PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
bentuk olahan manisan buah, yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan
basah adalah daging buah yang ditambah dengan larutan gula encer. Sedangkan
manisan kering adalah daging buah dengan gula utuh (sebagai gula tidak larut dan
menempel pada buah). Buah yang dapat dikonsumsi setelah diolah menjadi
manisan basah, salah satunya adalah buah carica (Carica pubescens Lenne &
K.Koch).
Carica merupakan buah yang mirip dengan papaya tetapi buah ini hanya
bisa tumbuh di dataran tinggi seperti Dieng. Buah langka ini memiliki kandungan
gizi cukup tinggi dibandingkan buah-buahan lainnya, serta memiliki rasa dan
aroma yang harum. Salah satu kelemahan buah ini adalah tidak bisa dinikmati
secara langsung karena mengandung getah yang bisa menyebabkan rasa gatal jika
mengenai kulit. Selain itu, kandungan enzim papain yang cukup banyak pada kulit
buah carica menyebabkan rasanya menjadi agak pahit. Hal ini tentu menjadi
tantangan untuk bisa memanfaatkan buah ini agar lebih mudah dikonsumsi tanpa
memberikan efek samping. Pengolahan carica menjadi manisan, merupakan salah
satu cara untuk mereduksi dampak gatal-gatal setelah memakannya. Salah satu
industri pangan yang bergerak di bidang pengolahan manisan buah carica adalah
PT Banjarnegara Agro Mandiri Sejahtera, dengan mengolah buah tersebut dalam
bentuk produk carica in syrup.
Pengawetan yang dilakukan oleh PT Banjarnegara Agro Mandiri Sejahtera,
ini adalah kombinasi antara perlakuan fisik dengan pengawetan secara kimia yaitu
perlakuan pemanasan dan pengawetan menggunakan larutan gula. Mutu/kualitas
produk pada industri pengolahan pangan sangat diperhatikan karena menyangkut
keselamatan dan kepuasan konsumen. Keberhasilan suatu produk untuk dapat
disukai konsumen dan menembus pasaran domestik sangat tergantung pada
strategi produk tanpa mengesampingkan faktor penting lainnya, antara lain
pentingnya pengolahan yang baik dan benar sehingga mampu menaikkan mutu
suatu produk. Selain itu yang perlu diperhatikan dalam pengolahan adalah
pengendalian mutu mulai dari bahan baku sampai menjadi produk jadi yang siap
dipasarkan sehingga dihasilkan produk dengan kualitas tinggi
2
Mutu pada industri manufaktur, selain menekankan pada produk yang
dihasilkan, juga perlu diperhatikan mutu pada proses produksi. Hal yang lebih
baik adalah apabila perhatian pada mutu bukan pada produk akhir, akan tetapi
pada proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (work in
process), sehingga apabila ada kesalahan masih dapat diperbaiki, dengan demikian
produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak ada lagi
pemborosan karena produk tersebut harus dibuang atau dilakukan pengerjaan
ulang (rework). Pengendalian mutu ini menarik untuk dikaji, mengingat kualitas
suatu produk merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan daya saing
produk, selain biaya produksi. Selain itu, hal pentimg yang menjadi salah satu
faktor dalam meningkatkan mutu produk adalah sanitasi. Sanitasi merupakan
persyaratan mutlak bagi industri pangan sebab sanitasi berpengaruh langsung dan
tidak langsung terhadap mutu pangan dan daya awet produk serta nama baik dan
citra perusahaan. Sanitasi juga menjadi salah satu tolok ukur teratas dalam menilai
keberhasilan perusahaan yang menangani produk pangan.
Oleh karena itu, melalui praktik kerja lapangan yang dilaksanakan di PT
Banjarnegara Agro Mandiri Sejahtera diharapkan akan dapat mengetahui seluk
beluk proses pengolahan manisan carica (carica in syrup), proses sanitasi yang
diterapkan serta pengendalian mutu produk yang dilakukan oleh PT Banjarnegara
Agro Mandiri Sejahtera sehingga produknya mampu bersaing dipasaran.
