Makalah Trauma Sistem Perkemihan Gadar
Makalah Trauma Sistem Perkemihan Gadar
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya, Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk
ginjal seperti biji kacang. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang
disebut kapsula fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang
berwarna cokelat gelap, medulla renalis di bagian dalam yang berwarna
cokelat lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk
kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap
kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis
(Panahi, 2010).
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya
lobus hepatis dextra yang besar. Ginjal berperan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari
protein ureum, kreatinin dan amoniak.
2. Ureter
Ureter terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari
ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm
dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter terdiri dari: a) dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), b)
lapisan tengah otot polos, c) lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter
yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran,
melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
3. Kandung Kemih/ Vesika Uriaria
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon
karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk
kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria
terdiri dari fundus, korpus, dan verteks. Dinding kandung kemih terdiri
dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika
muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam).
4. Uretra
1. Definisi
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang
paling sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan
trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma
ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada
trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik
pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat
trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan
lalulintas.
Trauma tumpul sering menyebabkan luka pada ginjal,
misalnya karena kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh atau
trauma pada saat berolahraga. Luka tusuk pada ginjal dapat terjadi
karena tembakan atau tikaman. Kerusakan yang terjadi bervariasi.
Cedera ringan menyebabkan hematuria yang hanya dapat
diketahui dengan pemeriksaan mikroskopis, sedangkan cedera
berat bisa menyebabkan hematuria yang tampak sebagai air kemih
yang berwarna kemerahan.
2. Klasifikasi
1. Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang
menuju ke kandung kemih) terjadi selama pembedahan organ
panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon atau
uteroskopi. Seringkali terjadi kebocoran air kemih dari luka yang
terbentuk atau berkurangnya produksi air kemih.
2. Manifestasi Klinis
Gejala trauma ureter biasanya tidak spesifik dan bisa
timbul demam atau nyeri. Pada umumnya tanda dan gejala klinik
umumnya tidak spesifik yaitu:
a. Hematuria menunjukkan cedera pada saluran kemih.
b. Bila terjadi ekstravasasi urin dapat timbul urinom pada
pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan melalui luka atau
tanda rangsang peritoneum bils urin masuk ke rongga
intraperitoneal.
c. Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria.
3. Etiologi
Penyebab trauma ureter diantaranya luka tembak atau
tusuk, ruda paksa ureter disebabkan oleh ruda paksa tajam atau
tumpul dari luar maupun iatrogenik terutama pada pembedahan
rektum, uterus, pembuluh darah panggul atau tindakan
endoskopik. Penyebab lain trauma ureter adalah luka tembus,
biasanya karena luka tembak. Jarang terjadi trauma ureter akibat
pukulan maupun luka tumpul.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang biasanya dilakukan adalah
urografi intravena, CT scan dan urografi retrograd. Jika trauma
ureter terjadi akibat pembedahan, maka dilakukan pembedahan
lainnya untuk memperbaiki ureter.
Ureter bisa disambungkan kembali ke tempat asalnya atau
di bagian kandung kemih yang lainnya. Pada trauma yang tidak
terlalu berat, dipasang kateter ke dalam ureter dan dibiarkan
selama 2-6 minggu sehingga tidak perlu dilakukan pembedahan.
Pengobatan terbaik untuk trauma ureter akibat luka tembak atau
luka tusuk adalah pembedahan.
2.1.3.3 Trauma Kandung Kemih
1. Definisi
Trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan
keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera,
bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan
komplikasi seperti pedarahaan hebat, peritonitis dan sepsis secara
anatomic buli-buli terletak didalam rongga pelvis terlindung oleh
tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera.
Cedera kendung kemih disebabkan oleh trauma tumpul
atau penetrasi. Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi
menurut isi kandung kemih, sehingga bila kandung kemih penuh
akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada saat kosong.
