Anda di halaman 1dari 13

1

STRUKTUR BIROKRASI DALAM SEKOLAH DAN HUBUNGAN


OTORITAS DI SEKOLAH

Makalah Ini Dikerjakan Untuk


Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada Mata Kuliah Administrasi
Pendidikan PAI Fakultas
Tarbiyah Prodi Pendidikan
Agama Islam
Semester 5

Disusun Oleh:
Kelompok 5

SITI NURUL ANNISA IREN TAMARA


02181145

MUHAMMAD FIRMANSYAH
02181161

WILDA SABIR
02181148

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE


2020

1
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah swt, karna berkat,
rahmat dan nikmat serta hidayah-Nya sehingga terselesaikannya makalah ini yang
berjudul “Struktur Birokrasi dalam sekolah dan Hubungan Otoritas di Sekolah”,
Salawat dan Salam tak lupa teriring untuk sang pencerah zaman Nabiullah
Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat dan para umatnya.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, kami membutuhkan saran dan kritikan dari pembaca yang dapat
meningkatkan kualitas penulisan makalah kami.

Penyusun

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 2
C. Tujuan …………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Struktur Birokrasi dalam Sekolah………………………………………. 3
B. Hubungan Otoritas di Sekolah …………………………………………. 6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 9
B. Saran……………………………………………………………………. 9

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 10

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, kita tidak
akan lepas dari yang namanya rantai birokrasi (struktur, aturan atau
kekuasaan). Birokrasi bertugas untuk menerjemahkan berbagai keputusan
politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan
pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional.
Birokrasi adalah faktor yang sangat mempengaruhi agenda pemerintahan,
termasuk dalam pengembangan sektor pendidikan Islam. Karena, birokrasi
memiliki peranan dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai
kebijakan publik, serta evaluasi kinerjanya.
Sehubungan di atas, produk birokrasi bukan sekadar menghasilkan
perumusan sebuah kebijakan, namun mempengaruhi pola perilaku manusianya
serta nilai-nilai budaya organisasinya. Dalam kaitan ini, bahwa memahami
birokrasi dalam lembaga pendidikan Islam bukanlah suatu produk tunggal,
melainkan produk politik yang memiliki tujuan tertentu baik dalam
memajukan sistem kelembagaannya, ideologinya, maupun secara kolektif.
Birokrasi dalam pandangan Max Weber, sebagai bentuk tipe masyarakat
rasional yang memungkinkan setiap anggota dalam sebuah lembaga atau
kelompok mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab tertentu, yang
dapat memberikan sumbangsi bagi tercapainya tujuan suatu lembaga atau
organisasinya.
Mengacu pada konsepsi di atas, birokrasi dalam lembaga pendidikan
Islam, seharusnya menjadi sarana untuk mempermudah pembagian struktur
dan peran kinerja, membangun iklim kerja yang terarah dan jelas, serta
mampu membangun perilaku dan budaya kelembagaannya sesuai dengan visi
dan misi kelembagaan.
Dalam mewujudkan harapan dan tujuan tersebut, tentu tidak lepas dari
beberapa faktor seperti, peran seorang kepala sekolah sebagai pimpinan dan
pengambil kebijakan, bagaimana menggerakkan dan membangun sumber daya
manusianya (guru, staf dan seluruh warga sekolah), bagaimana membangun
relasi kerja (networking) dengan lembaga yang lainnya, serta memenuhi
sarana dan prasarana penunjang lainnya.
Otoritas (authority) dapat dirumuskan sebagai kapasitas atasan,
berdasarkan jabatan formal, untuk membuat keputusan yang mempengaruhi
perilaku bawahan. Banyak orang memahami bahwa otoritas adalah sebuah
bentuk kekuasaan seseorang atas diri orang lain. Pada waktu seseorang
memiliki otoritas, misalnya di dalam lingkup pekerjaan tertentu, maka

