BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sosiologi
B. Pedesaan
Pedesaan berasal dari kata desa dan berasal dari bahasa Jawa. Menurut
berbagai literatur, konsep desa dipersandingkan dengan kota, sehingga ketika
desa didiskusikan sebagai suatu konsep, maka biasanya terkait pula
pembicaraan dengan konsep perkotaan atau kota. Para ahli tidak bersepakat
berapa jumlah penduduk atau warga apabila wilayah tersebut disebut sebagai
5
desa. Dari beberapa pendapat yang ada, penduduk atau warga desa berkisar
pada 2.000-2.500 orang (Alamsyah, 2011).
Desa dan kota adalah konsep lokalitas, yaitu suatu konsep ruang
dimana orang menghabiskan sebagian waktunya dalam relasi dengan orang
lain yang merupakan produk dari kehendak manusia. Manusia, menurut
Ferdinand Tonnies, memiliki kehendak yang bersifat Wessenwille (kehendak
alamiah) dan Kurwille (kehendak rasional). Kehendak alamiah manusia
menghasilkan relasi sosial yang bersifat intim, pribadi, dan afeksi. Relasi
sosial yang berlandaskan kehendak alamiah inilah yang menjadi karakteristik
utama dari relasi sosial desa, yang dibedakan dengan relasi sosial kota yang
bercirikan hubungan parsial, transaksional, dan netral afeksi, yang dihasilkan
oleh kehendak rasional (Damsar dan Indrayani, 2016)
Pembangunan masyarakat pedesaan merupakan bagian penting dari
perwujudan pembangunan otonomi daerah dalam rangka pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah meningkatkan keikutsertaan masyarakat desa
dengan membuat program-program nasional yang salah satunya adalah
program pemberdayaan masayarakat desa. Seperti yang kita ketahui,
masayarakat pedesaan adalah masyarakat yang identik dengan kemisikinan
dan keterletarbelakangan padahal tidak sedikit potensi yang dimiliki oleh
mayarakat desa. Upaya penanggulangan kemiskinan yang paling strategis
dalam era otonomi daerah dapat dirumuskan dalam satu kalimat yaitu
“berikan peluang kepada keluarga miskin dan komunitasnya untuk mengatasi
masalah mereka secara mandiri”. Ini berarti pihak luar harus mereposisi peran
mereka, dari agen pemberdayaan menjadi fasilitator pemberdayaan. Input
yang berasal dari luar yang masuk dalam proses pemberdayaan harus
mengacu sepenuhnya pada kebutuhan dan desain aksi yang dibuat oleh
keluarga miskin itu sendiri bersama komunitasnya melalui proses dialog yang
produktif agar sesuai dengan konteks setempat.Artinya program
pemberdayaan masyarakat desa adalah program yang sangat mementingkan
kebutuhan masyarakat pedesaan (Deswimar, 2014).
6
C. Sosiologi Pedesaan
paling kecil yaitu keluarga. Studi ini bertujuan untuk menjawab apakah
definisi keluarga yang sekarang ini digunakan oleh pemerintah Indonesia
masih relevan untuk menggambarkan kondisi masyarakat di negara ini
(Wiratri, 2018).
Beberapa pemerhati kependudukan sepakat bahwa melemahnya
program pengendalian kelahiran salah satunya disebabkan oleh peran
BKKBN yang termarginalkan sejak era reformasi. Isu pengendalian
penduduk terkooptasi oleh eforia politik yang berkepanjangan hingga saat ini.
Anggaran pembangunan dan fokus perhatian pemerintah lebih berorientasi
pada agenda-agenda politik, seperti pemilu, pilkada, serta korupsi elite politik
dan pemerintah. Lebih jauh, peran BKKBN dikerdilkan dengan kebijakan
otonomi tentang tugas pengendalian penduduk kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi
pengurangan petugas lapangan Keluarga Berencana (PLKB) secara nasional
sejak sebelum otonomi daerah dan setelah otonomi daerah, dari 35,000
petugas menjadi 22,000 petugas, sedangkan institusi yang mengurusi KB
telah digabung dengan lembaga-lembaga lain seperti Dinas Sosial atau
Pemberdayaan Perempuan sehingga upaya pengendalian penduduk menjadi
tidak fokus. Permasalahan tersebut paling tidak telah berdampak pada
peningkatan angka LPP nasional dari 1,46 persen menjadi 1,49 persen
(Sunaryanto, 2012).
