Anda di halaman 1dari 26

TERMODINAMIKA

Pendekatan konsep dan teoretik

Mirza Satriawan
Daftar Isi

I Bagian Satu - Konsep Dasar Termodinamika 5

1 SISTEM TERMODINAMIKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
1.1 Deskripsi Sistem Termodinamika 7
1.2 Kesetimbangan Termodinamika 9
1.2.1 Kesetimbangan Termal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
1.2.2 Kesetimbangan Mekanik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
1.2.3 Kesetimbangan Jumlah Partikel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
1.3 Sistem dan Lingkungan 10
1.4 Pengukuran Temperatur 11
1.4.1 Skala temperatur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
1.4.2 Termometer gas pada tekanan konstan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12

2 PERSAMAAN KEADAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
2.1 Persamaan Keadaan Gas Ideal 13
2.2 Persamaan Gas Real 14
2.3 Persamaan Keadaan Non-Gas 15
2.4 Perubahan Keadaan 15
2.5 Faktor Pengintegrasi 16

3 Kelestarian Energi - Hukum Termodinamikai Pertama . . . . . . . . . . . 19


3.1 Usaha Termodinamika 19
3.2 Panas 20
3.3 Interpretasi Mikroskopis Panas dan Temperatur 20
3.3.1 Teori Kinetika Gas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
3.3.2 Perpindahan Panas menurut Teori Kinetika Gas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
3.3.3 Fungsi Distribusi Kecepatan Maxwell . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
3.4 Kelestarian Energi 24
I
Bagian Satu - Konsep Dasar
Termodinamika

part.1

1 SISTEM TERMODINAMIKA . . . . . . . . . . . . . . 7
1.1 Deskripsi Sistem Termodinamika
1.2 Kesetimbangan Termodinamika
1.3 Sistem dan Lingkungan
1.4 Pengukuran Temperatur

2 PERSAMAAN KEADAAN . . . . . . . . . . . . . . 13
2.1 Persamaan Keadaan Gas Ideal
2.2 Persamaan Gas Real
2.3 Persamaan Keadaan Non-Gas
2.4 Perubahan Keadaan
2.5 Faktor Pengintegrasi

3 Kelestarian Energi - Hukum Termodinami-


kai Pertama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
3.1 Usaha Termodinamika
3.2 Panas
3.3 Interpretasi Mikroskopis Panas dan Temperatur
3.4 Kelestarian Energi
1. SISTEM TERMODINAMIKA

1.1 Deskripsi Sistem Termodinamika


Termodinamika adalah cabang dari ilmu Fisika yang mempelajari sistem banyak partikel secara
fenomenologis makroskopik. Secara fenomenologis, karena pendekatan yang dipakai adalah
pendekatan empirik, yaitu berdasarkan perumuman hasil-hasil eksperimen, dan secara makroskopik
karena yang ditinjau adalah keadaan sistem secara makro - yaitu keadaan banyak partikel dengan
jumlah partikel yang sangat banyak sehingga sifat fisis rata-ratanya lebih dominan daripada sifat
fisis masing-masing partikelnya. Jumlah partikel yang terlibat biasanya berorde sekitar bilangan
Avogadro atau lebih besar. Tapi jumlah partikel yang lebih kecil sering masih dapat juga dianggap
sebagai sistem termodinamik, ketika sifat rata-ratanya lebih dominan.
Sebagaimana sistem dalam ilmu fisika, sistem termodinamika (selanjutnya akan kita sebut saja
sebagai sistem) dibatasi oleh suatu dinding pembatas yang membatasinya dari lingkungan (segala
sesuatu selain sistem). Bila dinding pembatas sistem dapat dilewati oleh energi maka disebut
sebagai dinding diatermal, sedangkan bila tidak dapat dilewati energi maka disebut sebagai dinding
adiabatik. Sistem dapat dikelompokkan menurut sifat dindingnya terkait dengan kemampuannya
untuk menahan atau membolehkan lewatnya energi dan partikel sebagai berikut:
1. Sistem terisolasi, adalah sistem yang dinding pembatasnya tidak dapat melewatkan energi
maupun partikel. Dalam sistem semacam ini energi total E dan jumlah partikel N sistem
akan tetap.
2. Sistem tertutup, adalah sistem yang dinding pembatasnya dapat mempertukarkan energi
dengan lingkungan tetapi tidak dapat mempertukarkan partikel. Jumlah partikel dalam sisten
akan tetap, tetapi sistem tidak memiliki suatu nilai energi yang tetap walaupun masih dapat
memiliki suatu nilai energi rata-rata. Energi sistem tidak tetap, karena secara mikroskopik
pada dinding pembatas terjadi pertukaran energi antara sistem dan lingkungan. Ketika jumlah
energi yang masuk ke dalam sistem sama dengan jumlah energi yang ke luar dari sistem
maka sistem dikatakan berada dalam kesetimbangan termal dengan lingkungannya. Besaran
suhu atau temperatur T , kemudian didefinisikan untuk mendeskripsikan sifat aliran energi
antara sistem dan lingkungan. Ketika suhu sistem lebih besar daripada suhu lingkungan
maka secara total lebih banyak energi yang ke luar dari sistem menuju lingkungan, ketika
8 Bab 1. SISTEM TERMODINAMIKA

