i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, dan
karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tugas kelompok yang
berjudul “Masalah Gangguan Perkemihan”.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes
selaku dosen fasilitator mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan 2 yang telah
membimbing dengan baik. Terimakasih juga kami ucapkan kepada anggota
kelompok 1 yang telah bekerja sama dengan baik sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna, tetapi harapan kami semoga bisa menambah wawasan pembaca dan
bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan keperawatan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Anatomi Sistem Perkemihan ........................................................................ 3
Gambar 1.2 Ureters ......................................................................................................... 5
Gambar 1.3 Vesika Urinaria ............................................................................................ 6
Gambar 1.4 Uretra .......................................................................................................... 7
Gambar 1.5 Pembentukan Urine ...................................................................................... 8
Gambar 1.6 Reflex Miksi .............................................................................................. 10
Gambar 1.7 Patofisiologi Benign Prostat Hyperplasia .................................................... 23
Gambar 1.8 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................. 25
Gambar 1.9 Digital Rectal Examination (DRE) ............................................................. 26
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang penting dalam
tubuh manusia, yang di gunakan untuk menyaring darah agar mengalir
keseluruh tubuh bersih dan bebas dari zat-zat berbahaya yang di keluarkan
berupa urine. Selain itu, sistem ini mempunyai fungsi untuk menjaga
keseimbangan tubuh (Wahyuningsih, Heni Puji, & Kusmiyati, 2017, p2). Pada
sistem perkemihan sering dijumpai berbagai penyakit, meliputi penyakit gagal
ginjal, glumerulonefritis, dan penyakit batu ginjal. Penyakit ini menyerang
4% dari seluruh populasi, dengan rasio pria-wanita 4:1 dan penyakit ini disertai
mirbiditas yang besar karena rasa nyeri (Tisher, 1997). Di seluruh dunia rata-
rata terdapat 12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.
Makalah ini disusun untuk membahas mengenai beberapa macam
penyakit yang menyerang saluran perkemihan. Diharapkan mampu menjadi
bahan pembelajaran bagi teman-teman mahasiswa dan menjadi referensi
kedepannya dalam melakukan asuhan keperawatan pada masalah gangguan
perkemihan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi sistem perkemihan?
2. Bagaimana fisiologi sistem perkemihan?
3. Apa saja gangguan masalah pada perkemihan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi sistem perkemihan.
2. Untuk mengetahui fisiologi sistem perkemihan.
3. Untuk mengetahui apa saja gangguan masalah pada perkemihan.
1
D. Manfaat
1. Untuk Penulis
Dengan penulisan makalah ini penulis diharapkan akan
mendapatkan manfaat berupa ilmu pengetahuan dan wawasan terutama
mengenai gangguan pada sistem perkemihan. Selain itu, penulisan
makalah ini juga untuk menambah informasi terbaru mengenai
gangguan sistem pekemihan.
2. Untuk Akademisi
Diharapkan setelah penulisan makalah ini nantinya lebih bisa
dikembangkan dikemudian hari dengan ilmu dan teknologi yang
terbaru dan berkelanjutan. Selain itu manfaat bagi mahasiswa adalah
untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gangguan
sistem perkemihan dan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat
dijadikan acuan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem perkemihan.
3. Untuk Masyarakat umum
Dengan penulisan makalah ini diharapkan masyarakat luas bisa
mengetahui mengenai gangguan perkemihan yang dapat menyerang
siapa saja tanpa memandang usia dan menjaga diri agar terhindar dari
penyakit gangguan perkemihan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Ginjal
1.1.1 Korteks
3
bangunan bulat yang khas, warnanya lebih gelap dari daerah sekitarnya karena selnya
lebih padat. Glomerulus adalah gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ditutupi oleh
epitel visceral dari kapsul Bowman. Diluarnya terdapat ruang Bowman yang
menampung cairan ultra filtrasi dan menyalurkannya ke tubulus kontortus proksimal.
Ruang itu ditutupi oleh epitel parietal kapsula Bowman.
1.1.2 Medula
Medula merupakan jaringan ginjal yang halus. Bagian ginjal ini terdiri dari
lengkung Henle dan piramida renal, yang merupakan struktur kecil yang mengandung
nefron dan tubulus. Tubulus ini nantinya berfungsi untuk membawa cairan yang
masuk ke ginjal dan mengeluarkan urin.
Pelvis ginjal adalah ujung ureter ginjal yang berbentuk corong lebar. Di depan
batas jaringan ginjal, pelvis ginjal memiliki dua atau tiga cabang yang disebut septa
mayor, yang masing-masing bercabang membentuk beberapa septa kecil yang
langsung menutupi papila ginjal yang muncul dari piramida. Klik kecil ini menyerap
urin yang terus keluar dari papila. Dari calyx kecil, urine masuk ke calyx besar, pelvis
renalis, ureter, hingga bermuara ke kandung kemih (kandung kemih).
1.1.4 Nefron
4
- Tubulus renalis
Bagian ini merupakan rangkaian tabung yang memanjang dari kapsul Bowman
ke saluran pengumpul (yubulus kolektivus). Fungsi dari tabung ini adalah untuk
mendaur ulang air, glukosa dan elektrolit seperti sodium, klorida dan potasium
kembali ke dalam darah untuk digunakan oleh tubuh. Kelebihan air, glukosa dan
elektrolit kemudian diekskresikan dalam urin.
