Anda di halaman 1dari 12

.

Definisi

Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan di mana umur kehamilan
telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010).

Menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada
masa kehamilan kedua pada kira-kira 3% dari semua kehamilan.

Jadi dapat disimpulkan perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada akhir usia
kehamilan

B. Etiologi

Pendarahan antepartum dapat disebabkan oleh :

1. Bersumber dari kelainan plasenta

a. Plasenta previa

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (osteum uteri
internal).

Plasenta previa diklasifikasikan menjadi 3 :

1) Plasenta previa totalis : seluruhnya ostium internus ditutupi plasenta.

2) Plasenta previa lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta.

3) Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan plasenta.

Plasenta previa dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :

1) Endometrium yang kurang baik

2) Chorion leave yang peresisten

3) Korpus luteum yang berreaksi lambat

b. Solusi plasenta

Solusi plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya
sebelum janin lahir. Biasanya dihitung kehamilan 28 minggu.
Solusi plasenta dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan tingkat gejala klinik antara lain :

1) Solusi plasenta ringan

a) Tanpa rasa sakit

b) Pendarahan kurang 500cc

c) Plasenta lepas kurang dari 1/5 bagian

d) Fibrinogen diatas 250 mg %

2) Solusi plasenta sedang

a) Bagian janin masih teraba

b) Perdarahan antara 500 – 1000 cc

c) Plasenta lepas kurang dari 1/3 bagian

3) Solusi plasenta berat

a) Abdomen nyeri-palpasi janin sukar

b) Janin telah meninggal

c) Plasenta lepas diatas 2/3 bagian

d) Terjadi gangguan pembekuan darah

2. Tidak bersumber dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya kelainan serviks
dan vagina (erosion, polip, varises yang pecah).

C. Patofisiologi

1. Plasenta previa

Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ
dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa.
Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai
dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding usus sampai tingkat tertentu tidak
dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.

2. Solusi plasenta

Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematom pada
desisua, sehingga plasenta terdesak akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil
itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum
terganggu dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir
yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama
yang warnanya kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot
uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mempu untuk lebih berkontraksi menghentikan
pendarahannya. Akibatnya, hematom retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.

D. Tanda dan Gejala

1. Plasenta previa

a. Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit pada trimester III

b. Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan S.B.R

c. Perdarahan dapat terjadi sedikit atau banyak sehingga menimbulkan gejala

d. Perdarahan berwarna merah segar

e. Letak janin abnormal

2. Solusi plasenta

a. Perdarahan disertai rasa sakit

b. Jalan asfiksia ringan sampai kematian intrauterin

c. Gejala kardiovaskuler ringan sampai berat

d. Abdomen menjadi tegang

e. Perdarahan berwarna kehitaman

f. Sakit perut terus menerus

g. Perdarahan yang disertai nyeri.

h. Anemi dan syok.

i. Rahim keras seperti papan dan nyeri pinggang.

j. Palpasi sukar karena rahim keras.

k. Fundus uteri makin lama makin naik.

l. Bunyi jantung biasanya tidak ada.


E. Komplikasi

1. Plasenta previa

a. Prolaps tali pusat

b. Prolaps plasenta

c. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan

d. Robekan-robekan jalan lahir

e. Perdarahan post partum

f. Infeksi karena perdarahan yang banyak

g. Bayi prematuritas atau kelahiran mati

2. Solusio Plasenta

a. Komplikasi LangsungPerdarahan

1) Infeksi

2) Emboli dan obstetrik syok

b. Komplikasi tidak langsung

1) Couvelair uterus kontraksi tak baik, menyebabkan pendarahan post partum.

2) Adanya hipo fibrinogenemia dengan perdarahan post jartum.

3) Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Plasenta previa

a. Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial harus dikirim ke
rumah sakit tanpa melakukan suatu manipulasi apapun baik rectal apalagi vaginal).
b. Apabila ada penilaian yang baik, perdarahan sedikt janin masih hidup, belum inpartus. Kehamilan
belum cukup 37 minggu atau berat badan janin di bawah 2500 gr. Kehamilan dapat ditunda dengan
istirahat. Berikan obat-obatan spasmolitika, progestin atau progesterone observasi teliti.

c. Sambil mengawasi periksa golongan darah, dan siapkan donor transfusi darah. Kehamilan
dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari premature.

d. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil yang disangka dengan plasenta previa, kirim segera ke
rumah sakit dimana fasilitas operasi dan tranfuse darah.

e. Bila ada anemi berikan tranfuse darah dan obat-obatan.

2. Solusio plasenta

a. Terapi konservatif

Prinsip : tunggu sampai paerdarahan berhenti dan partus berlangsung spontan. Perdarahan akan
berhenti sendiri jika tekanan intra uterin bertambah lama, bertambah tinggi sehingga menekan
pembuluh darah arteri yang robek.

Sambil menunggu atau mengawasi berikan :

1) Morphin suntikan subkutan.

2) Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.

3) Tranfuse darah.

b. Terapi aktif

Prinsip : melakukan tindakan dengan maksud anak segera diahirkan dan perdarahan segera berhenti.

Urutan-urutan tindakan pada solusio plasenta :

1) Amniotomi ( pemecahan ketuban ) dan pemberian oksitosin dan dan diawasi serta dipimpin
sampai partus spontan.

2) Accouchement force : pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan cunam villet
gauss atau versi Braxtonhicks.

3) Bila pembukaan lengkap atau hampir lengkap, kepala sudah turun sampai hodge III-IV :

a) Janin hidup : lakukan ekstraksi vakum atau forceps

b) Janin meninggal : lakukan embriotomi

4) Seksio cesarea biasanya dilakukan pada keadaan :

a) Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil.


b) Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, pembukaan masih kecil.

c) Solusio plasenta dengan panggul sempit.

d) Solusio plasenta dengan letak lintang.

5) Histerektomi dapat dikerjakan pada keadaan :

a) Bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrino-genemia kalau persediaan darah atau fibrinogen tidak
ada atau tidak cukup.

b) Couvelair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak baik.

6) Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin
dipertahankan.

7) Pada hipofibrinogenemia berikan :

a) Darah segar beberapa botol

b) Plasma darah

c) Fibrinogen

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Tahap awal dari proses keperawatan adalah pengkajian, pada pasien dengan perdarahan antepartum
dapad dilakukan pengkajian meliputi :

1. Identitas umum

2. Riwayat kesehatan, yang meliputi:

a. Riwayat kesehatan dahulu:

1) Adanya kemungkinan klien pernah mengalami riwayat diperlukan uterus seperti seksio sasaria
curettage yang berulang-ulang.
2) Kemungkinan klien mengalami penyakit hipertensi DM, Hemofilia serta mengalami penyakit
menular seperti hepatitis.

3) Kemungkinan pernah mengalami abortus

b. Riwayat kesehatan sekarang

1) Biasanya terjadi perdarahan tanpa alasan

2) Perdarahan tanpa rasa nyeri

3) Perdarahan biasanya terjadi sejak triwulan ketiga atau sejak kehamilan 20 minggu.

c. Riwayat kesehatan keluarga

1) Kemungkinan keluarga pernah mengalami kesulitan kehamilan lainnya.

2) Kemungkinan ada keluarga yang menderita seperti ini.

3) Kemungkinan keluarga pernah mengalami kehamilan ganda.

4) Kemungkinan keluarga menderita penyakit hipertensi DM, Hemofilia dan penyakit menular.

d. Riwayat obstetri

Riwayat Haid:

Minarche : 12 th

Siklus : 28 hari

Lamanya : ± 7 hari

Baunya : amis

Keluhan pada haid : tidak ada keluhan nyeri haid

e. Riwayat kehamilan dan persalinan:

Multigravida, kemungkinan abortus, kemungkinan pernah melakukan curettage

f. Riwayat nifas

Lochea Rubra, bagaimana baunya; amis, banyaknya 2 kali ganti duk besar, tentang laktasi, colostrum ada

3. Pemeriksaan tanda-tanda vital

a. Suhu tubuh, suhu akan meningkat jika terjadi infeksi

b. Tekanan darah, akan menurun jika ditemui adanya tanda syok


c. Pernapasan, nafas stabil jika kebutuhan akan oksigen terpenuhi

d. Nadi, nadi melemah jika ditemui tanda-tanda shok

4. Pemeriksaan fisik

a. Kepala, seperti warna, keadaan dan kebersihan

b. Muka, biasanya terdapat cloasmagrafidarum, muka kelihatan pucat.

c. Mata biasanya konjugtiva anemis

d. Thorak, biasanya bunyi nafas vesikuler, jenis pernapasan thoracoabdominal

e. Abdomen:

1) Inspeksi : terdapat strie gravidarum

2) Palpasi

Leopoid I : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.

Leopoid II : Sering dijumpai kesalahan letak

Leopoid III : Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih goyang
atau terapung (floating) atau mengolak diatas pintu atas panggul.

Leopoid IV : Kepala janin belum masuk pintu atas panggul

3) Perkusi : Reflek lutut +/+

4) Auskultasi : bunyi jantung janin bisa cepat lambat. Normal 120.160

f. Genetalia biasanya pada vagina keluar dasar berwarna merah muda

g. Ekstremitas, Kemungkinan udema atau varies. Kemungkinan akral dingin.

5. Pemeriksaan penunjang

Data laboraturium, memungkinkan Hb rendah. Hb yang normal (12-14gr%)

leukosit meningkat (Normal 5.000-10.000 mm3). Trombosit menurun (normal 250 ribu – 500 ribu).