suhu sistem lebih kecil daripada suhu lingkungan maka energi secara total lebih banyak yang
masuk ke dalam sistem dari lingkungan. Mengenai suhu dan kesetimbangan termal ini akan
dibahas berikutnya.
3. Sistem terbuka, adalah sistem yang dinding pembatasnya dapat mempertukarkan baik energi
maupun partikel dengan lingkungan. Dalam sistem semacam ini energi total dan jumlah
partikel sistem tidak tetap tetapi dapat berubah-ubah karena keluar masuknya energi dan
partikel ke dalam sistem. Besaran potensial kimia µ kemudian didefisinikan untuk menggam-
barkan sifat pertukaran partikel antara sistem dan lingkungan. Ketika potensial kimia sistem
lebih besar dari lingkungan maka lebih banyak partikel yang ke luar dari sistem menuju
lingkungan, sebaliknya ketika potensial kimia lingkungan lebih besar dari sistem maka lebih
banyak partikel yang masuk ke dalam sistem dari lingkungan.
Dalam termodinamika sistem akan dideskripsikan dengan sejumlah besaran fisis yang meng-
gambarkan keadaan sistem secara makroskopik. Besaran-besaran ini disebut sebagai besaran
keadaan. Besaran fisis makroskopik ini dapat berupa besaran fisis rerata dari partikel-partikel
dalam sistem atau berupa besaran fisis total seluruh partikel-partikel dalam sistem. Untuk tipe
pertama (tipe rerata) contohnya adalah temperatur T , tekanan p, dan potensial kimia µ, sedangkan
untuk tipe kedua (tipe total) contohnya adalah jumlah partikel N, volume V , dan energi dalam U.
Besaran fisis tipe pertama tidak bergantung pada jumlah partikel total sistem dan sering disebut
sebagai besaran intensif, sedangkan untuk tipe kedua bergantung dan sebanding dengan jumlah
partikel total sistem dan sering disebut sebagai besaran ekstensif. baliknya besaran mikroskopik,
yang bukan merupakan besaran termodinamika, misalnya adalah posisi masing-masing partikel ~ri ,
kecepatan masing-masing partikel ~vi , energi kinetik masing-masing partikel Eki dan sebagainya.
Besaran-besaran makroskopik tadi dikelompokkan menjadi dua jenis, yang sebanding dengan
jumlah partikel dan yang tidak bergantung pada jumlah partikel. Besaran yang sebanding dengan
jumlah partikel disebut sebagai besaran ekstensif, misalnya total jumlah partikel, volume, energi
dalam, dan entropi S. Sedangkan besaran yang tidak bergantung pada jumlah partikel disebut
sebagai besaran intensif, misalnya tekanan, temperatur, panas jenis c, kerapatan ρ dan potensial
kimia µ. Tentu saja, bila suatu besaran ekstensif dibagi dengan besaran ekstensif lainnya, akan
didapatkan suatu besaran intensif. Misalnya, panas jenis c (besaran intensif) adalah kapasitas panas
C (besaran ekstensif) dibagi dengan total massa M atau jumlah partikel N. Besaran intensif yang
diperoleh dari besaran ekstensif dibagi dengan jumlah partikel, massa ataupun volume total sering
disebut sebagai rapat besaran ekstensif tersebut dan dituliskan dengan simbol huruf kecil besaran
ekstensifnya, misalnya rapat energi dalam u (per volume), dengan
U
u≡ .
V
Keadaan fisis suatu sistem termodinamika dideskripsikan dengan sejumlah besaran makroskopik
tadi. Diketahui secara empiris bahwa terdapat relasi antara besaran-besaran keadaan tersebut, relasi
ini disebut sebagai persamaan keadaan. Secara umum persamaan keadaan dituliskan sebagai fungsi
dari besaran-besaran keadaan, yaitu

f (p,V, N, T, . . . ) = 0

sebagai contoh yang terkenal adalah persamaan keadaan untuk gas ideal pV = NkT (yang dapat
dituliskan sebagai pV − NkT = 0). Sejumlah besaran keadaan yang digunakan dalam persamaan
keadaan untuk mendeskripsikan sistem, disebut sebagai variabel keadaan, jadi tidak dibutuhkan
seluruh besaran keadaan untuk dapat menggambarkan keadaan suatu sistem, hal ini karena ada
hubungan antara besaran-besaran keadaan tadi. Sebagai contoh, untuk menggambarkan keadaan
gas ideal cukup dibutuhkan tiga variabel keadaan, yaitu tiga dari empat variabel keadaan p,V, T
dan N, karena variabel keempat dapat diketahui dari relasi persamaan keadaannya pV − NkT = 0.
1.2 Kesetimbangan Termodinamika 9

Seringkali persamaan keadaan sistem tidak melibatkan energi sistem, tetapi sebenarnya energi
sistem dapat diikutkan dalam persamaan keadaan sebagai ganti dari temperatur.
Selain persamaan keadaan, terdapat sejumlah relasi yang terkait dengan energi. Walaupun
melibatkan besaran keadaan sistem tetapi relasi-relasi ini tidak disebut sebagai persamaan keadaan,
karena relasi-relasi tersebut menggambarkan hubungan antara sistem dan lingkungan. Relasi-relasi
tersebut adalah pernyataan tentang: kesetimbangan termal (dikenal sebagai hukum termodinamika
ke-nol), kelestarian energi (hukum termodinamika pertama), entropi (hukum termodinamika kedua),
entropi minimum atau nol (hukum termodinamika ketiga). Keempatnya dikenal sebagai hukum-
hukum termodinamika. Dalam buku ini hukum termodinamika ketiga tidak akan ditinjau, karena
pembuktiannya membutuhkan pemahaman mengenai mekanika kuantum.

1.2 Kesetimbangan Termodinamika


Suatu benda dikatakan berada dalam keadaan kesetimbangan termodinamik bila nilai dari besaran-
besaran keadaannya tidak berubah dalam jangka waktu yang cukup lama. Termodinamika hanya
akan meninjau besaran-besaran keadaan setelah sistem berada dalam kesetimbangan termodina-
mik. Bahkan besaran-besaran termodinamika hanya terdefinisi dalam keadaan kesetimbangan
termodinamik. Termodinamika tidak meninjau proses bagaimana suatu sistem berubah mencapai
kondisi kesetimbangan termodinamiknya, karena itu tidak ada variabel waktu dalam relasi-relasi
termodinamika.
Kondisi kesetimbangan termodinamika jelas adalah suatu yang sangat jauh dari realita, karena
faktanya tidak ada sistem yang dapat lepas dari interaksinya dengan lingkungan, sehingga nilai
besaran-besaran keadaanya tidak mungkin benar-benar tidak berubah. Hanya saja perubahannya
mungkin relatif kecil dalam interval waktu yang ditinjau. Sehingga sistem dapat dikatakan men-
dekati kondisi kesetimbangan termodinamik. Dalam prakteknya biasanya relasi termodinamika
dapat diterapkan pada sistem yang kondisinya mendekati kesetimbangan termodinamika. Sebagai
contoh hukum radiasi benda hitam dapat diterapkan pada matahari ataupun bintang walaupun tidak
benar-benar dalam keadaan kesetimbangan termodinamik (jelas matahari ataupun bintang selalu
memancarkan energi dan temperaturnya tidak benar-benar konstan). Sehingga dengan menga-
nalisa spektrum gelombang elektromagnetik yang dipancarkan matahari ataupun bintang, dapat
diperkirakan besar temperatur permukaannya.

1.2.1 Kesetimbangan Termal


Dua benda dikatakan berada dalam keadaan kesetimbangan termal satu dengan lainnya bila dalam
kondisi adanya kemungkinan interaksi antara partikel kedua sistem, tidak ada lagi total perpindahan
energi panas antara keduanya (tidak tampak lagi perubahan keadaan termodinamik pada kedua
benda). Dari fakta empirik diketahui hal berikut ini: Bila benda A berada dalam kesetimbangan
termal dengan benda B, serta benda B berada dalam kesetimbangan termal dengan benda C, maka
benda A pasti akan berada dalam kesetimbangan termal dengan benda C. Relasi kesetimbang termal
adalah suatu relasi ekuivalensi, sehingga seseorang dapat mengelompokkan benda-benda yang
berada dalam keadaan setimbang termal dan memberi parameter untuk mengelompokkan benda-
benda yang berada dalam kesetimbangan termal satu terhadap lainnya. Fakta empiris ini dikenal
sebagai hukum termodinamika ke nol. Benda-benda yang berada dalam keadaan kesetimbangan
termal satu sama lain, didefinisikan memiliki temperatur yang sama. Dua benda yang berada dalam
keadaan kesetimbangan termal akan memiliki temperatur yang sama. Jadi hukum termodinamika
ke-nol ini tidak lain adalah pernyataan tentang adanya besaran temperatur. Besaran temperatur ini
adalah besaran intensif, karena nilainya tidak bergantung pada jumlah partikel. Konsep temperatur
hanya berlaku untuk sistem makroskopik, karena termperatur adalah besaran keadaan termodinamik.
Tidak ada artinya mendefinisikan temperatur untuk sebuah partikel.
10 Bab 1. SISTEM TERMODINAMIKA

Walaupun sebuah benda tidak secara keseluruhan berada dalam kesetimbangan termal, bagian-
bagian dari benda tersebut mungkin berada dalam keadaan kesetimbangan termal lokal. Maka pada
bagian-bagian benda tersebut dapat didefinisikan temperatur yang berbeda-beda.

