Anda di halaman 1dari 12

PLASMODIOSIS UNGGAS

Ditunjukkan sebagai Salah Satu Syarat untuk Melengkapi


Tugas Co-Asistensi di Laboratorium Parasitologi
Fakultas Kedookteran Hewan
Universitas Syiah Kuala

ADE SYAHRIANI ARITONANG


NPM. 2102501010028

PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2021
AMBULATOR

Jenis Hewan : Unggas


Asal Hewan : Bogor
Nama Klien : Dian
Alamat Klien : Bogor

Sinyalemen : Jenis kelamin : Jantan


Warna : Hitam dan Putih
Ras : Ayam (Gallus gallus domesticus)
Ciri khusus : Bulu bagian caput bewarna hitam

Status Present : Gizi : Kurang baik


Tempramen : Jinak
Habitus : Lordosis

Gejala Klinis : Anoreksia, lesu, dan bulu rontok.

Pemeriksaan Laboratorium

a. Feses
i. Uji Natif : Tidak dilakukan pemeriksaan
ii. Uji Sentrifus : Tidak dilakukan pemeriksaan
iii. Uji McMaster : Tidak dilakukan pemeriksaan
iv. Uji Parfitt& Banks : Tidak dilakukan pemeriksaan
v. Uji Apung : Tidak dilakukan pemeriksaan
vi. Modifikasi Borray : Tidak dilakukan pemeriksaan
vii. Uji Baermann : Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Darah
i. Uji Natif : Tidak dilakukan pemeriksaan
ii. Uji Darah Terbal : Tidak dilakukan pemeriksaan
iii. Uji Darah Tipis Giemsa : Plasmodium sp.

iv. Mikrohaematokrit : Tidak dilakukan pemeriksaan


v. Metode Knott Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Ektoparasit / Kerokan Kulit
i. Tungau : Tidak dilakukan pemeriksaan
ii. Kutu : Tidak dilakukan pemeriksaan
iii. Pinjal : Tidak dilakukan pemeriksaan
iv. Caplak : Tidak dilakukan pemeriksaan
v. Lalat : Tidak dilakukan pemeriksaan

vi. Nyamuk : Tidak dilakukan pemeriksaan

Diagnosa Penyakit : Plasmodiosis atau Avian malaria


Differensial Diagnosa : Leucocytozoonosis, Egg drop syndrome (EDS)
Pencegahan :Menjaga kebersihan pada kandang, manajemen
pemeliharaan yang baik, pemberian nutrisi yang
cukup dan seimbang, menjauhkan hewan yang
sehat dengan yang sakit.
Pengobatan : Pemberian obat chloroquine, primaquine dan
kombinasi sulfamethoxine dan sulfa
chloropyrazine
PLASMODIOSIS UNGGAS
Sinonim: Avian Malaria, Malaria Ayam

PENDAHULUAN
Plasmodiosis atau Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi protozoa dari spesies Plasmodium sp. Penyakit ini dapat menyerang
berbagai jenis hewan baik mamalia maupun unggas. Plasmodiosis merupakan
arthropod born disease atau penyakit yang ditularkan oleh arthropoda. Dalam hal
ini, nyamuk yang berperan sebagai vector biologis penyebaran penyakit
Plasmodiosis baik pada manusia, mamalia, maupun unggas adalah Cullex sp,.
Culiseta sp., dan Aedes sp. Plasmodium sp. tidak memiliki inang yang spesifik
sehingga dapat menyerang berbagai jenis unggas domestic maupun unggas liar.
Infeksi pada unggas komersial dapat menyebabkan mortality rate yang tinggi
mencapai 80-90%, bahkan pada kalkun mortalitasnya dapat mencapai 100%.
Kejadian plasmodiosis pada unggas terjadi di berbagai dunia seperti Amerika,
Afrika, dan Asia termasuk Indonesia.

