Anda di halaman 1dari 53

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan perlindungandan
kesehatan sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul ”Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan:
Trauma Saluran Kemih”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini


penulis banyak menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan referensi dan
keterbatasan penulis sendiri. Dengan adanya kendala dan keterbatasan yang
dimiliki penulis maka penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
makalah dengan sebaik-baiknya.

Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih


jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang
akan datang.

Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya, Amin.

Kuningan, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Teoritis .......................................................................................... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................... 5
2.1 KONSEP DASAR TEORI TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN ..................... 5
2.1.1 Definisi Trauma Sistem Perkemihan .......................................................... 5
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan........................................................ 5
2.1.3 Klasifikasi Trauma Saluran Perkemihan ..................................................... 8
2.1.3.1 Trauma Ginjal ............................................................................................. 8
2.1.3.2 Trauma Ureter ........................................................................................... 15
2.1.3.3 Trauma Kandung Kemih ........................................................................... 17
2.1.3.4 Trauma Uretra ........................................................................................... 22
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
MASALAH TRAUMA VESIKA URINARIA ............................................................ 26
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 34
3.1 Kasus ................................................................................................................. 34
3.2 Pembahasan....................................................................................................... 35
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 52
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 52
4.2 Saran ................................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 53
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa
karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan
anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat
seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap
kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja,
sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu
kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital
harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan
yang lebih spesifik.
Trauma sistem perkemihan bisa terjadi karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Trauma tumpul sistem perkemihan lebih besar tingkat
kejadiannya 80 – 90% dibandingkan dengan trauma tajam yang mencapai 10
– 20%. Biasanya cedera saluran kemih disertai dengan trauma pada struktur
organ lain, kecuali cedera atrogenik yang umumnya merupakan cedera
tunggal.
Melihat akibat yang ditimbulkan dari trauma urinaria, maka kami dari
kelompok akan menjelaskan makalah laporan pendahuluan dan konsep
asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem perkemihan sebagai
penunjang kegiatan perkuliahan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan diantaranya:
a. Bagaimana konsep dasar teori trauma sistem perkemihan?
b. Bahaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada gangguan kandung
kemih?
c. Bagaimana asuhan keperawtan pada trauma urinaria yang salah satunya
trauma VU?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk memenuhi tugas mata kuliah gawat darurat.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui konsep dasar teori trauma sistem perkemihan
b. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada gangguan
sistem perkemihan (trauma kandung kemih)
c. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem perkemihan: trauma kandung kemih

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis


Sebagai bahan ajar untuk teman sejawat dalam mencari referensi
mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan: gangguan kandung kemih

1.4.2 Manfaat Praktis


Sebagai tambahan pemberian asuhan keperawatan karena terdapat
beberapa intervensi berdasarkan jurnal – jurnal penelitian.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR TEORI TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN

2.1.1 Definisi Trauma Sistem Perkemihan


Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat
terdiagnosa karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di
tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi
yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada
setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan
tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga
sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu
kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital
harus selalu diperbaiki/ dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan
yang lebih spesifik.

2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-
zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan
berupa urin (air kemih) (Speakman, 2008). Susunan sistem perkemihan terdiri
dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang
membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika
urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra urin dikeluarkan dari
vesika urinaria (Panahi, 2010).

1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk
ginjal seperti biji kacang. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang
disebut kapsula fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang
berwarna cokelat gelap, medulla renalis di bagian dalam yang berwarna
cokelat lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk
kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap
kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis
(Panahi, 2010).
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya
lobus hepatis dextra yang besar. Ginjal berperan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari
protein ureum, kreatinin dan amoniak.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Perkemihan

2. Ureter
Ureter terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari
ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm
dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter terdiri dari: a) dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), b)
lapisan tengah otot polos, c) lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter
yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran,
melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
3. Kandung Kemih/ Vesika Uriaria
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon
karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk
kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria
terdiri dari fundus, korpus, dan verteks. Dinding kandung kemih terdiri
dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika
muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam).
4. Uretra

Gambar 2.2 Kiri: Anatomi Uretra Laki – laki,


Kanan: anatpmi uretra perempuan

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung


kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra
berjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis
panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki – laki terdiri dari: uretra prostaria,
uretra membranosa dan uretra kavernosa. Lapisan uretra laki – laki terdiri
dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa. Uretra
pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari
tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus
dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara
uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan
vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

2.1.3 Klasifikasi Trauma Saluran Perkemihan

2.1.3.1 Trauma Ginjal

Gambar 2.3 Kerusakan jaringan ginjal

1. Definisi
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang
paling sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan
trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma
ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada
trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik
pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat
trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan
lalulintas.
Trauma tumpul sering menyebabkan luka pada ginjal,
misalnya karena kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh atau
trauma pada saat berolahraga. Luka tusuk pada ginjal dapat terjadi
karena tembakan atau tikaman. Kerusakan yang terjadi bervariasi.
Cedera ringan menyebabkan hematuria yang hanya dapat
diketahui dengan pemeriksaan mikroskopis, sedangkan cedera
berat bisa menyebabkan hematuria yang tampak sebagai air kemih
yang berwarna kemerahan.

2. Klasifikasi

Gambar 2.4 Kerusakan trauma ginjal berdasarkan grade

Trauma ginjal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


a. Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang
dimodifikasi oleh Federle:
1) Grade I lesi meliputi:
a) Kontusi ginjal
b) Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan
pada sistem pelviocalices
c) Hematom minor dari subcapsular atau perinefron
(kadang kadang) 75 – 80 % darià keseluruhan trauma
ginjal
2) Grade II lesi meliputi:
a) Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus
kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine
b) Sering terjadi hematom perinefron
c) Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai
ke medulla 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
3) Grade III lesi meliputi:
a) Ginjal yang hancur
b) Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari
keseluruhan trauma ginjal
4) Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:
a) Avulsi pada ureteropelvic junction
b) Laserasi dari pelvis renal

3. Etiologi Trauma Ginjal


Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma
ginjal. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas, olahraga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal
biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ -
organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian
yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam
rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi
pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang
menimbulkan trombosis.

4. Manifestasi Klinis Trauma Ginjal


Pada rudapaksa tumpul dapat ditemukan jejas di daerah
lumbal, sedangkan pada rudapksa tajam tampak luka. Pada palpasi
di dapat nyeri tekan, ketegangan otot pinggang, sedangkan massa
jarang teraba. Massa yang cepat meluas sering ditandai tanda
kehilangan darah yang banyak merupakan tanda cedera vaskuler.
Nyeri abdomen pada daerah pinggang atau perut bagian atas.
Fraktur tulang iga terbawah sering menyertai cedera ginjal.
Hematuria makroskopik atau mikroskopik merupakan tanda utama
cedera saluran kemih.

