Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sosiologi pedesaan merupakan salah satu cabang dari ilmu sosiologi.


Pengertian dari sosiologi pedesaan itu adalah cabang sosiologi yang secara
sistematis mempelajari komunitas-komunitas pedesaan untuk
mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan-kecenderungannya dan
merumuskan prinsip-prinsip kemajuan. Objek dari ilmu sosiologi pedesaan
ini sendiri adalah masyarakat pedesaan.
Masyarakat pedesaan adalah komunitas yang tinggal di dalam satu
daerah yang sama, yang bersatu dan bersama-sama, memiliki ikatan yang
kuat dan sangat mempengaruhi satu sama lain. Hal ini terjadi karena tradisi
gotong royong yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat desa. Pedesaan
sendiri identik dengan pertanian sehingga, mayoritas mata pencaharian dari
masyarakat desa adalah bertani.
Sektor pertanian menjadi salah satu sektor penting dalam kehidupan.
Pertumbuhan penduduk yang pesat sehingga kebutuhan pangan yang semakin
meningkat menjadi salah satu faktor mengapa sektor pertanian menjadi sektor
penting namun, pertumbuhan penduduk juga menjadi penghambat bagi sektor
pertanian. Hal ini karena banyak lahan pertanian yang dialih fungsikan untuk
mendukung pembangunan infrakstruktur.
Oleh karena itu, pemahaman masyarakat mengenai ilmu sosiologi
pedesaan itu penting. Sosiologi pedesaan membuat masyarakat dapat
mengenal adat dan kebiasaan masyarakat desa khususnya petani,
kelembagaan hubungan kerja agraris dan luar pertanian, konflik sosial yang
muncul, dan pola kehidupan yang ada di desa. Hal tersebut berguna untuk
pemecahan setiap masalah yang muncul di desa, sehingga dapat memudahkan
masyarakat desa dalam menghadapi permasalahan tersebut.
2

B. Tujuan Praktikum Sosiologi Pedesaan

Praktikum sosiologi pedesaan untuk melatih mahasiswa mengenal


lebih dalam perilaku masyarakat desa, kelembagaan hubungan kerja agraris
dan luar pertanian, kekosmopolitan petani, kelembagaan pedesaan, pola
komunikasi, organisasi sosial, konflik sosial dan adat istiadat yang ada.

C. Waktu Dan Tempat Praktikum


Praktikum sosiologi pedesaan dilaksanakan pada hari Jumat sampai
dengan Ahad (2-4 November 2018), pukul 12.00 WIB di Kabupaten Boyolali
(Kecamatan Andong dan Kecamatan Klego).
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sosiologi

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat.


Sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri sebab telah memenuhi
segenap unsur ilmu pengetahuan. Unsur-unsur ilmu pengetahuan dari
sosiologi adalah sosiologi bersifat logis, objektif, sistematis, andal, dirancang,
akumulatif, dan empiris, teoritis, kumulatif, non etis (Subadi, 2008).
Secara terminologi sosiologi berasal dari Bahasa Yunani, yakni kata
socius dan logos. Socius yang berarti kawan, berkawan, ataupun
bermasyarakat. Logos berarti ilmu atau dapat juga berbicara tentang sesuatu.
Secara harfiah istilah sosiologi dapat diartikan ilmu tentang masyarakat
(Supardan, 2015).
Sosiologi berkonsentrasi bukan pada pemecahan masalah, tetapi
kemunculan ilmu sosial ini dimaksudkan untuk membuat manusia sebagai
makhluk rasional ikut aktif ambil bagian dalam gerakan sejarah, suatu
gerakan yang diyakini memperlihatkan arah dan logika yang belum
diungkapkan oleh manusia sebelumnya. Sosiologi diharapkan akan
menemukan kecenderungan historis dari penelaahan masyarakat modern dan
memodifikasinya. Sosiologi membantu perkembangan dan mengatur proses
pemahaman yang mendasar, baik terencana maupun spontan. Sejak dari awal,
sosiologi mengasumsikan bahwa tidak semua transformasi modern itu
bermanfaat atau diharapkan. Oleh karena itu, sosiologi harus memberi
peringatan kepada publik di semua lapisan, khususnya di tingkat pembuat
kebijakan, tentang adanya bahaya yang tersembunyi di balik proses yang
tidak terkendali itu. Sosiologi pun harus memberikan jalan keluar untuk
mencegah terjadinya proses yang tidak diinginkan tersebut, atau mengusulkan
cara untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi (Supardan, 2015).
4