1.2 Ureter
5
muskularis, tunika subukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Bagian
vesika urinaria terdiri dari:
1. Fundus, merupakan bagian yang menghadap kearah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikalis yang
terisi oleh jaringan ikat duktud deferent, vesika seminalis, dan prostate
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus
3. Verteks, bagian yang maju ke arah muka dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis (Nuari, dkk. 2017).
4. Kandung kemih ini berfungsi untuk menyimpan urin yang dikeluarkan
melalui uretra.
1.4 Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan urin keluar. Pada pria, panjangnya antara 15-20 cm dan untuk
keperluan deskriptif terbagi atas 3 bagian yaitu:
a. Pars Prostatika, yaitu bagian uretra dimulai dari muara uretra pada
kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat. Pada
bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan juga
saluran keluar kelenjar prostat.
b. Pars membranasea, yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat di
antara otot rangka pelvis menembus ke membran perineal dan berakhir
di bulbus korpus kavernosus uretra.
c. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus
korpus kavernosum dan bermuara pada glands penis.
6
Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika, lalu pada
bagian lain berubah menjadi epitel yang berlapis atau bertingkat silindris dan akhirnya
epitel gepeng berlapis pada ujung uretra pars kavernosa yang melebar yaitu di fosa
navikularis. Terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus. Di bawah epitel terdapat
lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibro-elastis longgar.
Uretra pada wanita jauh lebih pendek karena hanya 4 cm panjangnya.
Epitelnya bervariasi dari transisional di dekat muara kandung kemih, lalu berlapis
silindris atau bertingkat hingga berlapis gepeng di bagian ujungnya. Muskularisnya
terdiri atas 2 lapisan otot polos tersusun serupa dengan ureter.
Ada tiga proses di dalam ginjal sebelum terjadi pembentukan urin. Proses-
proses tersebut yaitu filtrasi (penyaringan), reabsorpsi, dan augmentasi.
7
Gambar 1.5 Pembentukan Urine
a. Filtrasi
Filtrasi atau penyaringan adalah proses penyaringan darah yang terjadi
di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus berpori (podosit), tekanan
tinggi dan permeabilitas tinggi pada glomerulus memfasilitasi proses filtrasi.
Selain filtrasi, penyerapan kembali sel darah, trombosit, dan sebagian besar
protein plasma juga terjadi di glomerulus. Zat-zat kecil yang terlarut dalam
plasma darah seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, dan urea dapat melewati penyaringan dan menjadi bagian dari
endapan. Hasil filtrasi di glomerulus yang mengandung asam amino, glukosa,
natrium, kalium dan garam lainnya disebut dengan filtrat glomerulus atau urin
primer.
b. Reabsorpsi
Reabsorpsi adalah proses kedua setelah filtrasi glomerulus. Reabsorpsi
adalah proses kedua setelah filtrasi glomerulus. Reabsorpsi adalah proses
pemindahan cairan dari tubulus ginjal. Pembuluh darah yang mengelilinginya
yaitu kapiler peitubuler. Sel tubulus renalis secara selektif menyerap zat dalam
urin primer. Reabsorpsi terjadi sesuai dengan kebutuhan. Zat-zat makanan
yang ditemukan dalam urin primer itu benar-benar terserap atau di reabsorpsi
lagi. Sedangkan reabsorpsi garam-garam anorganik terjadi di tubulus
proksimal yang nantinya menghasilkan urin sekunder saat proses penyerapan
selesai. Proses reabsorpsi air terjadi di tubulus proksimal dan distal. Proses
resorpsi akan terjadi penyaringan asam amino, glukosa, asam asetoasetat,
vitamin, garam anorganik dan air. Setelah terbentuk urin sekunder barulah di
8
dalam urin sekunder tidak lagi mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh
tubuh sehingga urin yang akan dikeluarkan nantinya benar-benar mengandung
zat yang tidak dibutuhkan tubuh manusia.
c. Augmentasi
Sebuah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal, urin akan menuju ke
rongga ginjal lalu menuju kantong kemih melalui saluran ginjal. Apabila
kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong kemih akan tertekan
sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Kemudian urin akan keluar melalui
uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra adalah air, garam, urea,
dan sisa-sia substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi
warna dan bau pada urin.
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
menyebabkan penurunan tekanan darah sitemik yang parah yang
menimbulkan syok, misalnnya infark miokardium, reaksi anafilaktik,
kehilangan darah atau deplesi volume yang berat atau infeksi darah.
b. Kegagalan Intrarenal
Merupakan kegagalan akibat kerusakan primer jaringan ginjal
itu sendiri, hal ini biasanya terjadi karena nekrosis tubulus iskemik
yang cenderung mengaburkan perbedaan antara kegagalan prarenal
dan intrarenal karena penyebab utama nekrosis tubulus iskemik adalah
epenurunan darah ginjal. Nekrosis tubulus biasanya juga disebabkan
karena efek langsung dari obat-obatan.
c. Kegagalan Pascarenal
Merupakan jenis gagal ginjal yang akut dan terjadi karena
kondisi-kondisi yang memperngaruhi aliran unrine keluar ginjal,
mencakup cidera atau penyakit ureter, kandung kemih, atau uretra.
Penyebab kegagalan pascarenal biasanya yang dijumpai adalah
obstruksi.
Patofisiologi Gagal Ginjal Akut:
1. Penurunan pengeluaran urine.
2. Azotemia (peningkatan senyawa-senyawa bernitrogen dalam
darah).