ETIOLOGI
Plasmodium merupakan protozoa yang diklasifikasikan sebagai protozoa
dari sub kelas Teloaporida, ordo Coccidiomorphida, sub ordo Haemosporodinae,
dan genus Plasmodium. Terdapat kurang lebih 25 spesies Plasmodium yang
diketahuo dapat menyebabkan plasmodiosis pada unggas domestic. Plasmodiosis
pada ayam dapat disebabkan oleh Plamsodium galinaaecum, dan Plasmodium
juxtanuclear, sedangkan pada kalkun disebabkan oleh P. durae. Burung kenari
dan itik juga merupakan unggas yang dapat terserang plasmodiosis. Plasmodium
relictum diketahui dapat menyebabkan Plasmodiosis pada burung kenari dan P.
lophurae dilaporkan dapat menyebabkan plasmodiosis pada itik.

MORFOLOGI
Morfologi Plasmodium berbeda-beda bergantung pada fase dan
spesiesnya. Beberapa Plasmodium seperti P. vivax dan P. malariae berbentuk
seperti cincin saat fase tropozoit sedangkan P. gallinaceum, P. juxtanucleare, dan
P. relictum memiliki bentuk bulat, oval, atau irregular. Ukuran mtropozoit P.
gallinaceum dapat mencapai 10 μm dengan merozoit berukuran lebih dari 1 μm.
Parasit malaria dalam darah terdapat dalam stadium tropozoit, skizon dan
gametosit. Adapun ciri morfologi masing-masing spesies Plasmodium sp sebagai
berikut:
1) Plasmodium falciparum
a) Stadium Trofozoit
Trofozoit Plasmodium falciparum ditemukan dalam berbagai bentuk
seperti bentuk cincin, koma, tanda seru, lidah api dan bentuk
accoleberukuran kecil hingga sedang (2-4µm). Bentuk cincin memiliki
dua inti berwarna merah dan dijumpai poliparasitisme. Sitoplasma
berbentuk teratur dan berwarna kebiruan dengan pigmen kuning
kecoklatan.
b) Stadium Skizon
Stadium skizon ditemukan pada penderita malaria berat, berbentuk
kecil padat dan jumlahnya sedikit. Skizon dapat berisi 15-30 inti
merozoit berwarna gelap. Sitoplasma pada skizon berwarna kebiruan
dan tiap inti memiliki sitoplasma.
c) Stadium Gametosit
Stadium Gametosit berbentuk seperti bulan sabit dengan inti berwarna
merah, inti makrogamet (betina) padat dan inti mikrogamet (jantan)
menyebar. Makrogametosit berwarna biru berpigmen (granul)
ditengah. Mikrogametosit berwarna biru kemerahan atau ungu
berpigmen (granul) menyebar. Stadium gametosit muda terdapat balon
merah.

Gambar 2.1 Stadium Trofozoit Gambar 2.2 Stadium Skizon


Plasmodium falciparum Plasmodium falciparum
Gambar 2.3 Stadium Gametosit Plasmodium falciparum

2). Plasmodium vivax


a). Stadium Trofozoit
Trofozoit berbentuk cincin dengan sitoplasma terputusputus atau tidak
beraturan memiliki ukuran kecil hingga sedang berjumlah normal.
Trofozoit menyebar di eritrosit sehingga eritrosit menjadi lebih besar.
Inti cincin sebanyak satu hingga dua inti, dijumpai titik Schuffner
merah merata. Sitoplasma berwarna biru, kasar dan bentuk cincin
menebal pada stadium lanjutan sitoplasma kompak, padat pigmen atau
granul menyebar.
b). Stadium Skizon
Skizon berukuran besar (12-14µm) dalam jumlah sedang dan
mengandung 12-24 merozoit tidak merata. Skizon berinti merah,
padat, sitoplasma berwarna biru, padat masih menyatu dan dijumpai
pigmen coklat menggumpal. Inti skizon muda membelah menjadi >2
sedangkan pada stadium lanjut skizon membelah menjadi 8-24
dengan sitoplasma mengelilingi masing-masing inti.
c). Stadium Gametosit
Gametosit berbentuk bulat besar dan memiliki satu inti berwarna
merah. Ditemukan titik Schuffner berada di pinggir. Makrogametosit
(betina) berinti merah berada ditepi memiliki sitoplasma kasar, biru,
melebar dan pingmen coklat menyebar. Mikrogametosit (jantan)
berinti merah ditengah memiliki sitoplasma kasar, biru kemerahan,
melebar dan pingmen coklat menyebar.