Sosiologi sebagai ilmu tentang masyarakat, khususnya tentang


struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan
sosial, pada prinsipnya merupakan keseluruhan jalinan antara unsur-unsur
sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-
lembaga sosial kelompok serta lapisan sosial. Proses sosial yang merupakan
pengaruh timbal balik antara kehidupan ekonomi dengan segi budaya, antara
segi kehidupan religi dengan hukum, maupun antara kehidupan politik
dengan agama, dan sebagainya. Hakikatnya, sosiologi memiliki cakupan yang
sangat luas tentang masyarakat (Supardan, 2015).
Pengertian sosial dalam ilmu sosial merujuk pada objek yakni
masyarakat. Pengertian sosial pada deperteman sosial merujuk pada kegiatan
yang ditunjukkan untuk mengatasi persosalan yang di hadapi oleh masyarakat
dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekarjaan terkait dengan
kesejahteraan sosial. Tugas Sosiologi baik sebagai ilmu pengetahuan sosial
maupun sebagai ilmu sosial terapan adalah untuk mengkaji konstruksi sosial
dan menelisik bagaimana kontradiksi terjadi di dalam praktik sosial, paradoks
apa yang melatarbelakangi suatu fenomena sosial, serta ironi yang
diakibatkan dari konstruksi sosial tersebut sehingga dapat merumuskan suatu
rekomendasi bagi rancangan kebijakan dan praktik sosial yang lebih
berkeadilan. Kajian Sosiologi secara kritis mendorong upaya bagaimana
pemahaman mengenai produksi ruang bukan semata-mata analisis mengenai
kondisi fisik yang konkrit atas ruang secara ‘for granted’ atau secara alamiah
(Zunaidi, 2013).

B. Pedesaan

Pedesaan berasal dari kata desa dan berasal dari bahasa Jawa. Menurut
berbagai literatur, konsep desa dipersandingkan dengan kota, sehingga ketika
desa didiskusikan sebagai suatu konsep, maka biasanya terkait pula
pembicaraan dengan konsep perkotaan atau kota. Para ahli tidak bersepakat
berapa jumlah penduduk atau warga apabila wilayah tersebut disebut sebagai
5

desa. Dari beberapa pendapat yang ada, penduduk atau warga desa berkisar
pada 2.000-2.500 orang (Alamsyah, 2011).
Desa dan kota adalah konsep lokalitas, yaitu suatu konsep ruang
dimana orang menghabiskan sebagian waktunya dalam relasi dengan orang
lain yang merupakan produk dari kehendak manusia. Manusia, menurut
Ferdinand Tonnies, memiliki kehendak yang bersifat Wessenwille (kehendak
alamiah) dan Kurwille (kehendak rasional). Kehendak alamiah manusia
menghasilkan relasi sosial yang bersifat intim, pribadi, dan afeksi. Relasi
sosial yang berlandaskan kehendak alamiah inilah yang menjadi karakteristik
utama dari relasi sosial desa, yang dibedakan dengan relasi sosial kota yang
bercirikan hubungan parsial, transaksional, dan netral afeksi, yang dihasilkan
oleh kehendak rasional (Damsar dan Indrayani, 2016)
Pembangunan masyarakat pedesaan merupakan bagian penting dari
perwujudan pembangunan otonomi daerah dalam rangka pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah meningkatkan keikutsertaan masyarakat desa
dengan membuat program-program nasional yang salah satunya adalah
program pemberdayaan masayarakat desa. Seperti yang kita ketahui,
masayarakat pedesaan adalah masyarakat yang identik dengan kemisikinan
dan keterletarbelakangan padahal tidak sedikit potensi yang dimiliki oleh
mayarakat desa. Upaya penanggulangan kemiskinan yang paling strategis
dalam era otonomi daerah dapat dirumuskan dalam satu kalimat yaitu
“berikan peluang kepada keluarga miskin dan komunitasnya untuk mengatasi
masalah mereka secara mandiri”. Ini berarti pihak luar harus mereposisi peran
mereka, dari agen pemberdayaan menjadi fasilitator pemberdayaan. Input
yang berasal dari luar yang masuk dalam proses pemberdayaan harus
mengacu sepenuhnya pada kebutuhan dan desain aksi yang dibuat oleh
keluarga miskin itu sendiri bersama komunitasnya melalui proses dialog yang
produktif agar sesuai dengan konteks setempat.Artinya program
pemberdayaan masyarakat desa adalah program yang sangat mementingkan
kebutuhan masyarakat pedesaan (Deswimar, 2014).
6