1.2.2 Kesetimbangan Mekanik


Sebelum mendefinisikan kesetimbangan mekanik, perlu didefinisikan terlebih dahulu besaran
tekanan p. Bila ditinjau suatu bagian dari sistem yang dibatasi dengan suatu dinding pembatas
(tidak harus berupa dinding sesungguhnya, dapat hanya berupa dinding andaian). Pada dinding
tersebut secara umum akan ada gaya dari sistem (atau bagian sistem) yang bekerja ke bagian di
sebelah luar dinding. Gaya tersebut secara umum dapat diuraikan menjadi komponen yang sejajar
dan yang tegak lurus permukaan dinding. Karena komponen gaya yang tegak lurus permukaan
diberikan oleh sistem yang terdiri dari banyak partikel, maka nilainya secara umum sebanding
dengan luas permukaan dinding. Tekanan tidak lain adalah konstanta kesebandingan antara gaya
tegak lurus dinding dan elemen luas permukaan, sehingga untuk elemen gaya dF dan elemen luas
permukaan dA dapat dituliskan
dF⊥
dF⊥ = p dA; p =
dA
Bila antara sistem dan lingkungan terdapat kesetimbangan sedemikian sehingga tidak terjadi
perubahan (makroskopis) volume sistem dan lingkungan, maka dikatakan bahwa sistem dan
lingkungan berada dalam keadaan kesetimbangan mekanik. Dalam kondisi kesetimbangan mekanik,
sistem dan lingkungan akan memiliki nilai tekanan p yang sama.

1.2.3 Kesetimbangan Jumlah Partikel


Bila antara sistem dan lingkungan dapat terjadi pertukaran partikel, maka jumlah partikel dalam
sistem tidak tetap. Tetapi bila jumlah partikel yang keluar dari sistem dan yang masuk ke dalam sis-
tem secara rerata sama, maka terdapat kesetimbangan jumlah partikel antara sistem dan lingkungan.
Relasi kesetimbangan jumlah partikel ini adalah relasi ekuivalensi, sehingga dapat didefisinikan
suatu parameter untuk memparameterisasi kelompok sistem-sistem yang berada dalam kesetim-
bangan jumlah partikel satu sama lain. Bila dua sistem saling berada dalam keadaan kesetimbangan
jumlah partikel dikatakan keduanya memiliki nilai potensial kimia µ yang sama. Tetapi ketika
partikel berpindah, energi tentu saja juga ikut berpindah, karena itu kesetimbangan jumlah partikel
akan terkait dengan temperatur dan tidak dapat dilepaskan dari konsep temperatur.

1.3 Sistem dan Lingkungan


Bagian dari alam semesta selain dari sistem yang ditinjau disebut sebagai lingkungan. Antara
lingkungan dan sistem dibatasi oleh dinding pembatas. Dari sifat dinding pembatas sistem dan
lingkungan, sistem dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
1. Sistem terisolasi, adalah sistem yang dinding pembatasnya tidak dapat dilewati oleh partikel
dan energi (sebenarnya bila dinding pembatasnya tidak dapat dilewati energi maka otomatis
tidak dapat dilewati partikel, karena perpindahan partikel pasti membawa perpindahan energi).
Tidak ada pertukaran partikel maupun energi antara sistem dan lingkungan. Dinding sistem
semacam ini disebut sebagai dinding adiabatik. Sistem semacam ini dicirikan dengan nilai
energi total E, jumlah partikel N dan volume V yang tetap. Dalam realitanya sistem semacam
ini tidak ada, tetapi sembarang sistem yang dindingnya sulit ditembus energi maupun partikel
(seperti termos) dapat didekati sebagai sistem terisolasi. Variabel keadaan untuk sistem ini
adalah (E,V, N)
2. Sistem tertutup, adalah sistem yang dinding pembatasnya tidak dapat dilewati oleh partikel
tetapi masih dapat dilewati energi (masih dapat mempertukarkan energi tetapi partikel tidak
1.4 Pengukuran Temperatur 11

dapat melewati dinding sistem). Dinding semacam ini disebut sebagai dinding diatermal.
Sistem semacam ini memiliki nilai jumlah partikel dan volume yang tetap, tetapi energi tidak
lagi menjadi variabel keadaan yang konstan. Sebagai gantinya, ketika terdapat kesetimbangan
jumlah energi yang keluar dan masuk sistem, sistem dan lingkungan memiliki nilai temperatur
yang sama. Variabel keadaan untuk sistem ini adalah (N,V, T ). Sebagai contohnya, air dalam
botol gelas tertutup, molekul air dan uap air tidak dapat keluar tetapi energi panas air dapat
keluar sampai dinding luar botol tadi.
3. Sistem terbuka, adalah sistem yang dinding pembatasnya dapat dilewati oleh partikel dan
energi. Sebagai contoh, air dalam gelas terbuka. Ketika terjadi kesetimbangan jumlah
energi yang masuk dan keluar serta kesetimbangan jumlah partikelyang masuk dan keluar,
maka sistem dan lingkungan memiliki nilai temperatur T dan potensial kimia µ yang sama.
Variabel keadaan untuk sistem ini adalah (T,V, µ).
4. Sistem Isobarik, adalah sistem yang dinding pembatasnya dapat bergeser sehingga dapat
terjadi perubahan volume pada sistem dan lingkungan (pertukaran volume). Selain itu, energi
juga dapat keluar dan masuk ke dalam sistem. Ketika terjadi kesetimbangan energi yang
masuk dan keluar maka sistem memiliki nilai temperatur yang sama dengan lingkungan. Ke-
tika terjadi kesetimbangan perubahan volume antara sistem dan lingkungan (kesetimbangan
mekanik), sistem dan lingkungan memiliki tekanan p yang sama. Variabel keadaan untuk
sistem ini adalah (p, T, N).
Perhatikan perbedaan penggunaan istilah tertutup dan terisolasi yang berbeda dengan pengertian
keseharian. Dari definisi tentang sistem di atas, maka klasifikasi dalam keempat kelompok di atas
bergantung pada sistem dan dinding pembatasnya. Misalnya ditinjau sebuah botol tertutup berisi air
dan udara, bila sistem kita adalah air dalam botol dengan permukaan air adalah dinding batasnya,
maka ini adalah sistem terbuka. Bila sistem kita adalah air dan udara dengan botol tertutup sebagai
dinding batasnya, maka ini adalah sistem tertutup.
Bila seluruh bagian sistem memiliki nilai besaran keadaan yang sama maka sistem ini disebut
sebagai sistem homogen, bila tidak maka disebut sebagai sistem heterogen. Bila pada sistem yang
heterogen ada bagian sistem yang memiliki nilai besaran keadaan yang sama (homogen), maka
bagian tadi disebut sebagai fase. Fase-fase dalam suatu sistem dipisahkan satu dengan lainnya
dengan dinding fase. Sebagai contoh air dan udara berisi uap air di dalam botol adalah dua fase
yang berbeda dari suatu sistem, dengan dinding pembatas fasenya adalah permukaan air.