1
2

kekuasaan menjadi mutlak miliknya. Baik itu kekuasaan untuk mengatur,


mengontrol atau memutuskan sesuatu. Tentu saja jika digunakan oleh orang
yang tidak tepat atau memiliki motivasi yang tidak baik, maka otoritas
tersebut tidak berfaedah untuk membangun sebuah sistem malah
meruntuhkannya. Bukan hanya itu, otoritas di tangan orang yang tidak tepat,
akan dapat disalahgunakan untuk menjajah orang lain, mencari keuntungan
sendiri dan menghasilkan perlakuan atau tindakan semena-mena. Betapa
baiknya otoritas untuk tujuan yang baik dan betapa buruknya otoritas untuk
tujuan yang menyimpang. Otoritas haruslah berada di tangan orang yang tepat,
yang mampu menggunakannya secara bertanggung-jawab.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur birokrasi dalam sekolah ?
2. Apa hubungan otoritas di sekolah ?

C. Tujuan
1. Mengetahui struktur birokrasi dalam sekolah.
2. Mengetahui hubungan otoritas disekolah.

2
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Struktur Birokrasi Dalam Sekolah


Dalam bahasa Yunani birokrasi disebut dengan “kratein” yang berarti
mengatur. Sedangkan dalam bahasa Prancis, kata birokrasi disinonimkan
dengan kata “bureau” artinya kantor.1 Secara etimologi, istilah birokrasi
berasal dari bahasa Perancis “bureau” yang artinya meja yang kemudian
sering mengalami perluasan makna menjadi kantor. Oleh karena itu, istilah
birokrasi sering dipahami orang sebagai aturan yang dikendalikan lewat meja
atau kantor.2

Menurut Farel Heady (1989), birokrasi merupakan struktur yang di


dalamnya terdapat hierarki, diferensiasi, dan kompetensi. Hirarki berkaitan
dengan pemeringkatan jabatan yang mengakibatkan perbedaan tingkat
kewenangan antar anggota dalam organisasi tersebut. Diferensiasi adalah
pembagian tugas yang berbeda-beda dalam suatu organisasi kepada para
personil birokrasi dalam sebuah kerangka kerja sama untuk mencapai tujuan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kompetensi adalah birokrat yang
menduduki suatu jabatan sebaiknya orang yang berkompeten sesuai
jabatannya itu sehingga dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya secara
profesional.3

Hirarki dalam birokrasi mengerucut seperti piramid yang mana


semakin tinggi suatu jenjang berarti pula semakin besar wewenang yang
melekat di dalamnya dan jumlahnya semakin sedikit. Hirarki wewenang ini
berbanding lurus dengan hierarki tanggung jawab, artinya semakin besar
wewenang maka tanggung jawabnya juga semakin besar. Dalam hirarki
tersebut setiap pejabat bertanggung jawab kepada atasannya tentang segala
keputusan dan tindakannya sendiri maupun yang dikerjakan oleh anak
buahnya. Dalam urusan dinas yang bersifat resmi, pejabat birokrasi memiliki
hak memberi perintah dan mengatur bawahannya dan menjadi kewajiban bagi
para bawahan untuk mematuhinya.4

1
Djunawir Syafar, Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 2,
Nomor 2, November 2017, H. 273
2
Dr. Yusuf Hadijaya, S.Pd., M.A, Administrasi Pendidikan, ( Medan :
Perdana Publishing, 2012 ) H. 44
3
Dr. Yusuf Hadijaya, S.Pd., M.A, Administrasi Pendidikan, H. 46
4
Dr. Yusuf Hadijaya, S.Pd., M.A, Administrasi Pendidikan, H. 46