5. Pemeriksaan Penunjang pada Trauma Ginjal


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah
urinalisis. Pada pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan,
warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini
juga menyediakan secara langsung informasi mengenai pasien
yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan
harus dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada,
maka dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik. Meskipun
secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan
dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga
kalau pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai
hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari
pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis
trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan cara traktus
urinarius. Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: foto polos abdomen,
pielografi intravena, urografi retrograde, arteriografi
translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed
tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance
(NMR).
Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
1) Grade I
a) Hematom minor di perinephric , pada IVP, dapat
memperluhatkan gambaran ginjal yang abnomal
b) Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal
ataupun tidak
c) Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai
dfek linear pada parenkim atau terlihat mirip dengan
kontusi ginjal
d) Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma
ginjal grade I dapat menunjukkan gambaran ginjal
normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah
karena penderit grade I memang tidak memerlukan
tindakan operasi .
e) Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat
seperti massa cairan diantara parenkim ginjal
2) Grade II
a) Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah
yang mengalami laserasi
b) Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus
renalis atau meluas sampai ke daerah perinefron atau
bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron.
c) Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau
lebih lebar.
d) Dengan pemeriksaan CT Scan , fraktur parenkim ginjal
dapat terlihats
e) Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial
daerah perinefron, dengan parenkim ginjal yang masih
intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan kuat
terjadinya avulsi ureteropelvic junction
3) Grade III
a) Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil.
Kadang kadang dapat terjadi shock dan sering teraba
massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
b) Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan
pemeriksaan IVP, dimana terlihat gangguan fungsi
ekskresi baik parsial maupun total
c) Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis
A.Renalis dan avulsi A. Renalis. Angiografi dapat
memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis.
d) Viabilitas dari fragmen ginjal dapat dilihat secara
angiografi. Arteriografi memperlihatkan 2 fragmen
ginjal yang terpisah cukup jauh.fragmen yang viabel
akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi
cukup baik. Fragmen diantaranya berarti merupaka
fragmen yang sudah tidak viable lagi.
4) Grade IV
a) Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction.
b) Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya
akumulasi kontras pada derah perinefron tanpa
pengisian ureter.
Sebagai kesimpulan, sampai sekarang belum ada
pembatasan yang jelas kapan seorang penderita yang diduga
trauma ginjal memerlukan IVP atau CT Scan sebagai pemeriksaan
penunjangnya. Keputusan tersebut harus didasarkan kepada
pemeriksaan manakah yang lebih tersedia. CT San biasanya
diambil sebagai pemeriksaan penunjang pertama pada psien yang
mengalami trauma multiple organ intra abdomen, dan pasien yang
diduga trauma ginjal Grade III atau IV. CT Scan berfungsi
sebagai pemeriksaan kedua setelah IVP pada pasien yang pada
IVP memperlihatkan gambaran kerusakan luas parenkim ginjal
dan pasien yang keadaan umumnya menurun.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada penyakit trauma ginjal adalah
mencegah gejala-gejala darurat dan penanganan komplikasi.
Analgesik dibutuhkan untuk mengurangi rasa sakit. Hospitalisasi
dan observasi tertutup dibutuhkan karena resiko perdarahan
tertutup dari trauma ginjal. Perdarahan yang cukup berat
membutuhkan pembedahan keseluruhan ginjal (nefroktomi) untuk
mengontrol perdarahan. Pembedahan dilakukan untuk mengontrol
perdarahan termasuk drainase pada ruang sekitar ginjal. Kadang-
kadang angio-embolisasi dapat menghentikan perdarahan.
Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki keadaan parenkim
ginjal dan vaskularisasinya. Dimana tehnik yang akan dilakukan
tergantung pada lokasi terjadinya trauma.
Pengobatan non-bedah termasuk istirahat selama 1-2
minggu atau selama perdarahan berkurang, adanya nyeri, dan
observasi tertutup dan penanganan gejala-gejala dari gagal ginjal.
Pengobatan ini juga harus diimbangi dengan retriksi diet dan
penanganan gagal ginjal.
Pengobatan diawali dengan langkah untuk mengendalikan
kehilangan darah dan mencegah syok. Diberikan cairan intravena
untuk menormalkan tekanan darah dan merangsang pembentukan
air kemih. Untuk cedera ringan (misalnya akibat terapi ESWL),
dilakukan pengawasan ketat terhadap asupan cairan dan penderita
menjalani tirah baring. Cedera berat yang menyebabkan
perdarahan hebat atau kebocoran air kemih ke jaringan di
sekitarnya seringkali harus diatasi dengan pembedahan.
Jika aliran darah ke ginjal berkurang, maka jaringan ginjal
yang normal bisa mati dan digantikan oleh jaringan parut. Hal ini
bisa menyebabkan tekanan darah tinggi yang terjadi dalam
beberapa minggu atau beberapa bulan setelah terjadinya trauma.
Biasanya jika terdiagnosis dan diobati secara tepat dan cepat, maka
sebagian besar trauma ginjal memiliki prognosis yang baik.
7. Komplikasi
Komplikasi tercepat terjadi dalam 4 minggu setelah
trauma dan termasuk ekstravasasi urin dan bentuk urinoma, yang
disertai perdarahan, infeksi urinoma dan abses perinefrik, sepsis,
fistula arteriovenous, pseudoanerysma dan hipertensi.
Komplikasi yang lama termasuk hironefrosis, hipertensi,
bentuk kalkulus, dan pyelonefritis kronik. Pada sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Husman dan Moris didapatkan bahwa
komplikasi lebih banyak ditemukan pada pasien yang
devaskularisasi dibandingkan dengan pasien yang vaskularisasi.
Komplikasi infeksi pada sistem urinari dan abses perinefrik
umumnya didapatkan pada pasien yang belum dilakukan
pembedahan.

2.1.3.2 Trauma Ureter

Gambar 2.5 Trauma Ureter

1. Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang
menuju ke kandung kemih) terjadi selama pembedahan organ
panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon atau
uteroskopi. Seringkali terjadi kebocoran air kemih dari luka yang
terbentuk atau berkurangnya produksi air kemih.
2. Manifestasi Klinis
Gejala trauma ureter biasanya tidak spesifik dan bisa
timbul demam atau nyeri. Pada umumnya tanda dan gejala klinik
umumnya tidak spesifik yaitu:
a. Hematuria menunjukkan cedera pada saluran kemih.
b. Bila terjadi ekstravasasi urin dapat timbul urinom pada
pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan melalui luka atau
tanda rangsang peritoneum bils urin masuk ke rongga
intraperitoneal.
c. Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria.

3. Etiologi
Penyebab trauma ureter diantaranya luka tembak atau
tusuk, ruda paksa ureter disebabkan oleh ruda paksa tajam atau
tumpul dari luar maupun iatrogenik terutama pada pembedahan
rektum, uterus, pembuluh darah panggul atau tindakan
endoskopik. Penyebab lain trauma ureter adalah luka tembus,
biasanya karena luka tembak. Jarang terjadi trauma ureter akibat
pukulan maupun luka tumpul.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang biasanya dilakukan adalah
urografi intravena, CT scan dan urografi retrograd. Jika trauma
ureter terjadi akibat pembedahan, maka dilakukan pembedahan
lainnya untuk memperbaiki ureter.
Ureter bisa disambungkan kembali ke tempat asalnya atau
di bagian kandung kemih yang lainnya. Pada trauma yang tidak
terlalu berat, dipasang kateter ke dalam ureter dan dibiarkan
selama 2-6 minggu sehingga tidak perlu dilakukan pembedahan.
Pengobatan terbaik untuk trauma ureter akibat luka tembak atau
luka tusuk adalah pembedahan.
2.1.3.3 Trauma Kandung Kemih
1. Definisi
Trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan
keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera,
bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan
komplikasi seperti pedarahaan hebat, peritonitis dan sepsis secara
anatomic buli-buli terletak didalam rongga pelvis terlindung oleh
tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera.
Cedera kendung kemih disebabkan oleh trauma tumpul
atau penetrasi. Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi
menurut isi kandung kemih, sehingga bila kandung kemih penuh
akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada saat kosong.
(Arif Muttaqin: 211)