1.4 Pengukuran Temperatur

Untuk mengukur temperatur suatu benda (sistem), maka benda tersebut harus dibuat berada dalam
keadaan setimbang termal dengan benda lain yang kita jadikan sebagai pengukur temperatur.
Benda sebagai pengukur temperatur ini harus memiliki besaran fisis yang berubah nilainya ketika
mengalami perubahan kondisi termal. Besaran fisis yang dipakai sebagai pengukur temperatur harus
mudah diamati, seperti misalnya volume, panjang, hambatan, dan sebagainya. Benda yang dipakai
sebagai pengukur temperatur disebut sebagai termometer. Ketika termometer telah berada dalam
kesetimbangan termal dengan benda yang akan diukur temperaturnya, maka tidak akan tampak
lagi perubahan besaran fisis makroskopik pada termometer. Misalkan sebuah termometer air raksa
dipakai untuk mengukur temperatur air yang panas. Pada awalnya ketika termometer dimasukkan
ke dalam air panas akan tampak ketinggian air raksa dalam kolom kapiler naik (volume air raksa
bertambah), sampai suatu saat tidak lagi tampak kenaikannya dan stabil pada suatu ketinggian.
Pada saat itulah telah terjadi kesetimbangan termal antara termometer dan air panas, dan pada saat
itulah temperatur termometer sama dengan temperatur air panas.
12 Bab 1. SISTEM TERMODINAMIKA

1.4.1 Skala temperatur


Karena pada awalnya tidak diketahui tentang konsep temperatur mutlak nol, serta belum diketa-
huinya konsep bahwa temperatur tidak lain hanyalah rerata energi kinetik sistem, maka terdapat
beberapa sistem satuan temperatur. Perbedaan sistem-sistem satuan ini terletak pada penentuan titik
referensi satuan, tetapi kenaikan skala diantara mereka sama-sama linier. Diantara sistem satuan
temperatur yang banyak dipakai adalah sistem Celcius, yang menggunakan titik referensi nol adalah
titik cair es pada tekanan satu atmosfer dan titik referensi skala 100 berupa titik didih air pada
tekanan satu atmosfer. Pada sistem skala Fahrenheit, titik cair es dan titik didih air pada tekanan
satu atmosfer diberi angka 320 dan angka 2120 . Pada skala Rearmur titik cair es dan dan titik didih
air pada tekanan satu atmosfer diberi angka 00 dan angka 800 . Karena semua sistem satuan tersebut
bersifat linear maka, dapat dengan mudah dicari relasi konversi yang munghubungkan satu satuan
dengan satuan lainnya. Misalnya konversi dari satuan Fahrenheit ke Celcius diberikan sebagai
berikut
5
tC = (tF − 32) ×
9
dengan faktor kesebandingan skala 5/9 diperoleh dari membandingkan lebar skala pada sistem
Fahrenheit terhadap sistemn Celcius. Sedangkan pengurangan dengan 32 disebabkan karena skala
Fahrenheit memberi angka 32 pada titik cair es (yang bersesuaian dengan skala Celcius 00 ).

1.4.2 Termometer gas pada tekanan konstan


Dari pengamatan yang dilakukan oleh Gay Lussac diketahui bahwa terdapat hubungan linear antara
volume gas dan perubahan temperatur ketika tekanan gas dibuat konstan,

∆V = K∆t (1.1)

dengan K adalah suatu konstanta. Gas yang dipakai adalah gas real dengan kerapatan sangat rendah.
Ketika dilakukan pengukuran temperatur menggunakan berbagai macam gas real, diperoleh bahwa
grafik relasi persamaan (1.1) membentuk garis yang bila diekstrapolasi ke temperatur rendah akan
bertemu di satu titik yang sama (lihat gambar ()). Pertemuan garis-garis tersebu bersesuaian dengan
kondisi ketika volume gas-gasnya mendekati nilai nol. Karena tidak mungkin suatu gas memiliki
nilai volume negatif, maka titik pertemuan beberapa garis tadi mestinya bersesuaian dengan kondisi
temperatur terendah yang dapat dicapai. Sehingga titik tersebut didefinisikan sebagai titik nol
mutlak, dan dari titik tersebut kemudian didefinisikan skala temperatur mutlak Kelvin T K (tanpa
tanda derajat), yang besar skalanya dipilih sama dengan skala Celcius. Titik nol mutlak T = 0 K
ini bersesuaian dengan nilai -273,150 C. Sebagai titik referensi kedua adalah titik triple air, yaitu
titik temperatur pada mana air - es - dan uap air berada dalam keadaan setimbang termal secara
bersamaan. Titik triple air ini bersesuaian dengan temperatur 273,16 K (0,01 0 C di atas titik cair
es). Temperatur mutlak ini disebut juga sebagai temperatur termodinamik, sedangkan temperatur
yang lainnya yang telah dijelaskan di atas disebut sebagai temperatur empirik.
2. PERSAMAAN KEADAAN

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, terdapat relasi antara besaran-besaran termodinamika


yang dimiliki suatu sistem. Relasi ini tidak terkait dengan banyaknya energi yang dimiliki sistem
dan ditentukan dari sifat intrinsik partikel-partikel penysusun sistem tersebut.

2.1 Persamaan Keadaan Gas Ideal


Gas ideal didefinisikan sebagai sistem banyak partikel yang partikelnya tidak saling berinteraksi.
Dalam realitanya tidak ada sistem semacam ini, tetapi sistem gas real yang kerapatannya sangat
rendah akan sangat mendekati sifat-sifat dari gas ideal. Hal ini karena kerapatan partikel yang sangat
rendah menyebabkan kemungkinan terjadinya interaksi antar partikelnya sangat kecil, sehingga
praktis partikelnya tidak saling berinteraksi. Perumusan persamaan keadaan gas ideal diperoleh
dari generalisasi hasil eksperimen terhadap gas real yang berkerapatan rendah. Perumusan pertama
diperoleh R. Boyle (1664) dan E. Mariotte (1676) terkait dengan gas yang berada dalam keadaan
temperatur konstan. Diperoleh bahwa perubahan tekanan berbanding terbalik dengan perubahan
volume pada gas bertemperatur konstan, yaitu

pV = p0V0 (2.1)

Kemudian di tahun 1802 Gay-Lussac memperoleh perumusan hubungan temperatur dan volume
untuk gas dalam tekanan konstan, yaitu bahwa perubahan volume sebanding dengan perubahan
temperatur,

T
V= V0 (2.2)
T0

Penggabungan kedua relasi di atas menghasilkan

pV p0V0
= (2.3)
T T0
14 Bab 2. PERSAMAAN KEADAAN

Karena persamaan di atas adalah besaran ekstensif, maka nilainya sebanding dengan jumlah partikel,
sehingga
pV
= kN (2.4)
T
dengan k adalah konstanta kesebandingan yang dikenal sebagai konstanta Boltzman k = 1, 360658 ·
10−23 JK−1 .

