Secara umum mutu didefinisikan oleh Goetsch D.L dan Davis D.L (2002:3) sebagai
keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk, jasa, orang, proses, dan lingkungan yang
mencapai atau melebihi harapan. Dijelaskan “keadaan dinamik” merujuk pada kenyataan bahwa
apa yang dianggap bermutu dapat dan sering berubah sejalan dengan berlakunya waktu dan
pergantian keadaan lingkungan. Unsur “produk, jasa, orang, proses, dan lingkungan”,
menunjukkan mutu tidak hanya berlaku untuk produk dan jasa yang disediakan, melainkan juga
orang dan proses yang menyediakan produk dan jasa itu serta lingkungan di mana produk dan jasa
tersebut disediakan. Karena sifatnya yang dinamis Dawood (2007:125) menjelaskan “Quality is
elusive concept difficult to define; neither consultants nor business professionals agree on a
universal definition. Part of the difficulty appears in expressing the philosophy and vision of
quality in meaningful words and concepts. Oleh karena itu mutu telah didefinisikan para ahli secara
beragam.
mendefinisikan mutu. Perspektif pertama, Producer’s perspective. Menurut perspektif ini kualitas
produk dikaitkan dengan standar produksi dan biaya. Artinya produk dinilai berkualitas jika
memiliki kesesuaian terhadap spesifikasi dan memenuhi persyaratan biaya. Perspektif kedua,
Consumer’s perspective. Menurut perspektif ini kualitas produk dikaitkan dengan desain dan
harga. Artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas dan harga yang ditentukan.
Menurut kedua perspektif tersebut, kualitas produk dapat tercipta jika terjadi kesesuaian antara
perspektif produsen dengan perspektif konsumen yang disebut dengan kesesuaian untuk
- Conformance to
- Quality Characteristics
Specification
- Price
- Cost
Gambar 2.1.
Perspektif Kualitas Menurut Russel
Sumber: Russel (dalam Purnama, 2006:15)
Garvin (dalam Sower, 1999) menyatakan terdapat lima perspektif dalam mendefinisikan
filosofi dan meminjam diskusi Plato tentang kecantikan. Menurut sudut pandang kecantikan,
quality is innate excellent. Oleh karena itu kualitas sangat subjektif, sulit didefinisikan, dan
digambarkan secara konkrit, tetapi dapat dirasakan dan diekspresikan. Perspektif ini biasanya
digunakan untuk menggambarkan kualitas produk seni. Ungkapan persetujuan terhadap kualitas
biasanya diwujudkan dalam ekspresi kegembiraan, kegirangan, maupun antusias yang besar.
Perspektif ini kemudian dipakai untuk mempromosikan produk yang bisa membawa ke suasana
senang dan bahagia, misalnya untuk department store dipromosikan sebagai tempat belanja yang
menyenangkan, mobil dengan interior yang elegan, dan produk perawatan kulit yang bisa
membuat cantik.
Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut. Pirsig
(1984:185-213) mengemukakan “quality is neither mind nor matter, but a third entity independent
of the two…even through quality cannot be defined, you know what it is”. Tuchman (1980:38)
menjelaskan “...condition of excellence implying fine quality as distinct from poor quality …
quality is achieving or reaching for the highest standard as against begin satisfied with the sloppy
or fraudulent.”
precise and measurable variable. Difference in quality reflect differences in quantity of some
product attribute. Dijelaskan Purnama (2006:11) kualitas produk didasarkan pada pengukuran
dari beberapa atribut yang melekat pada produk dilakukan dengan mengubah atribut yang bersifat
kualitatif menjadi kuantitatif, sehingga ukuran kualitas bisa dihitung dan diperbandingkan satu
dengan yang lain. Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut.
quality of some desired ingredient or attribute”. Leifler, K.B. (1982:956) menyatakan “Quality
refers to the amounts of the un-priced attributes contained in each unit of the priced attribute.”
for intended use. Dijelaskan Nasution (2005:6) perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang menggunakannya, dan produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif
dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan
dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan
(1968:37) mengemukakan “Quality Consists of the capacity to satisfy wants.” Gilmore, H.L.