2. Etiologi
Ruptur kandung kemih terutama terjadi akibat trauma
trauma tumpul pada panggul, tetapi bisa juga karena trauma
tembus seperti luka tembak dan luka tusuk oleh senjata tajam, dan
cedera dari luar, cedera iatrogenik dan patah tulang panggul.
Pecahan-pecahan tulang panggul yang berasal dari fraktur dapat
menusuk kandung kemih tetapi rupture kandung kemih yang khas
ialah akibat taruma tumpul pada panggul atas kandung terisi
penuh. Tenaga mendadak atas masa urinaria yang terbendung di
dalam kandung kemih yang mnyebabkan rupture. Penyebab
iatrogenic termasuk pasca intervensi bedah dari ginekologi,
urologi, dan operasi ortopedi di dekat kandung kemih. Penyebab
lain melibatkan trauma obstetric pada saat melahirkan.
Kandung kemih yang penuh dengan urine dapat
mengalami rupture oleh tekanan yang kuat pada perut bagian
bawah. Cidera ini umumnya terjadi karena pemakaian sabuk
pengaman pada klitis.
3. Manifestasi klinis
Trauma bladder selalu menimbulkan nyeri pada abdomen
bawah dan hematuria. Jika klien mempunyai riwayat trauma pada
abdomen, itu merupakan faktor predisposisi trauma bladder. Klien
dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih. Test diagnostik
pada trauma bladder meliputi IVP dengan lateral views atau CT
scan saat blader kosong dan penuh, atau csytogram. Jika darah
keluar dari meatus, disrupsi uretral mungkin telah terjadi. Pada
kasus ini, klien tidak boleh dikateterisasi sampai disrupsi tersebut
teratasi.

4. Patofisiologi
Trauma vesika urinaria terbanyak karena kecelakaan lalu
lintas / kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen patah tulang
pelvis mencederai buli-buli. Trauma vesika urinaria tumpul dapat
menyebabkan rupture buli-buli terutama bila kandung kemih
penuh atau terdapat kelainan patelegik seperti tuberculosis, tumor
atau obstruksi sehingga menyebabkan rupture. Trauma vesika
urinaria tajam akibat luka tusuk atau luka tembak lebih jarang
ditemukan. Luka dapat melalui daerah suprapubik ataupun
transperineal dan penyebab lain adalah instrumentasi urologic.
Fractur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau rupture
kandung kemih, pada ontusio buli-buli hanya terjadi memar pada
dinding buli-bui dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Ruptur
kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal atau ekstraperitoneal.
Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk
fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih
yang penuh. Peda kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga
perivesikal.
Cedera kandung kemih tidak lengkap atau sebagian akan
menyebabkan robekan mukosa kandung kemih. Segmen dari
dinding kandung kemih mengalami memar, mengakibatkan cedera
lokal dan hematoma. Memar atau kontusi memberikan manifestasi
klinis hematuria setelah trauma tumpul atau setelah melakukan
aktivitas fisik yang ekstrem (contohnya: lari jarak jauh).
Ruptur ekstraperitoneal kandung kemih. Ruptur
ekstraperitoneal biasanya berhubungan dengan fraktur pinggul
(89%-100%). Sebelumnya mekanisme cedera diyakini dari
perforasi langsung oleh fragmen tulang pinggul. Tingkat cedera
kandung kemih secara langsung berkaitan dengan tingkat
keparahan fraktur.
Beberapa kasus mungkin terjadi dengan mekanisme yang
mirip dengan pecahnya kandung kemih intraperitoneal, yang
merupakan kombinasi dari trauma dan overdistension kandung
kemih. Temuan cystographic classic adalah ekstravasasi kontras
sekitar dasar kandung kemih. Dengan cedera yang lebih kompleks,
bahan kontras meluas ke paha, ke penis, perineum, atau kedalam
dinding anterior abdomen. Ekstravasasi akan mencapai skrotun
ketika vasia superior diagfragma urogenital atau diagfragma
urogenital sendiri menjadi terganggu.
Ruptur kandung kemih intraperitoneal. Ruptur kandung
kemih intraperitoneal digambarkan sebagai masuknya urine secara
horizontal kedalam kompartemen kandung kemih. Mekanisme
cedera adalah peningkatan tekanan intrvesikal secara tiba-tiba ke
kandung kemih yang penuh. Kekuatan dari trauma tidak mampu
ditahan oleh keammpuan dinding kandung kemih sehingga terjadi
perforasi dan urine masuk kedalam peritoneal
Kombinasi ruptur intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
Mekanisme cedera penetrasi memungkinkan cedera menembus
kandung kemih seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung
kemih atau luka tusuk abdomial bawah. Hal tersebut akan
menyebutkan intraperitoneal ekstraperitoneal, cedera atau
gabungan kandung kemih.
Ruptur kandung kemih
Intraperitoneal
ekstraperitoneal

Spasme otot destrusor Respons Respons masuknya Hematuria


Peregangan saraf Pendarahan arteri Urine ke dalam Penurunan urine
infravesika panggul peritoneum Output
Anuria

Nyeri Aktual/resiko syok Gangguan


hipovolemik Sespis peritonitis Pemenuhan
Eliminasi urine

Asuhan keperawatan Tindakan pembedahan


perioperatif Respons psikologis: koping maladaptif
kecemasan

Kecemasan

5. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari trauma kandung kemih adalah
sebagai berikut:
a. Fraktur tulang pelvis disertai pendarahan hebat
b. Abdomen bagian tempat jejas / hemato
c. Tidak bisa buang air kecil, kadang keluar darah dari uretra
d. Nyeri suprapubik
e. Ketegangan otot dinding perut bawah
f. Trauma tulang panggul
6. Klasifikasi
a. Rupture ekstraperitoneal kandung kemih
Rupture ekstraperitoneal kandung kemih. Rupture
ekstraperitoneal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul
( 89% - 100% ). Sebelumnya, mekanisme cidera diyakini dari
perforasi langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat
cidera kandung kemihsecara langsung berkaitan dengan tingkat
keparahan fraktur.
b. Rupture kandung kemih intraperitoneal.
Rupture kandung kemih intraperitoneal digambarka sebagai
masuknyaurine secara horizontal kedalam kompartemen
kadung kemih.mekanismecidera adalah peningkatan tingkat
tekanan intravesikel secara tiba-tibakekandung kemih yang
penuh. Kekuatan daya trauma tidak mampu ditahan oleh
kemampuan dinding kandung kemih sehingga terjadiperforasi
dan urine masuk kedalam peritoneum.
c. Kombinasi rupture intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
Meknaisme cidera penetrasi memungkinkan cidera menembus
kandungkemih seperti peluru kecepatan tinggi melintasi
kandung kemih atau luka tusuk abdominal bawah. Hal itu akan
menyebabkan intraperitoneal,ekstraperitoneal, cidera, atau
gabungan kandung kemih ditahan oleh kemampuan dinding
kandung kemih sehingga terjadi perforasi dan urine
masuk kedalam peritoneum.