3
B. Tujuan dan Sasaran Praktik Kerja Lapangan
4
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Carica atau pepaya gunung adalah kerabat pepaya yang hidup baik di
dataran tinggi basah, sekitar 1.500-3.000 meter di atas permukaan laut. Carica
berasal dari dataran tinggi Andes, Amerika Selatan (Warisno, 2003). Pepaya mini
ini banyak tumbuh di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Tinggi
pohon carica dapat mencapai 5 meter dengan 4-7 cabang. Buahnya berbentuk
seperti granat dengan panjang 6-15 cm dan lebar diameter 3-8 cm, dengan lima
sudut memanjang dari pangkal ujung. Daging buah carica harum dan berwarna
kuning kepucatan jika dimakan rasanya asam. Carica jarang dimakan langsung
karena dapat menimbulkan rasa gatal di lidah dan lebih aman serta enak jika
dibuat manisan (Sinartani, 2009). Klasifikasi carica menurut Abdullah (2009) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Angiospermae
Kelas : Diileniidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica pusbescens
6
Gambar 1. Buah carica
7
Mencerna protein merupakan problem utama yang umumnya dihadapi
banyak orang dalam pola makan sehari-hari. Tubuh mempunyai keterbatasan
dalam mencerna protein yang disebabkan kurangnya pengeluaran asam
hidroklorat di lambung. Kadar protein dalam buah pepaya tidak terlalu tinggi,
hanya 4-6 gram per kilogram berat buah. Tapi jumlah yang sedikit ini hampir
seluruhnya dapat dicerna dan diserap tubuh. Ini disebabkan enzim papain dalam
buah pepaya mampu mencerna zat sebanyak 35 kali lebih besar dari ukurannya
sendiri.
Papain bias memecah protein menjadi arginin. Senyawa arginin merupakan
salah satu asam amino esensial yang dalam kondisi normal tidak bisa diproduksi
tubuh dan biasa diperoleh melalui makanan seperti telur dan ragi. Namun bila
enzim papain terlibat dalam proses pencernaan protein, secara alami sebagian
protein dapat diubah menjadi arginin. Proses pembentukan arginin dengan papain
ini turut mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan manusia yang populer
dengan sebutan human growth hormone (HGH), sebab arginin merupakan salah
satu sarat wajib dalam pembentukan HGH. HGH ini akan membantu
meningkatkan kesehatan otot dan mengurangi penumpukan lemak di tubuh. Uji
laboratorium juga menunjukkan arginin berfungsi menghambat pertumbuhan sel-
sel kanker payudara.
Papain berfungsi membantu pengaturan asam amino dan membantu untuk
mengeluarkan racun tubuh. Dengan cara ini sistem kekebalan tubuh dapat
ditingkatkan serta mempercepat pencernaan karbohidrat dan lemak. Enzim papain
mampu memecah serat-serat daging, sehingga daging lebih mudah dicerna.
Memiliki sifat antiseptik dan membantu mencegah perkembangbiakan bakteri
yang merugikan di dalam usus. Membantu menormalkan pH usus sehingga
keadaan flora usus pun menjadi normal (Muhidin, 2001).
Buah pepaya gunung atau pepaya mini merupakan sumber kalsium, gula,
vitamin A serta vitamin C. Buah ini dapat dijadikan sebagai minuman sirup dan
jus atau makanan seperti manisan dan selai (Dorothy and Hargreaves, 1964). Buah
ini cocok dimakan oleh orang yang perutnya lemah terhadap buah-buahan lain,
karena mempunyai sifat memperbaiki sistem pencernaan (Robertson dalam
8
Popenoe, 2000). Sementara di Amerika Selatan, selain sebagai bahan pembuatan
selai buah pepaya ini dibuat sebagai minuman non alkohol. Buah yang masih
muda dikeringkan untuk dibuat serbuk sebagai bahan pembuatan obat penyakit
kulit di Eropa dan Amerika, atau sebagai obat peluruh cacing dan bahan kosmetik
(Neal, 1965). Sedangkan daunnya seperti halnya jenis pepaya biasa dapat
dimanfaatkan sebagai pelunak daging karena kandungan zat papain, yaitu suatu
senyawa protein yang bersifat mencerna.
C. Manisan Carica
9
kapang). Dalam proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan air garam dan
air kapur untuk mempertahankan bentuk (tekstur) serta menghilangkan rasa gatal
atau getir pada buah.
Carica in syrup merupakan salah satu olahan dari buah carica yang berupa
hasil produk awetan dengan menggunakan gula. Proses pembuatan manisan carica
atau carica in syrup di bagi menjadi tiga tahap, yaitu proses pengolahan buah,
pembuatan larutan pengisi dan proses pengemasan. Diagram alir proses produksi
carica in syrup adalah sebagai berikut :
10
1. Pembuatan Manisan
Manisan yang dimaksud dalam proses ini adalah pengolahan daging buah
Carica. Dalam pembuatan manisan, tahapan yang dilalui adalah :
b. Pengupasan
Pengupasan merupakan proses perlakuan pertama pada buah Carica. Proses
pengupasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang sangat tajam dan
menggunakan sarung tangan karet, mengingat getah buah Carica akan
menimbulkan rasa gatal jika mengenai kulit. Bahkan jika konsentrasi getah yang
mengenai kulit cukup banyak akan menimbulkan iritasi. Pengupasan dilakukan
untuk menghilangkan kulit buah Carica yang berwarna hijau atau kekuningan
sampai benar-benar habis, karena jika pengupasannya menyisakan sedikit saja
kulit buah Carica akan menyebabkan rasa buah nantinya setelah pengolahan
menjadi pahit, sehingga menjadi tidak disukai konsumen.