Gambar 3.4 Stadium Trofozoit Gambar 3.5 Stadium Skizon


Plasmodium vivax Plasmodium vivax
Gambar 3.6 Stadium Gametosit Plasmodium vivax

3). Plasmodium ovale


a). Stadium Trofozoit
Trofozoit ditemukan dalam bentuk cincin, bulat, ujung berbentuk
fimbrae memiliki inti tunggal berwarna merah. Trofozoit berukuran
kecil dan jumlahnya sedikit, terdapat vakuol ditengah. Sitoplasma agak
teratur, tebal dengan pigmen tersebar.
b). Stadium Skizon
Skizon berukuran besar (10-12µm) dalam jumlah sedikit dan
mengandung 4-12 merozoit tidak merata. Skizon muda berinti >2
dengan sitoplasma kompak dan skizon tua berinti 8-12 dengan
sitoplasma mengelilingi masing-masing inti.
c). Stadium Gametosit
Gametosit berbentuk bulat besar, inti tunggal padat berwarna merah
pada makrogametosit (betina) dan pada mikrogametosit inti tunggal
menyebar berwarna merah muda. Eritrosit dipenuhi parasit dan memiliki
sitopasma kompak.

Gambar 3.7 Stadium Trofozoit Gambar 3.8 Stadium Skizon


Plasmodium ovale Plasmodium ovale

Gambar 3.9 Stadium Gametosit Plasmodium ovale


4) Plasmodium malariae
a). Stadium Trofozoit
Trofozoit ditemukan dalam bentuk cincin, bulat dan memungkinkan
berbentuk memanjang seperti pita berukuran kecil dan jumlahnya
sedikit. Trofozoit memiliki inti tunggal warna merah berukuran besar
dengan sitoplasma teratur, padat dan berwarna biru. Pigmen dijumpai
dalam jumlah banyak berwarna kuning.

b). Stadium Skizon


Skizon ditemukan dalam bentuk rosette dengan ukuran kecil, kompak
dan terdapat 6-12 merozoit tersebar dalam eritrosit. Stadium skizon
muda memiliki inti berwarna merah, membagi diri >2 dengan
sitoplasma berwarna biru dan melebar. Skizon matang memiliki inti
berwarna merah, membagi diri 10-12 dengan sitoplasma mengelilingi
masingmasing inti. Pigmen dijumpai berwarna coklat berada ditengah.
c). Stadium Gametosit
Gametosit ditemukan dalam bentuk bulat dan kompak berukuran besar
dengan inti tunggal jelas. Makrogametosit (betina) memiliki inti merah,
padat berada di tepi dengan sitoplasma berwarna biru, bentuk melebar.
Mikrogametosit (jantan) memiliki inti merah, melebar berada di
tengah dengan sitoplasma berwarna biru kemerahan, bentuk melebar.
Pigmen dijumpai berwarna coklat menyebar kasar.