7. Komplikasi
Komplikasi dari trauma kandung kemih, diantaranya:
a. Urosepsis.Keracunan septic dari penahanan dan absorbs
substansi urin.
b. Klien lemah akibat anemia.
8. Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan diantaranya:
a. Hematokrit menurun.
b. Cystografi: menunjukkan ekstravasase urine, vesika
urinaria dapatpindah atau tertekan.

9. Penatalaksanaan
a. Atasi syok dan perdarahan.
b. Istirahat baring sampai hematuri hilang
c. bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruptur vesika
urinaria intraperitoneal dilakukan sectio alta yang dilamjutkan
dengan laparatomi

2.1.3.4 Trauma Uretra


1. Definisi
Trauma uretra adalah trauma atau cedera yang mengenai
uretra yang terjadi akibat tenaga / tekanan dari luar atau akibat
instrumentasi pada uretra. Trauma uretra ini merupakan suatu
kegawatdaruratan bedah urologi biasanya di sebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.

2. Insidensi
Trauma uretra anterior kurang sering didiagnosis
kegawatdaruratannya sejak awal oleh karena itu kejadian yang
sebenarnya sulit untuk ditentukan. Trauma penetrasi ke uretra
jarang terjadi, pada pusat-pusat trauma yang besar melaporkan
hanya sedikit kejadiannya per tahun. Trauma uretra posterior
paling sering dikaitkan dengan patah tulang panggul, dengan
kejadian 5 - 10 %. Dengan kejadian sebesar 20 patah tulang
panggul per 100.000 penduduk. Trauma uretra lebih sering terjadi
pada pria dibandingkan wanita, dan lebih sering terjadi pada anak –
anak di bandingkan pada dewasa. Ketika ditemukan kasus trauma
ini pada wanita, biasanya berkaitan dengan fraktur pelvis yang
signifikan. Trauma uretra yang paling umum terjadi ialah trauma
uretra posterior, dimana 3 - 25 % pasien dengan fraktur pelvis.
Trauma uretra anterior pada kurang lebih 33 % pasien dengan
straddle injury terjadi akibat kompresi uretra oleh pubis,
merupakan tipe trauma yang paling sering terjadi.
.
3. Etiologi
Seperti pada kejadian trauma, etiologi trauma uretra dapat
diklasifikasikan sebagai trauma tumpul dan penetrasi. Trauma
uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada
pelvis dan uretra. Secara klasik, trauma uretra anterior disebabkan
oleh straddle injury atau tendangan atau pukulan pada daerah
perineum, dimana uretra pars bulbosa terjepit diantara tulang pubis
dan benda tumpul. Straddle injury dapat menyebabkan laserasi atau
kontusio dari uretra. Trauma tembus uretra (luka tembak atau luka
tusuk) dapat juga menyebabkan trauma uretra anterior. Penyebab
lain dari trauma uretra anterior adalah trauma penis yang berat,
trauma iatrogenic dari kateterisasi, atau masuknya benda asing.
Instrumentasi atau iatrogenik dapat menyebabkan disrupsi parsial.
Trauma tumpul uretra anterior paling sering terjadi pada pukulan
ke segmen bulbar seperti terjadi ketika mengangkangi suatu objek
atau dari serangan langsung atau tendangan ke perineum.

4. Mekanisme Trauma
Trauma uretra anterior paling sering terjadi karena pukulan
benda tumpul ke perineum yang menyebabkan rusaknya jaringan
uretra. Luka-luka awal sering diabaikan oleh pasien dan pada
akhirnya trauma uretra anterior tersebut dapat memberikan
manifestasi klinis beberapa tahun kemudian sebagai striktur yang
merupakan hasil penyempitan dari jaringan parut yang disebabkan
oleh iskemia pada tempat trauma.
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan trauma
uretra anterior. Trauma tumpul adalah diagnosis yang sering dan
cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling sering (85%),
karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis, tidak
seperti uretra pars pendulosa yang mobile. Trauma tumpul pada
uretra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury atau
trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara
ramus inferior pubis dan benda tumpul, menyebabkan memar atau
laserasi pada uretra.
Tidak seperti trauma pada uretra pars prostatomembranous,
Trauma tumpul uretra anterior jarang berhubungan dengan trauma
organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury menimbulkan cedera
cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat
kejadian. Pasien biasanya datang dengan striktur uretra setelah
kejadian yang intervalnya bulan atau tahun.
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan
trauma penis (10% - 20% dari kasus). Mekanisme cedera adalah
trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan intim, dimana
penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita,
menyebabkan robeknya tunika albuginea.
Trauma uretra posterior terjadi ketika ada gesekan yang
kuat pada persimpangan prostatomembranous pada trauma tumpul
panggul. Uretra pars prostatika dalam posisi tetap karena adanya
tarikan dari ligamen puboprostatic. Pergeseran tulang panggul pada
fraktur akibat trauma (fracture type injury) menyebabkan uretra
pars membranosa mengalami peregangan atau bahkan robek.

5. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan adalah
uretrografi, USG, CT Scan dan MRI.
a. Pemeriksaan uretrografi retrograde
Pemeriksaan uretrografi retrograde dapat memberi keterangan
letak dan tipe ruptur uretra. Uretrografi retrograde akan
menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi
uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya
ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya ekstravasasi maka
kateter uretra boleh dipasang.
b. Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaaan USG bukan merupakan pemeriksaan rutin dalam
penilaian awal trauma uretra, tetapi dapat sangat berguna dalam
menentukan posisi dari haematom pelvis dan high- riding
vesica urinaria saat diindikasikan pemasangan kateter
suprapubis.
c. CT – Scan dan MRI
CT – Scan dan MRI bukan merupakan pemeriksaan awal untuk
penilaian awal trauma uretra, tetapi berguna dalam menentukan
distorsi anatomi pelvis setelah trauma berat dan menilai
hubungan trauma dengan uretra penil, vesica urinaria, ginjal
dan organ intraabdominal.
Temuan CT dapat membantu dalam memprediksi adanya
kemungkinan trauma uretra. Pada CT scan dapat ditemukan
adanya distorsi struktur periprostatik atau haematom muskulus
ischiocavernosus atau obturator pada CT tanpa kontras,
ekstravasasi bahan kontras sekitar dasar VU pada CT fase
ekskretori.
MRI memiliki kegunaan dalam merencanakan pendekatan
pembedahan pada gangguan uretra posterior. Meskipun MRI
tidak memiliki peran dalam evaluasi uretra pada keadaan akut,
MRI berguna dalam menilai anatomi pelvis pasca trauma,
menentukan posisi/letak prostat dan sejumlah fibrosis pelvis,
dan mengestimasi panjang defek prostatomembraneous.
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN MASALAH TRAUMA VESIKA URINARIA
2.2.1 Pengkajian
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep
perawatan secara holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan
berkesinambungan. Pada kasus ini akan dibahas khusus pada sistim tubuh
yang terpengaruh yaitu: SEP

1. Data Subyektif

Data yang dikaji adalah:

a. Rasa nyeri pada kandung kemih (nyeri abdomen bawah atau nyeri di
daerah suprapubik) dapat disebabkan oleh distensi yang berlebihan
atau infeksi kandung kemih. Perasaan ingin kencing, tenesmus nyeri
ketika mengejan) dan disuria terminal (nyeri pada akhir urinary)
sering dijumpai.
b. Ginjal (Renal): Kemungkinan Data yang diperoleh : Oliguria
(produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam), Anuria (100 cc / 24 Jam,
Infeksi (WBCs , Bacterimia), Sediment urine mengandung : RBC.
c. Pasien mengatakan kadang tidak bisa buang air kecil dan keluar darah
dari uretra.
d. Pasien selalu menanyakan tindakan yang akan dilakukan.