11
c. Pencucian I
Setelah dikupas buah Carica dicuci dalam bak berisi air dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada buah akibat proses pengupasan.
Selain itu pencucian pada tahap ini juga bertujuan untuk melarutkan getah yang
masih menempel pada daging buah Carica.
e. Pencucian II
Daging buah yang telah dibelah dan dipisahkan dari bijinya kemudian dicuci
lagi dalam air bersih untuk menghilangkan sisa-sisa getah yang masih menempel
pada daging buah dan mungkin belum larut saat pencucian yang pertama.
f. Pengecilan ukuran
Tujuan dari pengecilan ukuran adalah untuk mempercepat proses
pemasakan, memudahkan proses pengemasan, dan memudahkan konsumen saat
mengkonsumsi produk. Pengecilan ukuran ini disesuaikan dengan kebutuhan,
biasanya dipotong dengan ukuran kecil atau memanjang (sesuai dengan kemasan).
g. Pencucian III
Setelah perendaman dengan larutan kapur, daging buah Carica kemudian
dicuci lagi dengan air mengalir untuk membersihkannya dari butiran kapur yang
12
digunakan untuk perendaman. Cara pencuciannya adalah dengan memindahkan
potongan buah Carica ke dalam keranjang besar, yang kemudian dialiri air sambil
digosok-gosok agar larutan kapur yang menempel larut bersama air sehingga
produk menjadi bersih. Pada tahap ini juga dilakukan proses sortasi terhadap
potongan daging buah Carica yang masih belum bersih pengupasannya, terutama
daging buah yang masih ada kulit buahnya.
h. Blansing
Blansing (blanching) adalah perlakuan panas pada bahan pangan yang dapat
dilakukan dengan merendam bahan dalam air panas atau pemberian uap air pada
bahan pangan. Tujuan dari pemblansingan adalah :
1. Menonaktifkan enzim, terutama enzim polifenoloksidase (penyebab
pencoklatan enzimatis pada buah), ascorbic acid oksidase (penyebab
penguraian vitamin C), enzim katalase, dan enzim peroksidase.
2. Mengurangi jumlah mikroba yang mencemari buah.
3. Melenturkan jaringan buah sehingga memudahkan proses pengemasan.
4. Mengeluarkan udara dari jaringan buah, untuk mencegah oksidasi dan
terjadinya peningkatan tekanan dalam kemasan akibat proses pasteurisasi
nantinya.
Proses blansing ini akan menjaga kualitas bahan pangan karena bahan
menjadi bersih dan mengurangi populasi bakteri. Bahan pangan yang diberi
perlakuan blansing tidak menyebabkan semua mikroba mati, tetapi hanya
sebagian saja. Proses pemblansingan yang dilakukan dalam pembuatan manisan
Carica adalah dengan memasukkan daging buah yang telah direndam sebelumnya
dengan larutan kapur, ke dalam air mendidih selama kurang lebih 10 – 15 menit.
Pada tahap ini juga dilakukan penambahan bahan pewarna sintetis untuk
memperbaiki dan memantapkan warna produk. Bahan pewarna sintetis yang
digunakan adalah pewarna kuning (Sunset Yellow FCF). Berdasarkan keterangan
dari pihak perusahaan, penggunaan bahan pewarna ini telah sesuai dengan standar
SNI (dosis penggunaan bahan pewarna dirahasiakan oleh perusahaan).
Penambahan pewarna ini juga hanya diberikan untuk pembuatan produk manisan
13
Carica yang dikemas menggunakan kemasan plastik, sedangkan untuk kemasan
kaleng tidak menggunakan bahan pewarna apapun. Perbedaan perlakuan ini
dilakukan berdasarkan pengalaman eksperimen yang telah dilakukan oleh pendiri
perusahaan selama 1 tahun lebih yang menghasilkan kesimpulan bahwa produk
manisan Carica yang dikemas menggunakan kemasan plastik lebih cepat
mengalami pemudaran warna jika dibandingkan dengan kemasan kaleng. Karena
itulah pemberian zat pewarna sintetis hanya diberikan pada produk kemasan
plastik, itupun dalam formulasi yang jauh di bawah ambang batas yang
diperbolehkan oleh pemerintah terkait penggunaan bahan pewarna sintetis.