(Arif Muttaqin: 211)
2. Etiologi
Ruptur kandung kemih terutama terjadi akibat trauma
trauma tumpul pada panggul, tetapi bisa juga karena trauma
tembus seperti luka tembak dan luka tusuk oleh senjata tajam, dan
cedera dari luar, cedera iatrogenik dan patah tulang panggul.
Pecahan-pecahan tulang panggul yang berasal dari fraktur dapat
menusuk kandung kemih tetapi rupture kandung kemih yang khas
ialah akibat taruma tumpul pada panggul atas kandung terisi
penuh. Tenaga mendadak atas masa urinaria yang terbendung di
dalam kandung kemih yang mnyebabkan rupture. Penyebab
iatrogenic termasuk pasca intervensi bedah dari ginekologi,
urologi, dan operasi ortopedi di dekat kandung kemih. Penyebab
lain melibatkan trauma obstetric pada saat melahirkan.
Kandung kemih yang penuh dengan urine dapat
mengalami rupture oleh tekanan yang kuat pada perut bagian
bawah. Cidera ini umumnya terjadi karena pemakaian sabuk
pengaman pada klitis.
3. Manifestasi klinis
Trauma bladder selalu menimbulkan nyeri pada abdomen
bawah dan hematuria. Jika klien mempunyai riwayat trauma pada
abdomen, itu merupakan faktor predisposisi trauma bladder. Klien
dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih. Test diagnostik
pada trauma bladder meliputi IVP dengan lateral views atau CT
scan saat blader kosong dan penuh, atau csytogram. Jika darah
keluar dari meatus, disrupsi uretral mungkin telah terjadi. Pada
kasus ini, klien tidak boleh dikateterisasi sampai disrupsi tersebut
teratasi.
4. Patofisiologi
Trauma vesika urinaria terbanyak karena kecelakaan lalu
lintas / kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen patah tulang
pelvis mencederai buli-buli. Trauma vesika urinaria tumpul dapat
menyebabkan rupture buli-buli terutama bila kandung kemih
penuh atau terdapat kelainan patelegik seperti tuberculosis, tumor
atau obstruksi sehingga menyebabkan rupture. Trauma vesika
urinaria tajam akibat luka tusuk atau luka tembak lebih jarang
ditemukan. Luka dapat melalui daerah suprapubik ataupun
transperineal dan penyebab lain adalah instrumentasi urologic.
Fractur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau rupture
kandung kemih, pada ontusio buli-buli hanya terjadi memar pada
dinding buli-bui dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Ruptur
kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal atau ekstraperitoneal.
Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk
fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih
yang penuh. Peda kejadian ini terjadi ekstravasasi urin dari rongga
perivesikal.
Cedera kandung kemih tidak lengkap atau sebagian akan
menyebabkan robekan mukosa kandung kemih. Segmen dari
dinding kandung kemih mengalami memar, mengakibatkan cedera
lokal dan hematoma. Memar atau kontusi memberikan manifestasi
klinis hematuria setelah trauma tumpul atau setelah melakukan
aktivitas fisik yang ekstrem (contohnya: lari jarak jauh).
Ruptur ekstraperitoneal kandung kemih. Ruptur
ekstraperitoneal biasanya berhubungan dengan fraktur pinggul
(89%-100%). Sebelumnya mekanisme cedera diyakini dari
perforasi langsung oleh fragmen tulang pinggul. Tingkat cedera
kandung kemih secara langsung berkaitan dengan tingkat
keparahan fraktur.
Beberapa kasus mungkin terjadi dengan mekanisme yang
mirip dengan pecahnya kandung kemih intraperitoneal, yang
merupakan kombinasi dari trauma dan overdistension kandung
kemih. Temuan cystographic classic adalah ekstravasasi kontras
sekitar dasar kandung kemih. Dengan cedera yang lebih kompleks,
bahan kontras meluas ke paha, ke penis, perineum, atau kedalam
dinding anterior abdomen. Ekstravasasi akan mencapai skrotun
ketika vasia superior diagfragma urogenital atau diagfragma
urogenital sendiri menjadi terganggu.