2. Riwayat sakitnya dahulu

Data yang dikaji adalah:

a. Sejak kapan muncul keluhan


b. Berapa lama terjadinya hipertensi
c. Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
d. Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang

3. Penanganan selama ada gejala


Data yang dikaji adalah:

a. Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan


b. Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
c. Penggunaan koping mekanisme bila sakit.

4. Pola makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja

Pengkajian terhadap integritas saluran kemih merupakan bagian


evaluasi yang dilakukan pada individu yang mengalami trauma di tubuh
bagian bawah, trauma yang terkait terutama saluran kemih, antara lain fraktur
pelvis,trauma akibat benda tumpul dan tusukan benda tajam atau peluru.
Fraktur dapat mengakibtkan perforasi kandung kemih atau robeknya uretra.
Pukulan keras pada tubuh bagian bawah dapat mengakibatkan kontusio,
robekan atau ruptur ginjal.

5. Data Obyektif

Data yang dikaji adalah:

a. Pada saat urin dipantau kadang terdapat darah dan


hematuria/perdarahan segar bisa terjadi
b. Gelisah, cemas
c. Espresi wajah ketakutan
d. Takikardi
e. Tekanan darah meningkat.

6. Pemeriksaan Fisik
Teknik Temuan:
a. Inspeksi
Perhatikan abdomen bagian bawah, kandung kemih adalah organ
berongga yang mampu membesar u/ mengumpulkan dan
mengeluarkan urin yang dibuat ginjal
b. Perkusi
1) Pasien dalam posisi terlentang
2) Perkusi dilakukan dari arah depan
3) Lakukan pengetukan pada daerah kandung kemih, daerah
suprapubis
c. Palpasi
1) Lakukan palpasi kandung kemih pada daerah suprapubis
2) Normalnya kandung kemih terletak di bawah simfibis pubis
tetapi setelah membesar meregang ini dapat terlihat distensi pada
area suprapubis
3) Bila kandung kemih penuh akan terdengar dullness atau redup
4) Pada kondisi yang berarti urin dapat dikeluarkan secara lengkap
pada kandung kemih. Kandung kemih tidak teraba. Bila ada
obstruksi urin normal maka urin tidak dapat dikeluarkan dari
kandung kemih maka akan terkumpul. Hal ini mengakibatkan
distensi kandung kemih yang biasa di palpasi di daerah
suprapubis.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fungsi ginjal, kreatinin dan ureum darah
Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens Creatinin Test
(CCT) adalah:
1) Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
2) Menanmpung urine 24 jam
3) Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk mengetahui
kreatinin darah)
4) Mengambil urine 50 cc.
5) Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus :
Vol. Urine {cc/menit x Konsentrasi kreatinin urine (mg %)}
Kreatinin Plasma (mg %)
6) Persiapan Intra Venous Pyelography
7) Puasakan pasien selama 8 jam
8) Bila perlu lakukan lavemen/klisma.
8. Pemeriksaan Pembantu
Tes buli-buli :
a. Buli-buli dikosongkan dengan kateter, lalu dimasukkan 500 ml
larutan garam faal yang sedikit melebihi kapasitas buli-buli.
b. Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, bila selisihnya cukup
besar mungkin terdapat rupture buli-buli.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan terdiri dari :

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan


(trauma) pada daerah bladder, ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada
daerah abdomen bawah yang terkena, adanya nyeri tekan pada daerah
bladder yang terkena, ekspresi wajah meringis/ tegang.
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bladder ditandai
dengan hematuria.
3. Gangguan pemenuhan aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
sekunder terhadap trauma, ditandai dengan, klien tampak lemah, aktifitas
dibantu oleh orang lain/ keluarga.
4. Potensial syok hipovolemia berhubungan dengan pemutusan pembuluh
darah.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
(trauma) pada daerah bladder, ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada
daerah abdomen bawah yang terkena, adanya nyeri tekan pada daerah
bladder yang terkena, ekspresi wajah meringis/ tegang.
NOC NIC Rasional
a. Kaji skala nyeri, catat Perubahan dalam lokasi
lokasi, lama, intensitas atau intensitas tidak
dankarakteristiknya. umumtetapi dapat
menunjukkan adanya
komplikasi

b. Atur posisi sesuai Memudahkan drainase


indikasi, misalnya semi cairan / luka karena
fowler gravitasidan membantu
meminimalkan nyeri
karena gerakan.
c. Berikan tindakan Meningkatkan
kenyamanan, misalnya kemampuan koping
nafas dalam, tekhnik dengan memfokuskan
relaksasi / visualisasi. perhatian pasien.
d. Kolaborasi untuk Menurunkan laju
pemberian analgesik. metabolisme yang
membantu
menghilangkan nyeri dan
penyembuhan.

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bladder ditandai


dengan hematuria.
NOC NIC Rasional
a. Kaji pola berkemih Mengidentifikasi fungsi
seperti frekwensi dan kandung kemih, fungsi
jumlahnya. ginjal dan keseimbangan
cairan.
b. Observasi adanya darah Tanda - tanda infeksi
dalam urine saluran perkemihan/
ginjal dapat
menyebabkan sepsis.
c. Istirahat baring Menurunkan
sekurang-kurangnya metabolisme tubuh agar
seminggu sampai energi yang tersedia
hematuri hilang. difokuskan untuk proses
penyembuhan pada
ginjal.
d. Lakukan tindakan Tindakan yang cepat /
pembedahan bila tepat dapat
perdarahan terus meminimalkan kecacatan
berlangsung.
:

3. Gangguan pemenuhan aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


sekunder terhadap trauma, ditandai dengan, klien tampak lemah, aktifitas
dibantu oleh orang lain/ keluarga.
NOC NIC Rasional
a. Kaji kemampuan Untuk menentukan
fungsional dengan tingkat aktifitas dan
skala 0 – 4. bantuan yangdiberikan

b. Ubah posisi pasien Meningkatkan sirkulasi


setiap 2 jam sekali. darah seluruh tubuh dan
mencegah penekanan
pada daerah tubuh yang
menonjol

c. Lakukan rentang gerak Menurunkan resiko


aktif dan pasif. terjadinya trauma dan
mempertahankan fungsi
sendi dan mencegah
penurunan tonus

d. Bantu pasien dalam Bantuan yang


memenuhi kebutuhan memberikan sangat
ADL. bermanfaat untuk
menghemat energi yang
dapat digunakan untuk
membantu proses
penyembuhan luka

4. Potensial syok hipovolemia berhubungan dengan pemutusan pembuluh


darah.
NOC NIC Rasional
a. Observasi tensi, nadi, Terjadinya perubahan
suhu, pernafasan dan tanda vital merupakan
tingkat manifestasi awal sebagai
kesadaranpasien. kompensasi hypovolemia
dan penurunan curah
jantung.

b. Berikan cairan IV Perbaikan volume


sesuai kebutuhan. sirkulasi biasanya dapat
memperbaiki curah
jantung.

c. Berikan O2 sesuai Kadar O2 yang maksimal


kebutuhan. dapat membantu
menurunkan kerja
jantung
d. Kolaborasi pemberian Untuk menghentikan atau
obat-obatan anti mengurangi perdarahan
perdarahan. yang sedang berlangsung

e. Bila perdarahan tetap Tindakan yang segera


berlangsung dan KU dapat menghindarkan
memburuk pikirkan keadaan yang lebih
tindakan bedah. memburuk.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuia
dengan rencana yang telah ditetapkan.Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif.Selama melaksanankan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasai adalah hasil asuhan keperawatan yang dilakukan (Judith
M.W. 2007). Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi
keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Tidak mengalami syok hipovolemik.