E. Sex Ratio
Menurut Yuhedi dan Kuniawati (2011), rasio jenis kelamin (sex ratio)
digunakan untuk mengukur komposisi jenis kelamin. Rasio jenis kelamin ini
dipakai untuk pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan
jenis kelamin, terutama yang berkaitan dengan perimbangan pembangunan
pria dan wanita secara adil. Informasi tentang rasio jenis kelamin juga penting
diketahui oleh para politisi, terutama untuk meningkatan keterwakilan wanita
dalam parlemen.
jumlah penduduk pria
rasio jenis kelamin= ×100
jumlah penduduk wanita
9
F. Struktur Sosial
G. Organisasi Sosial
H. Penguasaan Tanah
I. Stratifikasi Sosial
dianggap berharga atau bernilai, maka selama itu pula aka nada stratifikasi
sosial dalam kelompok sosial (komunitas) tersebut (Singgih, 2010).
Stratifikasi sosial adalah sistem pembedaan individu atau kelompok
dalam masyarakat. setiap individu ditempatkan pada kelas-kelas sosial yang
berbeda-beda secara hierarki. Kelas sosial tersebut memberikan hak serta
kewajiban yang berbeda-beda pula antara individu pada suatu lapisan dengan
lapisan lainnya (Maunah, 2015).
Stratifikasi sosial menjadi bagian dari sistem distribusi kekayaan dan
pendapatan serta terkait dengan sistem distribusi kekuasaan. Stratifikasi
diturunkan dari generasi ke generasi sehingga setiap masyarakat menciptakan
kelompok orang yang tersusun berlapis-lapis dari lapisan tinggi, menengah,
dan rendah. Stratifikasi sosial tersebut berpengaruh terhadap pola tindakan
sosial, artiya individu atau kelompok lapisan atas bersikap dan berperilaku
tertentu yang acap kali berbeda dengan individu atau kelompok yang berada
pada lapis di bawahnya. Stratifikasi sosial juga memiliki pengaruh yang kuat
terhadap arah dan bentuk interaksi sosial serta perkembangan institusi sosial
(Usman, 2012).
Keberadaan stratifikasi sosial telah melestarikan orang-orang tertentu yang
menempati puncak strata terus mengontrol dan menguasai sumber-sumber
ekonomi. Mereka bisa mengontrol dan menguasai sumber-sumber politik, dan
memperoleh perlakuan istimewa. Bentuk stratifikasi sosial yang melestarikan
kesenjangan sosial adalah perbudakan (slavery). Sistem perbudakan ini
menjadikan seorang budak adalah milik majikan dan kedudukannya sangat
rendah dan sering kali diperlakukan seperti barang yang bisa dijualbelikan.
Bentuk lain dari stratifikasi sosial adalah kasta. Kasta adalah sistem strata
yang diwariskan terutama melalui keyakinan agama. Adapun bentuk lain
stratifikasi sosial yaitu kelas sosial (social class). Sistem kelas adalah
pelapisan berdasarkan posisi ekonomi dalam masyarakat (Usman, 2012).
J. Konflik Sosial
Konflik didefinsikan sebagai suatu proses sosial ketika dua orang atau
kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan
14
K. Kebudayaan
L. Kosmopolitan
adanya sebuah nilai universal yang dianut dan diyakini oleh masyarakat
dalam lingkup yang luas atau bahkan tanpa batas. Kosmopolitanisme
merupakan harapan ide tentang warga dunia tanpa perbatasan, dan
kosmopolitanisme bersumber dari inspirasi pemikiran humanitas rasional,
sebuah nilai yang terkandung dalam diri setiap manusia (Maghfuri, 2015).
Kosmopolitan atau apa saja yang disebut sebagai cosmopolitanism
merupakan ajaran yang memahami bahwa manusia pada dasarnya merupakan
suatu komunitas, tanpa skat-skat kebangsaan, hal itu dimungkinkan ketika
hubungan antarmanusia dibangun berdasarkan moralitas. Istilah ini bertolak
belakang dengan kominatarisme atau lebih khusus dengan ideologi-ideologi
patriotisme kebangsaan dan juga nasionalisme. Kosmopiltanisme dapat
dibangun dalam konteks persoalan-persoalan pemerintahan berskala dunia
ataupun secara sederhana merujuk pada persoalaan moral, ekonomi,
hubungan politik atau bangsa berbeda yang dipahami secara terbuka. Orang
yang konsisten terhadap ide kosmopolitanisme biasanya disebut kosmopolis
(Habibullah, 2012).
18
BAB III
METODE PENELITIAN