Pemblansingan dilakukan sedikit lebih lama dari metode pemblansingan
pada umumnya (kurang dari 10 menit) dikarenakan tekstur buah yang padat
membuat panas dari air membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai pusat
daging buah agar pemanasan yang dilakukan merata. Setelah pemblansingan akan
diperoleh tekstur buah yang empuk dan kenyal, dan daging buah Carica juga
menjadi bersih dan terbebas dari enzim-enzim penyebab kerusakan buah.
i. Perendaman
Daging buah Carica yang telah diblansing selanjutnya direndam sebentar
pada air hangat dengan maksud untuk memberikan shock therapy kepada
mikroorganisme yang masih ada di dalam bahan. Air hangat yang digunakan
merupakan air yang sebelumnya telah disterilkan dengan cara perebusan,
kemudian dibiarkan sampai suhunya turun baru kemudian digunakan untuk
merendam buah carica yang telah diblanching. Selain itu dengan adanya
perendaman ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pemasukan produk
dalam kemasan, karena jika terlalu panas akan membahayakan keselamatan.
Proses perendaman ini juga berbeda untuk proses produksi kemasan yang
berbeda. Untuk kemasan plastik yang pada proses pemblansingan menggunakan
penambahan bahan pewarna akan dilakukan 2 kali perendaman untuk mengurangi
kepekatan warna daging buah akibat penambahan zat pewarna sintetis yang
dilakukan sebelumnya. Sedangkan untuk kemasan kaleng, pada saat
pemblansingan tidak ditambahkan zat pewarna hanya dilakukan 1 kali
perendaman. Tujuan lain dari perendaman air hangat ini adalah untuk
14
memantapkan tekstur buah agar tidak mudah hancur. Setelah perendaman, produk
ini selanjutnya siap untuk diproses ke dalam kemasan dengan penambahan larutan
sirup.
2. Pembuatan Sirup
a. Ekstraksi
Proses ekstraksi yang dilakukan dalam pembuatan sirup adalah dengan cara
melarutkan biji Carica ke dalam air panas. Biji Carica yang telah dipisahkan dari
daging buahnya ditempatkan pada sebuah bak besar kemudian ditambahkan air
panas ke dalamnya. Biji Carica diaduk-aduk agar air panas tersebut bisa merata
melarutkan selaput yang menutupi biji Carica. Selanjutnya dengan menggunakan
gayung kecil, biji Carica yang telah bercampur air panas diambil untuk disaring
agar sari-sarinya bisa terekstrak. Proses penyaringan dilakukan sampai semua biji
telah tersaring, dan jika biji masih terdapat selaput putih yang masih melekat dan
aroma biji Carica masih harum akan dilakukan pengulangan proses ekstraksi.
Proses ini dilakukan sampai sari-sarinya terambil semuanya, yang ditandai dengan
hilangnya serat-serat putih pada biji Carica dan aroma harum biji Carica tidak
tercium lagi. Setelah proses ekstraksi selesai biji Carica langsung dibuang ke
tempat pembuangan.
b. Pemasakan/Perebusan.
Sari-sari buah Carica kemudian ditambahkan air sebelum direbus, agar tidak
terlalu kental. Setelah ditambahkan air sesuai formulasi yang ditentukan,
selanjutnya sari buah tersebut dimasak sampai mendidih (± suhu 100oC). Tujuan
15
dari pemasakan ini adalah untuk membunuh mikroorganisme yang masih hidup di
dalam sirup.
d. Penyaringan
Setelah melalui proses pemasakan, larutan sirup selanjutnya disaring
terlebih dahulu menggunakan kain saring agar terbebas dari kotoran-kotoran yang
16
terikut saat proses pemasakan atau yang tercampur dalam bahan-bahan pembantu
dan ikut larut saat dimasukkan ke dalam sirup. Selanjutnya larutan sirup
dicampurkan dengan manisan Carica dengan kemasan yang dikehendaki oleh
perusahaan, sehingga menjadi produk Carica in Syrup (manisan Carica dalam
sirup).
3. Pengemasan
Tahap akhir dari pembuatan Carica in Syrup (manisan Carica dalam sirup)
adalah pencampuran manisan Carica dan sirup ke dalam satu kemasan.
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan
produk pangan maupun non-pangan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat
yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau
keterangan-keterangan termasuk bebrapa manfaat dari isi kemasan. Pengemasan
mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menunjang distribusi produk
terutama yang mudah mengalami kerusakan (Susanto dan Saneto, 1994).