3
4

Hegel mengemukakan bahwa birokrasi adalah lembaga dengan


kedudukan dalam struktur sosialnya yang tak berpihak serta berfungsi sebagai
penghubung antara negara yang merupakan perwujudan kepentingan umum
dan warga negara yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat.
Hegel memandang bahwa birokrasi berfungsi sebagai jembatan yang
diciptakan untuk menghubungkan antara kepentingan masyarakat dan
kepentingan negara yang dalam saat-saat tertentu dapat berbeda. Dengan
demikian birokrasi memiliki peran yang strategik dalam rangka
mempertemukan antara persepsi dan perspektif antara pemerintah dan
masyarakat sehingga dapat menciptakan ketertiban dan kestabilan dalam
kehidupan berbangsa.5

Dari berbagai pengertian di atas, birokrasi dapat dimaknai sebagai


sekumpulan tugas dan fungsi yang melekat pada suatu jabatan yang memiliki
hirarki secara formal dalam sebuah organisasi yang kompleks dan terdapat
kepatuhan terhadap kewenangan pejabat formal.

Weber menyatakan bahwa birokrasi merupakan sistem kekuasaan


yang menekankan aspek kedisiplinan, di mana pemimpin (superordinat)
mengawasi bawahan (subordinat) secara ketat. Birokrasi bersifat legal karena
tunduk pada peraturan-peraturan tertulis yang dapat dimaklumi oleh setiap
orang dalam organisasi tersebut. Rasional bermakna dapat dimengerti,
dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya. Namun Weber juga
mengingatkan bahwa apabila pengawasan atasan kepada bawahannya itu tidak
dilakukan pembatasan dapat berakibat pada kekuasaan yang otoriter yang
dapat berakibat pada organisasi berjalan tidak rasional lagi melainkan hanya
menuruti keinginan pemimpin.6

Untuk mencegah otoriteranisme di atas, Weber menganjurkan


pembatasan terhadap setiap kekuasaan yang ada di tubuh birokrasi melalui
hal-hal sebagai berikut:
1. Kolegialitas yang merupakan sebuah prinsip pelibatan orang lain
dalam pengambilan keputusan. Prinsip kolegialitas dapat
diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang
diakibatkan oleh proses pengambilan keputusan yang hanya
terpusat pada satu orang atasan.
2. Pemisahan kekuasaan yang diartikan sebagai pembagian tanggung
jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih.

5
Dr. Yusuf Hadijaya, S.Pd., M.A, Administrasi Pendidikan, H. 46
6
Dr. Yusuf Hadijaya, S.Pd., M.A, Administrasi Pendidikan, H. 44

4
5

Dengan adanya pemisahan kekuasaan tersebut dapat membatasi


akumulasi kekuasaan meskipun kestabilannya menjadi berkurang.

3. Administrasi amatir yaitu perekrutan personil yang dapat


melaksanakan suatu tugas yang harus dikerjakan, karena
keterbatasan dana untuk mengerjakannya. Dalam melaksanakan
tugasnya, administrasi dapat di dampingi oleh pejabat profesional
di kantor tersebut.

4. Demokrasi langsung yang bermanfaat agar orang bertanggung


jawab kepada suatu majelis. Dalam pengangkatan pejabat di sini
harus terlebih dahulu dilakukan fit and proper test. Hal ini
bermanfaat agar pejabat publik yang diangkat tersebut merasa
bertanggung jawab kepada seluruh rakyat yang memberikan
mandat kepadanya.

5. Representasi yaitu seorang pejabat publik diangkat sebagai wakil


bagi orang-orang yang memberikan suara kepadanya. Sebagai
contoh dalam masalah ini yaitu partai-partai politik melalui para
anggota legislatifnya yang dapat diandalkan untuk mengawasi
kinerja pejabat dan staf birokrasi pemerintah sebagai bentuk
tanggung jawab kepada rakyat pemilihnya.7

Sturuktur birokrasi dalam sekolah, yaitu :

KEPALA SEKOLAH

WAKIL KEPALA
SEKOLAH

SEKRETARIS TATA USAHA

BENDAHARA

GURU

PESERTA DIDIK
7
Dr. Yusuf Hadijaya, S.Pd., M.A, Administrasi Pendidikan, H. 45

5
6

B. Hubungan Otoritas di Sekolah


Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga
dalam masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan
fungsinya; hak untuk berindak; kekuasaan; wewenang; hak melakukan
tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain.8

Otoritas (authority) dapat dirumuskan sebagai kapasitas atasan,


berdasarkan jabatan formal, untuk membuat keputusan yang mempengaruhi
perilaku bawahan. Banyak orang memahami bahwa otoritas adalah sebuah
bentuk kekuasaan seseorang atas diri orang lain.