Ruptur kandung kemih intraperitoneal. Ruptur kandung
kemih intraperitoneal digambarkan sebagai masuknya urine secara
horizontal kedalam kompartemen kandung kemih. Mekanisme
cedera adalah peningkatan tekanan intrvesikal secara tiba-tiba ke
kandung kemih yang penuh. Kekuatan dari trauma tidak mampu
ditahan oleh keammpuan dinding kandung kemih sehingga terjadi
perforasi dan urine masuk kedalam peritoneal
Kombinasi ruptur intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
Mekanisme cedera penetrasi memungkinkan cedera menembus
kandung kemih seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung
kemih atau luka tusuk abdomial bawah. Hal tersebut akan
menyebutkan intraperitoneal ekstraperitoneal, cedera atau
gabungan kandung kemih.
Ruptur kandung kemih
Intraperitoneal
ekstraperitoneal
Kecemasan
7. Komplikasi
Komplikasi dari trauma kandung kemih, diantaranya:
a. Urosepsis.Keracunan septic dari penahanan dan absorbs
substansi urin.
b. Klien lemah akibat anemia.
8. Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan diantaranya:
a. Hematokrit menurun.
b. Cystografi: menunjukkan ekstravasase urine, vesika
urinaria dapatpindah atau tertekan.
9. Penatalaksanaan
a. Atasi syok dan perdarahan.
b. Istirahat baring sampai hematuri hilang
c. bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruptur vesika
urinaria intraperitoneal dilakukan sectio alta yang dilamjutkan
dengan laparatomi
2. Insidensi
Trauma uretra anterior kurang sering didiagnosis
kegawatdaruratannya sejak awal oleh karena itu kejadian yang
sebenarnya sulit untuk ditentukan. Trauma penetrasi ke uretra
jarang terjadi, pada pusat-pusat trauma yang besar melaporkan
hanya sedikit kejadiannya per tahun. Trauma uretra posterior
paling sering dikaitkan dengan patah tulang panggul, dengan
kejadian 5 - 10 %. Dengan kejadian sebesar 20 patah tulang
panggul per 100.000 penduduk. Trauma uretra lebih sering terjadi
pada pria dibandingkan wanita, dan lebih sering terjadi pada anak –
anak di bandingkan pada dewasa. Ketika ditemukan kasus trauma
ini pada wanita, biasanya berkaitan dengan fraktur pelvis yang
signifikan. Trauma uretra yang paling umum terjadi ialah trauma
uretra posterior, dimana 3 - 25 % pasien dengan fraktur pelvis.
Trauma uretra anterior pada kurang lebih 33 % pasien dengan
straddle injury terjadi akibat kompresi uretra oleh pubis,
merupakan tipe trauma yang paling sering terjadi.
.
3. Etiologi
Seperti pada kejadian trauma, etiologi trauma uretra dapat
diklasifikasikan sebagai trauma tumpul dan penetrasi. Trauma
uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada
pelvis dan uretra. Secara klasik, trauma uretra anterior disebabkan
oleh straddle injury atau tendangan atau pukulan pada daerah
perineum, dimana uretra pars bulbosa terjepit diantara tulang pubis
dan benda tumpul. Straddle injury dapat menyebabkan laserasi atau
kontusio dari uretra. Trauma tembus uretra (luka tembak atau luka
tusuk) dapat juga menyebabkan trauma uretra anterior. Penyebab
lain dari trauma uretra anterior adalah trauma penis yang berat,
trauma iatrogenic dari kateterisasi, atau masuknya benda asing.
Instrumentasi atau iatrogenik dapat menyebabkan disrupsi parsial.
Trauma tumpul uretra anterior paling sering terjadi pada pukulan
ke segmen bulbar seperti terjadi ketika mengangkangi suatu objek
atau dari serangan langsung atau tendangan ke perineum.
