Gejala klinis malaria (paling sering demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala,
nyeri otot, mual dan muntah) sering tidak spesifik dan juga ditemukan pada penyakit lain
(seperti "flu" dan infeksi virus biasa).
Demikian pada pemeriksaan fisik seringkali tidak spesifik (suhu tinggi, keringat,
kelelahan). Pada malaria berat (disebabkan oleh Plasmodium falciparum), temuan klinis
(kebingungan, koma, tanda-tanda fokus neurologis, anemia berat, kesulitan pernapasan)
lebih mencolok dan dapat meningkatkan indeks kecurigaan terhadap malaria. Jika
memungkinkan, temuan klinis harus selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang
pada pasien menderita malaria.
Pemeriksaan darah rutin pada pasien malaria dilakukan untuk melihat tingkat
keparahan dari infeksi plasmodium yang menyerang eritrosit yang mengakibatkan
penurunan kadar haemoglobin akibat rupturnya eritrosit.
Leukositosis dapat terjadi pada keadan anemia hemolitik berat karena adanya
stimulasi hematopoiesis secara kesulurhan akibat anemia tersebut dan peningkatan sel
pro inflamasi tetapi pada anemia ringan didabatkan sebuah Penelitian tentang
perbandingan status hematologis pasien dengan malaria et causa Plasmodium
Falciparum dan Plasmodium Vivax yang menyatakan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara jumlah hitung rata – rata leukosit pada pasien malaria falciparum
danpasien malaria vivax.
B. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis ini dilakukan untuk menemukan parasit Plasmodium
secara visual dengan melakukan identifikasi langsung pada sediaan darah penderita.
Pemeriksaan mikroskopis ini sangat bergantung pada keahlian pranata laboratorium
(analis kesehatan) yang melakukan identifikasi. Teknik pemeriksaan inilah yang masih
menjadi standar emas dalam penegakan diagnosis penyakit malaria.
Termasuk di dalam jenis pemeriksaan mikroskopis ini adalah pemeriksaan
QBC (Quantitative Buffy Coat). Pada pemeriksaan QBC dilakukan pewarnaan
fluorescensi dengan Acridine Orange yang memberikan warna spesifik terhadap eritrosit
yang terinfeksi oleh parasit Plasmodium. Plasmodium akan mengikat zat warna Acridine
Orange sehingga dapat dibedakan dengan sel lain yang tidak terinfeksi. Kelemahan teknik
ini adalah tidak dapat membedakan spesies dan tidak dapat melakukan hitung jumlah
parasit. Selain itu juga reagensia yang digunakan relatif mahal dibandingkan pewarna
Giemsa yang sering kita gunakan sehari-hari untuk pewarnaan rutin sediaan malaria.
Pewarnaan Giemsa mewarnai setiap bagian parasit malaria secara berbeda. Dengan
pewarnaan yang baik, mudah untuk membedakan bagian-bagian yang ditunjukkan pada
diagram.
Kromatin : bagian dari inti parasit, biasanya bulat, berwarna merah terang.
Pigmen adalah produk sampingan granular dari pertumbuhan parasit. Itu tidak
memakan waktu pewarnaan tetapi warnanya bervariasi dari emas-cokelat hingga
hitam. Warna dan ukuran butiran pigmen bervariasi sesuai dengan spesies dan,
dengan warna, sering ciri.
Stippling, ‘spot’, ‘dots’ atau ‘clefts’ adalah deskripsi efek yang ditimbulkan oleh
parasit ada di sel inang, yang ditekankan oleh pewarnaan yang baik. Yang paling
dikenal dan yang paling mudah untuk diperagakan adalah 'Schuffner stippling'.
Gambaran-gambaran pada apusan darah tepi tipis (bagian atas) dan tebal (bagian
atas) pada stadium trophozoite, schizont dan gametocyte.
Stadium Trophozoite
Stadium Schizont
Pada stadium skizon terlihat inti membelah secara aseksual menjadi 2,4,8 dan
seterusnya tanpa melibatkan sel kelamin jantan dan betina. Stadium skizon mempunyai
berberapa fase mulai dari parasit dengan inti dua sampai parasit dengan banyak inti yang
masing –masing intinya disertai sitoplasma.
Stadium Gametocyte
Stadium gametosit merupakan stadium seksual yang akan menjadi sel kelamin
jantan dan betina, berkembang lebih lanjut di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina.
Gametosit dapat berbentuk bulat atau seperti pisang tergnatung spesies. Warna dari
sitoplasma parasit dapat digunakan untuk membedakan sel kelamin jantan
(mikrogametosit) dan sel kelamin betina (makrogametosit).
C. Pemeriksaan immunoserologis.
Pemeriksaan secara immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan deteksi
antigen maupun antibodi dari Plasmodium pada darah penderita.
2. Deteksi antibodi.
Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang
berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentukan reaksi immunologi
dari infeksi di masa lalu. Beberapa teknik deteksi antibodi ini antara lain :
– Indirect Immunofluoresense Test (IFAT)
– Latex Agglutination Test
– Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa
D. Sidik DNA.
Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari tersangka
penderita. Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit
Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium. Kelemahan teknik ini jelas
pada pembiayaan yang mahal dan belum semua laboratorium bisa melakukan
pemeriksaan ini.
DAFTAR PUSTAKA