Pada waktu seseorang memiliki otoritas, misalnya di dalam lingkup


pekerjaan tertentu, maka kekuasaan menjadi mutlak miliknya. Baik itu
kekuasaan untuk mengatur, mengontrol atau memutuskan sesuatu. Tentu saja
jika digunakan oleh orang yang tidak tepat atau memiliki motivasi yang tidak
baik, maka otoritas tersebut tidak berfaedah untuk membangun sebuah sistem
malah meruntuhkannya.

Bukan hanya itu, otoritas di tangan orang yang tidak tepat, akan dapat
disalahgunakan untuk menjajah orang lain, mencari keuntungan sendiri dan
menghasilkan perlakuan atau tindakan semena-mena. Betapa baiknya otoritas
untuk tujuan yang baik dan betapa buruknya otoritas untuk tujuan yang
menyimpang. Otoritas haruslah berada di tangan orang yang tepat, yang
mampu menggunakannya secara bertanggung-jawab.

Otoritas yang baik dan benar yaitu, jika segala sesuatu berjalan
dengan baik, di dalam sebuah sistem pemerintahan, pekerjaan atau bahkan
lingkup pelayanan. Otoritas bermanfaat untuk membuat semua berada di
dalam lingkup kerja yang dinamis. Semua orang tunduk dan taat serta tidak
bisa bersikap semau-maunya sendiri. Aturan ditegakkan dan menjadi acuan
bersama. Pemimpin yang mengendalikan situasi, menggunakan otoritas
dengan bertanggung-jawab dan tidak menempatkan diri sebagai alat
kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain. Otoritas digunakan untuk
membuat semua sistem bekerja dengan baik dan mencapai tujuan sebagaimana
ditetapkan bersama. Dalam konteks ini juga berlaku seorang pemimpin diikuti

8
KKBI, Kamus Besar bahasa Indonesia (KKBI), 2019

6
7

karena otoritas yang dimilikinya dan bahkan karena pengaruh yang


dimilikinya. 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, baik buruknya otoritas,


serta akibat yang ditimbulkannya, tidak ditentukan oleh otoritas itu, melainkan
oleh orang yang mendapatkan atau menggunakan otoritas tersebut. Dalam
konteks kepemimpinan, seseorang yang menggunakan otoritas sebagai alat
kekuasaan, bukanlah pemimpin. Sebab, kepemimpinan adalah pengaruh dan
bukan otoritas. Otoritas dapat menghasilkan pengaruh. Sebaliknya, pengaruh
dapat menghasilkan otoritas. Perbedaanya adalah, jika pengaruh lahir dari
otoritas, maka pengaruh tersebut hanya bersifat sementara selama seseorang
memiliki otoritas di dalam dirinya. Orang-orang akan mengikuti dan berada di
dalam pengaruhnya semata-mata karena otoritas yang dimilikinya. Akan
tetapi, jika otoritas lahir dari pengaruh, maka pengaruh tersebut bersifat jangka
panjang. Orang-orang akan mengikuti seorang pemimpin yang memiliki
pengaruh yang kuat sekalipun tidak lagi memiliki otoritas tertentu. Ketika
seorang pemimpin mampu membangun suatu pengaruh yang kuat di kalangan
pengikutnya, maka dengan sendirinya pemimpin itu mendapatkan otoritas dari
orang-orang yang dipimpinan-nya. Otoritas (authority) adalah hal yang
berbeda dengan pengaruh (influence). Otoritas memang dapat melahirkan
pengaruh. Tetapi ketaatan yang timbul dari pengaruh semacam itu adalah
sementara. Pengaruh semacam itu muncul akibat otoritas yang ada di dalam
diri seseorang. Saat tidak lagi memilikinya, maka otomatis dirinya tidak lagi
berpengaruh pada orang lain. 