4. Mekanisme Trauma
Trauma uretra anterior paling sering terjadi karena pukulan
benda tumpul ke perineum yang menyebabkan rusaknya jaringan
uretra. Luka-luka awal sering diabaikan oleh pasien dan pada
akhirnya trauma uretra anterior tersebut dapat memberikan
manifestasi klinis beberapa tahun kemudian sebagai striktur yang
merupakan hasil penyempitan dari jaringan parut yang disebabkan
oleh iskemia pada tempat trauma.
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan trauma
uretra anterior. Trauma tumpul adalah diagnosis yang sering dan
cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling sering (85%),
karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis, tidak
seperti uretra pars pendulosa yang mobile. Trauma tumpul pada
uretra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury atau
trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara
ramus inferior pubis dan benda tumpul, menyebabkan memar atau
laserasi pada uretra.
Tidak seperti trauma pada uretra pars prostatomembranous,
Trauma tumpul uretra anterior jarang berhubungan dengan trauma
organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury menimbulkan cedera
cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat
kejadian. Pasien biasanya datang dengan striktur uretra setelah
kejadian yang intervalnya bulan atau tahun.
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan
trauma penis (10% - 20% dari kasus). Mekanisme cedera adalah
trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan intim, dimana
penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita,
menyebabkan robeknya tunika albuginea.
Trauma uretra posterior terjadi ketika ada gesekan yang
kuat pada persimpangan prostatomembranous pada trauma tumpul
panggul. Uretra pars prostatika dalam posisi tetap karena adanya
tarikan dari ligamen puboprostatic. Pergeseran tulang panggul pada
fraktur akibat trauma (fracture type injury) menyebabkan uretra
pars membranosa mengalami peregangan atau bahkan robek.
5. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan adalah
uretrografi, USG, CT Scan dan MRI.
a. Pemeriksaan uretrografi retrograde
Pemeriksaan uretrografi retrograde dapat memberi keterangan
letak dan tipe ruptur uretra. Uretrografi retrograde akan
menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi
uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya
ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya ekstravasasi maka
kateter uretra boleh dipasang.
b. Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaaan USG bukan merupakan pemeriksaan rutin dalam
penilaian awal trauma uretra, tetapi dapat sangat berguna dalam
menentukan posisi dari haematom pelvis dan high- riding
vesica urinaria saat diindikasikan pemasangan kateter
suprapubis.
c. CT – Scan dan MRI
CT – Scan dan MRI bukan merupakan pemeriksaan awal untuk
penilaian awal trauma uretra, tetapi berguna dalam menentukan
distorsi anatomi pelvis setelah trauma berat dan menilai
hubungan trauma dengan uretra penil, vesica urinaria, ginjal
dan organ intraabdominal.
Temuan CT dapat membantu dalam memprediksi adanya
kemungkinan trauma uretra. Pada CT scan dapat ditemukan
adanya distorsi struktur periprostatik atau haematom muskulus
ischiocavernosus atau obturator pada CT tanpa kontras,
ekstravasasi bahan kontras sekitar dasar VU pada CT fase
ekskretori.
MRI memiliki kegunaan dalam merencanakan pendekatan
pembedahan pada gangguan uretra posterior. Meskipun MRI
tidak memiliki peran dalam evaluasi uretra pada keadaan akut,
MRI berguna dalam menilai anatomi pelvis pasca trauma,
menentukan posisi/letak prostat dan sejumlah fibrosis pelvis,
dan mengestimasi panjang defek prostatomembraneous.
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN MASALAH TRAUMA VESIKA URINARIA
2.2.1 Pengkajian
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep
perawatan secara holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan
berkesinambungan. Pada kasus ini akan dibahas khusus pada sistim tubuh
yang terpengaruh yaitu: SEP
1. Data Subyektif
a. Rasa nyeri pada kandung kemih (nyeri abdomen bawah atau nyeri di
daerah suprapubik) dapat disebabkan oleh distensi yang berlebihan
atau infeksi kandung kemih. Perasaan ingin kencing, tenesmus nyeri
ketika mengejan) dan disuria terminal (nyeri pada akhir urinary)
sering dijumpai.
b. Ginjal (Renal): Kemungkinan Data yang diperoleh : Oliguria
(produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam), Anuria (100 cc / 24 Jam,
Infeksi (WBCs , Bacterimia), Sediment urine mengandung : RBC.
c. Pasien mengatakan kadang tidak bisa buang air kecil dan keluar darah
dari uretra.
d. Pasien selalu menanyakan tindakan yang akan dilakukan.