3. Hiperkalemia (Peningkatan kalium dalam darah)
STANDAR DIAGNOSA KEPERAWATAN INDONESIA (SDKI) :
1. Identitas Pasien Meliputi nama lengkap, kota tempat tinggal, umur, tempat
lahir, ras, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2. Keluhan Utama Lemah, gaya berjalan/gangguan gerak, spasme otot, gangguan
istirahat dan tidur, takikardia/takipneu saat beraktivitas dan koma.
3. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien
sakit, bagaimana dirawat, pengobatan apa yang diberikan, bagaimana obat
diminum, teratur atau tidak, apa yang dilakukan pasien untuk mengobati
penyakitnya.
4. Aktivitas/Istirahat: Kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise, sulit tidur
(insomnia/gelisah atau insomnia), kelemahan otot, kehilangan tonus, rentang
gerak berkurang
5. Peredaran darah Ada riwayat hipertensi berat atau lama, palpitasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi berat, pembengkakan jaringan umum dan palpitasi.
14
Kaki, telapak tangan, denyut nadi lemah, hipotensi ortostatik mengindikasikan
hipovolemia, yang jarang terjadi pada tahap akhir penyakit, pucat, kulit coklat
kehijauan, ikterus, kecenderungan berdarah.
6. Integritas Ego Stresor, ketidakberdayaan, keputusasaan, ketidakberdayaan,
penyangkalan, ketakutan, kecemasan, kemarahan, kebangkitan, perubahan
kepribadian.
7. Penghapusan Penurunan frekuensi kencing, oliguria, anuria (pada gagal ginjal
lanjut), perut kembung, diare atau konstipasi, perubahan warna urin, mis. kuning
tua, merah, coklat, oliguria.
8. Makanan/Cair Kenaikan berat badan yang cepat (kembung), penurunan berat
badan (malnutrisi), kehilangan nafsu makan, mulas, mual/muntah, rasa logam
tidak enak di mulut (napas amonia), penggunaan diuretik, kembung/asites,
pembesaran hati (lambat ) . tahap), turgiditas/perubahan kelembaban pada kulit,
ulkus gusi, gusi/lidah berdarah
9. Sakit kepala neurosensori, penglihatan kabur, kram/kejang otot, sindrom kaki
gelisah, sensasi terbakar di telapak kaki, kesemutan dan kelemahan terutama di
tungkai bawah, gangguan status mental, contoh penurunan rentang perhatian,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, kehilangan ingatan, kebingungan ,
penurunan kesadaran, mengantuk, kejang, otot berkedut, kejang, penipisan
rambut, kuku rapuh dan tipis
10. Nyeri / Ketidaknyamanan Nyeri perut, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki dan
sikap berhati-hati / terganggu, gelisah.
11. Dispnea pernapasan, sesak napas, batuk dengan atau tanpa dahak kental dan
banyak, takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman, dan batuk dengan
dahak encer (emfisema paru).
12. Keamanan Gatal kulit, Terjadinya/kekambuhan infeksi, Pruritus, Demam
(sepsis, dehidrasi), Normothermia sebenarnya dapat meningkat pada pasien
dengan suhu tubuh lebih rendah dari normal, Petechiae, Memar pada kulit, Patah
tulang, Gerakan sendi terbatas
2. Glumerulonefritis
a. Glumerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut merupakan peradangan glomerulus secara
mendadak. Hal ini terjadi karena pengendapan kompleks antigen antibodi
15
di kapiler-kapiler glomerulus. Pengendapan kompleks antibodi-antibodi
glumerulus akan memacu suatu reaksi peradangan di tempat lain tubuh.
Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus,
akhirnya membran bglomerulus rusak sehingga terjadi pembengkakan dan
edema di ruang interstisium Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan
cairan interstisium, yang dapat menyebabkan kolapsnya setiap glumerulus
di daerah tersebut. Akhirnya peningkatan tekanan cairan interstitium akan
melawan filtrasi glomerulus lebih lanjut
b. Glomerulonefritis Kronik
Gumerulonefritis Kronik merupakan peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus. Kelainan ini terjadi karena glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul spontan. Namun, yang sering menjadi penyebab
gulonefritis kronis adalah penderita diabetes melitus dan hipertensi kronik.
Patofisiologi glomerulonefritis:
a. Hematuria yaitu urine berwarna kecoklatan.
b. Silinder sel darah merah di dalam urine.
c. Proteinuria lebih dari 3-5 mg per hari
d. Penurunan GFR
e. Penurunan volume urin
f. Retensi cairan
Masalah Keperawatan yang Muncul (SDKI):
1. Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulonefritis pascastreptokokus
akut, maka diperlukan terapi antibiotik
2. Kerusakan glomerulus akibat otoimun dapat diobati dengan
kortikosteroid untuk imunosupresi
3. Pada glomerulonefritis progresif cepat dapat digunakan antikoagulan
untuk mengurangi pengendapan fibrin dan pembetukan jaringan parut
4. Pencegahan timbulnya glomerulonefritis kronik dengan konrtol
glukosa yang jetat pada pasien diabetes dan pemberian obat bagi pasien
hipertensi kronik perlu dilakukan. Riset-riset mengisyaratkan bahwa
obat antihipertensi (Terutama inhibitot enzim pengubah angiotensin)
dapat mengurangi kerusakan glomerulus pada pasien diabetes
walaupun hipertensi tidak jelas tampak.