Gambar 3.10 Stadium Trofozoit Gambar 3.11 Stadium Skizon


Plasmodium malariae Plasmodium malariae

Gambar 3.12 Stadium Gametosit Plasmodium malariae


EPIDEMIOLOGI
Siklus Hidup
Menurut Igweh (2012), siklus hidup Plasmodium bermula dari nyamuk
menggigit unggas, dan sporozoit masuk kedalam darah unggas. Selanjutnya,
sporozoit akan menginfeksi parenkim hati, dan mengawali fase skizon
eksoeritrosit. Sporozoit ini berubah menjadi skizon yang mengandung banyak
merozoit, sehingga parenkim hati menjadi lisis. Dengan demikian, merozoit akan
memasuki pembuluh darah, serta menginfeksi eritrosit. Berikutnya, merozoit
akan berkembang menjadi skizon yang berisi banyak merozoit, sehingga fase ini
disebut dengan fase skizon intraeritrosit. Perkembangan skizon di eritrosit dapat
menyebabkan eritrosit lisis, sehingga merozoit keluar untuk menginfeksi eritrosit
lainnya. Selain berkembang menjadi skizon, merozoit juga akan berkembang
menjadi tropozoit (gametosit) yaitu bentuk seksual dari Plasmodium. Tropozoit
ini terbagi menjadi makrogametosit (betina) dan mikrogametosit (jantan). Jika
nyamuk menghisap eritrosit yang terdapat tropozoit, di dalam abdomen nyamuk
mikrogametosit akan membentuk eksflagelasi (memanjang seperti flagella).
Mikrogametosit akan bergerak mencari makrogametosit untuk melakukan
fertilisasi, dan menghasilkan ookinet yang akan bergerak menembus dinding
abdomen nyamuk. Selanjutnya, ookinet akan berkembang menjadi ookista, dan
membelah menjadi sporozoit yang bergerak menuju kelenjar air liur nyamuk.
Plasmodium merupakan parasit darah yang unik karena memiliki fase skizon
intraeritrosit yaitu skizon yang berada di eritrosit. Kehadiran fase skizon pada
darah memungkinkan Plasmodium dapat menularkan malaria unggas melalui
transfusi darah (Permin dan Hansen 1998).

Spesies rentan
Unggas domestic seperti ayam, itik dan kalkun merupakan hewan yang
rentan terhadap infeksi Plasmodium sp. Selain unggas domestic, berbagai jenis
burung seperti burung kakatua, burung hantu, burung kenari, penguin, dan
burung liar juga menjadi unggas yang rentan terinfeksi.

Pengaruh Lingkungan
Plamsodiosis diketahui sebagai penyakit yang banyak ditemui di negara-
negara dengan iklim tropis. Penyebaran penyakit plasmodiosis pada unggas
sangat dipengaruhi oleh aktivitas nyamuk sebagai vector. Jumlah vector sebagai
pembawa berhubungan dengan frekuensi kejadian plasmodiosis pada suatu
peternakan. Peternakan yang dekat dengan sumber air memiliki kemungkinan
terserang plasmodiosis yang lebih besar.
Sifat Penyakit
Plasmodioasis merupakan penyakit akibat infeksi parasit darah. Unggas
yang terinfeksi akan mengalami gangguan sistem sirkulasi oksigen berupa
anemia dan perdarahan pada sel endotel akibat invasi skizon ekso-eritrosit. Selain
mengganggu sistem sirkulasi oksigen, plasmodiosis juga dapat menyebabkan
gangguan syaraf pusat dan menurunkan produktivitas ternak.

Cara Penularan
Nyamuk Culex sp., Aedes sp., dan terkadang Anopheles sp. merupakan
vector yang berperan sebagai penularan penyakit. Nyamuk yang menghisap darah
unggas yang terinfeksi dapat menularkan penyakit ke unggas yang lain dalam
satu peternakan. Plasmodiosis hanya menular secara horizontal dan diturunkan
dari induk ke anak.

PENGENALAN PENYAKIT
Gejala Klinis
Infeksi Plasmodium pada unggas dapat menyebabkan beberapa gejala
klinis yaitu anemia, anoreksia, demam, menggigil, gemetar, terganggunya
termoregulator, jaundice, tekanan darah rendah, hepatosplenomegali, metabolik
asidosis, gangguan pernafasan (Ballweber 2001), dan hemoglobinemia (Abdalla
dan Pasvol 2004), serta gangguan syaraf akibat cerebral malaria (Muller 2010).
Anemia pada infeksi Plasmodium dapat terjadi karena lisisnya eritrosit akibat
perkembangan Plasmodium di eritrosit, sedangkan jaundice terjadi karena
lisisnya sel hati akibat perkembangan skizon di hati (Abdalla dan Pasvol 2004).
Infeksi plasmodium dalam sel darah merah menyebabkan pH darah turun
sehingga pengikatan oksigen oleh hemoglobin juga menurun. Hal tersebut
menjadikan unggas mengalami kekurangan suplai oksigen (anoksia). Pada ayam
petelur, infeksi plasmodiosis akan menyebabkan penurunan produksi. Kematian
akibat plasmodiosis disebabkan oleh anemia ataupun hambatan pada pembuluh
kapiler otak atau organ vital akibat skizon ekso-eritrositik pada sel endotel.