C. Sosiologi Pedesaan

Menurut Jhon M Gillette, sosiologi pedesaaan adalah cabang sosiologi


yang secara sistematis mempelajari komunitas-komunitas pedesaan untuk
mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan-kecenderungannya dan
merumuskan prinsip-prinsip kemajuan. Sosiologi pedesaan berguna bagi
masyarakat pedesaan untuk menentukan masa depan mereka. Sejarah
perkembangan sosiologi sebagai ilmu yang mandiri di mulai di Prancis,
Eropa Barat, tapi kemudian berkembang pesat di Benua Amerika. Di
Indonesia sendiri sejarah perkembangan sosiologi pedesaan tidak terlepas dari
sentuhan pemikiran kritis Prof. Dr. Sajogyo. Beliau memulai
memperkenalkan sosiologi (lebih tepatnya sosiologi pertanian) mulai paruh
waktu 1957 mulai di Universitas Indonesia kemudian berlanjut di IPB sampai
sekarang. Mencermati perkembangan sosiologi pedesaan di Indonesia
memang mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakanya dengan
sosiologi pedesaaan di Benua Amerika berkembang pesat karena adanya
kegelisahan dari para pendeta yang melihat kenyataan sosial. Semantara
perkembangan sosiologi pedesaan di Indonesia hampir dipastikan karena
usaha atau rintisan Prof. Dr. Sajogyo dengan beberapa pakar dari luar melalui
serangkaian kerjasama (penelitian dan praktek penyuluhan) pertanian di
beberapa pulau di Indonesia (Zainuddin, 2009).
Sosiologi pedesaan secara umum terdapat dua versi sosiologi
perdesaan, yaitu versi lama (klasik) dan baru (modern). Pengertian sosiologi
perdesaan kedua versi tersebut dapat diuraikan berdasarkan tokoh yang
memperkenalkannya. Sosiologi Klasik, muncul tatkala barat secara umum
masih memperlihatkan perbedaan yang jelas dan bahkan 32 dikotomik antara
desa dengan kotanya. Sosiologi perdesaan adalah cabang sosiologi yang
secara sistematik mempelajari komunitas–komunitas perdesaan untuk
mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan-kecenderungannya dan
merumuskan prinsip-prinsip kemajuan. Secara lebih jelas sosiologi perdesaan
yang baru merupakan studi tentang bagaimana masyarakat desa (bukan hanya
desa pertanian) menyesuaikan diri terhadap merasuknya sistem kapitalisme
7

modern di tengah kehidupan mereka sebagai akibat berkembangnya


masyarakat yang relatif cepat, pada tahun 1937 muncullah kelompok ahli
sosiologi yang mengkhususkan diri pada kajian masyarakat perdesaan yang
dikenal dengan nama Rural Sociology Society (Murdiyanto, 2008).
Ruang lingkup bidang kajian sosiologi mencakup struktur sosial,
proses sosial, mata pencaharian, pola perilaku, serta berbagai transformasi
ilmu pengetahuan dan teknologi. Maksud mempelajari sosiologi pedesaan
adalah untuk mengumpulkan keterangan mengenai masyarakat pedesaan dan
hubungan-hubungannya yang melukiskan tentang tingkah laku, sikap,
perasaan, motif, dan kegiatan manusia yang hidup dalam lingkungan
pedesaan itu. Hasil dari pengkajian sosiologi pedesaan dapat dipergunakan
sebagai penyedia dan penyuplai data dan informasi-informasi yang sangat
dibutuhkan dalam upaya-upaya pengembangan masyarakat pedesaan,
misalnya untuk suksesnya kegiatan penyuluhan pertanian (Shahab, 2013).
D. Kependudukan

Struktur penduduk selalu berubah-ubah, dan perubahan tersebut


disebabkan karena proses demografi, yaitu kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas), dan migrasi penduduk. Ketiga faktor ini disebut dengan
komponen pertumbuhan penduduk. Selain ketiga faktor tersebut, struktur
penduduk ditentukan juga oleh faktor yang lain, misalnya perkawinan dan
perceraian. Perubahan struktur yaitu perubahan dalam jumlah maupun
komposisi akan memberikan pengaruh sosial, ekonomi, dan politis terhadap
penduduk yang tinggal di suatu wilayah (Friyatmi dan Irianto, 2016).
Kata demografi atau kependudukan berasal dari bahasa Yunani yang
berarti demos adalah rakyat atau penduduk dan grafein yang artinya menulis.
Jadi, demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai
rakyat atau penduduk. Istilah ini dipakai pertama kalinya oleh Achille
Guillard dalam karangannya yang berjudul Elements de Statistique Humaine
on Demographic Compares pada 1885 (Friyatmi dan Irianto, 2016)
Dinamika sosial di dunia berkembang sangat pesat. Hal yang sama
juga terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk lingkup yang
8