2.2 Persamaan Gas Real


Persamaan keadaan gas ideal dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan gas real ketika
kerapatan gas realnya sangat rendah, karena ketika itu jarak antar partikel sangat renggang dan
interaksi antar partikel dapat diabaikan. Tetapi untuk kerapatan gas yang tidak cukup rendah,
persamaan keadaan gas ideal tidak lagi dapat dipakai. Terlebih lagi bila terjadi perubahan fase dari
fase gas menjadi fase cair.
Perbedaan dengan gas ideal disebabkan karena partikel-partikel gas real tidak dapat dianggap
sebagai partikel titik dan terdapat interaksi antara mereka. Secara umum dapat digambarkan
potensial interaksi antara dua partikel gas real yang tidak bermuatan, seperti di gambar (). Untuk
jarak yang sangat dekat potensialnya bersifat tolak menolak (bernilai positif yang menuju ∞),
sehingga partikel dapat dibayangkan memiliki volume tertentu. Sedangkan untuk jarak yang agak
jauh, potensialnya bersifat tarik menarik (bernilai negatif), sehingga terdapat gaya tarik lemah antar
partikel (gaya Van der Waals). Bila energi kinetik partikel lebih rendah dari energi potensialnya
maka kedua partikel akan terikat, dan sistem akan berubah keadaannya dari fase gas menjadi fase
cair ataupun fase padatan.
Salah satu persamaan keadaan yang berupaya untuk menggambarkan keadaan gas real adalah
persamaan gas Van der Waals. Persamaan Van der Waals dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Karena setiap partikel tidak benar-benar partikel titik, tetapi memiliki suatu volume tertentu, maka
volume dalam persamaan gas ideal harus dimodifikasi, dikurangi dengan volume yang ditempati
partikel-partikel gas,
V → (V − Nb)
dengan b adalah konstanta yang sebanding dengan volume yang ditempati setiap partikel. Gaya
interaksi akibat partikel lain yang bekerja pada sebuah partikel gas real, secara umum akan bersifat
sama ke segala arah. Tetapi bagi partikel yang berada di permukaan (yang berada dekat dinding
wadah), tidak ada gaya tarik dari partikel dari luar sistem sehingga secara total ada gaya ke arah
dalam sistem. Besarnya gaya tarik total ini sebanding dengan kerapatan partikel yang ada di dalam
sistem. Gaya yang bekerja pada permukaan juga sebanding dengan jumlah partikel yang ada di
permukaan yang secara kasar sebanding dengan kerapatan partikel dalam sistem, jadi total gayanya
sebanding dengan kuadrat kerapatan partikel. Sehingga tekanan yang diberikan sistem ke dinding
wadah akan lebih kecil dibandingkan bila seandainya sistemnya adalah gas ideal, karena itu
  N 2 
p → p+a
V
dengan a adalah suatu konstanta. Maka persamaan gas Van der Waals diberikan oleh
  N 2 
p+a (V − Nb) = NkT (2.5)
V
Diagram pada gambar () menunjukkan beberapa garis keadaan pada temperatur konstan. Pada
beberapa garis (lihat garis ) tampak bahwa ketika sistem mengalami kompresi volume, pada suatu
titik (titik kritis) tekanannya tidak bertambah tetapi terus berkurang. Kondisi ini dapat dianggap
sebagai proses perubahan fase.
2.3 Persamaan Keadaan Non-Gas 15

Untuk mendapatkan persamaan keadaan gas real dapat juga dilakukan pendekatan terhadap
persamaan keadaan gas real melalui konsep deret pangkat (ataupun deret Taylor). Pendekatan
semacam ini disebut sebagai ekspansi virial. Bila dilakukan pendekatan persamaan gas real sebagai
fungsi dari tekanan maka dapat dituliskan

pV = NkT + B(T )p +C(T )p2 + · · · (2.6)

dengan B(T ),C(T ), . . . adalah koefisien virial pertama, kedua dan seterusnya yang secara umum
merupakan fungsi temperatur. Bila dilakukan ekspansi terhadap rapat partikel maka dapat dituliskan

N   N 2
pV = NkT + B0 (T ) +C0 (T ) +··· (2.7)
V V
dengan B0 (T ),C0 (T ), . . . adalah koefisien virial terkait. Nilai-nilai koefisien virial ini diperoleh dari
eksperimen.

2.3 Persamaan Keadaan Non-Gas


Bila suatu sistem bukan sistem gas (cairan ataupun padatan), dan bila besaran keadaannya hanya
berupa tekanan, volume dan temperatur, maka secara umum dapat diperoleh persamaan keadaan
berdasarkan pendekatan orde pertama deret Taylor. Volume sistem secara umum akan merupakan
fungsi dari tekanan dan temperatur, sehingga dapat dituliskan
∂V ∂V
V (T, p) = V0 + | p (T − T0 ) + |T (p − p0 )
∂T ∂p
atau dapat juga dituliskan sebagai

V (T, p) = V0 [1 + α(T − T0 ) − κ(p − p0 ) (2.8)

dengan α adalah koeffisien ekspansi termal pada tekanan konstan dan κ adalah koefisien kompresi-
biltas isotermal
1 ∂V
α=
V ∂T p
1 ∂V
κ =−
V ∂p T

2.4 Perubahan Keadaan


Suatu sistem termodinamika bila mengalami perubahan nilai-nilai besaran fisis makroskopiknya
maka dikatakan sedang mengalami suatu proses. Karena terjadi perubahan pada besaran fisis
makroskopiknya maka secara umum sistem tidak berada dalam kesetimbangan termodinamik
dan besaran keadaan tidak dapat didefinisikan. Proses semacam ini secara umum tidak akan
dapat kembali ke kondisi semula, sehingga disebut sebagai proses yang tak dapat balik (proses
irreversibel). Tetapi bila perubahan dilakukan secara perlahan-lahan sekali, sehingga setiap saat
dapat dianggap mendekati keadaan kesetimbangan termodinamika, maka besaran termodinamika
dapat didefinisikan dan kondisi sistem dapat dikembalikan ke kondisi semula. Proses semacam ini
disebut sebagai proses dapat balik (proses reversibel). Dalam realitanya proses dapat balik tidak
pernah ada, tetapi proses semacam ini dapat didekati yaitu bila prosesnya dilakukan secara perlahan
dan dijaga agar mendekati kondisi kesetimbangan termodinamik. Proses terakhir ini disebut sebagai
proses agak dapat balik (proses quasi reversibel ).
Untuk sistem gas, terdapat beberapa jenis proses termodinamika, diantaranya:
16 Bab 2. PERSAMAAN KEADAAN

1.Proses isobarik adalah proses dengan tekanan konstan.