2. Penurunan skala nyeri.

3. Pola miksi opotimal.

4. Kecemasan berkurang.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Tn. M umur 25 tahun datang diantar oleh keluarganya ke RSUD 45


Kuningan pada tanggal 10 Desember 2019 dengan keluhan buang air kecil
darah dan nyeri saat kencing. Klien mengeluh nyeri pada daerah abdomen
bawah yang terkena. Klien tampak menunjukan ekspresi wajah meringis/
tegang. Klien mengatakan nyeri pada saat kencing, nyeri tekan pada daerah
yang terkena trauma, nyeri semakin sakit saat kencing berakhir, nyeri
tumpul dan terasa dalam. Nyeri terdapat pada bagian sudut kostovertebrata
dan menjalar ke umbilikus. Nyeri yang dirasakan dari skal 1-10 disebutkan
5. Nyeri terasa pada saat berkemih dan bertambah parah pada saat akhir
berkemih. Kadang-kadang nyeri juga terasa sewaktu-waktu.

2 hari sebelum masuk RS klien terjatuh dari ketinggian sekitar 3 meter saat
memanjat tiang, selangkangan membentur sudut teras. Buang air kecil
darah (+), nyeri saat kencing (+), bengkak (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan: Keadaan umum lemah, CM. HR: 92 x/menit, RR: 22 x/menit.
Aktivitas dibantu oleh orang lain.

Sistem kardiovaskuler dan pernafasan normal, terpasang kateter threeway


dan irigasi cairan, urin merah, output: 600cc/3jam, intake: 750cc/3jam.
Klien menyatakan nyeri kandung kemih sesaat dan kadang-kadang. Meski
terpasang kateter, urin tidak keluar secara lancar sehingga perlu dilakukan
tindakan spooling. TB: 168 cm, BB sekarang 52 kg, 1 bulan sebelumnya
60 kg, diet biasa, nafsu makan baik, frekuensi peristaltik 3x/menit.

Hasil pemeriksaan laboratorium: BUN 8,5 albumin 2,7 kreatinin 0,8


SGOT 17 SGPT 23 CRP 55,3 LED 13.000 Hb 12,5 natrium 135 kalium 3,9
kalsium 101. Hasil pemeriksaan urin: Glukosa(-) eritrosit(+) lebih dari
100/lapang pandang, leukosit 20/lapang pandang, kristal(+). Terapi: Asam
trasenamat 3x500 gr, merop 3x1 gr, metamizol 3x1 gr, antrain 3x1 gr,
dulcolax 1x.
3.2 Pembahasan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. M DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERKEMIHAN: TRAUMA KANDUNG KEMIH

I. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Tn. M
Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Tidak ada data
Pendidikan terakhir : Tidak ada data
Tanggal MRS : 10 Desember 2019
Dx medis : Trauma Kandung Kemih
Tanggal pengkajian : 10 Desember 2019
2. Alasan Masuk
Tn. M umur 25 tahun datang diantar oleh keluarganya ke RSUD 45
Kuningan pada tanggal 10 Desember 2019 dengan keluhan buang
air kecil darah dan nyeri saat kencing.

3. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri pada saat kencing, nyeri tekan pada daerah
yang terkena trauma, nyeri semakin sakit saat kencing berakhir, nyeri
tumpul dan terasa dalam. Nyeri terdapat pada bagian sudut
kostovertebrata dan menjalar ke umbilikus. Nyeri yang dirasakan
dari skal 1-10 disebutkan 5. Nyeri terasa pada saat berkemih dan
bertambah parah pada saat akhir berkemih. Kadang-kadang nyeri
juga terasa sewaktu-waktu.

4. Riwayat kesehatan klien


a. Riwayat kesehatan masa lalu
Tidak ada data
b. Riwayat kesehatan saat ini
Klien mengatakan nyeri pada saat kencing, nyeri tekan pada
daerah yang terkena trauma, nyeri semakin sakit saat kencing
berakhir, nyeri tumpul dan terasa dalam. Nyeri terdapat pada
bagian sudut kostovertebrata dan menjalar ke umbilikus.
Nyeri yang dirasakan dari skal 1-10 disebutkan 5. Nyeri terasa
pada saat berkemih dan bertambah parah pada saat akhir
berkemih. Kadang-kadang nyeri juga terasa sewaktu-waktu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada data
d. Riwayat hospitalisasi
Tidak ada data
e. Riwayat obat-obatan
Klien mendapatkan terapi asam trasenamat 3x500 gr,
merop 3x1 gr, metamizol 3x1 gr, antrain 3x1 gr, dan dulcolax
1x
f. Riwayat alergi
Tidak ada data
g. Riwayat pola kebiasaan
Tidak ada data
h. Riwayat psikososial
1) Persepsi terhadap kondisi klien
Klien merasa keadaan tubuhnya melemah dan tidak dapat
beraktivitas seperti biasa setelah menderita sakit.
2) Mekanisme koping dan sistem pendukung
Tidak ada data
3) Pengkajian pengetahuan
Klien dan keluarga Klien tidak mengetahui tentang kondisi
penyakitnya.
4) Nilai kepercayaan
Tidak ada data
5. PemeriksaanFisik
a. Keadaan Umum: lemah
b. Kesadaran: Composmentis
c. Tanda-tanda vital: Nadi : 92x/menit RR: 22x/menit
d. Pemeriksaan fisik (head to toe):
1) Pada wajah/ muka: tampak pucat, konjungtiva anemis.
2) Pada kulit: akral hangat, basah dan pucat.
3) Pada perut: teraba masa feses pada perut kuadran bawah.
4) Pada alat genitalia: hematuria, disuria.
e. Sistem tubuh
1) B1: Breathing
Tidak ada kelainan pada sistem pernafasan. Suara nafas
vesikuler.
2) B2: Blood
Tidak ada nyeri dada. Suara jantung reguler.
3) B3: Brain
a) Kesadaran: (kompos mentis)
b) Persepsi sensori: Alat indra berfungsi dengan baik.
4) B4: Bladder
Terpasang kateter three way dan irigasi cairan. Urin tidak
keluar secara lancar sehingga perlu dilakukan tindakan
spooling, produksi urin 600cc/3jam, warna merah. Distensi
daerah suprapubik, nyeri tekan (+).
Balance cairan:
Intake = Output
750/3jam x 8 = 600/3jam x 8 + IWL
6000 = 4800 (15 x 52)
6000 = 4800 + 780
6000 = 5580
B = +420
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb klien normal (12,5 g/dL). Nilai normalnya 12-16 g/dL.
2) BUN klien normal (8,5 mg/dL) dengan konsentrasi BUN
normal besarnya antara 6-20 mg/dL.
3) Kreatinin klien normal (0,8 mg/dL), dengan konsentrasi
kreatinin plasma normal besarnya 0,5 – 1,3 mg/dL.
4) Albumin rendah (2,7 g/dL). Nilai normalnya 3,0-5,0 g/dL.
5) Nilai SGOT normal (17 IU/L) dan SGPT normal (23 IU/L).
Nilai normalnya untuk SGOT 5-40 IU/L dan SGPT: 0-40
IU/L.
6) CRP tinggi (55,3 mg/L). Nilai normalnya 0-55 mg/L.
7) LED tinggi (13.000 sel/mm3). Nilai normalnya 4.500-10.000
sel/mm3.
8) Natrium normal 135 mEq/L, kalium normal 3,9 mEq/L, dan
kalsium normal 101 mg/L.
9) Pemeriksaan urin: Glukosa(-) eritrosit(+) lebih dari 100/
lapang pandang, leukosit 20/ lapang pandang, kristal(+).
b. Pemeriksaan penunjang
1) Cystoscopy
Pada kasus ini didapatkan adanya lesi dan masa pada
kandung kemih.
2) Biopsy
Pada biopsi didapatkan adanya penghalang, pertumbuhan sel
ganas. Jenis kanker dapat ditentukan dari sampel biopsi. Tes
ini paling sering dilakukan untuk memeriksa kanker
kandung kemih atau uretra. Normal Hasil : dinding kandung
kemih halus. Kandung kemih ukuran normal, bentuk, dan
posisi.
II. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: Ruptur kandung Gangguan rasa
a. Klien mengatakan kemih nyaman (nyeri)
nyeri saat kencing. Intraperitoneal
b. Klien mengeluh Ekstraperitoneal
nyeri pada daerah ↓
abdomen bawah Spasme otot
yang terkena destrusor
c. Skala nyeri 5 (1- Peregangan saraf
10) Infravesika
DO: ↓
a. Klien tampak Gangguan rasa
menunjukan nyaman (Nyeri)
ekspresi wajah
meringis/ tegang
DS: Ruptur kandung Gangguan
a. Klien mengatakan kemih Pemenuhan
buang air kecil Intraperitoneal Eliminasi urine
darah (hematuria) Ekstraperitoneal
DO: ↓
a. BUN 8,5 albumin Hematuria
2,7 kreatinin 0,8 Penurunan urine
b. Hasil pemeriksaan Output
urin: Glukosa(-) Anuria
eritrosit(+) lebih ↓
dari 100/lapang Gangguan
pandang, leukosit Pemenuhan