Menurut Winarno (1992), didalam pengemasan bahan pangan terdapat dua
macam wadah, yaitu wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan
dengan bahan pangan dan wadah kedua atau wadah yang tidak langsung
berhubungan dengan bahan pangan. Wadah utama harus bersifat non toksik dan
inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan
warna, flavour dan perubahan lainnya. Selain itu, untuk wadah utama biasanya
diperlukan syarat-syarat tertentu bergantung pada jenis makanannya, misalnya
melindungi makanan dari kontaminasi, melindungi kandungan air dan lemaknya,
mencegah masuknya bau dan gas, melindungi makanan dari sinar matahari, tahan
terhadap tekanan atau benturan dan transparan. Proses yang dilakukan dalam
tahap pengemasan ini antara lain:
a. Penimbangan
Potongan buah Carica yang selesai diblansing dan telah direndam dalam air
hangat ditimbang beratnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan perusahaan.
17
Kemasan kaleng terbuka yang telah dicuci, kemudian diisikan buah ke
dalam masing-masing kaleng yang telah disediakan, kemudian ditimbang setiap
kaleng sampai seragam dengan berat buah carica yang telah ditentukan. Kemasan
kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirup) kemudian dilakukan proses
exhausting hingga suhu larutan mencapai suhu 60oC, ± 20 menit yang dilanjutkan
dengan penutupan gelas secara manual. Tujuan exhausting adalah untuk
menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas lain dari dalam bahan dan
kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan gelas jar. Exhausting penting
dilakukan untuk memberikan kondisi vakum yang baik dalam head space pada
kaleng setelah penutupan.
c. Pasteurisasi
Pemanasan pada proses pengalengan ditunjukan untuk membunuh seluruh
mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng
tersebut selama dalam penanganan dan penyimpanan. Proses pemanasan dapat
dibagi menjadi tiga yaitu: pasteurisasi, pemanasan 100o C dan pemanasan diatas
100o C (Wijono, 1993).
Pasteurisasi merupakan proses termal dengan suhu sedang (mild heat
treatment) yang diberikan pada produk pangan, biasanya di bawah suhu 100oC.
Tujuan pasteurisasi adalah membunuh mikroba vegetatif tertentu, terutama
patogen dan inaktivasi enzim. Pasteurisasi merupakan perlakuan panas di bawah
titik didih air atau di bawah suhu sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme patogen tetapi tidak membunuh mikroorganisme pembusuk dan
nonpatogen. Pasteurisasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Low Temperature Long Time : suhu 63oC selama 30 menit.
2. High Temperature Short Time : suhu 72oC selama 15 detik.
18
manisan carica sehingga akan meminimumkan pertumbuhan mikroba pada
produk. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan sedang sehingga hanya sedikit
perubahan pada karakteristik produk pangan seperti perubahan nutrisi dan sensori,
namun kelemahan pasteurisasi adalah umur simpan produk yang terbatas atau
pendek (Medikasari, 2009).
Jadi proses pasteurisasi ini berfungsi sebagai proses antisipasi terakhir yang
dilakukan untuk menghilangkan/meminimalisir mikroorganisme yang hidup
dalam produk. Waktu pasteurisasi yang digunakan dalam proses ini tergantung
dari jenis dan jumlah bahan yang akan diberi perlakuan pasteurisasi.
d. Pendinginan
Proses pendinginan setelah dilakukannya pasteurisasi bertujuan untuk
mempermudah serta mempercepat proses pengangkutan dan pelabelan.
Pendinginan dilakukan dengan produk diangkat dari dalam panci perebusan
kemudian langsung direndam air dingin sampai produk benar-benar dalam kondisi
dingin, kemudian baru ditiriskan dalam keranjang. Pendinginan tersebut juga
bertujuan untuk menurunkan suhu carica in syrup dan menghilangkan lengket
karena tumpahan larutan gula yang menempel di luar kemasan.
e. Pelabelan
Setelah melalui tahap pasteurisasi dan pendinginan, produk segera diberi
label sesuai dengan waktu produksi yang dilakukan. Pemberian label untuk
kemasan carica in syrup memuat informasi:
1) Nama produk pangan
2) Daftar bahan/komposisi
3) Keterangan berat bersih
4) Keterangan nama dan alamat perusahaan
5) Keterangan tanggal kadaluarsa
6) Keterangan nomor/kode produksi
7) Petunjuk pemakaian
8) Petunjuk penyimpanan
9) Nomor ijin perusahaan
19
10) Sertifikasi halal
f. Packaging
Produk yang sudah diberi label sesuai dengan kode produksinya kemudian
dimasukkan ke dalam karton/kardus (kemasan sekunder) untuk memudahkan
proses distibusi kepada konsumen. Namun sebelum didistribusikan, beberapa
produk diambil sebagai sampel untuk diberi perlakuan inkubasi selama 1 minggu.