2.Proses isotermal adalah proses dengan temperatur konstan.
3.Proses isovolumetrik atau isokhorik adalah proses dengan volume konstan
4.Proses adiabatik adalah proses tanpa adanya panas yang keluar ataupun masuk ke dalam
sistem.
Dalam semua jenis proses, dapat balik maupun tak dapat balik, perubahan besaran keadaan
hanya bergantung pada nilai akhir dan awal besaran keadaan tersebut dan tidak bergantung pada
proses yang terjadi. Misalnya perubahan volume, tekanan ataupun temperatur hanya bergantung
pada nilai akhir dan nilai awal besaran-besaran tersebut. Sebaliknya bila ada perubahan nilai
suatu besaran fisis yang bergantung pada proses dan tidak hanya bergantung pada keadaan akhir
dan awal maka besaran fisis ini bukanlah besaran keadaan. Pada besaran semacam ini perubahan
infinitesimalnya (perubahan sangat kecil mendekati nol) tidak dituliskan dengan notasi diferensial
tetapi dituliskan dengan simbol δ .
Untuk dapat membedakan sifat dari besaran keadaan dari yang bukan besaran keadaan, ditinjau
diagram p − V − T untuk suatu sistem. Proses perubahan volume bagi sistem tersebut dapat
terjadi melalui proses A-B-D yaitu pertama dilakukan perubahan volume dengan tekanan konstan
kemudian dilanjutkan dengan perubahan volume pada temperatur konstan.
∂V ∂V
∆VAD = ∆VAC + ∆VCD = ∆T + ∆p
∂ T p1 ∂ p T2
Tetapi perubahan yang sama dapat juga dilakukan melalui proses A-C-D, yaitu perubahan
volume dilakukan dengan temperatur konstan, baru dilanjutkan dengan perubahan volume pada
tekanan konstan.
∂V ∂V
∆VAD = ∆VAB + ∆VBD = ∆p + ∆T
∂ p T1 ∂ T p2
Sehingga
∂V ∂V ∂V ∂V
∆p + ∆T = ∆T + ∆p
∂ p T1 ∂ T p2 ∂ T p1 ∂ p T2
atau  ∂V ∂V   ∂V ∂V 
− ∆T = −

∆p
∂ T p2 ∂ T p1 ∂ p T2 ∂ p T1
dengan ∆T = T 2 − T 1 dan ∆p = p2 − p1, maka diperoleh
∂ 2V ∂ 2V
=
∂ p∂ T ∂T∂ p
Jadi secara umum bila suatu besaran f (x, y) adalah besaran keadaan (sehingga d f tidak bergantung
proses), maka akan berlaku
∂2 f ∂2 f
= (2.9)
∂ x∂ y ∂ y∂ x
Dalam matematika, fungsi f (x, y) di atas dikatakan memiliki diferensial eksak.

2.5 Faktor Pengintegrasi


Suatu besaran yang diferensialnya tidak eksak dapat dijadikan menjadi besaran dengan diferensial
yang eksak dengan cara mengalikan suatu faktor (fungsi) pengintegralan. Misalkan F(x, y) bukan
diferensial eksak, maka dapat dicari suatu fungsi g(x, y) sedemikian sehingga d(g(x, y)F(x, y))
adalah diferensial eksak. Untuk itu, g(x, y)F(x, y) harus memenuhi relasi (2.9),
∂ 2 gF ∂ 2 gF
=
∂ x∂ y ∂ y∂ x
2.5 Faktor Pengintegrasi 17

Sebagai contoh, misalnya diketahui


F(x, y)d
II
Bagian Dua - Hukum-Hukum
Termodinamika
Dalam mekanika terdapat suatu teorema yang sebanding dengan hukum Newton, yaitu teorema
usaha energi. Teorema ini menghubungkan antara usaha yang dilakukan terhadap suatu sistem
dengan perubahan energi kinetik yang dialami sistem tersebut. Besar usaha yang diberikan kepada
sistem sama dengan perubahan energi kinetik sistem. Pembahasan teorema usaha energi berujung
pada hukum kelestarian energi, yaitu hukum kelestarian energi. Energi tidak dapat diciptakan
(oleh makhluk) dan tidak dapat dimusnahkan (oleh makhluk), yang terjadi hanya perubahan dari
satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Dalam bab ini kita akan membahas mengenai
hukum kelestarian energi ini dalam ranah termodinamika. Pertama kita harus mendefinisikan usaha
termodinamika.

3.1 Usaha Termodinamika


Tinjau suatu sistem yang berada dalam suatu silinder berpiston yang dapat bergerak. Bila terdapat
perbedaan kecil tekanan antara sistem dan lingkungan (misalkan tekanan sistem lebih besar dari
lingkungan) maka akan ada gaya yang menekan piston sebesar F = pA. Bila gaya ini menyebabkan
piston bergerak sebesar dx maka usaha yang dilakukan sistem

δW = −pAdx

karena Adx = dV maka


δW = −pdV
tanda negatif sengaja diberikan agar usahanya bernilai negatif untuk usaha yang dilakukan sistem
terhadap lingkungan. Besarnya usaha secara umum dapat bergantung pada proses, terutama bila
ada disipasi energi sistem menjadi energi panas (misalnya menjadi energi getaran partikel-partikel
dalam piston).
Sebagai contoh akan dihitung besar usaha pada sistem gas ideal dalam berbagai proses.
1. Usaha isobarik. Pada proses ini tekanan konstan sehingga
Z V2
W =− pdV = −p(V2 −V1 )
V1
22 Bab 3. Kelestarian Energi - Hukum Termodinamikai Pertama

2. Usaha isokhorik. Pada proses ini usahanya adalah nol karena tidak ada perubahan volume
3. Usaha isotermal.
Z V2 Z V2 V 2 
NkT
W =− pdV = − dV = − ln
V1 V1 V V1

3.2 Panas
Panas adalah suatu bentuk energi. Satuan dari panas adalah kalori, yang didefinisikan sebagai panas
yang dibutuhkan untuk dapat menaikkan suhu satu gram air dari suhu 14,50 C menjadi 15,50 C.
Panas dapat berpindah/mengalir, ini menyebabkan dahulu orang mengira panas adalah suatu bentuk
fluida yang tak tampak. Anggapan ini diketahui salah, setelah pembuktian oleh Count Rumford
yang mengamati alat pengebor meriam menjadi panas ketika mengebor, padahal tidak ada panas
yang diberikan kepadanya dari sumber panas (api/tungku). Rumford kemudian menduga panas
tersebut muncul akibat usaha (putaran bor) yang dilakukan alat bor pada meriam. Berikutnya
ilmuwan lain, yaitu Joule, melakukan eksperimen yang menunjukkan ekuivalensi antara energi
mekanik dan panas. Saat ini nilai ekuivalensi antara satuan panas kalori dengan satuan energi
(Joule) adalah 1 kalor sama dengan 4,1860 Joule.
Proses perpindahan panas dapat terjadi melalui berbagai macam cara, diantaranya adalah
melalui proses konduksi, konveksi dan radiasi. Dalam proses konduksi perpindahan panas terjadi
tanpa adanya perpindahan material zat. Dalam proses konveksi perpindahan panas terjadi akibat
perpindahan material zat. Dalam proses radiasi perpindahan panas terjadi akibat gelombang
elektromagnetik (foton) yang membawa energi.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa proses perpindahan panas ternyata bergantung pada
prosesnya dan tidak hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir sistem. Sebagai contoh panas
yang masuk ke dalam sistem dalam kondisi volume konstan berbeda dengan dalam kondisi tekanan
konstan. Pada volume konstan
δ Q = CV ∆T
sedangkan pada tekanan konstan
δ Q = Cp ∆T
dengan CV dan Cp adalah kapasitas panas sistem pada volume konstan dan pada tekanan konstan.
Kapasitas panas per mol ataupun per massa sistem disebut sebagai kapasitas panas jenis, yang
didefinisikan sebagai
C C
c= atau c =
n M
dengan n dan M adalah jumlah mol dan massa total sistem.

3.3 Interpretasi Mikroskopis Panas dan Temperatur


Sebelumnya telah dinyatakan bahwa panas adalah suatu bentuk energi. Tetapi pernyataan ini masih
belum jelas. Bila panas adalah suatu bentuk energi, maka energi semacam apakah panas itu, dan
bagaimana kaitan antara bentuk energi tersebut dengan konsep temperatur. Untuk dapat menjawab
pertanyaan tersebut, kita tidak dapat menggunakan termodinamika saja. Harus digunakan konsep
fisika statistik. Lebih khusus lagi, kita akan membahas teori kinetika gas.

3.3.1 Teori Kinetika Gas


Untuk lebih memahami apa sebenarnya panas, akan ditinjau keadaan mikroskopik suatu sistem
gas. Suatu gas terdiri dari N buah partikel yang tidak saling berinteraksi (gas ideal). Interaksi
yang ada hanya antara partikel gas dan dinding wadahnya yang berupa interaksi tumbukan lenting
3.3 Interpretasi Mikroskopis Panas dan Temperatur 23

sempurna. Dianggap dinding wadah adalah benda tegar yang masif dan tumbukan yang terjadi
adalah tumbukan lenting sempurna, sehingga ketika partikel gas bertumbukan dengan dinding
wadah, dinding tersebut hampir tidak bergerak dan partikel gas akan terpental dengan besar
momentum yang sama dengan momentum awal tetapi berlawanan arah. Tinjau suatu wadah yang
berbentuk kubus dengan panjang sisinya L (lihat gambar).

Gambar 3.1: Wadah sistem dan tampak sampingnya

Tinjau salah satu sisinya yang luasnya L2 . Tinjau semua partikel yang memiliki vektor kecepatan
~v seperti pada gambar. Dalam selang waktu ∆t, semua partikel sejenis yang ada dalam daerah
paralelepipedum (lihat gambar) akan menumbuk dinding. Volume daerah paralelepipedum tersebut
adalah vx dtdA. Jumlah partikel yang memiliki kecepatan ~v yang berada dalam volume tersebut
adalah
N
f (~v) 3 vx dtdA
L
dengan f (~v) adalah fungsi distribusi kecepatan, yaitu fungsi yang menggambarkan probabilitas
mendapatkan sebuah partikel memiliki kecepatan ~v. Sehingga f (~v)N/L3 memberikan jumlah
partikel yang memiliki kecepatan ~v per satuan volume, dan f (~v)N/L3 vx dtdA adalah jumlah par-
tikel yang memiliki kecepatan ~v di daerah paralelepipedum tadi. Sebagai fungsi distribusi, f (~v)
memenuhi Z
f (~v)d 3 v = 1
Perubahan momentum ke arah x positif yang dialami sebuah partikel berkecepatan ~v dalam
daerah paralelepipedum ketika menabrak dinding wadah adalah ∆px = 2mvx sehingga
Fx ∆t = ∆px = 2mvx
24 Bab 3. Kelestarian Energi - Hukum Termodinamikai Pertama

sehingga total gaya untuk semua partikel di daerah paralelepipedum


N N
Z ∞ Z ∞ Z ∞ Z ∞
Fx = 2mvx f (~v) 3
vx d 3 vdA = m f (~v)v2x d 3 vdA
vx =0 vy =−∞ vz =−∞ L V −∞

dengan menggunakan nilai rerata besar kecepatan kuadrat arah−x,


Z ∞
< v2x >= f (~v)v2x d 3 v.
−∞

Dengan menganggap sistem bersifat simetri isotropik maka kecepatan arah x, y, z secara rerata sama
sehingga
1 1
< v2x >=< v2y >=< v2z >= < v2x + v2y + v2z >= < v2 >
3 3
maka dapat dituliskan
Nm
Fx = pdA = < v2 > dA
V 3
atau
1N 2
pV = < mv2 >= < Ek >
3V 3
dengan < Ek >=< (N/2)mv2 > adalah rerata total energi kinetik sistem.
Untuk sistem gas ideal, energi yang dimiliki sistem hanyalah energi kinetik partikel-partikelnya.
Energi inilah yang biasa disebut sebagai energi dalam sistem, sehingga energi dalam sistem gas
ideal diberikan oleh
3 3
E = pV = NkT
2 2
Dari persamaan ini dapat disimpulkan bahwa temperatur adalah rerata energi kinetik yang dimiliki
sebuah partikel
2
T= < Ek /N > (3.1)
3k

3.3.2 Perpindahan Panas menurut Teori Kinetika Gas


Ketika sebuah benda dipanaskan dan temperaturnya meningkat, energi kinetik rerata per partikelnya
meningkat. Ketika panas diberikan ke sebuah benda, energi kinetik rerata partikel-partikel benda
tadi bertambah. Jadi panas tidak lain adalah energi kinetik partikel-partikel mikroskopik.
Berdasarkan konsep ini, proses perpindahan panas juga dapat dipahami. Dalam proses konduksi
panas terjadi perpindahan panas antara dua benda yang bersentuhan tanpa adanya perpindahan
materi benda, ini berarti partikel-partikel penyusun benda tetap berada di titik kesetimbangannya
(misalnya di titik kisi kristalnya). Partikel-partikel yang berada di bagian permukaan kedua benda
yang saling bersentuhan dapat berinteraksi sehingga dapat mempertukarkan energi kinetiknya.
Secara rerata partikel-partikel berenergi kinetik tinggi akan memberikan energinya kepada partikel-
partikel berenergi kinetik rendah sampai terjadi distribusi energi kinetik rerata yang sama di seluruh
bagian kedua benda.
Proses perpindahan panas secara konveksi hanya dapat terjadi dalam sistem dengan gerak
partikel-partikelnya lebih bebas, yaitu sistem fluida. Dalam proses konveksi energi kinetik di-
pertukarkan juga melalui interaksi antar partikel. Ketika sebuah partikel memiliki energi kinetik
yang lebih tinggi maka akan bergerak lebih cepat. Sehingga jarak antara partikelnya menjadi lebih
renggang dan partikel semacam ini, akibat gravitasi, cenderung untuk bergerak ke bagian atas
fluida. Bila sumber panasnya ada di baha maka setelah sampai di atas, akibat interaksi-interaksi
dengan partikel-partikel lain, partikel tadi akan kehilangan sebagian energi kinetiknya, sehingga
gerakannya tidak cepat lagi. Dan konsekuensinya jarak antar partikelnya menjadi berkurang dan
3.3 Interpretasi Mikroskopis Panas dan Temperatur 25

akibat gravitasi partikel ini cenderung kembali menuju ke bawah. Proses ini berulang terus menerus
sehingga menimbulkan pola konveksi.
Proses perpindahan panas secara radiasi terjadi melalui interaksi antara foton gelombang
elektromagnetik yang membawa energi kinetik tertentu dengan partikel-partikel di permukaan suatu
benda. Interaksi ini menyebabkan foton tadi kehilangan sebagian energi kinetiknya (terhambur
menjadi foton dengan frekuensi berbeda), atau bahkan kehilangan seluruh energinya (fotonnya
diserap). Energi kinetik yang diberikan foton ini digunakan oleh benda untuk meningkatkan energi
kinetik rerata partikel-partikel penyusun benda.

3.3.3 Fungsi Distribusi Kecepatan Maxwell


Fungsi distribusi kecepatan Maxwell yang telah digunakan di atas, belum kita ketahui secara
eksplisit bentuknya. Fungsi distribusi kecepatan secara umum dapat berbeda bergantung pada
sistem yang ditinjau. Kita hanya akan meninjau sistem distribusi kecepatan untuk gas ideal, yaitu
sistem partikel yang tidak saling berinteraksi dan tidak mengalami gaya/medan luar. Sistem
semacam ini bersifat isotropik, maka fungsi distribusi kecepatan hanya bergantung pada besarnya
kecepatan dan tidak bergantung pada arahnya. Karena kecepatan arah x, y, z saling independen,
maka dapat dituliskan
f (~v) = f (v2x + v2y + v2z ) = f (v2x ) f (v2y ) f (v2z )
Fungsi umum yang dapat memenuhi sifat di atas adalah fungsi eksponensial, sehingga dapat
dituliskan
f (v2i ) = C exp(−av2i )
dengan a suatu konstanta, dan adanya tanda negatif agar fungsi tersebut terbatas (probabilitas mesti
terbatas) dan dapat memenuhi Z ∞
C exp(−av2i )dvi = 1
−∞
Integral di atas dapat diselesaikan dengan menggunakan integral gaussian
Z ∞ r
−ax2 π
e dx =
−∞ a
p
sehingga diperoleh C = a/π. Untuk mendapatkan nilai konstanta a, kita gunakan hasil dalam
bagian sebelum ini,
2 1
T= < Ek /N >= m < v2 >,
3k 3k
dengan Z Z
< v2 >= d 3 vv2 f (v) = d 3 vv2 (a/π)3/2 exp(−av2 )
Z
2 3/2
< v >= (a/π) 4π dvv4

substitusi av2 = x maka


4π 4π 3
Z
< v2 >= (a/π)3/2 dx(x/a)3/2 exp(−x) = (1/π)3/2 Γ(5/2) =
2a 2a 2a
sehingga
a = m/2kT
Sebagai kesimpulannya, bentuk fungsi distribusi kecepatan Maxwell adalah
 m 3/2
f (v) = exp(−mv2 /2kT ).
2πkT
26 Bab 3. Kelestarian Energi - Hukum Termodinamikai Pertama

Dengan berbekal fungsi distribusi Maxwell, kita dapat memperoleh beberapa sifat kecepatan
partikel gas ideal. Kecepatan rerata partikel gas ideal adalah nol karena
<~v >=< vx ∩ x + vy ∩ y + vz ∩ z >
dan untuk i = x, y, z,
Z
< vi >= dvi vi (m/2πkT ) exp(−mv2i /2kT ) = 0.

Kelajuan rerata partikel gas ideal tidak nol karena


Z Z ∞
< v >= d 3 vv(m/2πkT )3/2 exp(−mv2 /2kT ) = 4π dvv3 (m/2πkT )3/2 exp(−mv2 /2kT )
0

substitusi x = mv2 /2kT maka diperoleh


< v >= (8kT /mπ)1/2
Sedangkan akar kuadrat rerata kecepatannya dapat diperoleh dari (3.1)
1
T= m < v2 >
3k
sehingga p p
< v2 > = 3kT /m.
Kelajuan yang paling besar probabilitasnya dapat diperoleh dari melihat fungsi distribusi kecepatan
Maxwell untuk kelajuan v dan v + dv
f (v)4πv2 dv = F(v)dv
dengan
 m 3/2
F(v) = 4πv2 exp(−mv2 /2kT )
2πkT
Kelajuan dengan probabilitas terbesar diperoleh dari mencari nilai ekstremum dari F(v), yaitu
dF(v)  m 3/2
= 4π (2v − 2v3 m/2kT ) exp(−mv2 /2kT ) = 0
dv 2πkT
sehingga kelajuan dengan probabilitas terbesar diberikan oleh
p
v = 2kT /m

3.4 Kelestarian Energi


Setelah dipahami bahwa panas tidak lain adalah energi kinetik mikroskopik yang dimiliki partikel-
partikel penyusun materi, maka bila digunakan teorema usaha energi, penambahan energi kinetik
pada suatu sistem sama dengan besar usaha yang dikenakan pada sistem tersebut. Tetapi selain
akibat dari usaha, energi kinetik sistem dapat juga berubah akibat penambahan ataupun pengurangan
energi kinetik mikroskopik partikel-partikel penyusun sistem karena adanya perpindahan panas.
Sehingga dapat dituliskan
∆Ek = ∆Q + ∆W (3.2)
Energi kinetik total yang dimiliki partikel-partikel penyusun sistem ini disebut sebagai energi dalam
sistem, dan disimbolkan sebagai E ataupun U. Untuk perubahan yang sangat kecil dapat dituliskan
dU = δ Q + δW
Persamaan ini disebut juga sebagai hukum pertama termodinamika, yang tidak lain adalah hukum
kelestarian energi. Simbol perubahan untuk panas dan usaha sengaja menggunakan simbol δ karena
panas dan usaha, sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bukanlah besaran keadaan.

Anda mungkin juga menyukai