(1974:16) mengemukakan “Quality is the degree to which a specific product satisfies the wants of
a specific consumer.” Dortman, R. dan Steiner, P.O. (1954:831) mengemukakan “Quality is any
aspect of a product, including the services included in the contract of sales, which influences the
demand curve.” Keuhn A.A. dan Day, R.L. (1954:831) mengemukakan “In the final analysis of
the marketplace, the quality of a product depends on how well it fits patterns of consumer
preferences.” Maynes, E.S. (1976:542) mengemukakan “Quality consists of the extent to which a
menggunakan dasar ukuran atau standar yang ditentukan oleh pemanufaktur. Produk dikatakan
berkualitas jika memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan oleh pemanufaktur. Definisi menurut
perspektif ini berfokus pada aspek internal yang berbasis Statistical Quality Control. Dengan
demikian menurut Nasution (2005:7) yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang
Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut. Crosby, P.B.
specification.”
defined in terms of cost and prices. A quality product is one that provides performance at an
acceptable price or conformance at an acceptable cost. Dijelaskan Nasution (2005:7) kualitas
dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum
tentu optimal yang paling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang
Definisi mutu menurut perspektif ini antar lain dikemukakan pakar berikut. Broh, R.A.
(1982:1) mengemukakan “Quality is the degree of excellence at an acceptable price and the
means best for certain customer conditions. These conditions are (a) the actual use and (b) the
Merujuk pada perspektif definisi mutu sebagaimana dikemukakan Garvin, Tamimi dan
perusahaan di Pennsylvania, New York untuk mengetahui perspektif yang dipakai para manajer.
Para manajer diminta memberikan penilaian derajat kesesuaian setiap perspektif kualitas dengan
perspektif kualitas yang dipakai perusahaan mereka. Skala yang digunakan 1 sampai 5 (1=Sangat
Tidak Sesuai, 2=Tidak Sesuai, 3=Kurang Sesuai, 4=Sesuai, dan 5=Sangat Sesuai). Hasil penelitian
Tabel 2.1.
Penilaian terhadap Perspektif Kualitas
Mean % with
Definition
Rating Exact Fit
Transcendent
3.86 33.3
Quality is innate excellence
Product-based
Manufacturing-based
3.62 28.2
Quality is conformance to specification
Value-based
3.33 28.2
Quality is performance at an acceptable price
Berdasarkan Tabel 2.2., dapat dilihat perspektif berbasis pengguna (user-based) memiliki
rating mean yang tinggi, yaitu 4.48. Artinya perspektif ini dinilai paling sesuai untuk digunakan
perusahaan. Secara empirik kesesuaian perspektif ini memiliki kecocokan dengan praktek-praktek
Mutu memiliki multidimensi. Produk dan kualitas layanan memiliki sejumlah dimensi
yang menentukan bagaimana persyaratan pelanggan tercapai. Menurut Elyse (2006:1) kualitas
Menurut Garvin (dalam Sower, 1999) mutu suatu produk manufaktur dapat dinilai dari
aesthetics, dan perceived quality. Nasution (2005:4-5) menjelaskan secara rinci delapan dimensi
tersebut. Kinerja (performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk. Features
dapat disebut sebagai keistimewaan dari suatu produk yang membedakan dengan produk lainnya.
Features merupakan karakteristik sekunder atau tambahan dari performance suatu produk.
Keandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil
dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian, keandalan merupakan
produk. Conformance, berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah
mana karakteristik desain produk dan karakteristik operasi memenuhi standar yang telah
requirements). Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk, atau tingkat
merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kemudahan dalam perawatan produk, kemudahan
menemukan pusat-pusat reparasi jika produk mengalami kerusakan, dan kemudahan mendapatkan
suku cadang jika ada suku cadang yang perlu diganti. Estetika (aesthetics) merupakan karakteristik
yang berkaitan dengan daya tarik produk yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan
pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual. Kualitas yang
dipersepsikan (perceived quality), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan reputasi atau
citra produk.
Terkait dengan delapan dimensi mutu produk dari Garvin, Tamimi dan Sebastianelli tahun
2002 (dalam Purnama, 2006:19) melakukan penelitian terhadap Manajer Kualitas perusahaan
manufaktur yang tercatat sebagai anggota The American Society for Quality (ASQ) untuk
mengetahui tingkat kepentingan para manajer terhadap masing-masing dimensi kualitas produk
manufaktur dikaitkan dengan strategi persaingan. Skala yang digunakan adalah Skala Likert,
dengan pilihan Sangat Penting, Penting, Cukup Penting, Tidak Penting, dan Sangat Tidak Penting.