16
3. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi yang terjadi pada sepanjang
saluran kemih, termasuk terjadi pada ginjal. Penyebab dari infeksi ini biasanya
oleh virus atau bakteri lainnya, misalnya Escherichia coli. Infeksi ini biasanya
lebih sering terjadi pada wanita. Meskipun jarang terjadi pada pria, namun
infeksi saluran kemih ini juga sering terjadi pada pria usia lanjut. Infeksi
saluran kemih terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Sistitis: infeksi kandung kemih
b. Pielonefritis: infeksi pada ginjal, infeksi ini biasanya bersifat akut atau
kronik.
Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih:
a. Disuria atau mengalami nyeri saat berkemih.
b. Frekuensi berkemih mengalami peningkatan.
c. Perasaan ingin terus terusan berkemih.
d. Adanya sel-sel darah putih dalam urine.
e. Nyeri punggung bawah atau suprapubis.
f. Mengalami demam yang disebabkan karena adanya darah dalam urine pada
kasus yang parah.
17
Kesehatan umum: tanda-tanda vital termasuk suhu, bentuk abdomen, kontur,
nyeri tekan pada palpasi (khususnya suprapublik), perkusi apakan ada nyeri
tekan kostrovertebratal (LeMone, Burke and Bauldoff, 2017)
b. Diagnosa (Tim Pokja SDKI, 2017)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung kemih.
3. Inkontinensia urine refleks berhubungan dengan kerusakan konduksi impuls di
atas arkus refleks.
4. Inkontinensia stress berhubungan dengan kelemahan intrinsik spinkter uretra.
5. Inkontinensia urine urgensi berhubungan dengan iritasi reseptor kontraksi
kandung kemih.
6. Risiko inkontinensia urine urgensi berkaitan dengan ketidakefektifan
kebiasaan berkemih.
c. Intervesi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
1. Manajemen nyeri
2. Pemberian analgesik
3. Aromaterapi
4. Dukungan hipnosis diri
5. Edukasi efek samping obat
6. Edukasi manajemen nyeri
7. Edukasi proses penyakit
8. Edukasi teknik napas
9. Kompres dingin
10. Kompres panas
11. Konsultasi
12. Latihan pernapasan
13. Manajemen efek samping obat
14. Manajmen medikasi
15. Pemantauan nyeri
16. Pemberian obat
17. Pemberian obat intravena
18. Teknik distruksi
19. Terapi musik
18
20. Terapi relaksasi
Luaran: tingkat nyeri menurun (Tim Pokja SLKI, 2019)
Luaran: sensasi saat berkemih cukup menurun, desakan berkemih (urgensi) menurun,
distensi kandung kemih menurun, tidak tuntas dalam berkemih, volume residu dari
urine menurun, urine yang menetes mengalami penurunan, nokturia menurun, disuria
menurun, anuria menurun, frekuensi BAK membaik, karakteristik urine membaik
(Tim Pokja SLKI, 2019)
Luaran: kontinensia urine, eliminasi urine, integritas kulit dan jaringan, perawatan
diri, status kognitif, status neurologi, tingkat pengetahuan (Tim Pokja SLKI, 2019).
Luaran kontinensia urine, eliminasi urine, kontrol gejala (Tim Pokja SLKI, 2019).
Luaran: kontinensia urine, eliminasi urine, kontrol gejala, perawatan diri, tingkat
infeksi (Tim Pokja SLKI, 2019).
Luaran: kontinensia urine, eliminasi urine, kontrol gejala, perawatan diri, tingkat
infeksi (Tim Pokja SLKI, 2019).
21
i. Evaluasi (Kardiyudiani and Susanti, 2019)
1. Nyeri berkurang sampai hilang
2. Output urin pasien seimbang dengan intake cairan
3. Karakteristik urin menunjukkan fungsi ginjal yang baik
22
Gambar 1.7 Patofisiologi Benign Prostat Hyperplasia
B. Penyebab
Penyebab prostatic hyperplasia (BPH) sebelumnya tidak diketahui
secara pasti, namun BPH menjadi kondisi yang sangat umum terjadi pada pria
seiring bertambahnya usia. Masalahnya terjadi terutama pada pria tua yang
berusia di atas 50 tahun. BPH tidak berkembang pada pria yang testisnya
diangkat sebelum pubertas. Karena itu, beberapa peneliti percaya bahwa faktor
yang berkaitan dengan penuaan dan testis dapat menyebabkan hiperplasia
prostat jinak (Harvey, 2014). Pembesaran prostat jarang menimbulkan tanda
dan gejala pada pria di bawah usia 40 tahun. Sekitar sepertiga pria memiliki
gejala sedang hingga berat pada usia 60 tahun dan sekitar setengahnya pada
usia 80 tahun (Gejala dan Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH),
2020). Menurut National Continence Association, sekitar 50% pria mengalami
BPH sebelum usia 60 tahun, dan meningkat 90% sebelum usia 85 tahun.