paling kecil yaitu keluarga. Studi ini bertujuan untuk menjawab apakah
definisi keluarga yang sekarang ini digunakan oleh pemerintah Indonesia
masih relevan untuk menggambarkan kondisi masyarakat di negara ini
(Wiratri, 2018).
Beberapa pemerhati kependudukan sepakat bahwa melemahnya
program pengendalian kelahiran salah satunya disebabkan oleh peran
BKKBN yang termarginalkan sejak era reformasi. Isu pengendalian
penduduk terkooptasi oleh eforia politik yang berkepanjangan hingga saat ini.
Anggaran pembangunan dan fokus perhatian pemerintah lebih berorientasi
pada agenda-agenda politik, seperti pemilu, pilkada, serta korupsi elite politik
dan pemerintah. Lebih jauh, peran BKKBN dikerdilkan dengan kebijakan
otonomi tentang tugas pengendalian penduduk kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi
pengurangan petugas lapangan Keluarga Berencana (PLKB) secara nasional
sejak sebelum otonomi daerah dan setelah otonomi daerah, dari 35,000
petugas menjadi 22,000 petugas, sedangkan institusi yang mengurusi KB
telah digabung dengan lembaga-lembaga lain seperti Dinas Sosial atau
Pemberdayaan Perempuan sehingga upaya pengendalian penduduk menjadi
tidak fokus. Permasalahan tersebut paling tidak telah berdampak pada
peningkatan angka LPP nasional dari 1,46 persen menjadi 1,49 persen
(Sunaryanto, 2012).

E. Sex Ratio

Menurut Yuhedi dan Kuniawati (2011), rasio jenis kelamin (sex ratio)
digunakan untuk mengukur komposisi jenis kelamin. Rasio jenis kelamin ini
dipakai untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan
jenis kelamin, terutama yang berkaitan dengan perimbangan pembangunan
pria dan wanita secara adil. Informasi tentang rasio jenis kelamin juga penting
diketahui oleh para politisi, terutama untuk meningkatan keterwakilan wanita
dalam parlemen.
jumlah penduduk pria
rasio jenis kelamin= ×100
jumlah penduduk wanita
9

Sex ratio (perbandingan jumlah penduduk laki‐laki dengan jumlah


penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan) penduduk di
Indonesia pada tahun 2005 adalah 100.4. Artinya, setiap 100 penduduk
laki‐laki, ada 104 penduduk wanita. Konsekuensinya terhadap
perencanaan pembangunan yang harus dilakukan pemerintah adalah
menyediakan lapangan kerja bagi penduduk wanita. Jika tidak dilakukan,
permasalahan yang muncul kemudian adalah meningkatnya jumlah
penganggur wanita terdidik. Secara demografi, penduduk usia produktif
(15‐64 tahun) adalah penduduk usia kerja yang menanggung konsumsi
penduduk usia tidak produktif (usia 0‐14 dan 65+ tahun). Berarti,
apabila ada penduduk yang tidak bekerja/sedang mencari
pekerjaan/menganggur, akan menambah beban ketergantungan
(devendency ratio) yang harus ditanggung penduduk usia produktif yang
benar‐benar bekerja (Sopari, 2013).
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan jumlah antara penduduk
dengan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Pengukuran ini perlu
dilakukan untuk mengetahui perbandingan jumlah dua jenis kelamin baik
pada beberapa wilayah (spasial) maupun beberapa waktu (temporal).
Pengukuran rasio jenis kelamin dapat dilakukan berdasarkan jumlah
penduduk total, penduduk umur 0 tahun (sex ratio at birth), dan setiap
kelompok umur. Kondisi rasio jenis kelamin di suatu daerah dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu pola mortalitas dan fertilitas antara
penduduk laki-laki dan permpuan, pola migrasi penduduk laki-laki dan
perempuan (Nurkholis, 2010).