g. Inkubasi
Setelah melalui serangkaian proses pengemasan dan pasteurisasi, produk
manisan Carica yang sudah jadi selanjutnya diambil beberapa sampel produk
untuk diinkubasi. Tujuan perlakuan inkubasi ini adalah untuk mengetahui ada /
tidaknya kerusakan yang terjadi pada produk selama penyimpanan. Jika tidak
terjadi perubahan atau tidak ditemukan adanya kerusakan pada produk, maka
produk akan segera didistribusikan. Namun, jika ditemukan kerusakan maka
semua produk yang memiliki kode dan tanggal produksi yang sama tidak akan
didistribusikan kepada konsumen dan akan dimusnahkan.
Kandungan gizi per 100 gr botol manisan carica menurut Abdullah (2009)
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kandungan gizi manisan carica per 100 gram
Komponen Jumlah
Energi 24 kkal
Protein 1,9 g
Lemak 0,2 g
Karbohidrat 3,7 g
Serat 1g
Kalsium 51 g
Zat Besi 1,8 g
Vitamin A 1000 mg
Vitamin B1 0,32 mg
Vitamin C 85,3 mg
Sumber : Abdullah (2009)
20
E. Sanitasi Industri Pengolahan Manisan Carica
Sanitasi dalam industri pangan, mencakup cara kerja yang bersih dan aseptik
dalam berbagai bidang, meliputi persiapan pengolahan, pengepakan penyiapan
maupun transport makanan. Hygiene menunjukkan pelaksanaan prinsip sanitasi
untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan. Kontaminasi dapat
dikurangi atau ditekan seminimal mungkin dengan caramelaksanakan prinsip
sanitasi selama pengolahan. Udara, ruangan pengolahan, peralatan, pekerja, dan
bahan pangan dapat menjadi sumber kontaminan, hal tersebut dapat dibuktikan
dengan pengujian secara sederhana (Betty, 1984).
1. Sanitasi ruang pengolahan
Udara tidak mengandung mikroorganisme secara alami, tetapi kontaminasi
dari lingkungan sekitarnya mengakibatkan udara mengandung berbagai
mikroorganisme, misalnya dari debu, air, proses aerasi, dari penderita saluran
infeksi dan lain-lain. Mikroorganisme yang terdapat diudara biasanya melekat
pada bahan padat mikro misalnya debu atau terdapat didalam droplet/tetesan air.
Jika didalam suatu ruangan banyak terdapat debu dan cair, maka mikroba yang
ditemukan didalamnya juga bermacam-macam termasuk bakteri, kapang ataupun
khamir. Oleh karena itu kebersihan ruang pengolahan harus lebih diutamakan
mengingat ruang pengolahan adalah ruang utama yang berhubungan langsung
dengan produk sebelum jadi dan setelah jadi.
2. Sanitasi alat-alat pengolahan
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan juga berasal dari
penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan mengandungmikroba
dalam jumlah cukup tinggi.Pencucian alat pengolahan dengan menggunakan air
yang kotor, dapat menyebabkan mikroba yang berasal dari air pencuci dapat
menempel pada wadah alat tersebut.
3. Sanitasi pekerja
Sanitasi dalam pengolahan pangan juga ditentukan oleh tingkat
kebersihandan kesehatan pekerja yang melakukan pengolahan; karena tangan,
21
kuku,kulit, rambut, saluran pernafasan, maupun pakaian yang kotor dan tidak
terawat dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan pangan yang diolahnya.
4. Sanitasi bahan pangan
Mutu bahan dasar yang digunakan dalam pengolahan pangan sangat
menentukan mutu produk akhirnya (produk olahan). Penggunaan bahan baku yang
terkontaminasi oleh mikroorganisme dalam jumlah yang banyak akan
menghasilkan produk dengan mutu rendah dan kemungkinan menyebabkan
produk lebih mudah busuk selama penyimpanan.
Menurut Ranken (1993), sanitasi makanan adalah salah satu usaha
pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk
membebaskan bahan dari segala bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai
dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana produk tersebut siap untuk
dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan
untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari
penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, dan
kerusakan/pemborosan makanan. Sanitasi makanan meliputi kegiatan usaha yang
ditujukan kepada kebersihan dan kemurnian makanan agar tidak menimbulkan
suatu penyakit. Usaha-usaha sanitasi tersebut meliputi tindakan-tindakan saniter
yang ditujukan pada semua tingkatan, sejak makanan mulai dibeli, disimpan,
diolah, dan disajikan untuk melindungi agar konsumen tidak dirugikan
kesehatannya (Marriott, 1985).