Beberapa hormon juga terkait dengan munculnya BPH. Pria menghasilkan
testosteron (hormon pria) dan sejumlah kecil estrogen (hormon wanita)
sepanjang hidup mereka. Seiring bertambahnya usia, jumlah testosteron aktif
dalam darah menurun dan proporsi estrogen meningkat. Studi ilmiah telah
menunjukkan bahwa BPH terjadi karena kadar estrogen yang lebih tinggi di
prostat dapat meningkatkan aktivitas zat yang mendorong pertumbuhan sel
prostat. Teori lain berfokus pada dihidrotestosteron (DHT), hormon pria yang
berperan dalam perkembangan dan pertumbuhan prostat. Beberapa penelitian
23
menunjukkan bahwa ketika kadar testosteron dalam darah turun, pria yang
lebih tua terus memproduksi DHT dan menumpuknya di prostat. Akumulasi
DHT dapat merangsang sel prostat untuk terus tumbuh. Para peneliti telah
menemukan bahwa pria yang tidak menghasilkan DHT tidak mengembangkan
BPH (Harvey, 2014). Selain usia dan hormon, ada beberapa faktor risiko yang
umumnya terkait dengan BPH, termasuk genetika, geografi, sindrom
metabolik dan penyakit kardiovaskular, obesitas, diabetes, pola makan,
aktivitas fisik, dan peradangan. Meskipun faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi seperti usia, genetika dan geografi memainkan peran penting
dalam perkembangan BPH, data terbaru mengungkapkan faktor risiko yang
dapat dimodifikasi seperti hormon steroid seks, sindrom metabolik dan
penyakit kardiovaskular, obesitas, diabetes, diet, aktivitas fisik. , dan radang
BPH penyebabnya.
C. TANDA DAN GEJALA
Ketika seorang pria mengalami BPH, ada banyak tanda dan gejala yang
biasanya dirasakan oleh pasien, menurut Harvey (2014), tanda dan gejala BPH
di antaranya adalah;
● Urinary frequency, di mana pasien kencing 6-8 kali sehari, bahkan
lebih.
● Urinary Urgency, pada kondisi ini pasien tidak dapat menahan kencing
pada saat ada rasa ingin kencing.
● Kesulitan Saat Memulai Kencing
● Aliran urine lemah atau terputus
● Urine menetes pada akhir kencing
● Nokturia, sering buang air kecil pada malam hari yang sangat
mengganggu tidur pasien
● Retensi Urine. Di tahap ini pasien tidak dapat mengeluarkan urine,
walaupun perasaan untuk kencing sudah sangat mendesak, dan bila
berlangsung dalam waktu yang lama, akan menimbulkan rasa nyeri
yang hebat terhadap pasien.
● Urinary Incontinence, pasien ngompol di celana
● Nyeri setelah ejakulasi dan saat berkemih
● Warna dan bau jurine tidak seperti biasanya.
D. Pemeriksaan Diagnostik
24
Seorang pria akan di diagnosa menderita BPH, jika menunjukkan tanda dan
gejala yang sudah diuraikan sebelumnya. Namun untuk memastikan dugaan
tersebut, dokter akan menganjurkan untuk melakukan beberapa pemeriksaan
agar dapat menyimpulkan kecurigaan BPH. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk pasien BPH adalah Urine flow test: pasien akan diminta untuk buang air
kecil ke dalam mesin yang mengukur kecepatan aliran urin. pasien dengan
pembesaran prostat biasanya memiliki aliran yang lebih lambat. Saat
melakukan test ini, pasien akan diminta untuk tidak buang air kecil 2-3 jam
untuk mengisi kandung kemih, sebab test ini membutuhkan kandung kemih
penuh untuk mengukur kecepatan aliran urin (Enlarged prostate tests, 2017).
Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan urin (A Urinary Flomater).
Digital Rectal Examination (DRE): pada pemeriksaan ini, dokter atau perawat
akan memasukkan jari telunjuk dengan menggunakan sarung tangan dan jelly
ke dalam rektum dan meraba bagian belakang prostat. Posisi pasien akan
berbaring seperti kedinginan atau membungkuk. Pemeriksaan ini hanya butuh
beberapa menit, pasien akan merasa tidak nyaman namun pemeriksaan ini
tidak menyakitkan.
25
Gambar 1.9 Digital Rectal Examination (DRE)
26
diberi cairan untuk diminum dan, jika perlu, tablet Furosemide untuk
mempercepat diuresis. Kandung kemih yang terisi dengan baik merupakan
"jendela akustik" untuk gelombang ultrasound yang menembus rongga perut
ke kelenjar prostat (Tyloch and Wieczorek, 2016).
E. TINDAKAN
Tindakan yang dapat dilakukan untuk pasien BPH adalah penggangkatan
prostat melalui prostatectomy atau Transurethral resection of the prostate
(TURP). Prostatectomy adalah operasi untuk mengangkat kelenjar prostat dan
jaringan di sekitarnya. Ini biasanya termasuk vesikula seminalis dan beberapa
kelenjar getah bening di dekatnya (Surgical Procedures: Prostatectomy |
OncoLink, 2020; Radical Prostatectomy Procedure, 2021). Sementara TURP
merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan pemotongan bagian
prostat. TURP dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut resektoskop,
yaitu tabung logam tipis yang berisi cahaya, kamera, dan lingkaran kawat. Ini
dimasukkan lewat meatus, dilewatkan di sepanjang uretra sampai mencapai
prostat, yang berarti tidak ada luka (sayatan) yang perlu dibuat di kulit Anda.
Lingkaran kawat kemudian dipanaskan dengan arus listrik dan digunakan
untuk memotong bagian prostat Anda yang menyebabkan gejala Anda. Sebuah
tabung tipis yang disebut kateter kemudian dimasukkan ke dalam uretra untuk
memompa cairan ke dalam kandung kemih dan membuang bagian prostat yang
telah diangkat. Anestesi umum atau spinal digunakan selama prosedur
sehingga pasien tidak merasa sakit saat dilakukan prosedure (Transurethral
resection of the prostate (TURP), 2017).
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas pada pasien pada pasien BPH
menurut Marianne (2021) adalah ;
● Retensi urin sehubungan dengan obstruksi ? pembesaran prostat pada
leher kandungan kemih atau uretra.