F. Struktur Sosial

Struktur sosial yang terbentuk dalam kehidupan nelayan dibangun


oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya
berkaitan dengan fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumberdaya manusia,
keterbatasan modal, serta jaringan perdagangan ikan yang eksploitatif, tetapi
termasuk juga dampak negatif modernisasi perikanan. Kebijakan pemerintah
10

baik berupa motorisasi, pengenalan alat tangkap modern, serta pemberian


kredit usaha nampaknya belum mampu sepenuhnya mengatasi kesulitan
sosial ekonomi masyarakat nelayan. (Saleha, 2014)
Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat
unik, secara horizontal ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan
sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan
agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertical, struktur
masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan yang cukup tajam.
Perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat dan
kedaerahan sering kali disebut sebagai ciri masyarakat yang majemuk
(Wahyuni, 2018).
Struktur sosial dalam masyarakat nelayan, para juragan memegang
peranan penting dalam mengendalikan perekonomian nelayan. Keputusan
untuk melaut atau tidak tergantung kepada juragan. Ini berarti ketersediaan
ikan di TPI dipengaruhi oleh para juragan tadi, sementara nahkoda dan
lainnya hanya para pelaksana. Ketersediaan ikan berpengaruh terhadap
kelompok perajin industri kecil/menengah terutama industri rumah tangga
yang mengolah ikan, seperti ikan asin dan terasi. Berproduksi tidaknya
kelompok ini tergantungg kepada penyediaan bahan baku dari nelayan hasil
melaut. Pengadaan baku dari luar sulit dilakukan karena harga yang diterima
para perajin akan lebih mahal dibandingkan hasil nelayan lokal (Sukmawati,
2008).

G. Organisasi Sosial

Organisasi adalah kesatuan orang-orang yang dikoordinasi oleh


pemimpin, yang memiliki nilai dan norma tertentu, yang berfungsi mencapai
tujuan bersama. Struktur organisasi terdiri dari tiga unsur yaitu kompleksitas,
formalisasi, dan sentralisasi. Desain organisasi adalah proses membangun dan
mengubah struktur untuk mencapai tujuan secara efektif. Teori organisasi
adalah disiplin ilmu yang mempelajari struktur dan desain organisasi
(Prawironegoro dan Utari, 2017).
11

Organisasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk kelompok sosial


yang terdiri dari beberapa anggota. organisasi mempunyai persepsi bersama
tentang kesatuan mereka. Jika suatu kelompok sudah dibentuk dan disadari
bersama adanya interpendensi, saling memberikan penghargaan (reward)
serta memerepsikan diri sebagai satu kesatuan dalam mencapai tujuan,
tentunya problem organisasi sebagai kelompok sosial tidak akan terjadi.
(Putri dan Kusumaputri, 2014)
Upaya penanganan permasalahan sosial, pada dasarnya tidak hanya
sebatas tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab pemerintah
bersama masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat memfasilitasi tumbuh
berkembangnya tanggung jawab (partisipasi) masyarakat. Masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya unuk berperan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini tercermin dalam salah satu klausul
Undang-Undang R.I. Nomor 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial
pada Bab VII pasal 38 dikemukakan: “Masyarakat mempunyai kesempatan
seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial”. Peran tersebut dapat dilakukan oleh perorangan, keluarga, lembaga
keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejaheraan sosial, dan lembaga
kesejahteraan sosial asing (Gunawan dan Muhtar, 2010).

H. Penguasaan Tanah

Sistem penguasaan tanah meliputi pengaturan-pengaturan secara legal


maupun secara adat, yang dengan itu pelaku-pelaku dalam usaha tani
memperoleh jangkauan terhadap kesempatan-kesempatan produktif atas
tanah. Sistem ini merupakan tatanan dan prosedur-prosedur yang mengatur
hak-hak, kewajiban-kewajiban, kebebasan-kebebasan, dan penampilan
individu-individu serta kelompok-kelompok dalam penggunaan dan
pengawasan atas sumber daya tanah dan air. Artinya, sistem penguasaan
tanah turut membentuk pola penyebaran pendapatan dalam sektor pertanian
(Tjondronegoro dan Wiradi, 2008).
12

Dinamika struktur penguasaan tanah pada desa-desa penghasil padi perlu


dilihat dalam konteks kemandirian pangan Indonesia. Selama ini pangan di
Indonesia disediakan oleh pertanian skala kecil yang tersebar di berbagai desa
penghasil padi, namun kecenderungan penguasaan tanah oleh sebagian kecil
kelompok orang kuat telah mengancam kemandirian pangan karena mengarah
kepada penurunan produktivitas, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan
berkurangnya serapan tenaga kerja pertanian padi. Penguasaan tanah yang
tidak merata juga rentan terhadap alih fungsi lahan sehingga dapat
mempengaruhi produksi pangan, sehingga penguasaan tanah yang tidak
merata dapat menigkatkan kemiskinan di perdesaan (Ambarwati dan
Harahap, 2015).
Melarang penguasaan dan penggunaan tanah yang melampaui batas.
Bagi yang menguasai tanah melebihi batas maksimum maka kelebihan tanah
tersebut diambil oleh negara. Tanah sitaan tersebut kemudian di bagi-bagikan
kepada orang yang tidak mempunyai tanah atau yang mempunyai tanah
dengan luas yang terbatas dan kepada bekas pemilik yang tanahnya diambil
oleh negara diberikan ganti kerugian (Ismail, 2012).

I. Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya


pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas)
secara bertingkat. Misalnya: dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata
sedang dan strata rendah. Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan
pada adanya suatu symbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau
bernilai – baik berharga atau bernilai secara sosial, ekonomi, politik, hukum,
budaya maupun dimensi lainnya – dalam suatu kelompok sosial (komunitas).
Simbol-simbol tersebut misalnya, kekayaan, pendidikan, jabatan, kesalehan
dalam beragama, dan pekerjaan. Dengan kata lain, selama dalam suatu
kelompok sosial (komunitas) ada sesuatu yang dianggap berharga atau
bernilai, dan dalam suatu kelompok sosial (komunitas) pasti ada sesuatu yang
13

dianggap berharga atau bernilai, maka selama itu pula aka nada stratifikasi
sosial dalam kelompok sosial (komunitas) tersebut (Singgih, 2010).
Stratifikasi sosial adalah sistem pembedaan individu atau kelompok
dalam masyarakat. setiap individu ditempatkan pada kelas-kelas sosial yang
berbeda-beda secara hierarki. Kelas sosial tersebut memberikan hak serta
kewajiban yang berbeda-beda pula antara individu pada suatu lapisan dengan
lapisan lainnya (Maunah, 2015).
Stratifikasi sosial menjadi bagian dari sistem distribusi kekayaan dan
pendapatan serta terkait dengan sistem distribusi kekuasaan. Stratifikasi
diturunkan dari generasi ke generasi sehingga setiap masyarakat menciptakan
kelompok orang yang tersusun berlapis-lapis dari lapisan tinggi, menengah,
dan rendah. Stratifikasi sosial tersebut berpengaruh terhadap pola tindakan
sosial, artiya individu atau kelompok lapisan atas bersikap dan berperilaku
tertentu yang acap kali berbeda dengan individu atau kelompok yang berada
pada lapis di bawahnya. Stratifikasi sosial juga memiliki pengaruh yang kuat
terhadap arah dan bentuk interaksi sosial serta perkembangan institusi sosial
(Usman, 2012).
Keberadaan stratifikasi sosial telah melestarikan orang-orang tertentu yang
menempati puncak strata terus mengontrol dan menguasai sumber-sumber
ekonomi. Mereka bisa mengontrol dan menguasai sumber-sumber politik, dan
memperoleh perlakuan istimewa. Bentuk stratifikasi sosial yang melestarikan
kesenjangan sosial adalah perbudakan (slavery). Sistem perbudakan ini
menjadikan seorang budak adalah milik majikan dan kedudukannya sangat
rendah dan sering kali diperlakukan seperti barang yang bisa dijualbelikan.
Bentuk lain dari stratifikasi sosial adalah kasta. Kasta adalah sistem strata
yang diwariskan terutama melalui keyakinan agama. Adapun bentuk lain
stratifikasi sosial yaitu kelas sosial (social class). Sistem kelas adalah
pelapisan berdasarkan posisi ekonomi dalam masyarakat (Usman, 2012).

J. Konflik Sosial
Konflik didefinsikan sebagai suatu proses sosial ketika dua orang atau
kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan
14

menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Menurut Berstein,


konflik merupakan suatu pertentangan yang tidak dapat dicegah. Konflik
mempunyai potensi yang memberikan pengaruh postif dan ada pula yang
negatif di dalam interaksi manusia (Triyono dan Hermanto, 2017).

Konflik sosial adalah sebagian dari interaksi sosial yang bersifat


disasosiatif. Konflik atau pertentangan diartikan sebagai suatu bentuk yang
ditandai oleh keadaan saling mengancam, menghancurkan, melukai, dan
melenyapkan diantara pihak yang terlibat. Konflik dapat melibatkan
perorangan maupun kelompok, sesuai kenyataannya konflik tidak dapat
dilepaskan dari dinamika masyarakat. Hakikat masyarakat yang selalu
berubah menjaga lahan bagi munculnya konflik sosial. Menurut teori konflik
masyarakat memang bersifat pluralistik dan didalamnya terjadi
ketidakseimbangan distribusi kekuasaan (authority), artinya dalam suatu
masyarakat senantiasa terdapat kelompok-kelompok sosial yang saling
bersaing dan berebut pengaruh. Persaingan tersebut kemudian muncul
kelompok yang paling berkuasa dan kelompok lain yang berkedudukan
sebagai pihak yang dikuasai. Mereka memiliki kekuasaan untuk menciptakan
peraturan yang tujuannya untuk kepentingan mereka sendiri (Suhardi dan Sri,
2009).
Penyelesaian konflik yang bernuansa agama, budaya, dan / atau
keyakinan sering kali tidak pernah berakhir dalam dialog melainkan
menyisakan berbagai potensi konflik, dominasi dan pembenaran kelompok
mayoritas. Masyarakat seringkali merasa hanya pendapatnya yang benar.
Tentunya ini menjadi tantangan karena kebenaran, keadilan, kebersamaan
menjadi semu oleh kacamata mayoritas (Sumartias dan Rahmat, 2013).

K. Kebudayaan

Kebudayaan dari kata dasar budaya yang berasal dari bahasa


Sansekerta budhy dan daya. Budhy berarti pikiran, otak (brain) atau gagasan.
Daya berarti kekuatan (power). Jadi, budaya berarti kekuatan pikiran. Kata
budaya diberi awalan ke dan akhiran an menjadi kata benda, kebudayaan.
15

Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial.


Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan secara
sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makna ini kontras
dengan pengertian istilah kebudayaan sehari-hari yang hanya merujuk pada
bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian. Istilah
ini berasal dari bahasa latin cultura dari kata dasar colore yang berarti
berkembang atau tumbuh. Kebudayaan tidak lain adalah produk sekumpulan
kreativitas yang dapat berupa berbagai macam bentuk.Orang tidak dapat
tumbuh tanpa kebudayaan dan ia juga tidak dapat bertahan tanpa
pemangkunya. Interkorelasi antara kebudayaan, manusia,kreativitas
memberikan makna terhadap kehidupan (Kurniawan, 2015)
Pengertian secara umum, kata kebudayaan merupakan kata yang
berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal). Kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Kebudayaan merupakan hasil dari cipta, karsa, dan rasa. (Nooraksiani, 2009).
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial.
Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan secara
sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makna ini kontras
dengan pengertian istilah kebudayaan sehari-hari yang hanya merujuk pada
bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian. Istilah
ini berasal dari bahasa Latin cultura dari kata dasar colere yang berarti
berkembang atau tumbuh (Kurniawan, 2015).
Kebudayaan adalah keseluruhan dari sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka bermasyarakat yang dijadikan milik
manusia dengan cara belajar. Kebudayaan sendiri mempunyai unsur yang
universal, berarti bahwa unsur-unsur kebudayaan ada dan ditemukan di
semua kebudayaan dari semua bangsa di muka bumi.Kebudayaan mempunyai
hubungan yang erat dengan lingkungan fisik atau alam maupun lingkungan
sosial (Kurniawan, 2015).
Implikasi dari konsep kebudayaan demikian adalah bahwa
kebudayaan senantiasa terwujud sebagai proses interaksi timbal balik antara
16

si pelaku dan symbol-simbol budaya dalam upaya si pelaku untuk


mengartikulasikan dan mengapropriasikan symbol-simbol tersebut demi
kepentingannya. Kebudayaan yang terwujud sebagai praksis dan proses, akan
juga berfungsi sebagai “konteks” bagi tindakan si pelaku. Kebudayaan dalam
arti konteks seperti ini menawarkan sejumlah konsepsi yang menjadi bahan
pertimbangan si pelaku dalam menentukan tindakan (Alam, 2014).

L. Kosmopolitan

Kosmopolitanisme secara epistemologi berasal dari bahasa Yunani


yaitu Kosmos dan Politês, Kosmos sendiri memiliki arti “alam semesta” atau
“dunia” sementara Politês memiliki arti “warga negara”. Secara sederhana
kosmopolitan dapat diartikan sebagai warga negara dunia. Secara umum
kosmopolitanisme dapat diartikan sebagai gagasan untuk membangkitkan
kewarganegaraan dunia dan mempromosikan identitas yang tidak berdasarkan
teritorial. Perkembangan globalisasi yang begitu cepat membuat
kosmopolitanisme tidak lagi dapat dianalisis hanya melalui sebuah definisi
general saja. Karena globalisasi membuat hubungan negara menjadi
kompleks, maka dalam Cina kosmopolitanisme harus lebih fokus dan salah
satu caranya adalah Cina kosmopolitanisme melalui bentuk-bentuknya
(Alunaza dan Sarifudin, 2017).
Paulina, Vertoc dan Cohen merupakan beberapa orang yang
memberikan gambaran kecil mengenai bentuk kosmopolitanisme. Menurut
mereka sampai pada saat ini belum ada gambaran yang menyeluruh terkait
kosmopolitanisme. Pauline menyebutkan enam bentuk dari kosmopolitanisme
yaitu: kosmopolitanisme moral, kosmopolitanisme romantis,
kosmopolitanisme hukum, kosmopolitanisme budaya, kosmopolitanisme
pasar dan kosmopolitanisme internasional federatif (Alunaza dan Sarifudin,
2017).
Secara bahasa, kosmopolitan dapat dimaknai dengan: 1) mempunyai
wawasan dan pengetahuan yang luas, 2) terjadi dari orang-orang atau unsur-
unsur yang berasal dari pelbagai bagian dunia. Kosmopolitan mengindikasi
17

adanya sebuah nilai universal yang dianut dan diyakini oleh masyarakat
dalam lingkup yang luas atau bahkan tanpa batas. Kosmopolitanisme
merupakan harapan ide tentang warga dunia tanpa perbatasan, dan
kosmopolitanisme bersumber dari inspirasi pemikiran humanitas rasional,
sebuah nilai yang terkandung dalam diri setiap manusia (Maghfuri, 2015).
Kosmopolitan atau apa saja yang disebut sebagai cosmopolitanism
merupakan ajaran yang memahami bahwa manusia pada dasarnya merupakan
suatu komunitas, tanpa skat-skat kebangsaan, hal itu dimungkinkan ketika
hubungan antarmanusia dibangun berdasarkan moralitas. Istilah ini bertolak
belakang dengan kominatarisme atau lebih khusus dengan ideologi-ideologi
patriotisme kebangsaan dan juga nasionalisme. Kosmopiltanisme dapat
dibangun dalam konteks persoalan-persoalan pemerintahan berskala dunia
ataupun secara sederhana merujuk pada persoalaan moral, ekonomi,
hubungan politik atau bangsa berbeda yang dipahami secara terbuka. Orang
yang konsisten terhadap ide kosmopolitanisme biasanya disebut kosmopolis
(Habibullah, 2012).
18

BAB III

METODE PENELITIAN

a. Metode Dasar Praktikum

Pada dasarnya metode pelaksanaan praktikum ini merupakan latihan


penelitian dengan menggunakan metode dasar deskriptif analisis, yaitu
metode yang memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada masa
sekarang dan bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis, dan
disimpulkan dalam konteks teori-teori yang ada dan dari penelitian
terdahulu.tanah

b. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara, mahasiswa mendatangi responden. Wawancara di pandu
dengan kuisioner yang telah tesredia.usahakan memperoleh data yang
objektif. Data penunjang dapat diperoleh dari masyarakat, baik mengenai
sejarah desa maupun fenomena sosial yang ada.
2. Observasi, dengan melakukan pengamatan secara langsung atas keadaan
responden serta keadaan yang terjadi di daerah penelitian atau praktikum.
3. Pencatatan data-data yang diperlukan terutama monografi desa.
c. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer : data yang diperoleh secara langsung dari petani atau
responden dengan wawancara menggunakan kuisioner. Keseluruhan
jumlah petani responden berjumlah 23-28 orang yang terdiri dari :
 20 orang petani responden (bagi kelompok yang beranggotakan 4
orang praktikan) atau 25 orang petani responden (bagi kelompok yang
beranggotakan 5orang praktikan). Responden yang terdiri dari petani
pemilik penggarap, penyewa, penyakap,dan buruh tani.
 3 orang tokoh masyarakat yang terdiri dari pamong desa, sesepuh
desa, dan tokoh agama.
2. Data Sekunder : data yang diambil dengan cara mencatat langsung data
yang ada di instansi terkait, yaitu monografi desa.
19

d. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif analisis


dengan menggunakan distribusi frekuensi. Pada kasus tertentu mahasiswa
dapat menulis secara lebih mendalam dan komprehensif, oleh karena itu
disarankan mahasiswa untuk menggali data lebih mendalam melalui indepth
interview. Penjelasan berdasarkan teori-teori atau hasil penelitian yang
relevan.

Anda mungkin juga menyukai