Seorang pemimpin yang diikuti karena otoritas, tidak akan mampu


bertahan lama. Pemimpin seperti ini hanya diikuti karena otoritas yang
dimilikinya. Itu sebabnya, pada diktator dunia, melakukan berbagai macam
cara untuk mempertahankan dirinya selalu berada di dalam kekuasaan, supaya
otoritas tersebut tidak pindah kepada yang lain.

Mereka cenderung mempertahankan otoritasnya dengan cara-cara


kekerasan, menyebar teror dan intimidasi melalui kekuasaan. Lain halnya jika
pemimpin memiliki otoritas akibat pengaruh positif dirinya di lingkungan
tempatnya berada. Sekalipun sudah tidak memiliki otoritas dan tidak memiliki
jabatan, orang masih dapat mengikutinya dan menjadikannya teladan bahkan
mendengar perkataannya. Jika seorang pemimpin memiliki pengaruh yang
kuat, orang-orang yang berada di dalam wilayah pengaruhnya, sebetulnya
telah memberikan otoritas kepada pemimpin itu dengan sendirinya.

7
8

Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa


otoritas itu berhubungan dengan kekuasaan yang dimilliki seseorang atau
sekelompok orang yang memiliki hak, wewenang dan legitimasi untuk
mengatur, memerintah, memutuskan sesuatu, menegakkan aturan,
menghukum atau menjalankan suatu mandat bahkan untuk memaksakan
kehendak. Melalui pengertian tersebut, otoritas memiliki kaitan yang sangat
erat dengan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang.

Hubungan antar otoritas adalah sebuah bagian integral dari kehidupan


sekolah. Basis sebagian besar hubungan guru-murid , guru-karyawan, atau
atasanbawahan adalah otoritas. Pelaksanaan otoritas khususnya dalam sebuah
sekolah tidak mengandung pemaksaan. Herbert A. Simon (1957, 126-127)
menulis bahwa otoritas dibedakan dari pengaruh (influence) dan kekuasaan
pada bawahannya, yaitu sebagai pegangan-pegangan dalam penundaan
bagian-bagian kritisnya untuk memilih di antara berbagai alternatif. Dengan
demikian, maka hubungan antar otoritas dalam sekolah memiliki tiga
karakteristik utama:

1. Kemauan suka rela bawahan untuk taat


2. Dukungan bawahan, dan
3. Sebuah hubungan kekuasaan yang disahkan oleh norma yang berlaku
dalam kelompok

8
9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Birokrasi dapat dimaknai sebagai sekumpulan tugas dan fungsi yang


melekat pada suatu jabatan yang memiliki hirarki secara formal dalam
sebuah organisasi yang kompleks dan terdapat kepatuhan terhadap
kewenangan pejabat formal. Struktur birokrasi dalam sekolah yaitu
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, sekertaris, tata usaha, guru dan
peserta didik.
2. Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga
dalam masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan
fungsinya; hak untuk berindak; kekuasaan; wewenang; hak melakukan
tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain.

B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini,
masih terdapat kesalahan ataupun kekelliruan di dalamnya. Olehnya itu, kami
sangat mengharapkan kritik saran maupun masukan yang sifatnya membangun
dari teman-teman atau para pembaca demi kesempurnaan makalah ini di
kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat, khusunya bagi penulis serta
bagi para pembaca pada umumnya.

9
10

DAFTAR PUSTAKA
Hadijaya Yusuf , 2012, Administrasi Pendidikan, Medan : Perdana Publishing

KKBI, 2019, Kamus Besar bahasa Indonesia (KKBI)

Syafar Djunawir, 2017, Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 2,


Nomor 2

10

Anda mungkin juga menyukai