● Nyeri akut sehubungan dengan distensi kandung kemih.
● Kecemasan yang sehubungan dengan prosedur pembedahan yang akan
dilakukan.
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
27
Intervensi keperawatan pada pasien BPH akan dilakukan berdasarkan diagnosa
keperawatan adalah;
1. Retensi urin sehubungan dengan obstruksi/pembesaran prostat pada leher
kandung kemih atau uretra.
● Motivasi pasien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila ada keinginan
untuk berkemih.
● Palpasi area supra pubik. Jika urine tertahan di bladder maka akan
teraba supra membesar.
● Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat C.
mengecilkan ukuran prostat.
● Pemasangan kateter urine untuk mengeluarkan urine jika pasien tidak
bisa mengeluarkan urine (RNspeak, 2018).
2. Nyeri akut sehubungan dengan distensi kandung kemih.
a. Observasi Skala nyeri
b. Pemasangan kateter urine untuk mengeluarkan urine yang tertampung di
kandung kemih (RNspeak, 2018).
3. Kecemasan yang sehubungan dengan prosedur pembedahan yang akan
dilakukan.
a. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga
b. Berusaha untuk selalu ada dengan pasien
c. Berikan informasi yang cukup mengenai prosedure pembedahan.
d. Meminta pasien untuk mengeluarkan pendapat yang dia ketahui (RNspeak,
2018).
5. Syndrom Nefrotik
Syndrom nefrotik merupakan keluarnya protein lebih dari 3,5 gram
melalui urine per hari. Dalam keadaan normal hampir tidak ada protein yang
keluar melalui urine. Hilangnya protein-protein plasma menyebabkan
hipoalbuminemia dan hipomunoglobulinemia. Manifestasi klinisnya antara
lain adalah peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan ederma generalisata,
yang disebut anasarka.
Patofisiologi Syndrom Nefrotik:
a. Urine berbusa karena mengandung protein.
b. Mengalami diare
28
c. Mengalami mual
d. Badan mengalami kelelahan
e. Hilangnya nafsu makan
f. Mengalami peningkatan berat badan karena penumpukan cairan tubuh
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan
30
dan nadi dalam pembengkakan: c. Untuk
batas normal. Ukur lingkar perut mengevaluasi asites
-Penurunan edema, di pusar dan amati dan karena
ascites pembengkakan di merupakan tempat
-Tingginya kadar sekitar mata. pembengkakan
protein dalam d. Sesuaikan yang umum.
darah asupan cairan d. Tidak mengambil
-Pengeluaran urin dengan hati-hati. lebih dari yang
cukup 600-700 e. Pemantauan diperlukan
ml/hari Infus Intra Vena e. Menjaga
f. Kolaborasi: masukan yang
Berikan ditentukan
kortikosteroid f. Menurunkan
sesuai petunjuk. ekskresi proteinuria
G. Berikan g. Memberikan
diuretik jika pembengkakan
diresepkan. sementara.
31
dan asites. e. Batasi natrium daya tahan tubuh
selama edema dan anak
terapi e Asupan natrium
kortikosteroid dapat memperparah
f. Sediakan pembengkakan usus
lingkungan yang yang menyebabkan
nyaman, bersih, anak kehilangan
dan santai selama nafsu makan
waktu makan. f Merangsang nafsu
g. Mula-mula makan anak
berikan makanan g. Mendorong anak
dalam porsi kecil mau makan
dan berikan h. Meningkatkan
makanan dengan nafsu makan anak
cara yang menarik
h. Sediakan
makanan khusus
yang disukai anak
32
prosedur invasif paparan terhadap
secara aseptis organisme infektif
e. Menggunakan f. Karena
teknik cuci tangan kerentanan pada
yang baik infeksi pernafasan
f. Jaga agar anak g. Deteksi dini
tetap hangat dan tanda-tanda infeksi
kering h. Memberikan
g. Pantau suhunya. informasi dasar
h. Mendidik orang tentang tanda dan
tua tentang tanda gejala infeksi
dan gejala infeksi.
33
bertahap. yang meningkatkan
e. Ajarkan teknik diuresis.
penghematan c. Pembentukan
energi seperti edema, pemberian
duduk, bukan makan yang lambat,
berdiri. asupan nutrisi yang
f. Memberi berkurang, dan
perawatan sesuai imobilitas yang
dengan kebutuhan berkepanjangan
klien. adalah pemicu stres
yang mengganggu
integritas kulit.
d. Melatih kekuatan
otot secara bertahap
34
tentang perubahan
penampilan. yaitu
Diskusikan opsi
rekonstruksi dan
cara untuk
mencapai
penampilan yang
kurang menarik.
35
dengan gangguan Hasil kriteria: agar konsumsi mengurangi upaya
fungsi pernapasan. · Anak istirahat energi, istirahat pernapasan.
dan tidur nyenyak dan tidur serendah b. Mengurangi
· Pernapasan tidak mungkin. asupan/persyaratan
sulit · Pernapasan c. Hindari pakaian selama pernapasan
anak tetap dalam ketat. terbatas dapat
batas normal d. Berikan oksigen mengurangi
tambahan yang keparahan gejala.
adekuat c. Pakaian yang
terlalu ketat dapat
mencegah ventilasi.
yaitu Memperbaiki
hipoksemia, yang
dapat terjadi akibat
gangguan ventilasi
A. PATOFIOLOGI :
a. Sering buang air kecil
b. Urine mengandung darah
c. Biasanya mengalami nyeri pada punggung bagian bawah
d. Ukuran perut membesar
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
36
● Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, diare,
pembatasan asupan makanan, perubahan metabolisme protein, lipid
dan karbohidrat, serta inflamasi gastrointestinal dengan absorpsi yang
buruk.
