agraris
a. Macam Status Petani
Hubungan kerja agraris dapat dilihat dengan status petani. Di
Desa Jatinom ada 4 status petani, yaitu pemilik penggarap, penyewa,

71
penyakap, dan buruh tani. Di Desa Jatinom dapat dilihat tentang
hubungan kerja agraris yang ada disana dengan mendata status petani
apa saja yang ada di Desa Jatinom serta komoditas tanaman yang
dibudidayakan.
Tabel 4.2.16 Petani Pemilik Penggarap Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017

Status Petani Pemilik Penggarap Komoditas


N yang
o Nama ditanam
Alasan
Responden
1 Dinem Lebih hemat karena biaya sedikit untuk Padi, jagung,
pengelolaan kacang tanah
2 Memiliki lahan sendiri jadi sesuka hati dalam Padi, jagung,
Mariman
mengelola kacang tanah
3 Lebih hemat karena biaya sedikit untuk Padi, jagung,
Sudar
pengelolaan kacang tanah
4 Pengeluaran untuk pengelolaan tidak begitu Padi, jagung,
Karmorejo
besar kacang tanah
5 Lahan sendiri,dikerjakan sendiri sehingga Padi, jagung,
Sukiman
pengeluaran tidak besar kacang tanah
6 Dalam mengelola tidak dibutuhkan tenaga kerja Padi, jagung,
Sarti
yang banyak kacang tanah
7 Pengeluaran untuk pengelolaan tidak begitu Padi, jagung,
Parmin
besar kacang tanah
8 Lebih hemat tidak perlu biaya banyak Padi, jagung,
Satiyem
kacang tanah
9 Lahan sendiri,dikerjakan sendiri sehingga Padi, jagung,
Sarino pengeluaran tidak besar kacang tanah
10 Sukiyem Dalam mengelola tidak dibutuhkan tenaga kerja Padi, jagung,
yang banyak kacang tanah
11 Hartoyo Pengeluaran untuk pengelolaan tidak begitu Padi, jagung,
besar kacang tanah
12 Naryo Memiliki lahan sendiri jadi sesuka hati dalam Padi, jagung,
mengelola kacang tanah
13 Andi Lebih hemat karena biaya sedikit untuk Padi, jagung,
pengelolaan kacang tanah
14 Tarni Dalam mengelola tidak dibutuhkan tenaga kerja Padi, jagung,
yang banyak kacang tanah
15 Tukiyo Lahan sendiri, dikerjakan sendiri sehingga Padi, jagung,
pengeluaran tidak besar kacang tanah
16 Sukir Pengeluaran untuk pengelolaan tidak begitu Padi, jagung,
besar kacang tanah
17 Parto Memiliki lahan sendiri jadi sesuka hati dalam Padi, jagung,
mengelola kacang tanah
18 Kasni Lebih hemat karena biaya sedikit untuk Padi, jagung,
pengelolaan kacang tanah
19 Samadi Lebih hemat karena biaya sedikit untuk Padi, jagung,
pengelolaan kacang tanah
Sumber : Data Primer

72
Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
petani di Desa Jatinom yang berstatus sebagai petani pemilik penggarap
sebanyak 19 responden atau sebesar 76%. Status ini paling banyak
terdapat di Desa Jatinom sebab rata-rata para petani di Desa Jatinom
sudah memiliki lahan olahan sendiri. Lahan tersebut biasanya mereka
peroleh dari hasil warisan orang tua dan tidak sedikit pula dari yang
mereka memperoleh lahan dari hasil membeli sendiri, kemudian mereka
mengerjakan segala proses pertanian sendiri atau meminta bantuan
orang lain.
Tabel 4.2.17 Buruh Tani Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2017

No Status Buruh Tani Komoditas


Nama Alasan yang ditanam
Responden
1. Laminem Kodisi ekonomi kurang cukup Padi, jagung,
untuk membeli lahan sendiri kacang tanah
2. Mino Tidak mempunyai lahan Padi, jagung,
kacang tanah
3. Sri Kondisi ekonomi rendah Padi, jagung,
kacang tanah
4. Pakiyem Kondisi keuangan pas-pasan Padi, jagung,
kacang tanah
Sumber : Data Primer
Berdasarkan dari data di atas, menunjukkan bahwa buruh tani
memiliki persentase yang sama dengan petani pemilik penggarap
sebanyak 4 responden dengan persentase 16%. Alasan petani menjadi
buruh tani adalah dikarenakan mereka tidak memiliki lahan sendiri,
sedangkan untuk membeli lahan sendiri tidak memungkinkan karena
kondisi ekonomi yang rendah. Masyarakat di Desa Jatinom minim
pendidikannya, sehingga yang dapat dikerjakan hanya sebatas bercocok
tanam saja. Buruh tani menanam komoditas seperti padi, jagung , dan
kacang tanah.