Tabel 2.2.
Tingkat Kepentingan terhadap Dimensi Mutu Produk Manufaktur
1 Performance 4.58
2 Conformance 4.47
3 Perceived 4.40
4 Reliability 4.30
5 Durability 3.93
8 Serviceability 3.29
Tabel 2.3. menunjukkan menurut penilaian konsumen, terdapat tiga dimensi mutu produk
yang memiliki derajat “penting” sampai dengan “sangat penting”, yaitu performance,
conformance, dan perceived. Karakteristik utama produk (performance) memiliki tingkat tertinggi
menurut konsumen, diikuti kesesuaian dengan spesifikasi (conformance), reputasi atau citra
produk (perceived).
Berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, Barry dan Parasuraman
(dalam Nasution, 2005:5) berhasil mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan
image-related criteria. Kriteria pertama berhubungan dengan hasil kinerja layanan yang
menyadari bahwa penyedia layanan memiliki sistem operasi, sumber daya fisik, dan pekerja
dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah konsumen
secara profesional. Kriteria kedua, berhubungan dengan proses terjadinya layanan. Kriteria ini
meliputi sikap dan perilaku pekerjaan, keandalan dan sifat dapat dipercaya, serta tindakan
perbaikan jika melakukan kesalahan. Kriteria ketiga, berhubungan dengan reputasi dan kredibilitas
penyedia layanan yang memberikan keyakinan konsumen bahwa penyedia layanan mampu
Paradigma mutu dalam konteks pendidikan menurut Depdiknas (2001:4) mencakup input,
proses, dan output. Lebih jauh dijelaskan bahwa input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus
tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa
sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan
proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (seperti ketua, dosen, konselor, peserta
didik) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang bahan-bahan, dan sebagainya).
Sedangkan input perangkat meliputi: struktur organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi
tugas, rencana, program, dan lain sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung
dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya mutu input dapat diukur
dari tingkat kesiapan input, makin tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.
Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari
hasil proses disebut output. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan
penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan
minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Menurut Cohn (1979:169-
Di era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, menurut Gaspersz (2008:3)
setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan kompetisi dalam dunia industri akan memberikan
perhatian penuh terhadap mutu. Nasution (2005:21) menegaskan hanya perusahaan yang dapat
menghasilkan mutu barang atau jasa yang sesuai dengan tuntutan pelanggan dapat memenangkan
persaingan. Cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global menurut
Tjiptono dan Diana (2003:10) adalah dengan melakukan upaya perbaikan berkesinambungan
terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan, melalui penerapan manajemen mutu.
Berdasarkan hasil studi tentang keberhasilan perusahaan-perusahaan industri kelas dunia yang
berhasil mengembangkan konsep mutu dalam perusahaan, menurut Gaspersz (2008:4) lahirlah apa
yang disebut sebagai Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management, TQM).
alat, teknik, dan filosofi yang didesain untuk menciptakan budaya perusahaan yang memiliki fokus
terhadap konsumen, melibatkan partisipasi aktif para pekerja, dan perbaikan kualitas yang
berkesinambungan yang menunjang tercapainya kepuasan konsumen secara total dan terus-
yang berorientasi pada organisasi, pelanggan, dan pasar melalui kombinasi antara pencarian fakta
praktis dan penyelesaian masalah, guna menciptakan peningkatan secara signifikan dalam kualitas,
produktivitas, dan kinerja lain dari perusahaan. Konsep TQM secara skematis ditunjukkan dalam
Gambar 2.2.
TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)
Management review,
Corrective and preventive
action, Internal Audit
Gambar 2.2.
Konsep Total Quality Management (TQM)
Sumber: Gaspersz (2008:267)
Berdasarkan Gambar 2.2 diketahui bahwa pengembangan suatu Sistem Manajemen Mutu
(Quality Management System) akan memberikan suatu kesempatan ideal bagi organisasi untuk
melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap struktur manajemen mutu yang telah dibangun.