● Lindungi pasien dari komplikasi neurologis
C. PENCEGAHAN
PKD tidak bisa dicegah, yang bisa dilakukan dengan menjaga ginjal bekerja
lebih lama dengan mengikuti gaya hidup sehat. Beberapa tips untuk hidup
sehat antara lain:
1. Jaga tekanan darah yang sehat.
2. Menjaga kadar gula darah yang sehat.
3. Jaga berat badan yang sehat.
4. Ikuti diet rendah garam dan rendah lemak.
5. Batasi alkohol.
6. Jangan merokok atau menggunakan produk tembakau apa pun. Jika
merokok atau menggunakan tembakau, berhentilah sekarang.
Berolahraga setidaknya 30 menit sehari, hampir setiap hari dalam
seminggu.
Orang dengan PKD autosomal dominan biasanya mengalami sakit ginjal dan
tekanan darah tinggi. Komplikasi lain dari autosome dominan polikstik kidney desease
AD PKD mungkin termasuk:
1. Gagal ginjal/ESRD
2. Infeksi saluran kemih
3. Batu ginjal
4. Kista hati
5. Kista di pankreas Anda
6. Masalah katup jantung
7. Masalah usus besar
8. Aneurisma otak
9. Masalah kehamilan yang serius, yang disebut preeklamsia (pada wanita hamil
yang memiliki ADPKD dan tekanan darah tinggi).
D. ASUHAN KEPERAWATAN
❖ Lihat Riwayat pasien dan lakukan penilaian.
❖ Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
37
❖ Pantau fungsi ginjal dan eliminasi urin, hidrasi, keseimbangan cairan dan
elektrolit.
❖ Pantau berat badan harian
❖ Kaji edema dan tingkatkan integritas kulit.
❖ Anjurkan untuk dialisis (jika sesuai)
❖ Berikan obat yang diresepkan, termasuk ACE inhibitor untuk mengontrol
hipertensi (jika memberikan diuretik, dapatkan spesimen untuk kadar elektrolit
serum, terutama kalium, yang mungkin diturunkan)
❖ Berikan tindakan kenyamanan, termasuk analgesik opioid; bantu pasien
dengan teknik relaksasi.
❖ Berikan cairan dan makanan berdasarkan kondisi pasien, dorong peningkatan
cairan jika pasien mengalami infeksi saluran kemih, dan batasi cairan jika
pasien mengalami gagal ginjal.
❖ Berikan perawatan suportif untuk meminimalkan gejala.
❖ Dapatkan spesimen untuk urinalisis dan kultur dan sensitivitas seperti yang
diperintahkan untuk mengevaluasi hematuria, proteinuria, dan infeksi;
mendapatkan spesimen untuk tes laboratorium, seperti kadar elektrolit, seperti
yang diperintahkan.
❖ Fokus perawatan pasien, sebagaimana semestinya
❖ Biarkan pasien mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya, terutama yang
berkaitan dengan kemungkinan perkembangan penyakit dan gagal ginjal;
memberikan dukungan dan bimbingan.
❖ Siapkan pasien untuk dialisis atau terapi pengganti ginjal sesuai indikasi.
❖ Dorong orang tua dari seorang anak dengan bentuk kekanak-kanakan untuk
mendapatkan konseling genetik.
❖ Persiapkan pasien dan keluarganya untuk kemungkinan transplantasi ginjal
atau pembedahan.
❖ Rujuk pasien dan keluarganya ke komunitas dan layanan sosial untuk
mendapatkan dukungan (Linda S. William & Paula D. Hopper, 2007)
7. Urolithiasis
Pada urolitiasis dengan infeksi, demam, menggigil dan disuria (nyeri
saat buang air kecil) dapat terjadi. Demam dan menggigil terjadi sebagai
respon tubuh terhadap infeksi. Meskipun disuria bisa disebabkan oleh iritasi
38
saat buang air kecil. Kontraksi saluran kemih saat buang air kecil
menyebabkan tekanan pada dinding saluran kemih dan gesekan terhadap batu
di saluran kemih, yang dapat menyebabkan iritasi. Pasien mengeluh nyeri saat
berkemih. Pada saat yang bersamaan, kerusakan dinding saluran kemih juga
dapat disebabkan oleh iritasi dan menimbulkan darah pada urin (hematuria)
(Hinkle & Cheever, 2014; Lewis, et al., 2017; deWitt, et al., 2017). Urolithiasis
merupakan adanya batu (kalkuli) pada saluran perkemihan. Batu dapat
terbentuk pada saluran perkemihan karena peningkatan konsentrasi pada urin
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat (Hinkle & Cheever,
2014; Lewis, et al., 2017).
Tanda dan gejala yang dirasakan oleh pasien urolitiasis dapat berbeda
– beda, sesuai dengan lokasi batu. Pada lokasi batu dan sekitarnya dapat terjadi
obstruksi, infeksi, dan edema. Secara umum ketika batu menghambat aliran
urin maka obstruksi aliran urin terjadi. Kondisi tersebut dapat meningkatkan
tekanan hidrostatik dan terjadi edema pada area proksimal dari lokasi batu,
sementara pada area distal akan terjadi penurunan aliran urin. (Hinkle &
Cheever, 2014; Lewis, et al., 2017; deWitt, et al., 2017).