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 39


20/lapang Eliminasi urine
pandang,
kristal(+).
c. Terpasang kateter
threeway dan
irigasi cairan,
urin merah,
output:
600cc/3jam,
intake:
750cc/3jam.
DS: Ruptur kandung Gangguan
DO: kemih pemenuhan aktifitas
a. Klien tampak Intraperitoneal fisik
lemah Ekstraperitoneal
b. Aktivitas dibantu ↓
oleh orang lain Kelemahan fisik
sekunder terhadap
trauma

Gangguan
pemenuhan aktifitas
fisik
Ruptur kandung Potensial syok
kemih hipovolemik
Intraperitoneal
ekstraperitoneal

Respons

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 40


Pendarahan arteri
panggul

Potensial syok
hipovolemik

2. Diagnosa Keperawatan Prioritas


a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan
jaringan (trauma) pada daerah bladder, ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada daerah abdomen bawah yang terkena, adanya
nyeri tekan pada daerah bladder yang terkena, ekspresi wajah
meringis/ tegang.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bladder
ditandai dengan hematuria.
c. Gangguan pemenuhan aktifitas berhubungan dengan kelemahan
fisik sekunder terhadap trauma, ditandai dengan, klien tampak
lemah, aktifitas dibantu oleh orang lain/ keluarga.
d. Potensial syok hipovolemia berhubungan dengan pemutusan
pembuluh darah.

III. Intervensi Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
(trauma) pada daerah bladder, ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada
daerah abdomen bawah yang terkena, adanya nyeri tekan pada daerah bladder
yang terkena, ekspresi wajah meringis/ tegang.
NOC NIC Rasional
Pain Management: a. Kaji skala nyeri, catat Perubahan dalam lokasi
lokasi, lama, intensitas atau intensitas tidak

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 41


dankarakteristiknya. umumtetapi dapat
menunjukkan adanya
komplikasi

b. Atur posisi sesuai Memudahkan drainase


indikasi, misalnya semi cairan / luka karena
fowler gravitasidan membantu
meminimalkan nyeri
karena gerakan.
c. Berikan tindakan Meningkatkan
kenyamanan, misalnya kemampuan koping
nafas dalam, tekhnik dengan memfokuskan
relaksasi / visualisasi. perhatian pasien.
d. Kompres hangat pada Efek dilatasi dinding
area yang nyeri ginjal memberikan
respons spasme akan
menurun
e. Kolaborasi untuk Menurunkan laju
pemberian analgesik. metabolisme yang
membantu
menghilangkan nyeri dan
penyembuhan.

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bladder ditandai


dengan hematuria.
NOC NIC Rasional
a. Kaji pola berkemih Mengidentifikasi fungsi
seperti frekwensi dan kandung kemih, fungsi
jumlahnya. ginjal dan keseimbangan

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 42


cairan.
b. Observasi adanya darah Tanda - tanda infeksi
dalam urine saluran perkemihan/
ginjal dapat
menyebabkan sepsis.
c. Istirahat baring Menurunkan
sekurang-kurangnya metabolisme tubuh agar
seminggu sampai energi yang tersedia
hematuri hilang. difokuskan untuk proses
penyembuhan pada
ginjal.
d. Lakukan tindakan Tindakan yang cepat /
pembedahan bila tepat dapat
perdarahan terus meminimalkan kecacatan
berlangsung.
:

3. Gangguan pemenuhan aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


sekunder terhadap trauma, ditandai dengan, klien tampak lemah, aktifitas
dibantu oleh orang lain/ keluarga.
NOC NIC Rasional
a. Kaji kemampuan Untuk menentukan
fungsional dengan tingkat aktifitas dan
skala 0 – 4. bantuan yangdiberikan

b. Ubah posisi pasien Meningkatkan sirkulasi


setiap 2 jam sekali. darah seluruh tubuh dan
mencegah penekanan
pada daerah tubuh yang
menonjol

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 43


c. Lakukan rentang gerak Menurunkan resiko
aktif dan pasif. terjadinya trauma dan
mempertahankan fungsi
sendi dan mencegah
penurunan tonus

d. Bantu pasien dalam Bantuan yang


memenuhi kebutuhan memberikan sangat
ADL. bermanfaat untuk
menghemat energi yang
dapat digunakan untuk
membantu proses
penyembuhan luka

4. Potensial syok hipovolemia berhubungan dengan pemutusan pembuluh darah.


NOC NIC Rasional
a. Observasi tensi, nadi, Terjadinya perubahan
suhu, pernafasan dan tanda vital merupakan
tingkat manifestasi awal sebagai
kesadaranpasien. kompensasi hypovolemia
dan penurunan curah
jantung.

b. Berikan cairan IV Perbaikan volume


sesuai kebutuhan. sirkulasi biasanya dapat
memperbaiki curah
jantung.

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 44


c. Berikan O2 sesuai Kadar O2 yang maksimal
kebutuhan. dapat membantu
menurunkan kerja
jantung
d. Kolaborasi pemberian Untuk menghentikan atau
obat-obatan anti mengurangi perdarahan
perdarahan. yang sedang berlangsung

f. Bila perdarahan tetap Tindakan yang segera


berlangsung dan KU dapat menghindarkan
memburuk pikirkan keadaan yang lebih
tindakan bedah. memburuk.