Pengendalian mutu adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk
mengendalikan kontaminasi yang mungkin terjadi pada pangan sehingga
dihasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi karena hanya produk hasil
industri yang bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Pengendalian mutu
tersebut berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin modern
tingkat industri maka makin kompleks dan makin canggih pula ilmu pengetahuan
22
dan teknologi yang diperlukan untuk menangani mutunya. Pengendalian mutu
dilaksanakan di industri seluruhnya mengarah kepada pencapaian produk akhir
yang sesuai dengan standar mutu produk yang berlaku dan produk yang seragam.
Pengendalian mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek
kebijaksanaan, standarisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan
perundang–undangan (Soekarto, 1990 dalam Skripsi Ririn Setyantini, 2011).
Pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau kecacatan
pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan
melalui perbaikan proses produksi yang dimulai dari tahapan pengembangan,
perencanaan, produksi, pemasaran, pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat
biaya yang efektif, optimum untuk memuaskan konsumen.
Kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan
standar, penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan pengendalian), serta
melakukan tindakan koreksi (Hubies, 1997 dalam Skripsi Ririn Setyantini, 2011).
Untuk mempertahankan mutu produk pangan sesuai dengan yang diharapkan oleh
konsumen serta mampu untuk bersaing secara global maka perusahaan-
perusahaan mengacu sistem pengendalian mutu yang dapat ditempuh dengan
upaya-upaya sebagai berikut (Kdarisman, 1994 dalam Skripsi Ririn Setyantini,
2011) :
1. Pengendalian Mutu Bahan Dasar
Untuk mengendalikan kualitas bahan dasar, perusahaan telah menetapkan
ketentuan tentang syarat-syarat bahan baku dan bahan tambahan yang boleh
digunakan untuk melaksanakan proses produksi. Perusahaan melakukan
pemantauan secara langsung untuk penerimaan bahan baku buah Carica. Jika
ditemukan buah yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, perusahaan
akan menolaknya. Sedangkan untuk bahan tambahan seperti gula, Asam Sitrat,
bahan pengawet, dan pewarna sintetis, perusahaan telah memiliki kepercayaan
terhadap produsen tertentu yang memiliki kualitas produk yang baik. Sehingga
dalam mengawasi kualitas bahan tersebut perusahaan mempercayakannya kepada
pihak produsen.
23
2. Pengendalian Proses Produksi
Banyak hal yang dilakukan perusahaan terkait dengan proses pengendalian
mutu pada proses pengolahan. Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam
pengendalian proses pengolahan adalah untuk mempertahankan mutu produk.
Untuk menghasilkan produk yang benar-benar berkualitas, perusahaan
menyarankan agar pada setiap proses pengolahan dilakukan sortasi untuk
memisahkan bahan-bahan yang memenuhi kriteria produk akhir dengan yang
tidak.
Dimulai dari proses pengupasan, selain mengupas karyawan juga menyortir
buah-buah yang tidak layak produksi untuk dipisahkan. Kemudian saat proses
pencucian dilakukan lagi sortasi untuk buah yang pengupasannya tidak sempurna,
sedikit saja kulit buah yang ikut dalam proses produksi akan mempengaruhi
kualitas rasa produk akhir. Kemudian pada proses pemisahan daging buah dengan
biji, pencucian II, pengecilan ukuran, pencucian III, dan pengemasan juga
dilakukan hal yang sama. Hal ini untuk mengantisipasi adanya buah yang belum
memenuhi syarat dan lepas dari pengamatan karyawan untuk disortasi. Tujuan
proses sortasi bertingkat ini bertujuan untuk mengoreksi kelalaian karyawan
dalam menyortasi produk pada proses sebelumnya.
24
normal sesuai kondisi daerah setempat, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
yang terjadi pada produk, seperti tingkat kebocoran kemasannya dan potensi
terjadi kerusakan secara biologi dan kimia.
Selain itu, proses inkubasi juga berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya
perubahan-perubahan yang terjadi selama proses inkubasi. Misalnya jika
ditemukan produk yang kemasannya menggelembung atau banyak gelembung-
gelembung udaranya menandakan bahwa produk telah terkontaminasi mikroba,
dengan demikian produk bias ditarik dari gudang penyimpanan untuk
dimusnahkan. Karena jika terlanjur didistribusikan tentu akan sangat
membahayakan kesehatan konsumen. Berdasarkan pemeriksaan dari konsultan
HACCP, proses inkubasi disarankan untuk dilakukan selama 3 hari untuk
mempercepat proses distribusi dan menghemat tempat penyimpanan.
Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa
proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Kegiatan pengawasan mutu adalah mengevaluasi kinerja nyata proses
dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal tersebut meliputi
semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari bahan baku, proses
produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu bertujuan untuk mencapai
sasaran dikembangkannya peraturan di bidang proses sehingga produk yang
dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan masyarakat dan konsumen
(Puspitasari, 2004 dalam Skripsi Rizki Fajar Harjono, 2015).
25
III. Metode Praktik Kerja Lapangan
B. Materi
Materi yang akan dikaji dalam praktikum kerja lapangan ini adalah :
1. Gambaran umum perusahaan :
a. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
b. Visi dan Misi
c. Lokasi Perusahaan
d. Struktur Organisasi Perusahaan
e. Ketenagakerjaan
f. Logo Perusahaan
2. Proses produksi
a. Bahan baku dan bahan tambahan
b. Proses pengolahan manisan carica (carica in syrup)
c. Proses pengolahan sirup manisan carica (carica in syrup)
d. Proses pengemasan manisan carica (carica in syrup)
3. Pengendalian mutu
a. Pengendalian mutu bahan baku
b. Pengendalian mutu proses produksi
c. Pengendalian mutu produk akhir
4. Sanitasi dan penanganan limbah industri
5. Analisis SWOT
26
C. Metode Praktik Kerja Lapangan
27
IV. JADWAL PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Minggu
No Kegiatan IV
I II III
1 Pengenalan sejarah dan perkembangan,
visi dan misi, lokasi perusahaan,
struktur organisasi, ketenagakerjaan
serta logo perusahaan.
2 Pengamatan dan pengambilan data
primer mengenai bahan baku untuk
proses produksi, pensortiran bahan
baku, proses pengolahan serta
pengemasan manisan carica (carica in
syrup) di PT. Banjarnegara Agro
Mandiri Sejahtera
3 Pengamatan dan pengambilan data
sekunder mengenai pengendalian mutu
bahan baku hingga produk akhir serta
sanitasi dan pengolahan limbah manisan
carica (carica in syrup) di PT.
Banjarnegara Agro Mandiri Sejahtera
28
DAFTAR PUSTAKA
Majalah Medikasari, 2009. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarja IPB.
Bandung.
Neal, M.C. 1965. In Garden Of Hawaii. Honolulu: Bishop Museum Press. hal
600-602.
Ranken, M.D and R.C. Kill. 1993. Food Industrial Manual 23rd Edition. Dalam
Noviatri. 2000. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya, Malang.
Susanto, T dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina
Ilmu. Surabaya.
29
Trubus. 2000. Pertanian Organik. Jakarta: Yayasan Tani Membangun.
30
Lampiran 1. Bidang Kajian Praktik Kerja Lapangan
31
Lampiran 2. Format Laporan Praktik Kerja Lapangan
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan dan Sasaran Praktik Kerja Lapangan
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Carica atau Pepaya Gunung
B. Kandungan Gizi dan Manfaat Buah Carica Bahan baku dan pengemas
produk
C. Manisan Carica
D. Proses Pengolahan Carica In Syrup
E. Sanitasi Industri Pengolahan Manisan Carica
F. Pengendalian Murtu Manisa Carica (Carica In Syrup)
III. MATERI DAN METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN
A. Tempat danWaktu
B. Materi
C. Metode Praktik Kerja Lapangan
D. Jenis Data yang Diambil
E. Jadwal Pelaksaan
32
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
B. Visi danMisi
C. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan
D. Logo Perusahaan
E. Struktur Organisasi
F. Manajemen Sumber Daya Manusia
V. PROSES PRODUKSI MANISAN CARICA (CARICA IN SYRUP)
A. Bahan baku utama dan tambahan yang digunakan untuk produksi manisan
carica (carica in syrup)
B. Proses pengolahan manisan carica (carica in syrup)
C. Proses pengolahan sirup manisan carica (carica in syrup)
D. Proses pengemasan manisan carica (carica in syrup)
VI. PENGENDALIAN MUTU
A. Pengendalian mutu bahan baku
B. Pengendalian mutu proses produksi
C. Pengendalian mutu produk akhir
VII. SANITASI DAN PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI
VIII. ANALISIS SWOT
IX. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
33
Lampiran 3. Riwayat Hidup
a. Identitas diri
b. Riwayat pendidikan
SD SMP SMA
Nama MI Negeri MTs Wathoniyah MA Wathoniyah
Institusi Sikanco Islamiyah Kebarongan Islamiyah Kebarongan
Jurusan - - IPA
Tahun
2005-2011 2011-2014 2014-2017
Masuk-Lulus
34