6. Data sosial ekonomi

Plaesnta previa dapat terjadi pada semua tingkat ekonomi namun pada umumnya terjadi pada golongan
menengah kebawah , hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman plasenta pada segmen bawah
rahim ( Susan Martin Tucker,dkk 1988:523)

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan ketidak mampuan merawat diri.
Sekunder keharusan bedrest (Linda Jual Carpenito edisio :326)

3. Resiko rawat janin : fital distress berhubungan dengan tidak ada kuatnya perfusi darah ke plasenta
(Lynda Jual Carpenito,2000: 1127) post seksio.

4. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot perut
(Susan Martin Tucker,dkk 1988 : 624).

C. Intervensi Keperawatan

1. Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman plasenta pada segmen bawah
rahim

Tujuan: klien tidak mengalami perndarahan berulang

Intervensi

Rasional

Anjurkan klien untuk membatasi pergerakan.

Pergerakan yang banyak dapat mempermudah pelepasan plasenta sehingga dapat terjadi perdarahan

Kontrol tanda-tanda vital (TD, Nadi, Pernafasan, suhu).

Dengan mengukur tanda-tanda vital dapat diketahui secara dini kemunduran atau kemajuan keadaan
klien

Kontrol perdarahan pervaginam

Dengan mengontrol perdarahan dapat diketahui perubahan perfusi jaringan pada plasenta sehingga
dapat melakukan tindakan segera.

Anjurkan klien untuk melaporkan segera bila ada tanda-tanda perdarahan lebih banyak.

Pelaporan tanda perdarahan dengan cepat dapat membantu dalam melakukan tindakan segera dalam
mengatasi keadaan klien.

Monitor bunyi jantung janin.


Denyut jantung lebih >160 serta< 100 dapat menunjukkan gawat janin kemungkinan terjadi gangguan
perfusi pada plasenta.

Kolaborasi dengan tim medis untuk mengakhiri kehamilan.

Dengan mengakhiri kehamilan dapat mengatasi perdarahan secara dini.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri


sekunder keharusan bedres.

Tujuan : pemenuhan kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi

Intervensi

Rasional

Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien dengan menggunakan komunikasi terapeutik.

Dengan melakukan komunikasi terapeutik diharapkan klien kooperatif dalam melakukan asuhan
keperawatan.

Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan dasar.

Dengan membantu kebutuhan klien seperti mandi, BAB,BAK,sehingga kebutuhan klien terpenuhi.

Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan.

Dengan melibatkan keluarga, klien merasa tenang karena dilakukan oleh keluarga sendiri dan klien
merasa diperhatikan

Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.

Dengan mendekatkan alat-alat ke sisi klien dengan mudah dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

Anjurkan klien untuk memberi tahu perawat untuk memberikan bantuan.

Dengan memberi tahu perawat sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi.

3. Resiko rawat janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darak ke plasenta.

Tujuan : gawat janin tidak terjadi

Intervensi

Rasional
Istrahatkan klien

Melalui istirahat kemungkinan terjadinya pelepasan plasenta dapat dicegah.

Anjurkan klien agar miring ke kiri

Posisi tidur menurunkan oklusi vena cava inferior oleh uterus dan meningkatkan aliran balik vena ke
jantung

Anjurkan klien untuk nafas dalam

Dengan nafas dalam dapat meningkatkan konsumsi O2 pada ibu sehingga O2 janin terpenuhi

Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian oksigen

Dengan pemberian O2 dapat meningkatkan konsumsi O2 sehingga konsumsi pada janin meningkat

Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian kortikosteroid

Kortikosteroid dapat meningkatkan ketahanan sel terutama organ-organ vital pada janin

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot perut

Tujuan : rasa nyaman terpenuhi

Intervensi

Rasional

Kaji tingkat nyeri yang dirasakan klien

Dengan mengkaji tingkat nyeri, kapan nyeri dirasakan oleh klien dapat disajikan sebagai dasar dan
pedoman dalam merencanakan tindakan keperawatan selanjutnya

Jelaskan pada klien penyebab nyeri

Dengan memberikan penjelasan pada klien diharapkan klien dapat beradaptasi dan mampu mengatasi
rasa nyeri yang dirasakan klien

Atur posisi nyaman menurut klien tidak menimbulkan peregangan luka

Peregangan luka dapat meningkatkan rasa nyeri

Alihkan perhatian klien dari rasa nyeri dengan mengajak klien berbicara

Dengan mengalihkan perhatian klien, diharapkan klien tidak terpusatkan pada rasa nyeri

Anjurkan dan latih klien teknik relaksasi (nafas dalam)


Dengan teknik nafas dalam diharapkan pemasukan oksigen ke jaringan lancar dengan harapan rasa nyeri
dapat berkurang

Kontrol vital sign klien

Dengan mengontrol/menukur vital sign klien dapat diketahui kemunduran atau kemajuan keadaan klien
untuk mengambil tindakan selanjutnya

Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan analgetik

Analgetik dapat menekan pusat nyeri sehingga nyeri dapat berkurang

Anda mungkin juga menyukai