IV. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


No Diagnosa Waktu Implementasi Evaulasi Paraf
1 Dx – 1 a. Mengkaji skala S:
a. Klien mengatakan nyeri
nyeri, catat
saat kencing.
lokasi, lama,
b. Klien mengeluh nyeri
intensitas
pada daerah abdomen
dankarakteristikn
bawah yang terkena
ya.
c. Skala nyeri 5 (1-10)
b. Mengatur posisi
O:
sesuai indikasi,
a. Klien tampak menunjukan
misal semi
ekspresi wajah meringis/
powler
tegang
c. Memberikan
A: Gangguan rasa nyaman
tindakan
(nyeri)
kenyamanan, P:
a. Kaji skala nyeri, catat

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 45


misalnya nafas lokasi, lama, intensitas
dalam, tekhnik dankarakteristiknya.
relaksasi / b. Atur posisi sesuai
visualisasi. indikasi, misal semi
d. Berikan kompres powler
hangat pada area c. Berikan tindakan
nyeri kenyamanan, misalnya
e. Kolaborasi untuk nafas dalam, tekhnik
pemberian relaksasi / visualisasi.
analgesik d. Kompres hangat pada area
nyeri
e. Kolaborasi untuk
pemberian analgesik
I:
a. Mengkaji skala nyeri,
catat lokasi, lama,
intensitas
dankarakteristiknya.
b. Mengatur posisi sesuai
indikasi, misal semi
powler
c. Memberikan tindakan
kenyamanan, misalnya
nafas dalam, tekhnik
relaksasi / visualisasi.
d. Berikan kompres hangat
pada area nyeri
e. Kolaborasi untuk
pemberian analgesik

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 46


E:
- Masalah keperawatan nyeri
akut teratasi sebagian
R:
- Tujuan tercapai sebagian,
Intervensi di lanjutkan
S : Klien mengatakan nyeri
berkurang
O : Tidak meringis kesakitan
A : Masalah keperawatan
nyeri akut sudah teratasi
P : Intervensi di hentikan

2 Dx – 2 a. Mengkaji pola S :
a. Klien mengatakan buang
berkemih seperti
air kecil darah (hematuria)
frekwensi dan
O:
jumlahnya.
a. BUN 8,5 albumin 2,7
b. Observasi adanya
kreatinin 0,8
darah dalam urine
b. Hasil pemeriksaan urin:
c. Instruksikan klien
Glukosa(-) eritrosit(+)
untuk istirahat
lebih dari 100/lapang
baring sampai
pandang, leukosit
hematuri
20/lapang pandang,
berkurang
kristal(+).
d. Lakukan tindakan
c. Terpasang kateter
pembedahan bila
threeway dan irigasi
erdarahan terus
cairan, urin merah,
berlangsung
output: 600cc/3jam,
intake: 750cc/3jam.

A : Gangguan eleminasi urine

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 47


P:
a. Kaji pola berkemih seperti
frekwensi dan jumlahnya.
b. Observasi adanya darah
dalam urine
c. Instruksikan klien untuk
istirahat baring sampai
hematuri berkurang
d. Lakukan tindakan
pembedahan bila
erdarahan terus
berlangsung

I:
a. Mengkaji pola berkemih
seperti frekwensi dan
jumlahnya.
b. Mengobservasi adanya
darah dalam urine
c. Menginstruksikan klien
untuk istirahat baring
sampai hematuri
berkurang
d. Melakukan tindakan
pembedahan bila
erdarahan terus
berlangsung

E : Masalah keperawatan

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 48


gangguan eliminasi urine
teratasi sebagian
R : Tujuan tercapai sebagian,
Intervensi di lanjutkan

S:
Kencing tidak ada darah

O:
KU baik, intake output
balance

A : Masalah keperawatan
kerusakan integritas kulit
sudah teratasi
P : Intervensi di hentikan.

3 Dx - 3 a. Mengkaji S:
O:
kemampuan
a. Klien tampak lemah
fungsional
b. Aktivitas dibantu oleh
dengan skala 0 –
orang lain
4.
b. Mengubah posisi A :
- Gangguan pemenuhan
pasien setiap dua
kebutuhan fisik
jam sekali
P:
c. Melakukan
tentang gerak a. Kaji kemampuan
aktif dan pasif fungsional dengan skala 0
d. Membantu pasien – 4.
dalam memenuhi b. Ubah posisi pasien setiap
kebutuhan ADL dua jam sekali
c. Lakukan tentang gerak

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 49


aktif dan pasif
d. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan
ADL
I

a. Mengkaji kemampuan
fungsional dengan skala 0
– 4.
b. Mengubah posisi pasien
setiap dua jam sekali
c. Meakukan tentang gerak
aktif dan pasif
d. Membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan
ADL

:E :
- Masalah keperawatan
gangguan pemenuhan
kebutuhan fisik teratasi
sebagian
R:
- Tujuan tercapai sebagian,
intervensi dilanjutkan

S:
- Klien mengatakan sudah
dapat beraktivitas
O:
- Keadaan umum baik
- Klien tidak dibantu

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 50


- Klien tampak melakukan
aktivitas fisik
A:
- Masalah keperawatan
gangguan pemenuhan
kebutuhan / mobilitas fisik
teratasi
P:
- Intervensi dihentikan

4 Potensial a. Mengobservasi S:
Tidak ada data
syok tensi, nadi, suhu,
O:
hipovole pernafasan dan Tidak ada data
A:
mi tingkat
- Masalah keperawatan
kesadaranpasien.
potensial syok hipovolemi
b. Memberikan
teratasi
cairan IV sesuai
P:
kebutuhan - Intervensi dihentikan
c. Memberikan O2
sesuai kebutuhan
d. Kolaborasi
pemberian obat-
obatan antip
pendarahan
e. Bila perdarahan
tetap berlangsung
dan KU
memburuk
pikirkan tindakan
bedah

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 51


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih
mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya
gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan
uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul,
terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan
adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih
dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan,
memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).

Jika kita membicarakan mengenai system perkemihan, di dalamnya


terdapat beberapa organ yang kemungkinan dapat terkena trauma. Diantaranya
adalah ginjal, ureter. Kandung kemih, dan uretra.

4.2 Saran
a. Saran kepada pendidikan: Diharapkan kepada pendidik supaya
memperlengkapi perpustakaan terutama buku buku yang membahas
tentang penyakit system perkemihan agar mempermudah proses belajar dan
mengajar.
b. Saran kepada mahasiswa: Diharapkan kepada mahasiswa untuk bisa
memahami isi makalah ini.

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 52


DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius


FKUI, Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika.

Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media


Aeskulapius, FKUI

Soeparman.1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI

http://id.scribd.com/doc/81798526/Askep-Trauma-Ginjal

http://www.slideshare.net/nufrz/dradam-trauma-urologi-dan-pelvis-as

http://caramengecilkanpaha.com/tips-menurunkan-kolesterol/

http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-ginjal-dan-saluran-
kemih/trauma-saluran-kemih.html

http://www.scribd.com/doc/40369056/Asuhan-Kekperawatan-Klien-
Dengban-Trauma-Sistem-Perkemihan

Asuhan Keperawatan Trauma Sistem Perkemihan: Kandung Kemih | 53

Anda mungkin juga menyukai