Patologi
Patologi yangn terjadi pada unggas yang terinfeksi dapat berupa
glomerulonephritis, nephritis, pembengkakan hati dan limpa, dan perubahan
warna hati dan limpa menjadi berwarna hitam atau coklat kehitaman.
Kebengkakan limpa diikuti dengan penurunan konsistensi menjadi lunak. Pada
pemeriksaan histopatologi merozoit dapat ditemukan pada sel-sel darah dan
berbagai organ tubuh seperti otak, paru, hati, dan limpa. Sel-sel endotel hati
mengalami pembengkakan dan terdapat infiltrasi sel-sel debris dan pigmen
malaria. Sel-sel hati mengalami degenerasi lemak dan terjadi vakuolisasi tahap
akhir infeksi.
Diagnosa
Diagnosa terhadap kemungkinan plasmodiosis dilakukan dengan melihat
gejala klinis yang muncul, pemeriksaan ulas darah, ataupun pemeriksaan secara
serologis (uji ELISA) maupun molekuler menggunakan PCR.

Diagnosa Banding
Plamodiosis dapat menyebabkan gejala klini yang umum berupa anemia
sehingga terdapat beberapa penyakit yang dapat menjadi diagnose bandingnya
seperti kekurangan zat besi, Egg drop syndrome (EDS), infeksi akibat parasit
darah yang lain (Leucocytozoonosis dan Haemoproteus), Chicken anemia virus,
Coccidiosis, dan infestasi parasite eksternal penghisap darah seperti caplak.

PENGENDALIAN
Pengobatan
Pengobatan terhadap plasmodiosis dapat dilakukan dengan pemberian
chloroquine (dosis 5-10 mg/Kg BB), dan primaquine (dosis 0,3 mg/Kg BB).
Chloroquine dapat diberikan melalui air minum dengan dosis 250 mg/120 ml.
Selain zat tersebut, kombinasi sulfamethoxine dan sulfa chloropyrazine juga
dapat digunakan sebagai obat. Pemberian quinacrine dengan dosis 1,6 mg/Kg BB
per hari selama 5 hari diketahui efektif untuk mengobati plasmodiosis pada
burung merak. Halofuginone dapat diberikan sebagai kemopropilaksis pada
daerah yang endemis.

Pencegahan
Salah satu pencegahan dan pengendalian Plasmodiosis pada peternakan
adalah dengan mengendalikan nyamuk sebagai vektor pembawanya. Jumlah
nyamuk dapat dikendalikan dengan penggunaan zat kimia maupun non-kimia.

Pengendalian dan Pemberantasan


Pengendalian kimiawi dilakukan dengan pengunaan lavarsidal untuk
membunuh jentik nyamuk, fogging, dan penggunaan repelan. Pengendalian non
kimia dilakukan dengan pembersihan lingkungan dari sarang nyamuk, menjaga
kebersihan dan sanitasi kendang, serta penggunaan light trap.
REFERENSI

Abdalla, S.H. dan Pasvol, G. 2004. Malaria A Hematological Perspective.


London (GB): Imperial College Press.
Anggraeni, D. 2016. Pemeriksaan darah pada kasus infeksi parasit darah unggas
di Peternakan Ciampea Bogor. Skripsi. Institup Pertanian Bogor.
Ballweber, L.P. 2001. Practical Veterinarian. Di dalam: Veterinary Parasitology.
New York (US): Butterworth – Heinemann.
Igweh, J.C. 2012. Malaria Parasites. Croatia (HR): InTech.
Permin, A. dan Hansen, J.W. 1998. Epidemiology Diagnosis and Control of
Poultry Parasites. Rome (IT): Food and Agriculture Organization.
Pudjiatmoko. 2014. Manual Penyakit Unggas. Subdit Pengamanan Penyakit
Hewan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai