Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ISLAM DAN PERADABAN MELAYU

“Ekonomi”

DI SUSUN OLEH:

Kelompok IX

Feri Iriansyah (1720102024)

Enal Abidin (1720102020)

DosenPengampu:

Napisah, M.HUM

PRODI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2019-2020


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah peradaban atau civilization (dalam bahasa Inggris) atau tamadun (bahasa
Melayu) sudah sering kita dengar diberbagai diskusi baik resmi maupun tidak resmi.
Berbicara tentang peradaban memang sangat menarik dan tidak akan ada habisnya, terkhusus
peradaban Islam. Topik peradaban ini selalu relevan untuk diperbincangkan di sepanjang
zaman. Hal ini karena manusia selalu bersinggungan dengan peradaban. Tak akan ada sebuah
peradaban tanpa manusia, karena manusia merupakan pelaku utama peradaban itu sendiri.
Demikian halnya dengan topik peradaban Islam yang dianologikan seperti bagian dari roda
yang berputar tadi, tidak akan pernah surut dari perbincangan manusia. Peradaban manusia
terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Perkembangan peradaban tersebut
tidak saja terjadi dalam ranah fisiknya saja, namun juga terjadi dalam ranah substansi.
Sebagai contoh, pemahaman akan istilah peradaban saja sampai mengalami fase-fase yang
cukup signifikan. Terlebih lagi jika terjadi persinggungan antara peradaban satu dengan yang
lainnya.
Seiring dengan perjalanan hidup manusia yang sudah begitu panjang di muka bumi
ini, maka berbagai macam peradaban pun telah terbentuk. Banyak peradaban yang telah
mewarnai kehidupan manusia. Setiap peradaban tentu saja memiliki konsep tersendiri yang
nantinya akan membedakan peradaban tersebut dengan peradaban lainnya dan akan tampil
dengan keberbedaan satu-sama lain. Begitu juga dengan peradaban Islam Melayu.
Untuk itulah pemakalah akan mencoba memaparkan tentang perkembangan dan
peradaban melayu di bidang ekonomi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Permasalahan Dan Tantangan Ekonomi Masyarakat Melayu?
2. Apakah Potensi Dan Penguatan Ekonomi Masyarakat Melayu?
3. Apakah Perkembangan Peradaban Melayu Yang Dipengaruhi Oleh Islam Di
Bidang Ekonomi?

C. Tujuan
1. Memahami tentang Permasalahan Dan Tantangan Ekonomi Masyarakat Melayu
2. Memahami Potensi Dan Penguatan Ekonomi Masyarakat Melayu
3. Memahami Perkembangan Peradaban Melayu Yang Dipengaruhi Oleh Islam Di
Bidang Ekonomi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERMASALAHAN DAN TANTANGAN EKONOMI MASYARAKAT MELAYU


Penguasaan ekonomi masyarakat Melayu masih tertinggal dibandingkan dengan
masyarakat non-Melayu seperti Barat dan China. Menurut Selo Sumarjan, masyarakat
Melayu terbiasa dengan pekerjaan yang lebih berorientasi pada kehidupan bermasyarakat
(socially oriented) daripada yang bersifat material (material oriented). Ini menunjukkan
masyarakat Melayu lebih menjunjung tinggi prinsip kebersamaan dan gotong royong daripada
sikap individualisme, yang dalam satu dekade belakangan ini semakin besar seiring dengan
perkembangan kapitalisme yang mendunia.

Tingkat kemiskinan yang tinggi dan rendahnya pendidikan umumnya dialami


masyarakat Melayu. Sikap kesederhanaan dan sosialisme yang tinggi dan berakar pada
budaya masyarakat Melayu tidak diiringi dengan semangat untuk maju dan beradaptasi
dengan perubahan dinamik yang terjadi di dunia. Pengkiblatan kepada manajemen ekonomi
dunia barat diambil mentah-mentah begitu saja berikut sistem budayanya. Sistem ekonomi
suatu bangsa tidak akan berhasil jika tidak didasarkan atas kebudayaan dan tata nilai luhur
yang dianut oleh bangsa itu sendiri.

Sumber daya manusia yang besar yang dimiliki rumpun Melayu tidak dimanfaatkan
secara bijaksana. Sektor pendidikan yang menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan
suatu bangsa ke depan, tidak menjadi prioritas yang utama. Kurangnya perhatian terhadap
sektor pendidikan dapat dilihat dari minimnya penyediaan anggaran pemerintah terhadap
sektor ini. Ketidakmerataan tenaga terdidik akan menyulitkan rumpun Melayu untuk bersaing
dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kekuatan sumber daya alam yang dimiliki masyarakat
Melayu akan dengan mudah dikuasai oleh bangsa lain karena kurangnya kemampuan untuk
memanfaatkannya secara mandiri bagi kepentingan dalam negerinya.1

Di tapak dunia pun tidak mudah bagi kebudayaan Melayu untuk mempertahankan
posisinya. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh peradaban Melayu adalah posisinya yang
lemah dalam benturan peradaban dunia. Para pakar menyebutkan bahwa benturan yang kini
sedang terjadi adalah antara peradaban Islam dan Barat. Dalam peradaban Barat itu
didalamnya melekat kebudayaan Kristen dan Yahudi. Tetapi dalam realitasnya, peradaban
China pun kini menjadi kekuatan yang sangat mempengaruhi perkembangan dunia. Terlebih
di bidang ekonomi dan budaya. Di sisi lain, kebudayaan Melayu yang selama ini melekat
pada kebudayaan Islam, hampir tidak memiliki kekuatan unggulan untuk bersaing secara
gigih dan terbuka dengan berbagai kebudayaan dunia itu.2 Jika kebudayaan Islam sampai saat
ini tetap survive di tengah berbagai benturan, itu bukan berarti kebudayaan Melayu juga dapat
mempertahankan jati dirinya secara utuh.

Di dalam negeri sendiri, umumnya masyarakat Melayu menghadapi konflik yang


tidak berkesudahan, baik konflik perpecahan, kerawanan pangan, SARA, dan sebagainya.
Lunturnya nilai-nilai luhur yang dimiliki Melayu membuat masyarakat Melayu amat mudah

1
Mustafa al-Siba‘i, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok, Jakarta: Gema Insani Press, 1993, h. 26.
2
Ibid, h. 27.

2
terintimidasi, terpecah belah dan berselisih satu sama lain. Identitas diri masyarakat Melayu
sebagai suatu kesatuan rumpun rela dikorbankan demi kepentingan kelompok masing-masing.
Konflik yang terjadi di Aceh, Filipina Selatan dan Thailand Selatan menjadi gambaran paling
nyata kondisi perpecahan diatas. Aceh yang masyarakatnya dikenal cinta damai, sempat
terkoyak akibat konflik berkepanjangan. Derita yang dialami masyarakat Aceh semakin besar
ketika bencana tsunami datang melanda. Sekalipun kini kondisi Aceh sudah sangat jauh lebih
baik pasca konflik dan tsunami, namun derita akibat banyaknya korban yang jatuh, rusaknya
sarana dan infrastruktur serta hilangnya suatu momen untuk membangun peradaban yang
lebih baik, tidak akan pernah terhapuskan dalam sejarah dan akan sulit terlupakan. Situasi
yang sama dialami masyarakat Melayu di Filipina Selatan dan Thailand Selatan, yang bahkan
hingga kini belum terselesaikan. Penyelesaian konflik di wilayah-wilayah tersebut dianggap
tidak akan sama dengan penyelesaian konflik di Aceh. Argumen beberapa ahli menyatakan
bahwa konflik di Aceh dapat terselesaikan karena adanya bencana tsunami yang pada
akhirnya menyatukan kembali masyarakat Aceh akibat derita yang sama. Ini tidak dialami
oleh wilayah Filipina Selatan dan Thailand Selatan. Pendapat ini menimbulkan perdebatan
panjang.3 Pendapat lain menyatakan bahwa penyelesaian konflik dapat tercapai apabila pihak-
pihak yang berselisih memiliki keinginan yang kuat untuk berdamai dan bersama-sama
membangun bangsanya kembali untuk kepentingan yang lebih besar, serta tidak
mengutamakan ego masing-masing. Apapun alasannya, konflik yang mendera masyarakat
Melayu sudah selayaknya harus diakhiri, dan ini akan menjadi tugas kita bersama untuk
membangun kembali Melayu yang mandiri, beradab dan mampu bersaing dengan bangsa-
bangsa lain di dunia.4

Apabila konflik internal yang dialami masyarakat Melayu dapat diakhiri, maka
masyarakat Melayu dapat bersatu padu untuk menghadapi konflik lain yang lebih besar, yaitu
globalisasi dan kapitalisme. Ancaman globalisasi tidak bisa dianggap enteng. Negara-negara
maju memanfaatkan organisasi-organisasi internasional untuk menekan negara berkembang,
termasuk rumpun Melayu di dalamnya. WTO, Bank Dunia, IMF dan berbagai agensi lain
yang dikuasai negara maju berlomba untuk menguasai sumber daya yang dimiliki negara
berkembang. Mereka memaksa negara-negara yang lemah perekonomiannya untuk membuka
akses yang lebih luas bagi kepentingan mereka, seperti proyek-proyek infrastruktur,
perbankan, asuransi, perdagangan, bahkan sampai pada sektor yang menjadi andalan negara
berkembang yaitu sektor pertanian. Subsidi tinggi yang diberikan negara maju bagi industri
dalam negerinya akan menyulitkan negara berkembang untuk mampu berkompetisi dengan
sehat. Rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan intelektual yang dimiliki negara
berkembang juga akan menyulitkannya untuk berdiri sejajar dengan negara maju. Akibatnya
akan timbul bentuk penjajahan baru sebagai akibat globalisasi di era sekarang.

Krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) belakangan ini, turut menambah derita masyarakat Melayu di sektor ekonomi.
Ketergantungan yang tinggi kepada negara maju berakibat buruk pada sektor ekonomi
Melayu yang merupakan bagian dari negara berkembang. Suatu hal yang ironis bahwa
umumnya negara-negara rumpun Melayu memiliki sumber daya minyak yang sangat besar di
wilayahnya, namun sangat rentan terhadap gejolak harga minyak dunia dan ketergantungan
terhadap pasokannya. Krisis ekonomi dan kenaikan BBM tersebut menyebabkan tingkat
inflasi yang tinggi dan sulitnya masyarakat memperoleh kebutuhan hidupnya dengan harga

3
Ibid, h. 32.
4
Mohd. Koharuddin dan Mohd.Balwi, Peradaban Melayu, Malaysia: UTM, 2005, h. 59.

3
yang wajar. Masyarakat mengurangi konsumsi kebutuhan pokok, ongkos pendidikan dan
kesehatan, serta menghadapi realita makin sulitnya mengembangkan diri di tengah situasi
ekonomi dunia yang terjadi.

Pada penghujung tahun 2007 dan awal tahun ini, dunia pun dihadapkan pada masalah
krisis pangan. Harga pangan melonjak tinggi sebagai akibat kenaikan harga BBM,
pemanfaatan pangan untuk bio-fuel dan global warming yang menyebabkan pergeseran
musim. Negara-negara di kawasan Melayu yang umumnya adalah negara net importerpangan
tidak terlepas dari pengaruh krisis yang mengancam ketahanan pangan masing-masing.
Tingkat produksi dalam negeri yang tidak sejalan dengan tingkat pertumbuhan penduduk
menyebabkan rumpun Melayu amat bergantung dari impor negara lain. Kurangnya soliditas
dan solidaritas diantara sesama rumpun Melayu membuat mereka berjalan sendiri-sendiri
dalam memenuhi kebutuhan pangan domestiknya. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa
Thailand dan Vietnam sebagai bagian dari rumpun Melayu merupakan eksportir pangan
pokok khususnya beras terbesar di dunia. Namun ketiadaan kerjasama yang erat diantara kita
dalam mewujudkan ketahanan pangan Melayu sebagai satu kesatuan rumpun wilayah, akan
berujung pada krisis pangan sebagaimana yang dialami dewasa ini. Hubungan kerjasama
pemenuhan kebutuhan pangan diantara sesama negara-negara Melayu semata-mata karena
pertimbangan komersial, dan bukan karena kesamaan pandangan yang dimiliki sebagai satu
keluarga besar.

B. POTENSI DAN PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT MELAYU

Masyarakat Melayu memiliki potensi sumber daya yang sangat besar. Kekuatan
terbesar adalah sebagai bangsa serumpun yang tidak terikat oleh batas-batas geografis dan
kultural dalam wilayah administratif tertentu. Rumpun melayu berhasil membangun suatu
budaya yang bisa bertahan terutama di kawasan Asia Tenggara selama berabad-abad
lamanya. Kawasan Melayu menjadi salah satu pusat perekonomian yang diperhitungkan
dunia saat ini. Ini didukung oleh jumlah penduduk yang besar, sumber daya alam yang
melimpah, dan letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan dunia.5

Potensi diatas tidak termanfaatkan secara optimal. Ibarat sapu lidi yang lidinya
bertaburan tak terikat, pemanfaatan potensi yang ada pun tidak dilakukan secara fokus dan
efektif. Kejayaan kerajaan-kerajaan Melayu yang hampir menguasai perekonomian di
hampir seluruh penjuru dunia menjadi cerita manis di masa lampau. Namun demikian,
sudah saatnya masyarakat Melayu harus bangkit kembali seperti masa kejayaannya dahulu.
Semua harus dilandasi dengan keinginan dan peningkatan kemampuan di segala bidang.
Memang butuh waktu untuk mengejar ketertinggalan itu, namun bukan hal yang mustahil
untuk dapat menggapainya.

Masyarakat Melayu memiliki potensi pasar yang besar di wilayahnya sendiri. Dengan
jumlah penduduk Melayu mencapai lebih dari 400 juta jiwa akan menciptakan pasar yang
luar biasa besar. Peluang inilah yang membuat negara-negara maju tergiur untuk menguasai
pasar di kawasan ini. Masyarakat Melayu pun memiliki potensi pasar global di negara-negara
Timur Tengah dan Afrika yang berpenduduk mayoritas Islam. Kedekatan hubungan religius
tersebut didasari sejarah masa lalu dimana masyarakat Melayu mengalami masa kejayaan

5
Ismail Hamid, Masyarakat dan Budaya Melayu, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1988, h. 59.

4
saat Islam menjadi agama mayoritas. Bahkan Sultan Melayu Islam di Aceh seperti Sultan
Iskandar Muda saat itu banyak menjalin hubungan dagang yang sangat baik dengan bangsa-
bangsa lain seperti Inggris, Belanda, Perancis, dan Turki. Pembentukan pasar global muslim
inilah yang perlu dijalin bagi negara-negara di kawasan Melayu guna mendapatkan pangsa
pasar yang lebih besar ke depan.

Letak kawasan melayu yang strategis di persilangan perdagangan dunia menjadikan


wilayah ini sangat tepat sebagai pusat industri. Kemajuan negara Melayu seperti Singapura
di wilayah itu belum diikuti dengan negara-negara lainnya di wilayah yang sama. Namun
kemajuan Singapura lebih banyak ditopang dari penduduknya yang mayoritas etnis China
sekalipun letak negaranya di kawasan melayu. Kekayaan bahan mineral dan tambang seperti
minyak bumi dan gas di wilayah ini lebih banyak dimanfaatkan oleh perusahaan
multinasional asing, sehingga potensi yang seharusnya bisa dimanfaatkan bagi kaum Melayu
menjadi tidak optimal. Potensi lain yang belum tergali secara optimal seperti sektor
pariwisata, pertanian, perikanan dan industri menjadi kekuatan lain wilayah ini untuk bisa
bersaing dengan negara maju.

Penguatan ekonomi masyarakat Melayu dapat dilakukan dengan memberdayakan


potensi lokal di wilayah masing-masing. Pengembangan industri makanan halal (halal food)
bagi masyarakat Melayu yang didominasi oleh umat Islam menjadi sangat strategis untuk
kebutuhan pasar sendiri maupun pasar Asia dan Timur Tengah. Hingga saat ini industri halal
food belum banyak berkembang di wilayah ini, dan Aceh dapat menjadi alternatif pusat
industri halal foodtersebut dengan pertimbangan letak wilayah yang strategis, penerapan
syariat Islam yang tegas di Aceh, dan ketersediaan infrastruktur serta sumber daya
manusianya. Halal food yang diproduksi diharapkan mampu mengisi pasar ekspor ke negara-
negara Islam di dunia. Untuk itu investasi di bidang halal food kiranya dapat segera
diupayakan tidak hanya di Aceh, namun juga di wilayah lain di kawasan Melayu.

Faktor sumber daya manusia yang berkualitas menjadi kunci utama dalam
pembangunan ekonomi masyarakat Melayu. Asumsi yang menyatakan bahwa masyarakat
Melayu malas, kurang gigih dan tidak mampu bersaing, harus segera diperbaiki dengan
mengubah paradigma dan cara berpikir ke depan.6 Pembangunan sumber daya manusia
harus diprioritaskan dengan meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat sehingga mampu
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dinamis dan tantangan global. Prinsip
kemandirian dengan tidak banyak bergantung kepada bangsa lain di dunia dan mampu
memenuhi kebutuhan sendiri juga harus mulai dikembangkan. Produk-produk yang
dihasilkan oleh masyarakat Melayu perlu lebih diorientasikan untuk kepentingan ekspor,
berdaya saing tinggi, kualitas yang baik namun dengan harga yang kompetitif. Perbaikan
infrastruktur ekonomi dan kemudahan berinvestasi menjadi penunjang dalam memajukan
ekonomi Melayu.

Keselarasan kebijakan ekonomi di antara negara-negara di kawasan Melayu perlu


segera diwujudkan, baik dalam bentuk pemberian insentif, tarif ekspor, besaran subsidi dan
sebagainya. Hal ini tentu tidak mudah untuk direalisasikan dalam waktu singkat, namun rasa

6
Ibid, h. 64.

5
kebersamaan dan kesatuan antara sesama rumpun Melayu akan memungkinkan hal itu
dapat terwujud suatu saat kelak.

Suatu hal yang penting bagi masyarakat Melayu dalam untuk menguatkan sistem
ekonominya adalah bagaimana aspek budaya dan tatanan nilai Melayu dapat
ditransformasikan ke dalam sistem ekonomi dan manajemen bagi negara-negara Melayu
sebagai etos kerja dan falsafah hidup rakyatnya. Keberhasilan Jepang yang memasukkan
unsur budaya dalam sistem ekonomi menjadi potret yang pantas ditiru. Semua tentu
berpulang pada para pemimpin di wilayah Melayu dalam merencanakan dan menerapkan
sistem manajemen dan budaya Melayu dalam kebijakan ekonominya. Para pemimpin
pemerintahan negara-negara Melayu diharapkan mempunyai kesatuan tekad untuk
bekerjasama dalam memajukan ekonomi wilayah ini. Semua lapisan masyarakat pun harus
bergerak dalam satu kesatuan untuk melahirkan kaum Melayu yang progresif, kaya dengan
ilmu pengetahuan, bijak dalam bersikap, dan tegar serta tak gentar dalam menghadapi
berbagai desakan dan ancaman globalisasi. Globalisasi yang tidak dapat dihindari ini harus
mampu dihadapi dengan memperkuat dan mengoptimalkan sumber daya yang ada, tanpa
mengorbankan budaya Melayu yang telah berakar dalam nurani masyarakat Melayu.
Kejayaan Melayu zaman dahulu dapat menjadi trigger bagi generasi sekarang untuk bisa
berbuat lebih baik lagi demi mengembalikan kejayaan tersebut.

Penguatan ekonomi masyarakat melayu tidak dapat dilepaskan dari penguatan


kelembagaan penunjangnya. Kelembagaan pangan sebagai salah satu institusi yang
memperkuat stabilitas ekonomi masyarakat Melayu menjadi bagian integral dan tidak
terpisahkan dalam sejarah perkembangan Melayu. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa
stabilitas suatu negara dapat diukur dari kemampuan negara tersebut dalam menyediakan
pangan dalam jumlah yang cukup, terjangkau dan tersebar merata di seluruh negeri.
Ketersediaan pangan tersebut mampu memberikan kestabilan di segala bidang, baik
ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Sejarah telah membuktikan bahwa ketimpangan
pasokan pangan akan mengganggu stabilitas bangsa. Bahkan pada masa Sultan Iskandar
Muda berkuasa di Kerajaan Aceh dan mengalami masa keemasannya, diketahui bahwa salah
satu kunci keberhasilannya adalah menstabilkan pasokan pangan di wilayah kekuasaannya.
Daerah-daerah taklukannya dimintai upeti berupa pangan. Kerajaan Melayu-Aceh masa itu
memiliki lumbung pangan yang kuat, bahkan sebelum memperkuat kekuasaan dan
melaksanakan ekspedisi, logistik pangan menjadi hal yang diprioritaskan. Sultan Iskandar
Muda berhasil merumuskan politik pangan selama sekitar 30 tahun masa kekuasaannya.

Pada masa kolonialisme Jepang dan Belanda di Indonesia, perhatian terhadap


ketersediaan pangan pun mendapat prioritas tinggi dengan dibentuknya lembaga pangan
yang mampu menjamin ketersediaan pangan bagi rakyat. Sejarah panjang pangan di
Indonesia tidak terlepas dari peranan BULOG sebagai satu-satunya lembaga Pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang pangan, khususnya beras sebagai pangan pokok
masyarakat Melayu pada umumnya. Sejarah pembentukan BULOG tersebut dapat
dianalogikan dengan perkembangan ekonomi Melayu. Sebagai institusi Melayu dengan
orang-orang Melayu didalamnya, BULOG mengemban tugas strategis dalam turut serta
mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui penyediaan beras bersubsidi bagi
masyarakat miskin rawan pangan, pengelolaan cadangan beras Pemerintah (CBP) dan

6
menjaga stabilitas harga beras melalui mekanisme Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Tugas sosial yang mengutamakan kesejahteraan rakyat sebagaimana diemban BULOG
merupakan karakteristik masyarakat Melayu sebagaimana yang diutarakan Selo Sumardjan
diatas.

Visi dan misi baru BULOG sebagaimana yang dituangkan dalam Rencana Jangka
Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2009-2013 menunjukkan keberpihakan BULOG kepada
masyarakat melayu pada umumnya di Indonesia. Dengan visi ”Pangan cukup, aman dan
terjangkau bagi rakyat” serta misi ” Memenuhi kebutuhan pangan pokok rakyat”, telah
menunjukkan eksistensi BULOG sebagai lembaga pangan nasional yang pro-rakyat dan
sebagai salah satu agen ekonomi pemerintah dalam mewujudkan stabilitas nasional yang
kuat.

C. PERKEMBANGAN PERADABAN MELAYU YANG DIPENGARUHI OLEH ISLAM


DIBIDANG EKONOMI

Pencapaian tinggi dalam bidang ekonomi masyarakat Melayu dibuktikan dari catatan
yang diperoleh dari China, India, Arab, Parsi, Yunani dan Eropa adalah tentang terwujudnya
tradisi maritim yang sangat hebat di alam Melayu. Tradisi maritim yang dimaksud adalah
aktivitas utama kerajaan Melayu dalam bidang perdagangan dan perniagaan yang bertumpu di
kawasan bandar atau bandar pelabuhan.7

Bukti-bukti tertua tentang kedatangan Islam terdapat dalam dua bentuk sumber:
catatan tertulis dari pengembara asing dan peninggalan arkeologi Islam di Asia Tenggara.
Berita Cina dan India sudah menyebutkan ada perkampungan minoritas pedagang Islam di
Sriwijaya. Pada abad ke-9-11 ada semacam gilde (organisasi dagang orang Islam dari Gujarat
(India) yang beroperasi di kawasan pantai barat Sumatera (cattaan sejarawan India,
Nilakantasastri). Bukti arkeologi Islam mencatat setidaknya ada tiga makam Muslim yang
berangka tahun sekitar akhir abad ke-5 H/11M di Padurangga (sekarang Panrang di Vietnam),
Lamri, Ace dan Leran (Gresik Jawa Timur). Dan bukti sejarah juga mengatakan bahwa
perkenalan Asia Tenggara dengan Islam diduga sudah dimulai sejak abad ke-7-8M atau awal
abad pertama Hijrah (tahun 600-an M). Ini dimungkinkan karena para pedagang Muslim yang
berlayar di kawasan ini singgah dan menetap untuk beberapa waktu di palabuhan utama.8

Perdagangan merupakan aktivitas utama masyarakat Melayu tradisional. Majunya


perdagangan di alam Melayu dapat dilihat dengan banyaknya pelabuhanpelabuhan. Sebagian
besar pelabuhan yang berjaya berkembang menjadi kerajaan pelabuhan dapat membentuk
negara baru “negara kota”, pelabuhan juga sampai dapat membentuk negara maritim bahkan
sebuah kerajaan maritim yang besar dan memperluas kekuasaan dengan menguasai pelabuhan
lain. Kemunculan pedagang Melayu sendiri yang aktif melakukan perdagangan sampai ke
India dan China. Dengan masuknya Islam di wilayah Melayu, cara berdagangnya penduduk
Melayu lebih menerapkan syariat Islam.

7
Mohd. Koharuddin dan Mohd.Balwi, Peradaban Melayu, Malaysia: UTM, 2005, h. 59.
8
Mestika Zed, Budaya Melayu Islam Nusantara, Nusantara: Catatan Pengantar, 2013, h. 3.

7
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penguatan ekonomi masyarakat melayu dalam percaturan ekonomi global dapat


diwujudkan antara lain melalui penguatan kerjasama dan mempererat hubungan antara bangsa
serumpun. Pembentukan lembaga ekonomi melayu yang tidak dibatasi sekat antar wilayah
geografis menjadi sangat strategis untuk diupayakan bagi kemajuan ekonomi masyarakat
Melayu. Potensi sumber daya yang dimiliki masyarakat Melayu harus dapat dioptimalkan
secara mandiri dalam upaya mengurangi ketergantungan dari negara maju.

Peningkatan taraf hidup masyarakat Melayu harus sinergis dengan


pengimplementasian kembali budaya Melayu dalam kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat. Sektor pendidikan menjadi prioritas untuk meningkatkan sumber daya manusia
masyarakat Melayu dalam menghadapi persaingan global.

Peran serta lembaga-lembaga strategis seperti Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI)
untuk turut mewujudkan masyarakat Melayu yang maju dan bermartabat harus ditingkatkan
dan diperkuat, serta perlu didukung oleh Pemerintah negara masing-masing.

Stabilitas ekonomi tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan pangan yang cukup,
aman, terjangkau bagi rakyat, dan tersebar merata di seluruh wilayah. Untuk itu penguatan
lembaga pangan menjadi hal yang substansial untuk dilakukan demi mewujudkan ketahanan
pangan yang kuat.

Soliditas, solidaritas dan rasa kekeluargaan yang tinggi sebagai satu rumpun Melayu
menjadi kunci kejayaan masyarakat Melayu ke depan. Kemajuan masyarakat Melayu
ditentukan oleh masyarakat Melayu itu sendiri, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-
Qur’an : ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Ar Rad: 11).

8
DAFTAR PUSTAKA

al-Siba‘i, Mustafa. 1993. Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok. Jakarta: Gema Insani Press,

Hamid Ismail. 1988. Masyarakat dan Budaya Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mohd. Koharuddin Mohd.Balwi. 2005. Peradaban Melayu. Malaysia. UTM.

Zed, Mestika. 2013. Budaya Melayu Islam. Nusantara: Catatan Pengantar.

Anda mungkin juga menyukai