Pada urolitiasis dengan infeksi, demam, menggigil dan disuria (nyeri
saat buang air kecil) dapat terjadi. Demam dan menggigil terjadi sebagai
respon tubuh terhadap infeksi. Meskipun disuria bisa disebabkan oleh iritasi
saat buang air kecil. Kontraksi saluran kemih saat buang air kecil menyebabkan
tekanan pada dinding saluran kemih dan gesekan terhadap batu di saluran
kemih, yang dapat menyebabkan iritasi. Pasien mengeluh nyeri saat berkemih.
Pada saat yang sama, kerusakan dinding saluran kemih juga dapat disebabkan
oleh iritasi dan menyebabkan darah keluar melalui urin (hematuria) (Hinkle &
Cheever, 2014; Lewis, et al., 2017; deWitt, et al. ., 2017)
Batu juga dapat menyebabkan penurunan aliran urin dan perasaan tidak
tuntas atau mudah buang air kecil karena adanya kotoran yang tersangkut di
kandung kemih. Batu ginjal (ginjal batu) merusak nefron ginjal dengan batu
yang juga menyebabkan rasa tidak nyaman dan nyeri tembak. Batu yang
terletak di area pelvis renalis dapat menimbulkan rasa nyeri yang dalam pada
tulang belakang yang dirasakan terus menerus. Pada wanita, nyeri menjalar ke
bagian depan dan bawah kandung kemih, pada pria hingga ke testis. Nyeri juga
bisa menjadi tanda kolik ginjal jika terjadi secara akut dan disertai nyeri tekan
39
di daerah tulang belakang, mual, dan muntah. Sakit perut dan diare dapat
disebabkan oleh refleks renointestinal dan kedekatan anatomis ginjal dengan
lambung, pankreas, dan usus besar. Batu yang menghalangi aliran keluar ureter
dapat menyebabkan nyeri tajam, tajam, dan kolik yang menjalar ke
selangkangan dan alat kelamin. Seringkali pasien ingin buang air kecil, tetapi
urin yang keluar hanya sedikit dan disertai darah akibat iritasi. Kondisi ini
disebut kolik uretra (Hinkle & Cheever, 2014; Lewis, et al., 2017; deWitt, et
al., 2017).
Tabel 1.1 Tanda dan Gejala Urolitiasis (Turk, et al., 2015; Turk, et al., 2020; Hinkle &
Cheerver, 2014 )
40
wajib dapat diatur berdasarkan masalah prioritas pasien, memungkinkan
pengasuh untuk fokus pada masalah utama pasien (Potter, et al. al., 2021).
Pada fase ini, tugas perawatan yang dijadwalkan dalam proses pemeliharaan
sebelumnya diimplementasikan. Pasien dan keluarga dapat dilibatkan dalam
proses pelaksanaan prosedur, sehingga pemahaman klien dan keluarga tentang
perawatan diri dapat ditingkatkan. Selain itu, dapat meningkatkan kesadaran
keluarga tentang hal-hal yang harus dihindari selama pemeliharaan rumah
(Potter, et al., 2021). Untuk batu kandung kemih, klien dan keluarga dapat
diinstruksikan untuk mencari darah pada urin sehingga klien dan keluarga
dapat segera menghubungi dokter jika tanda-tanda tersebut terlihat
a. Pathway
1. Pathway Gagal Ginjal
❖ Gagal Ginjal Akut
41
Gambar : Pathway Gagal Ginjal Akut (Scribd.com)
❖ Gagal Ginjal Kronik
2. Pathway Glomerulonefritis
42
3. Infeksi Saluran Kemih
43
Gambar : Infeksi Saluran Kemih (Scribd.com)
44
5. Syndrom Nefrotik
45
7. Urolithiasis
BAB IV
PENUTUP
46
A. KESIMPULAN
Sistem perkemihan adalah sistem yang penting dalam membuang sisa-sisa
metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh kita terutama senyawaan nitrogen
seperti urea dan kreatinin, bahan asing dan produk sisanya. Limbah dari hasil
metabolisme ini dikeluarkan (disekresikan) oleh ginjal dalam bentuk urin. Proses
pembentukan urine terdiri dari tiga tahap, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan augmentasi.
Apabila sistem perkemihan terganggu, limbah dan racun bisa menumpuk di dalam
tubuh dan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Gangguan masalah kesehatan
tersebut misalnya : Gagal ginjal akut maupun kronik, infeksi saluran kemih,
glomerulonefritis, Syndrom Nefrotik, BPH (Benign Prostatic Hyperplasia),
Urinalisis, dan Polycystic Kidney Desease. Gangguan pada sistem perkemihan
tersebut memiliki tanda dan gejalanya masing-masing dan biasanya dapat disebabkan
oleh berbagai hal, baik dari efek samping obat-obatan, cedera berat pada ginjal,
dehidrasi, hingga penyakit tertentu, seperti hipertensi dan diabetes yang tidak
ditangani dengan baik. Dengan demikian, diperlukan perawatan yang dilakukan untuk
menangani gangguan pada sistem perkemihan sesuai dengan standart diagnosa
keperawatan Indonesia (SDKI). Perawatan biasanya terdiri dari tindakan untuk
membantu mengendalikan tanda dan gejala, mengurangi komplikasi, dan
memperlambat perkembangan penyakit.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik maupun saran yang membangun
dari dosen pembimbing ataupun rekan-rekan semua agar kedepannya menjadi lebih
baik dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
47
DAFAR PUSTAKA
48
Sumber Gambar
50