73
Tabel 4.2.18 Biaya Sewa Buruh Tani di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No Buruh Tani
Besar (Rp) Bentuk Jaminan Jenis Pekerjaan
1 50.000 Uang Makan pagi-siang Daud, matun
2 70.000 Uang/padi Makan pagi-siang Manen, matun
3 60.000 Uang Makan pagi-siang Tandur, matun
4 77.000 Uang Makan pagi-siang Matun, manen
5 50.000 Uang Makan pagi-siang Manen
6 70.000 Uang Makan pagi-siang Manen
7 65.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
8 70.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
9 70.000 Uang Makan pagi-siang Tandur, matun
10 70.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
11 60.000 Uang Makan pagi-siang Tandur, matun
12 60.000 Uang Makan pagi-siang Tandur, matun
13 60.000 Uang Makan pagi-siang Manen
14 65.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
15 60.000 Uang Makan pagi-siang Manen
16 50.000 Uang Makan pagi-siang Tandur, matun
17 60.000 Uang Makan pagi-siang Tandur, matun
18 65.000 Uang Makan pagi-siang Manen
19 65.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
21 55.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
22 70.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
23 66.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
24 60.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
25 70.000 Uang Makan pagi-siang Daud, tandur
Sumber : Data Primer
Dari hasil pengamatan bentuk pengupahan usaha tani di Desa
Jatinom sebesar Rp 50.000 sampai Rp 70.000 dengan bentuk uang atau
dengan bagi hasil padi. Walaupun petani telah diberi upah berupa
uang,petani juga mendapatkan jaminan berupa makan pagi sampai
siang. Jenis pekerjaan yang dilakukan daud, tandur, matun, dan manen.
7. Kosmopolitan
a. Mobilitas
Kosmopolitan adalah seberapa banyaknya atau seringnya
masyarakat suatu desa itu keluar daerahnya, entah untuk mencari
nafkah, melengkapi kebutuhan rumah tangga, mengunjungi tempat
hiburan, mengunjungi saudara, dll. Alat transportasi yang digunakan
juga memperhitungkan kesejahteraannya entah itu mobil umum atau
mobil pribadi. Kekosmopolitan masyarakat disuatu desa dapat dilihat

74
dari tingkat mobilitas sosial penduduknya baik mobilitas horizontal
maupun mobilitas vertikalnya.
Tabel 4.2.19 Mobilitas Petani di Desa Jatinom, Kecamatan Sidoharjo,
Kabupaten Wonogiri Tahun 2017
No Mobilitas Jumlah Presentase
A Berapa kali responden melakukan kegiatan
diluar desa:
1. Tidak pernah 3 7
2. ≤ 3 Bulan Sekali 12 42
3. 6-12 Bulan sekali 10 38
B Kegiatan tersebut berkaitan dengan :
1. Mencari nafkah 1 2,8
2. Melengkapi kebutuhan rumah tangga 6 16,7
3. Mengunjungi tempat hiburan 6 16,7
4. Mengunjungi saudara 16 44,4
5. Lainnya bila ada keperluan 7 19,4
C Alat transportasi yang digunakan :
1. Milik sendiri 11 44
2. Angkutan umum 9 36
3. Lainnya 5 2
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data tabel diatas responden yang tidak pernah
melakukan kegiatan di luar desa sebanyak 3 responden dengan
persentase 7%,melakukan kegiatan <3 bulan sekali sebanyak 12
responden dengan persentase 42% serta melakukan kegiatan di luar
desa 6-12bulan sekali sebanyak 10 responden dengan persentase 38%.
Kegiatan yang dilakukan di luar desa berkaitan dengan mencri nafkah
sebanyak 1% dengan persentase 2,8%,melengkapi kebutuhan rumah
tangga sebanyak 6% dengan persentase 16,7%,mengunjungi tempat
hiburan sebanyak 6% dengan persentase 16,7%,dan mengunjungi
saudara sebanyak 16 responden dengan persentase 44,4%. Alat
transportasi yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan di luar desa
yaitu milik sendiri sebanyak 11 responden dengan persentase
44%,angkutan umum sebanyak 9 responden dengan persentase 36%,
dan lainnya sebanyak 5 responden dengan persentase 2%.

75
8. Sumber Informasi
Informasi adalah kabar yang menjelaskan berita yang terjadi pada
saat itu pula. Informasi penting sekali untuk didapat agar dapat
mengetahui permasalahan yang terjadi. Informasi dapat diperoleh melalui
media cetak, media elektronik, dan tokoh masyarakat.
Tabel 4.2.20 Sumber Informasi Pertanian di Desa Jatinom, Kecamatan
Sidoharjo, Kabupaten Wonogiri Tahun 2017

No. Media yang Alasan Rata-Rata %


Diakses
1. Cetak Informasi 7 28
2. Elektronik Hiburan,Informasi 10 40
3. Tokoh Masyarakat Informasi - -
4. Lainnya Informasi 6 24
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data tabel diatas dapat diketahui sumber infomari
yang didapat petani berasal dari media cetak sebanyak 7 responden atau
persentase 28% dengan alasan mendapatkan informasi. Untuk media
elektronik sebanyak 10 responden dengan persentase 40%. Selain itu
petani mendapatkan informasi dari lainnya sebanyak 6 responden dengan
persentase 24%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
mayoritas petani mendapatkan informasi dari media elektronik sebesar
40%.

76

Anda mungkin juga menyukai