5. Data Obyektif
6. Pemeriksaan Fisik
Teknik Temuan:
a. Inspeksi
Perhatikan abdomen bagian bawah, kandung kemih adalah organ
berongga yang mampu membesar u/ mengumpulkan dan
mengeluarkan urin yang dibuat ginjal
b. Perkusi
1) Pasien dalam posisi terlentang
2) Perkusi dilakukan dari arah depan
3) Lakukan pengetukan pada daerah kandung kemih, daerah
suprapubis
c. Palpasi
1) Lakukan palpasi kandung kemih pada daerah suprapubis
2) Normalnya kandung kemih terletak di bawah simfibis pubis
tetapi setelah membesar meregang ini dapat terlihat distensi pada
area suprapubis
3) Bila kandung kemih penuh akan terdengar dullness atau redup
4) Pada kondisi yang berarti urin dapat dikeluarkan secara lengkap
pada kandung kemih. Kandung kemih tidak teraba. Bila ada
obstruksi urin normal maka urin tidak dapat dikeluarkan dari
kandung kemih maka akan terkumpul. Hal ini mengakibatkan
distensi kandung kemih yang biasa di palpasi di daerah
suprapubis.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fungsi ginjal, kreatinin dan ureum darah
Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens Creatinin Test
(CCT) adalah:
1) Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
2) Menanmpung urine 24 jam
3) Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk mengetahui
kreatinin darah)
4) Mengambil urine 50 cc.
5) Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus :
Vol. Urine {cc/menit x Konsentrasi kreatinin urine (mg %)}
Kreatinin Plasma (mg %)
6) Persiapan Intra Venous Pyelography
7) Puasakan pasien selama 8 jam
8) Bila perlu lakukan lavemen/klisma.
8. Pemeriksaan Pembantu
Tes buli-buli :
a. Buli-buli dikosongkan dengan kateter, lalu dimasukkan 500 ml
larutan garam faal yang sedikit melebihi kapasitas buli-buli.
b. Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, bila selisihnya cukup
besar mungkin terdapat rupture buli-buli.
4. Kecemasan berkurang.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
2 hari sebelum masuk RS klien terjatuh dari ketinggian sekitar 3 meter saat
memanjat tiang, selangkangan membentur sudut teras. Buang air kecil
darah (+), nyeri saat kencing (+), bengkak (-). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan: Keadaan umum lemah, CM. HR: 92 x/menit, RR: 22 x/menit.
Aktivitas dibantu oleh orang lain.
I. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Tn. M
Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Tidak ada data
Pendidikan terakhir : Tidak ada data
Tanggal MRS : 10 Desember 2019
Dx medis : Trauma Kandung Kemih
Tanggal pengkajian : 10 Desember 2019
2. Alasan Masuk
Tn. M umur 25 tahun datang diantar oleh keluarganya ke RSUD 45
Kuningan pada tanggal 10 Desember 2019 dengan keluhan buang
air kecil darah dan nyeri saat kencing.
3. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri pada saat kencing, nyeri tekan pada daerah
yang terkena trauma, nyeri semakin sakit saat kencing berakhir, nyeri
tumpul dan terasa dalam. Nyeri terdapat pada bagian sudut
kostovertebrata dan menjalar ke umbilikus. Nyeri yang dirasakan
dari skal 1-10 disebutkan 5. Nyeri terasa pada saat berkemih dan
bertambah parah pada saat akhir berkemih. Kadang-kadang nyeri
juga terasa sewaktu-waktu.
2 Dx – 2 a. Mengkaji pola S :
a. Klien mengatakan buang
berkemih seperti
air kecil darah (hematuria)
frekwensi dan
O:
jumlahnya.
a. BUN 8,5 albumin 2,7
b. Observasi adanya
kreatinin 0,8
darah dalam urine
b. Hasil pemeriksaan urin:
c. Instruksikan klien
Glukosa(-) eritrosit(+)
untuk istirahat
lebih dari 100/lapang
baring sampai
pandang, leukosit
hematuri
20/lapang pandang,
berkurang
kristal(+).
d. Lakukan tindakan
c. Terpasang kateter
pembedahan bila
threeway dan irigasi
erdarahan terus
cairan, urin merah,
berlangsung
output: 600cc/3jam,
intake: 750cc/3jam.
I:
a. Mengkaji pola berkemih
seperti frekwensi dan
jumlahnya.
b. Mengobservasi adanya
darah dalam urine
c. Menginstruksikan klien
untuk istirahat baring
sampai hematuri
berkurang
d. Melakukan tindakan
pembedahan bila
erdarahan terus
berlangsung
E : Masalah keperawatan
S:
Kencing tidak ada darah
O:
KU baik, intake output
balance
A : Masalah keperawatan
kerusakan integritas kulit
sudah teratasi
P : Intervensi di hentikan.
3 Dx - 3 a. Mengkaji S:
O:
kemampuan
a. Klien tampak lemah
fungsional
b. Aktivitas dibantu oleh
dengan skala 0 –
orang lain
4.
b. Mengubah posisi A :
- Gangguan pemenuhan
pasien setiap dua
kebutuhan fisik
jam sekali
P:
c. Melakukan
tentang gerak a. Kaji kemampuan
aktif dan pasif fungsional dengan skala 0
d. Membantu pasien – 4.
dalam memenuhi b. Ubah posisi pasien setiap
kebutuhan ADL dua jam sekali
c. Lakukan tentang gerak
a. Mengkaji kemampuan
fungsional dengan skala 0
– 4.
b. Mengubah posisi pasien
setiap dua jam sekali
c. Meakukan tentang gerak
aktif dan pasif
d. Membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan
ADL
:E :
- Masalah keperawatan
gangguan pemenuhan
kebutuhan fisik teratasi
sebagian
R:
- Tujuan tercapai sebagian,
intervensi dilanjutkan
S:
- Klien mengatakan sudah
dapat beraktivitas
O:
- Keadaan umum baik
- Klien tidak dibantu
4 Potensial a. Mengobservasi S:
Tidak ada data
syok tensi, nadi, suhu,
O:
hipovole pernafasan dan Tidak ada data
A:
mi tingkat
- Masalah keperawatan
kesadaranpasien.
potensial syok hipovolemi
b. Memberikan
teratasi
cairan IV sesuai
P:
kebutuhan - Intervensi dihentikan
c. Memberikan O2
sesuai kebutuhan
d. Kolaborasi
pemberian obat-
obatan antip
pendarahan
e. Bila perdarahan
tetap berlangsung
dan KU
memburuk
pikirkan tindakan
bedah
4.1 Kesimpulan
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih
mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya
gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan
uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul,
terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan
adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih
dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan,
memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).
4.2 Saran
a. Saran kepada pendidikan: Diharapkan kepada pendidik supaya
memperlengkapi perpustakaan terutama buku buku yang membahas
tentang penyakit system perkemihan agar mempermudah proses belajar dan
mengajar.
b. Saran kepada mahasiswa: Diharapkan kepada mahasiswa untuk bisa
memahami isi makalah ini.
http://id.scribd.com/doc/81798526/Askep-Trauma-Ginjal
http://www.slideshare.net/nufrz/dradam-trauma-urologi-dan-pelvis-as
http://caramengecilkanpaha.com/tips-menurunkan-kolesterol/
http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-ginjal-dan-saluran-
kemih/trauma-saluran-kemih.html
http://www.scribd.com/doc/40369056/Asuhan-Kekperawatan-Klien-
Dengban-Trauma-Sistem-Perkemihan